"Ya, aku memang mau mati! Dan kau sudah mengabulkan keinginanku!" bentak gadis itu penuh dengan amarah, membalas tatapan mata Daren tak kalah tajam.
Daren membelalak mata saat mendengar jawaban berani yang keluar dari bibir gadis itu. Seperti menemukan sesuatu yang baru, yang baru saja ia temui dalam hidupnya. Itulah yang saat ini Daren rasakan."Apa? Apa? Kenapa matamu melotot seperti itu hah?" tanya gadis itu dengan nada kesal dan marah, menatap ke arah Daren, dengan wajah sinis, "kau tau? Matamu besar, seperti mau keluar!" lanjut gadis itu. Bisa-bisanya pria itu melotot dengan sebegitunya, padahal jelas jelas dia yang salah. Pikir gadis berseragam putih abu.Mata merah, rahang mengeras, bahkan terdengar suara gigi yang saling beradu, dan tangan yang mengepal geram, Daren tunjukkan pada gadis yang menatapnya tanpa rasa takut."Kenapa kau malah semakin mengeluarkan matamu seperti itu hah?" tanyanya lagi, "Aku tidak mau tau, kau harus mengganti semua makanan yang sudah rusak ini!" ucap gadis itu lagi sambil menunjuk kue basah dagangannya yang sudah terjatuh ke tanah."Enak saja," tolak Daren sambil menyunggingkan sebelah bibirnya, "justru kaulah yang seharusnya bertanggung jawab dan mengganti rugi kepadaku!" sambung Daren pada sungguh di luar dugaan."Bertanggung jawab dan ganti rugi untuk kesalahan apa aku?" tanya gadis itu mengulangi ucapan Daren seraya balik bertanya.
"Bertanggung jawab karena sudah membuatku berhenti melangkahkan kaki dan- -"Apa? Alasan tidak masuk akal macam apa itu?" teriak gadis itu memotong ucapan Daren. Namun, Daren tak mendengarkan protes dari gadis yang masih berseragam putih abu itu, ia tetap melanjutkan ucapannya yang masih belum selesai, "kau juga sudah membuat sepatuku yang mahal ini kotor karena makananmu yang jatuh tepat diatasnya," melanjutkan ucapannya sambil memperlihatkan sepatunya yang kotor karena kue basah milik gadis dihadapannya.Tentu saja, gadis itu geleng-geleng kepala dengan jawaban tidak masuk akal dari pria yang baru saja bertabrakan dengannya, "dasar aneh!" kata yang terucap dari mulut gadis itu, sedikit, namun membuat pendengar Daren geram dan merasa gatal ingin mencabik mulutnya."Dasar bocah kurang ajar!" hardik Daren, saat mendengar kata 'aneh' Bahkan seumur hidup pun, tidak pernah ada satu orangpun yang berani menatapnya dengan tajam, apalagi sampai mengatainya aneh."Ratusan, bahkan ribuan wanita jatuh cinta dan mengejarku. Beraninya kau mengataiku aneh!" kata Daren melempar pujian pada dirinya sendiri dengan fakta yang memang benar adanya. Banyak wanita, yang menggandrungi dan tergila-gila pada sosok Daren. Namun, tak satupun dari mereka yang mampu memikat hati Daren untuk berlabuh pada salah satu diantaranya."Aku tidak peduli. Ganti rugi sekarang?" balas gadis itu tak memedulikan ucapan pujian Daren sama sekali. Karena pujian itu, Daren tujukan pada dirinya sendiri, bukan untuk gadis itu."Beraninya kau!" Daren menunjuk gadis itu, "El?" panggil Daren pada sosok yang sedari tadi nampak tak ikut campur sama sekali dengan urusan pribadi tuannya."Ya Tuan," jawab El, membuat gadis dihadapan mereka tampak mengernyit saat mendengar pria dibelakang pria aneh itu memanggilnya dengan sebutan Tuan, lalu dengan cepat pula menghampirinya.Tanpa tahu apa yang diucapkan dan inginkan oleh Daren. El langsung menundukkan tubuhnya di hadapan Daren. Mengambil sesuatu dari dalam saku celananya yang ternyata adalah sebuah tissue. Lalu pria bernama El itu langsung mengelap sepatu Daren dengan sangat hati-hati, bahkan begitu hati hati, saking hati-hati nya, gadis dihadapan mereka bergumam sendiri dalam hati, dan bukan hanya bergumam, bahkan gadis itu mengatai kelakuan aneh kedua pria dihadapannya.'Apa? Dia benar benar gila! Tidak, tidak, bukan dia, tapi mereka berdua benar benar gila!' batin seorang gadis yang belum diketahui siapa namanya, "satu paket orang gila berada tepat dihadapanku, dan sedang melakukan hal gila juga didepanku." lanjut gadis itu masih dalam hati.Drama mengelap sepatu masih terus berjalan, gadis tanpa nama itu masih dengan setia memperhatikan gerak gerik dari Daren dan El yang membuatnya geleng-geleng kepala. Merasa pusing sendiri dibuat mereka.'Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam? Kenapa aku harus bertemu dengan satu paket orang gila seperti mereka ini?' gadis itu masih terus bergumam sendiri, tanpa ada yang mengetahui."Apa?" tanya Daren tiba-tiba, membuat gadis dihadapannya terlonjak kaget."Apa? Apa? Memang, apanya yang apa?" balas gadis itu, balik bertanya namun berbelit-belit.
"Hei bocah! Kau ini bicara apa?" tanya Daren yang tidak mengerti dengan ucapan gadis dihadapannya."Memangnya aku bicara apa?" malah balik bertanya gadis itu. Bukannya memberi jawaban, malah membalikkan pertanyaan. Sungguh di luar dugaan. Pikir El yang bermonolog dalam hati.Daren dan El sama sama mengerutkan kening, saat mendengar ucapan gadis tidak biasa itu."Sudah Tuan. Sepatu Anda sudah jauh lebih baik." El bangkit dan berjalan ke samping, tepat didekat Daren."Jauh lebih baik." Daren mengibaskan sepatunya ke kanan dan ke kiri, melihat, apakah ada yang lecet atau rusak dari sepatu yang ia kenakan."Berapa harga sepasang sepatu yang kupakai ini?" tanya Daren tiba-tiba. Gadis dihadapannya kembali mengatai Daren dalam hati. 'Dasar pria aneh, benar-benar aneh. Masa harga sepatu sendiri tidak tau!'"137 juta Tuan. Itu adalah sepatu limited edition dari brand LV, berbahan kulit buaya dan kulit sapi!" jawab El begitu ringan saat mengatakan harganya dan menjelaskan dari brand apa, sepatu yang dipakai Daren."Apa? 137 juta! Apa dia sudah gila? 137 juta hanya untuk harga sepatu!" gumam gadis itu pelan. Namun telinga tajam milik Daren dan El, mampu mendengar apa yang baru saja gadis tanpa nama itu katakan walaupun dengan nada yang pelan."Kau tahu? sepatuku ini adalah rancangan khusus dari brand ternama di dunia!" ucap Daren penuh dengan nada kesombongan didalamnya, "dan aku yakin, kau pasti belum pernah melihatnya bukan? Oh iya, aku lupa! Kau 'kan miskin! Kau mana punya uang untuk membeli sepatu ini! Jangankan untuk membeli, melihatnya saja, aku rasa kau baru pertama kali ini bukan?" gadis itu semakin membulatkan mata, dengan mulut yang seakan terkunci, tak bisa berkata apa-apa lagi. Bukan kata kata tak bisa membeli atau apa, melainkan kata miskin yang dilontarkan oleh Daren kepadanya dengan sangat jelas. Sebegitu miskinkah dirinya? Ah, gadis itu tidak pernah lupa. Memang benar adanya, jangankan untuk membeli sepatu mahal itu, melihatnya saja, ini adalah pertama kalinya bagi gadis yang masih belum diketahui siapa namanya itu.Daren menyeringai, begitupun dengan El yang tersenyum kecil ke arahnya."El?" panggil Daren, masih menatap gadis itu dengan tatapan merendahkan."Saya tuan," jawab El singkat."Kapan gadis ini harus mengganti rugi sepatuku yang sudah kotor ini?" tanya Daren.'Mengganti rugi? Apa maksudnya ini?' tanya gadis tanpa nama itu dalam benaknya."Sekarang tuan. Gadis itu harus mengganti rugi kepada Anda sekarang juga!" jawab El seenaknya, tanpa memperdulikan apakah gadis digadapannya mempunyai uang atau tidak.
"Kau mendengar ucapan asistenku barusan?" tanya Daren pada gadis itu."Apa? Mendengar apa aku,?" tanya si gadis yang berpura-pura tidak mengerti dengan perkataan Daren barusan."Kau harus mengganti sepatuku yang sudah kotor ini, saat ini juga!" Daren menunjuk jarinya ke bawah hingga beberapa kali, setaya menekankan kata-katanya."Apa? Kenapa aku harus mengganti rugi, atas kesalahan yang tidak aku perbuat sama sekali?" Sungguh gadis tanpa nama itu kehabisan kata-kata untuk bertanya lagi kepada pria aneh yang beberapa menit ini baru saja ia kenal. "Jika kau tidak mau mengganti rugi sekarang, akan aku laporkan kau ke pihak yang berwajib," kata Daren seenaknya, mengancam wanita itu. Hanya mengancam, Daren tidak benar benar akan melakukan apa yang baru saja ia katakan pada wanita itu. 'Sedikit bermain-main dengan wanita pertama yang berani membentak, memaki bahkan mengataiku, sepertinya akan sangat menyenangkan,' pikir Daren."Atas dasar apa kau melaporkan ku ke polisi?" matanya membelalak dengan sempurna kala mendengar kata polisi."Atas dasar apa?" ucap Dareen mengulangi pertanyaan wanita itu, "kau itu bodoh atau pura-pura bodoh? Tentu saja karena kau sudah mengotori sepatuku yang mahal ini," Daren kembali menunjuk sepatu mahalnya yang kotor tidak seberapa, mencari-cari alasan untuk menggertak gadis muda dihadapannya."Tuduhan macam apa lagi itu?" raut wajah gadis tanpa nama itu sudah sangat stres karena kelakuan pria dihadapannya. Bisa-bisanya pria aneh itu melaporkan nya kepada pihak berwajib dengan memberikan tuduhan tidak masuk akal."Kau tahu? Aku paling tidak suka jika ada orang yang mengotori barangku, apalagi sepatuku!" Dan ini adalah kata kebenaran. Di mana Daren benar-benar tidak menyukai jika ada orang yang berani menyentuh, apalagi mengotori barangnya, terutama sepatu-sepatu berharganya."Yang menabrak kan dirimu, mengapa malah menyalahkan ku?" Emosi sudah gadis itu, sedari tadi gadis itu sudah emosi, dan sekarang bertambah lagi kadar emosinya."Aku tidak mau tau, kau yang harus mengganti rugi! Mau itu aku atau kau yang menagrakku, pokoknya kau harus mengganti rugi," balas Dareen."Kenapa?" tanyanya."Karena aku tidak suka memakai kembali barangku yang sudah kotor! Maka dari itu kau harus menggantinya?" jawab Daren."Wah, wah..., Apa kau sudah kekurangan uang? Sampai sampai kau ngotot sekali ingin meminta ganti rugi kepada gadis miskin sepertiku?" ujar gadis itu dengan nada mencibir sembari menekankan kata miskin yang ia ucapkan."Katakan! Siapa namamu?" tanya Daren entah apa maksudnya."Tidak mau! Aku tidak akan mengatakan siapa namaku!" jawab gadis itu cepat, "kenapa aku harus memberi tahukan namaku padamu?" tanya gadis itu kemudian. Ngotot dengan pendiriannya."Agar aku tidak terus menerus memanggil mu dengan sebutan bocah bodoh atau gadis bodoh!" jawab Daren sangat ringan."Eh," gadis itu tampak berpikir, "benar juga ya?" ucapnya kemudian, yang terdengar jelas di telinga Daren dan El."Gadis bodoh!!!" ucap Daren, lagi-lagi mengatai gadis itu dengan sebutan bodoh. Semakin membuatnya kesal."Tadi bocah bodoh! Dan sekarang wanita bodoh! Apa kau pikir aku ini bodoh?" tatapan sinis permusuhan pada Daren dan pria dingin yang bergeming di tempatnya, di layangkan oleh gadis itu. Tanpa sedikit pun rasa takut yang menyelimutinya, berhadapan dengan dua pria dewasa yang saat ini berada tepat didepannya."Jangan melihat ku seperti itu bodoh! Aku tahu jika aku ini tampan dan menggoda!" ucap Dareen dengan begitu bangganya, "bukan begitu El?" ucap Dareen yang meminta persetujuan dari sosok yang jika di panggil saja ia menyahut. Namun, jika tidak, ia akan berdiam diri tanpa sepatah kata pun."Tentu tuan, apa yang Tuan katakan selalu benar," jawab El, selalu seperti apa yang ingin Tuannya dengar.Cih!Gadis itu berdecih. Menatap sebal pada sosok yang memang benar-benar tampan. Namun, keanehannya berhasil mengalahkan ketampanannya."Beraninya kau!" saling adu tatap antara Daren dan gadis muda yang sama keras kepalanya dengannya, membuat Daren semakin ingin mengerjai gadis itu."Cepat katakan siapa namamu?" Kesal Daren, ia mengulangi lagi pertanyaannya pada gadis yang berkepala batu seperti dirinya."Namanya Ananda Zoya, Tuan!" celetuk El dari samping. Membuat Dareen kaget, begitu pun dengan gadis yang baru saja disebutkan namanya itu."Apa?" Kaget gadis itu, "kenapa kau bisa tau namaku?" tanya gadis itu masih tak percaya dengan tebakan tiba-tiba yang benar jawabannya."Dari mana kau tahu nama gadis bodoh ini El?" karena penasaran, akhirnya Daren bertanya juga. Dengan mata menyipit dan telinga yang sudah bersiaga mendengar, kira-kira jawaban apa yang akan El ucapkan."Dari seragam sekolah yang wanita ini gunakan Tuan."Duarrr!
Daren dan gadis bernama Ananda Zoya itu sama-sama terlonjak. Bisa-bisanya mereka berdua melupakan seragam sekolah yang masih gadis itu kenakan."Bodoh!" ujar Daren."Tertulis dengan jelas nama lengkap gadis itu di baju bagian atasnya Tuan," sambung El lagi membuat Daren dan gadis yang kini sudah diketahui siapa namanya itu, sama sama melihat baju apa yang sedang dikenakannya.
"Eh, benar juga! Kenapa aku lupa kalau aku masih pakai seragam sih?" Gumam gadis bernama Zoya itu."Itu karena kau bodoh, sekarang kau pakai baju apa saja kau tidak ingat," ejek Daren. Tanpa menyadari seberapa bodohnya dirinya juga."Anda juga sama Tuan!" celetuk El tiba tiba."Apa maksud mu El?" Matanya mendelik, berucap dengan nada meninggi, tidak terima dengan apa yang diucapkan El barusan."Tuan juga tidak mengetahui siapa nama gadis itu, padahal sudah sangat jelas, dia sedang memakai seragam sekolah dan tertulis dengan jelas pula namanya, di seragam sekolah yang ia kenakan," jelas El panjang lebar membuat Daren sedikit terlukai harga dirinya. Namun, dengan cepat, Daren mengembalikan lagi rasa percaya diri tingkat tingginya dengan menutupi rasa malunya."Itu karena kau yang tidak memberitahuku El," sekarang malah menyalahkan El. Nanti apalagi?"Maaf Tuan!"
"Kenapa kau tidak memberitahku sedari tadi?" Mengulangi lagi ucapannya, berkata seolah-olah memang El yang bersalah dalam hal ini."Maafkan saya tuan?" Mengalah dan selalu mengalah, itulah yang sering El lakukan supaya tuannya senang dan tidak memperburuk keadaan."Jadi siapa yang salah?" Menekankan lagi perjataannya. Meyakinkan pada dua orang yang berada di sana juga, seolah olah dia memang tidak bersalah sama sekali."Saya Tuan!" jawab El pasrah. Dan hanya itu yang bisa ia lakukan. Lagi pula, mengalah untuk sang tuan muda, sudah menjadi hal yang biasa bagi El. Namun, tidak bagi gadis bernama Zoya. Matanya menyala tidak percaya."Jangan di ulangi lagi?" perintah Daren pada El, yang entah dimana letak kesalahannya. Namun El menurut saja, Demi kebahagiaan Tuannya. Pikir El."Baik Tuan, tidak akan saya ulangi lagi," balas El."Bagus, karena jika kau berani mengulanginya lagi, tamatlah tiwayatmu!" ujar Daren seolah-seolah ia lah yang paling benar.Zoya yang sedari tadi memperhatikan serta mendengar pembicaraan dua orang bodoh dihadapannya pun geleng-geleng kepala sambil bergidik ngeri, 'apa-apaan mereka berdua ini? Apa mereka sedang melawak? Mereka berdua pasti sedang membuat lelucon untuk acara tv! Kamera, kameraman, apa kalian semua ada disini? Mana mereka? Aku sama sekali tidak berminat untuk terlibat perdebatan dengan dua orang aneh dihadapanku!' gumam Zoya dalam hati dengan imajinasi yang entah darimana datangnya."Kenapa kau melihatku seperti itu?" Setelah drama menyelamatkan harga diri sendiri, kini Daren kembali pada Zoya yang masih bergeming di tempatnya."Tidak ada!" jawab Zoya singkat."Kau harus mengganti rugi sekarang!" mengungkit lagi hal yang seharusnya Zoya katakan pada Daren."Tidak mau!" Masih bersikeras Zoya pada pendiriannya."Cepat!'' Daren mengulurkan tangannya seperti pria peminta-minta."Tidak!" Zoya menangkis lengan Daren dengan kasar. Lengan pria aneh yang meminta ganti rugi padanya, untuk hal yang seharusnya ia minta dari pria aneh itu.Bersambung...
Bersambung..."Cepat ganti rugi sekarang!" Teriak Daren. "Tidak mau!" tolak Zoya tak kalah berteriak. "Ternyata kau memang mau berurusan dengan polisi!" Daren mencoba menakuti Zoya dengan ancamannya. "Laporkan saja! Lagi pula, aku sama sekali tidak takut dengan ancamanmu itu," jawab Zoya, dengan sisa keberanian yang ia punya. "KAU!" tunjuk Daren pada Zoya, dengan sorot mata tajam, setajam mata elang yang akan menerkam mangsanya. "El?" sambung Daren seraya memanggil asisten setianya. "Saya Tuan!" jawab El, yang langsung menyahut saat Daren memanggil namanya. Dengan gerakan perlahan, El merogoh saku celananya, entah apa yang akan dia lakukan, tapi Zoya terlihat bingung dengan makhluk Tuhan yang satu ini. Dia melakukan hal yang tidak diperintahkan sama sekali oleh Daren. 'Hah, mengambil hp saja harus dengan drama!' ejek Zoya dengan tatapan tanpa suara yang keluar dari mulutnya. "Sek
"Aaaaaa...," Teriak Zoya setelah kepergian Daren dan El, yang menyisakan kesal mendalam untuk gadis pemilik nama Ananda Zoya itu. "PRIA ANEH! PRIA GILA! PRIA TIDAK BERPERASAAN! AKU BENCI KALIAN!!!" Mengatai, memaki dan meneriaki orang yang tidak ada di dekatnya sama sekali. Membuat napas Zoya terengah-engah. Bahkan, wajahnya sampai memerah. "Memangnya dia itu siapa? seenaknya saja mengatur-atur hidupku!" tanya Zoya mulai melemah, dengan Isak tangis yang mulai terdengar, "apa yang harus aku katakan pada ibu ku nanti? Huaaaaaa..., aku bahkan tidak berani untuk pulang ke rumah!" lanjut Zoya sambil memandangi kue-kuenya yang sudah kotor karena terjatuh. Zoya memunguti kue basah nya satu persatu, mengambil yang masih bisa ia selamatkan. Namun, gerakan tangannya terhenti, saat sepasang bola mata Zoya melihat buku yang dipeluknya erat dengan sebelah tangan. Air mata Zoya bercucuran, isakan itu, berubah menjadi tangisan, tangisan yang menyayat
Byuuuurrr!Ibu mengguyur wajah Zoya dengan segelas air ditangannya.Zoya begitu kaget, ia yang sedang tak sadarkan diri pun, mengerjapkan matanya sambil mengusap usap kasar wajah yang kini telah basah kuyuk, karena air yang diguyurkan oleh ibu.e Ternyata apa yang baru saja Zoya alami hanya mimpi. Cahaya! Sentuhan itu! Sentuhan menghangatkan yang terasa sangat nyata itu, semuanya hanya mimpi."Enak sekali kamu ya? sudah membuatku rugi, dan sekarang kau malah enak enakan tidur dilantai seperti ini! Kau memang anak tidak tahu diri!" ucap ibu penuh dengan emosi, padahal ibu tahu sendiri, jika Zoya tak sadarkan diri tadi, bukan sengaja menidurkan diri disini. Pikir Zoya. Akhirnya Zoya pun memilih untuk tak merespon semua ucapan ibunya walaupun ia terkejut. Ingatan dan pikirannya masih tertuju pada seberkas cahaya yang membuatnya merasakan kehangatan- -"Kehangatan seorang ibu," gumam Zoya, "ya, sentuhan itu begitu meng
Zoya mengerjapkan mata saat terbangun dari tidurnya. Melihat jam dinding saat matanya sudah mulai terbuka dengan sempurna dan nyawanya sudah terkumpul seutuhnya, "masih jam 03.45 dini hari," gumam Zoya setelah melihat jam.Rasa lelah karena terus menangis semalaman masih menyerbu tubuh Zoya. Namun semua itu tak mengurungkan niat Zoya untuk terbangun. Zoya bangun dari kasur lepek yang membuat tubuhnya sedikit sakit, melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan membasuh wajahnya.Saat sudah keluar dari kamar mandi, seperti biasa, Zoya selalu mengerjakan semua pekerjaan rumah sebelum ia berangkat ke sekolah. Tapi pagi ini, Zoya bangun lebih awal dari biasanya, mungkin..., Karena sebuah janji yang harus Zoya tepati pada seseorang yang kemarin telah menjadi Tuannya secara tiba-tiba."Jika saja pria aneh dan gila itu tidak menyuruhku untuk datang ke rumahnya pagi pagi sekali, aku tidak akan bangun sepagi in
"Apa benar ini rumahnya?" Zoya membulatkan mata sambil membungkam mulutnya dengan kedua tangan saat tiba di sebuah rumah mewah yang sangat besarvdan megah. Ber cat putih dengan begitu banyak pilar pilar indah yang menjulang tinggi, yang jumlahnya tak terhitung oleh Zoya."Apa aku tidak salah rumah?" tanya Zoya pada dirinya sendiri sambil melihat lagi alamat yang tertulis dalam kartu nama yang diberikan oleh El, "aah..., Benar, ini memang rumahnya. Ternyata pria aneh itu memang orang kaya, bagaimana bisa aku berurusan dengan pria seperti itu," gumam Zoya didepan pintu gerbang yang menjulang tinggi. Seketika nyalinya menciut, saat tiba tiba saja Zoya membandingkan dirinya dengan pemilik rumah besar ini, yang tak lain adalah Dareen.Dengan gerakan ragu, Zoya menggerak-gerakkan kunci gerbang dengan cukup keras, melirik kesana dan kemari sambil memperhatikan sekelilingnya, "permisi...," ucap Zoya beberapa kali.Terlihat seora
"Ayo turun!" ajak Dareen kemudian, yang ternyata membuat dua orang wanita berbeda generasi yang sedang asik berbincang di bawah sana menoleh, menatap El dan Dareen secara bergantian."Bocah itu!" gumam El setelah Zoya menunjukan ekspresi wajahnya yang menyebalkan, menatap kearah tangga, dimana ia dan Dareen kini berada, "sial! Kenapa aku bisa lupa kalau Tuan menyuruhnya untuk datang ke rumah ini kemarin!" lanjut El yang mengerutuki kebodohannya."Kau melupakannya El?" tanya Dareen saat melangkahkan kakinya menuruni tangga satu persatu dengan tubuh yang tegap dengan salah satu tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya. Berjalan dengan lagak angkuh dihadapan Zoya. Diikuti dengan El yang berjalan dibelakangnya."Ya Tuan , maafkan saya!" balas El.Dareen menyunggingkan sebelah bibirnya. "Wanita memang pantas untuk dilupakan!""Cih! Sombong sekali dia! Memangnya dia itu siap
Zoya memperhatikan semua pelayan yang ada di ruangan tersebut, mereka semua melayani majikan mereka dengan sangat hati hati. Perlahan Zoya pun mengikuti apa yang para pelayan lainnya kerjakan. Dengan membalikkan piring yang berada di hadapan majikan mereka dan Mengambilkan roti untuk diolesi."Maaf Tuan, anda mau selai rasa apa untuk olesan roti nya?" tanya Zoya, ia tidak ingin salah saat melayani Dareen. Karena jika Zoya melakukan kesalahan walaupun hanya sedikit, sudah pasti Dareen akan memaki dan menyalahkannya dengan kata kata pedas yang keluar dari mulutnya. Tragedi pukul 06.00 masih belum terselesaikan, dan jika sekarang Zoya melakukan kesalahan lagi, entah apa yang akan Dareen lakukan padanya."El?" bukannya menjawab pertanyaan Zoya, Dareen malah memanggil El yang berada di sebelah Dareen."Baik Tuan!" sahut El.Zoya menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, 'Dih, apa-apaan dia ini! Baik
Di perusahaan yang sama. Dimana ada Dareen, disitulah selalu ada El, seseorang yang paling dekat dengan Dareen, seorang yang dianggap sebagai pelayan oleh sebagian orang yang mengenalnya. Atau lebih tepatnya, orang orang yang tidak menyukai kehadiran El dalam kehidupan Dareen. Dan salah satunya adalah Marissa, gadis yang mengaku sebagai gadis sosialita tingkat dewa, gadis yang sangat tergila-gila kepada seorang Dareen Danendra.Marissa selalu melakukan segala cara agar bisa merebut perhatian Dareen untuknya. Namun usahanya selalu sia-sia saja karena dimana ada Dareen, disitu selalu ada El, orang yang selalu memberikan jarak kepada Marissa dan para wanita lainnya untuk mendekati Dareen."Perhatikan jarak anda nona Marissa!" ucapan itu selalu terngiang-ngiang dalam benak Marissa, hingga ingin rasanya Marissa menyingkirkan El untuk selama lamanya."El?" panggil Dareen."Ya, Tuan!" jawab El. 
Harapan dan doa yang buruk dari orang yang buruk pula hatinya, tak mampu membuat doa yang ia panjatkan menjadi kenyataan. Setelah Daren berhasil menemukan sumber air yang membuat lelah dan dahaganya seketika hilang, Daren memberikan Zoya sebuah air yang ia bawa dengan tangannya sendiri.Sedikit demi sedikit. Walau berceceran dan selalu sedikit yang tersisa untuk di berikan kepada Zoya. Namun, Daren telah berhasil membuat Zoya sadar dari pingsannya yang cukup lama.'Uhuk! Uhuk!'Suara yang keluar dari tenggorokan Zoya, membuat Daren senang bukan main. "Kau sadar, Zoya?!" tanya Daren saat Zoya terbatuk. Matanya masih belum terbuka. Namun Daren sudah tak sabar untuk mengeluarkan suara dan bertanya bagaimana keadaannya.'Uhuk! Uhuk!'Zoya masih terbatuk.Daren menepuk-nepuk punggung Zoya sambil mengelusnya perlahan. "Kau tidak apa?" tanya Daren. "Ayolah, jawab aku. Aku begitu mengkhawatirkan dirimu!" lanjutnya berucap.Perlahan-lahan, kesadaran Zoya mulai kembali. Matanya pun mulai ter
Jatuh dan tergelincir, sudah tidak Daren rasakan lagi betapa kaget dan sakitnya seluruh badan. Demi bisa sampai ke tempat tujuan, Daren memaksakan diri menyusuri jalanan menurun yang akan membawanya ke tepian sungai."Jika bukan karena dahagaku, aku tidak akan mau berjalan sambil menggendong gadis ini. Walau dia tidak berat, tapi dia cukup menyusahkan langkahku," gerutunya setelah ia terjatuh dan bangkit lagi dengan tangannya sendiri.Daren mengeluh, ia menggerutu. Namun, hanya di mulut saja. Hatinya benar-benar ikhlas melakukan itu semua, demi dahaganya yang harus segera di aliri air, juga demi kesadaran Zoya. Tanah dan lumpur mengotori hampir seluruh tubuh Daren. Seakan tak ingin tertinggal, wajahnya pun ikut merasakan bagaimana rasanya terkena lumpur saat Daren mengusap keringat yang bercucuran dari kening hingga ke pipinya.Daren tak peduli, setelah ketemu sungai nanti, ia sudah berjanji akan membersihkan diri. "Hei, apa kau tidak kasihan padaku? Lihat aku, aku kelelahan. Aku k
"El! El! Dimana kau? Cepat bantu aku!" teriak Daren saat ia dengan susah payah sudah berhasil melewati jurang curam yang membuat Zoya terjatuh dan tak sadarkan diri, dengan melewati dan mencari jalan lain.Tidak ada tanggapan dan jawaban dari sosok yang Daren panggil. Matahari sudah mulai meninggi, Daren mulai dehidrasi, apalagi dengan gadis yang ada di pangkuannya saat ini, sudah pasti, kondisi gadis itu jauh lebih buruk dari kondisi Daren yang masih bisa mengangkat beban tubuh Zoya. "Bertahanlah! Kau pasti bisa!" ucap Daren menyemangati Zoya yang masih tak sadarkan diri. Perjalanan cukup jauh, hingga saat ini, Daren baru menemukan jalan di mana ia dan El berpisah subuh tadi."El...." teriak Daren kembali. Kali ini, teriakannya begitu nyaring, hingga tenggorokan Daren terasa kering. "El...." Jika kali ini El tidak mendengar teriakan Daren. Maka sudahlah, jangan harapkan Daren bisa berteriak kembali, karena kerongkongannya setelah berteriak, kini terasa benar-benar kering."Ah, ten
"Uh..., Kalajengking sialan!" umpat Daren saat dirinya sudah berhasil menuruni tanah yang terjal tersebut. Dilihatnya tangannya sendiri yang terasa sangat perih dan gatal. Dan ternyata, tangannya membengkak dan memerah. Mungkin, itu adalah efek dari gigitan kalajengking tadi.Kembali Daren memfokuskan dirinya pada pencariannya pada Zoya yang sampai saat ini masih belum ia temukan."Zoya..." Teriak Daren begitu kencang dan menggelegar. Hingga para hewan kecil keluar dari persembunyiannya."Hei Zoya! Dimana kau gadis bodoh?" Teriaknya lagi dan masih belum mendapatkan jawaban. Lalu, pandangannya tertuju pada sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh tanah dan luka.Zoya, gadis itu terkapar diantara pohon beringin besar dan daun daun yang sudah mengering."Zoya!" Secepat kilat Daren menghampiri Zoya yang tengah terkapar tak sadarkan diri.
Doa kembali Zoya panjatkan pada Tuhan, sang pencipta alam dan segala isinya. Ia berdoa agar siapapun bisa menemukannya dengan segera. Kakinya sudah tak mampu lagi menopang tubuh, di tambah dengan tangannya yang ternyata masih mengeluarkan sisa-sisa darah dari injakan kaki Mayra tadi. "Ya Tuhan, aku mohon... Siapapun tolong aku. Aku akan menikahinya jika dia adalah seorang laki-laki. Tapi, setelah aku lulus sekolah. Dan akan aku jadikan dia saudara, jika dia adalah seorang perempuan," ujar Zoya pasrah. Gadis itu membuat janji dengan Tuhan sesuka hatinya, tanpa memikirkan bagaimana nasib kedepannya. Tentang masa depannya, tentang bagaimana menjalaninya. Akankah ada yang akan datang membantunya atau bahkan tidak. Mengingat ini adalah hutan, dan Zoya hanya sendirian di sana. "Tapi, apakah yang menolongku itu akan mau, jika yang akan dinikahinya atau di jadikan saudaranya adalah seorang gadis miskin yang waj
"Apa kubilang El! Kau memang bodoh! Kenapa kau melarang ku menyusul mereka tadi hah!" Daren geram. Di cengkeramnya kerah baju El dengan sangat kuat, hingga buku-buku tangan Daren terlihat memutih, saking geramnya. "Maafkan saya Tuan!" tunduk El. El sama sekali tidak berani menegakkan kepalanya, apalagi menatap mata Daren, atas apa yang El katakan padanya. "Maaf kau bilang? Beraninya kau meminta maaf setelah mengabaikan perasaanku tadi," dihempaskan pula dengan kencang baju El. Pria tampan berambut hitam pekat itu seketika terbatuk, saat Daren melepaskan cengkraman tangannya. "Apa dengan meminta maaf, semua akan kembali?" Sedangkan Delia dan Delina, serta Gio dan teman sekelompoknya. Mereka semua berdiam mematung setelah menceritakan jika Zoya menghilang dan terpisah dari rombongan. Apalagi saat melihat reaksi Daren yang ternyata di luar dugaan. Sangat marah saat mengetahuinya. Mereka semua tidak ada yang bera
"Eh, apa ada yang melihat kak Zoya?" tanya Delia yang baru saja menyadari jika Zoya sedari tadi tidak bersamanya. Semua orang memandang ke arah Delia. Lalu saling pandang satu sama lain. "Bukankah Zoya selalu bersama Anda, Nona?" ujar Gio membalikkan pertanyaan pada Delia. Delia menggeleng, "memang! Tapi setelah teriakan itu, aku langsung berlari mengikuti kalian, dan melepaskan peganganku dari tangan kak Zoya," jawab Delia sedikit gemetar. Lalu ia alihkan pandangannya pada Delina yang nampak acuh tak acuh dengan ketidakadaannya Zoya di dalam rombongan mereka. "Kenapa kau melihatku?" tanya Delina sinis, "aku memang tidak menyukainya. Tapi aku tidak melakukan apa-apa. Aku juga tidak tahu kalau dia tidak bersama kita!" sambungnya dengan penuh penekanan. Dan Delina berkata jujur apa adanya. Tanpa ada yang dia sembunyikan. "Bagaimana ini kak Gio, kak Andi?" reng
Zoya berjalan mundur beberapa langkah, "jangan kau pikir aku ini bodoh Mayra! Apa yang kau rencanakan padaku hah?" tanya Zoya tanpa basa-basi. Mayra tertawa, sedang Zoya mengerutkan keningnya. "Kenapa kak? Apa kau takut kakak!" tanya Mayra dengan menekankan perkataannya. Membuat Zoya yakni jika Mayra memang sedang merencanakan sesuatu yang buruk padanya. "Ma-mau apa kau Mayra?" tanya Zoya bergetar. Mayra terus berjalan perlahan mendekatinya. Semakin dekat, dan terus mendekat. Sedangkan Zoya, gadis itu juga terus berjalan mundur menjauhi Mayra. Nyali Zoya semakin menciut kala melihat wajah Mayra yang terlihat seperti seorang pembunuh kala mengeluarkan tawanya. Walaupun Zoya tau, jika Mayra adalah adiknya sendiri. Tapi kenapa? Kenapa Mayra ingin berbuat jahat padanya? Pikir Zoya. "Ak-aku mohon Mayra! Apa yang akan kau lakukan padaku? Aku ini kakakmu, kau adikku. Kita ini bersaudara Mayra!" ujar
"Kau gila El! Kenapa aku tidak boleh ikut bersama mereka hah?" ungkap Daren setelah kepergian para anggota perkemahan. "Karena mereka akan merasa tidak nyaman saat bersama Anda Tuan!" jawab El tanpa basa-basi. Tuannya itu sedari tadi terus mengomelinya karena El tidak menyarankannya untuk mengikuti mereka. "Ah!" Daren frustasi. Pria tampan penuh kharismatik itu menjambak rambutnya sendiri karena kesal dengan jawaban El. *** "Kak Zoya? Aku takut!" rengek Delia sambil menggandeng lengan Zoya erat. "Tenanglah Nona. Tidak akan ada apa-apa di sini!" ujar Zoya menenangkan. Gadis itupun akhirnya sedikit lebih tenang. Walaupun tangannya masih enggan untuk melepaskan lengan Zoya. Menempel terus seperti lem. "Delia, kenapa kau terus menempel padanya?" tanya Delina dengan nada kesal. Namun, yang di tanya terlihat enggan untuk menjawab