Zoya mengerjapkan mata saat terbangun dari tidurnya. Melihat jam dinding saat matanya sudah mulai terbuka dengan sempurna dan nyawanya sudah terkumpul seutuhnya, "masih jam 03.45 dini hari," gumam Zoya setelah melihat jam.
Rasa lelah karena terus menangis semalaman masih menyerbu tubuh Zoya. Namun semua itu tak mengurungkan niat Zoya untuk terbangun. Zoya bangun dari kasur lepek yang membuat tubuhnya sedikit sakit, melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan membasuh wajahnya.
Saat sudah keluar dari kamar mandi, seperti biasa, Zoya selalu mengerjakan semua pekerjaan rumah sebelum ia berangkat ke sekolah. Tapi pagi ini, Zoya bangun lebih awal dari biasanya, mungkin..., Karena sebuah janji yang harus Zoya tepati pada seseorang yang kemarin telah menjadi Tuannya secara tiba-tiba.
"Jika saja pria aneh dan gila itu tidak menyuruhku untuk datang ke rumahnya pagi pagi sekali, aku tidak akan bangun sepagi ini!" gumam Zoya saat mengambil sapu yang berada didekat pintu keluar. Rambut Zoya yang masih acak-acakan dengan wajahnya yang kusut walaupun sudah mencuci muka dan mata sembab karena semalaman Zoya terus menangis. Ditambah lagi dengan seragam putih abu yang masih belum terlepas juga dari tubuhnya, membuat Zoya ingin menertawakan dirinya sendiri, "haha, untung saja aku punya baju ganti, kalau tidak! Matilah aku, aku tidak akan bisa masuk sekolah!" gumam Zoya disela-sela aktivitasnya.
Satu persatu pekerjaan rumah, Zoya kerjakan dan selesaikan tanpa adanya gangguan dari siapapun termasuk Mayra yang bisanya hanya mengganggu pekerjaan Zoya saja. Hingga, tiba waktunya Zoya harus mandi, karena semua pekerjaan rumahnya telah selesai. Zoya berjalan menuju kamarnya, mengambil handuk yang mengait di paku, dibelakang pintu kamarnya. Setelah mngambil handuk, Zoya kembali melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang letaknya berada di pojok dapur. Membersihkan seluruh tubuhnya dari bau tidak enak yang menyengat, karena dari kemarin Zoya belum sempat mandi.
"Bau sekali tubuhku ini! Bisa bisanya aku tidak mandi dari kemarin!" seru Zoya yang sudah berada didalam kamar mandi.
Beberapa menit berlalu, terdengar kumandang adzan saat Zoya keluar dari dalam kamar mandi. Zoya pun dengan segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
"Apa aku tidak salah lihat?" gumam Ibu setelah terbangun dari tidurnya, melihat sekeliling rumah yang sudah terlihat bersih dan rapih.
Ibu melangkahkan kakinya menuju dapur, melihat apakah kondisi dapur sama dengan yang didalam. Dan ternyata benar, dapur juga sudah sangat bersih dan rapih. Tidak ada cucian kotor, tidak ada piring dan gelas yang berserakan dimana-mana. Semuanya sudah tertata rapih ditempatnya masing-masing. Pandangan mata ibu pun mulai tertuju pada sebuah meja makan yang berukuran kecil, yang diatasnya sudah terdapat tudung saji. Rasa penasaran ibu mulai menghampiri, saat bau makanan yang lezat, mulai terasa menusuk-nusuk indera penciuman ibu yang tajam.
"Hmmh, bau harum apa ini?" Ibu pun menghampiri meja itu dan membukakan tudung saji tersebut. Mata ibu membulat dengan sempurna saat tudung saji telah terbuka. Bagaimana tidak! Bukan hanya seisi rumahnya saja yang sudah bersih, bahkan nasi hangat dengan lauk sayur asem dan ikan asin beserta sambalnya pun sudah tersedia dari atas meja. Membuat perut ibu berbunyi seketika saat melihat semua makanan itu.
"Apa anak itu yang mengerjakan ini semua?" gumam ibu yang menutup kembali tudung saji nya. Ibu pun berjalan menuju kamar Zoya, ingin melihat, sedang apakah Zoya saat ini. Dan saat sudah berada didepan pintu kamar Zoya yang sedikit terbuka. Terlihat Zoya yang sedang tertidur dengan mukena yang masih menempel ditubuhnya.
"Anak itu! Bisa bisanya dia tidur kembali setelah terbangun!" seru ibu yang langsung menghampiri Zoya ke kamarnya.
Brakkk!
Ibu menggebrak meja belajar dengan cukup keras hingga menimbulkan suara yang begitu mengejutkan Zoya.
"Hai, Zoya!" pekik ibu bersamaan dengan Suara gebrakan meja.
Zoya yang kaget pun langsung mengerjapkan matanya dengan napas yang terengah-engah karena terbangun dengan cara terpaksa.
"Enak sekali ya? Tidur kembali setelah bangun!" seru ibu.
"Maafkan Zoya Bu? Zoya ketiduran!" balas Zoya.
"Ketiduran ketiduran, kau memang sengaja kan, ingin membuat ibu marah!" pekik ibu.
Zoya menggelengkan kepalanya cepat, "tidak Bu, aku memang benar benar ketiduran."
"Sudahlah, jangan banyak alasan! Bangun dan sarapan," ucap ibu yang langsung membuat Zoya yang tadinya takut, langsung tersenyum mengembang.
"Ba-baik Bu," jawab Zoya dengan senyuman merekah yang ia perlihatkan pada ibunya..
Ibu pun berlalu dari kamar Zoya setelah mengomeli Zoya tanpa memberikan senyum balasan pada Zoya. Sedangkan Zoya, gadis itu langsung membuka mukenah dan membereskannya dengan suasana hati yang mulai membaik. Setelah sekian lama, untuk pertama kalinya ibu Zoya memberikan perhatian padanya, walaupun perhatian kecil, Zoya sangat bahagia dibuatnya.
"Hoaaaam...," Mayra keluar dari kamar tidurnya sambil menguap. Walaupun Mayra terkesan gadis yang malas dan manja, namun Mayra tidak pernah bangun kesiangan. Itu karena ibu paling tidak suka dengan orang yang suka bangun tidur kesiangan, apalagi jika sudah bangun di pagi hari, lalu tertidur kembali. Dan peraturan ibu itu, juga berlaku untuk Mayra.
Dengan langkah malas, Mayra berjalan menuju dapur tanpa membasuh muka atau menggosok giginya terlebih dahulu, "ibu...?" panggil Mayra.
"Iya May?" jawab ibu dari kamar dalam mandi.
"Ibu..., Aku mau makan!" ujar Mayra.
"Makan saja May, makanan sudah ada di meja makan!" sahut ibu.
Tanpa berkata lagi, Mayra langsung menghampiri meja makan dan membuka tudung saji. Mata Mayra langsung berbinar saat melihat makanan yang sudah tersaji di meja makan dengan kondisi masih hangat. Tanpa pikir lagi, Mayra langsung mengambil piring dan mengalaskan semua menu kedalam piringnya.
Terdengar langkah kaki dari arah samping, membuat Mayra yang sedang makan melirik kearah samping sambil mendelik kan matanya, "enak sekali ya? Jam segini baru bangun tidur!" ujar Mayra menyindir Zoya.
"Haha," Zoya tertawa ringan sambil menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, menatap kearah Mayra yang sedang makan dengan rakusnya. Zoya pun ikut duduk berhadapan dengan Mayra, mengambil piring dan mengalasakan makanan untuknya pula.
"Enak ya? Bangun tidur langsung makan!" ujar Mayra lagi, tanpa memperhatikan baju apa yang sudah Zoya kenakan saat keluar dari kamarnya.
"Enak ya? Makan makanan hasil masakanku!" balas Zoya dengan ketus.
Uhuk! Uhuk!
Mayra tersedak makanannya sendiri saat mendengar ucapan Zoya.
"Kenapa? Tidak enak? Aku lihat kau makan dengan rakus barusan!" ujar Zoya lagi sambil memasukkan satu sendok makanan kedalam mulutnya.
Mayra mengepalkan tangannya geram, ia juga memberikan tatapan sinisnya pada Zoya setelah mendengar kembali sindiran Zoya, yang. Menurutnya sangat melukai harga diri Mayra.
Zoya yang melihat Mayra yang seperti itu pun hanya diam, tak menghiraukan Mayra sama sekali. Zoya terus melanjutkan makannya hingga selesai.
"Mau kemana kamu?" tanya Mayra ketus, setalah Zoya bangkit dari duduknya.
"Kau tidak lihat, aku memakai seragam apa?" balas Zoya yang balik bertanya.
Mayra pun memperhatikan Zoya dari atas sampai bawah. Mayra baru menyadari, jika Zoya benar benar sudah sangat rapih, memakai seragam sekolahnya, "Sepagi ini? Kau mau berangkat sekolah sepagi ini?" Mayra bertanya kembali saat melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul 05.40 pagi.
"Memangnya apa masalahmu?" ujar Zoya.
Huh! Mayra memalingkan wajahnya dari Zoya. "Menyesal aku bertanya padamu!"
"Suruh siapa?" balas Zoya yang langsung berlalu meninggalkan Zoya, "ibu..., Zoya berangkat!" ujar Zoya yang berpamitan pada ibunya, walaupun ibunya tak pernah menanggapi ataupun menyahut saat Zoya pergi ke sekolah, tapi Zoya tetap selalu berpamitan.
Zoya pun keluar dari rumahnya menuju rumah Dareen, berbekal alamat yang diberikan oleh pria bernama El. Sebelum jam menunjukkan pukul 06.00, Zoya harus secepatnya sampai di rumah tuan muda barunya.
Bersambung...
"Apa benar ini rumahnya?" Zoya membulatkan mata sambil membungkam mulutnya dengan kedua tangan saat tiba di sebuah rumah mewah yang sangat besarvdan megah. Ber cat putih dengan begitu banyak pilar pilar indah yang menjulang tinggi, yang jumlahnya tak terhitung oleh Zoya."Apa aku tidak salah rumah?" tanya Zoya pada dirinya sendiri sambil melihat lagi alamat yang tertulis dalam kartu nama yang diberikan oleh El, "aah..., Benar, ini memang rumahnya. Ternyata pria aneh itu memang orang kaya, bagaimana bisa aku berurusan dengan pria seperti itu," gumam Zoya didepan pintu gerbang yang menjulang tinggi. Seketika nyalinya menciut, saat tiba tiba saja Zoya membandingkan dirinya dengan pemilik rumah besar ini, yang tak lain adalah Dareen.Dengan gerakan ragu, Zoya menggerak-gerakkan kunci gerbang dengan cukup keras, melirik kesana dan kemari sambil memperhatikan sekelilingnya, "permisi...," ucap Zoya beberapa kali.Terlihat seora
"Ayo turun!" ajak Dareen kemudian, yang ternyata membuat dua orang wanita berbeda generasi yang sedang asik berbincang di bawah sana menoleh, menatap El dan Dareen secara bergantian."Bocah itu!" gumam El setelah Zoya menunjukan ekspresi wajahnya yang menyebalkan, menatap kearah tangga, dimana ia dan Dareen kini berada, "sial! Kenapa aku bisa lupa kalau Tuan menyuruhnya untuk datang ke rumah ini kemarin!" lanjut El yang mengerutuki kebodohannya."Kau melupakannya El?" tanya Dareen saat melangkahkan kakinya menuruni tangga satu persatu dengan tubuh yang tegap dengan salah satu tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya. Berjalan dengan lagak angkuh dihadapan Zoya. Diikuti dengan El yang berjalan dibelakangnya."Ya Tuan , maafkan saya!" balas El.Dareen menyunggingkan sebelah bibirnya. "Wanita memang pantas untuk dilupakan!""Cih! Sombong sekali dia! Memangnya dia itu siap
Zoya memperhatikan semua pelayan yang ada di ruangan tersebut, mereka semua melayani majikan mereka dengan sangat hati hati. Perlahan Zoya pun mengikuti apa yang para pelayan lainnya kerjakan. Dengan membalikkan piring yang berada di hadapan majikan mereka dan Mengambilkan roti untuk diolesi."Maaf Tuan, anda mau selai rasa apa untuk olesan roti nya?" tanya Zoya, ia tidak ingin salah saat melayani Dareen. Karena jika Zoya melakukan kesalahan walaupun hanya sedikit, sudah pasti Dareen akan memaki dan menyalahkannya dengan kata kata pedas yang keluar dari mulutnya. Tragedi pukul 06.00 masih belum terselesaikan, dan jika sekarang Zoya melakukan kesalahan lagi, entah apa yang akan Dareen lakukan padanya."El?" bukannya menjawab pertanyaan Zoya, Dareen malah memanggil El yang berada di sebelah Dareen."Baik Tuan!" sahut El.Zoya menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, 'Dih, apa-apaan dia ini! Baik
Di perusahaan yang sama. Dimana ada Dareen, disitulah selalu ada El, seseorang yang paling dekat dengan Dareen, seorang yang dianggap sebagai pelayan oleh sebagian orang yang mengenalnya. Atau lebih tepatnya, orang orang yang tidak menyukai kehadiran El dalam kehidupan Dareen. Dan salah satunya adalah Marissa, gadis yang mengaku sebagai gadis sosialita tingkat dewa, gadis yang sangat tergila-gila kepada seorang Dareen Danendra.Marissa selalu melakukan segala cara agar bisa merebut perhatian Dareen untuknya. Namun usahanya selalu sia-sia saja karena dimana ada Dareen, disitu selalu ada El, orang yang selalu memberikan jarak kepada Marissa dan para wanita lainnya untuk mendekati Dareen."Perhatikan jarak anda nona Marissa!" ucapan itu selalu terngiang-ngiang dalam benak Marissa, hingga ingin rasanya Marissa menyingkirkan El untuk selama lamanya."El?" panggil Dareen."Ya, Tuan!" jawab El. 
"Aku malas sekali jika harus datang ke rumah pria sombong itu!" gumam Zoya saat sedang duduk sendiri di bangku taman sekolah, dengan buku buku tebal yang menjadi temannya."Malas? Rumah? Pria sombong? Apa maksudmu Zoy?" tanya Gio yang tiba tiba saja sudah berada dibelakang Zoya."Hah! Gio!" Zoya terperanjat, "mengagetkan saja! Ternyata, bukan hanya matamu saja ya, yang plus, tapi juga telinga mu, yang sama plus nya dengan matamu!" ujar Zoya kemudian."Haha! Terima kasih atas pujiannya Ananda Zoya, orang termanis sejagat raya!" ledek Gio.Zoya menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, "Kau tidak usah meledekku ya? Semua orang juga tahu! Semua ucapanmu itu adalah fitnah besar!" ketus Zoya membuat Gio tergelak."Hahaha..., Aku tidak bermaksud!" balas Gio, "tapi aku serius dengan pertanyaan ku barusan!" lanjut Gio.Zoya mengerutkan dahinya, "Pertanyaan apa?"
"Zoya?" panggil seorang wanita dari arah belakang. Zoya dan Gio pun menoleh seketika. "Mayra!" ujar Zoya dan Gio secara bersamaan. "Menyusahkan saja!" ujar Mayra dengan ketusnya, setelah ia berada dihadapan Zoya dan Gio dengan napasnya yang masih terengah-engah. Mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Mayra, Zoya dan Gio saling pandang dan mengerutkan alis mereka, "menyusahkan kata mu? Jika Zoya menyusahkan! Kenapa kau mencarinya hah!" Gio geram sekaligus kesal. "Hei! Kau! Pria CUPU!" Mayra mengatai Gio dengan menekankan kata cupu hingga bibirnya tampak monyong kedepan lima centimeter, tidak hanya di situ, mulut mayra bahkan menyipratkan air liur hingga membuat Zoya dan Gio mengusap-usap wajah mereka dengan jijik. "Dasar jorok!!!" hardik Gio hampir mengenai wajah Mayra. "Diam kau!" Mayra menunjuk wajah Gio dengan tatapan sinis, wajah mer
"Kau tuli El?" Dareen menendang kaki El yang sedang berada di sampingnya, membuat pria tampan berambut hitam pekat itu mengaduh sakit, "pukul berapa sekarang?" tanyanya lagi, setelah El sadar dari lamunannya, yang entah sedang melakukan apa dia! "Pukul satu siang Tuan," kenapa anda tidak melihat jam di pergelangan tangan anda sendiri? Lalu, untuk apa anda membeli dan memakai jam mahal itu! Jika anda selalu menanyakan jam berapa sekarang kepada saya! El bergumam dengan dirinya sendiri. Mengerutuki pertanyaan Dareen. Dia ini orang pintar, namun pertanyaannya begitu bodoh! Memakai jam, tapi selalu menanyakan waktu kepada El. Maafkan kelancangan saya yang sudah mengatai anda bodoh dalam pikiran saya Tuan! Saya berjanji, tidak akan mengatakannya dengan mulut saya! gumam El dalam pikirannya. El menyudahi ucapan lancang yang terlintas di pikirannya, "Oh iya Tuan! Satu jam lagi ada meeting dengan klien dari luar kota yang harus Anda hadiri!"
"Bubar!" perintah El, kali ini, membuat semua karyawan yang berada di sana kocar-kacir melarikan diri dari pandangan El dan Dareen, menyelesaikan pekerjaan mereka kembali. Ada yang benar-benar kembali bekerja, ada yang pura-pura membersihkan meja, menyusun berkas, ada juga yang terlihat biasa saja, saat El dan Dareen berjalan meninggalkan kantor. "Huh! Dia pergi kan? Tuan kita sudah pergi kan?" tanya seorang wanita, teman dari wanita yang sudah berani menyapa Dareen. "Tenang! Tuan sudah pereg! Kau aman sekarang!" jawab wanita itu ringan, ia seolah tak punya salah apapun pada semua karyawan, temannya bekerja. Plakk! Teman wanita itu memukul lengan nya cukup keras, hingga menimbulkan suara yang nyaring, "aww..., Kenapa memukulku?" pekik wanita itu. "Kau benar-benar ya Sovia? Kau memang pantas untuk ku pukul! Sudah beberapa kali aku bilang? Jangan so menyapa Tuan saat siang hari! S
Harapan dan doa yang buruk dari orang yang buruk pula hatinya, tak mampu membuat doa yang ia panjatkan menjadi kenyataan. Setelah Daren berhasil menemukan sumber air yang membuat lelah dan dahaganya seketika hilang, Daren memberikan Zoya sebuah air yang ia bawa dengan tangannya sendiri.Sedikit demi sedikit. Walau berceceran dan selalu sedikit yang tersisa untuk di berikan kepada Zoya. Namun, Daren telah berhasil membuat Zoya sadar dari pingsannya yang cukup lama.'Uhuk! Uhuk!'Suara yang keluar dari tenggorokan Zoya, membuat Daren senang bukan main. "Kau sadar, Zoya?!" tanya Daren saat Zoya terbatuk. Matanya masih belum terbuka. Namun Daren sudah tak sabar untuk mengeluarkan suara dan bertanya bagaimana keadaannya.'Uhuk! Uhuk!'Zoya masih terbatuk.Daren menepuk-nepuk punggung Zoya sambil mengelusnya perlahan. "Kau tidak apa?" tanya Daren. "Ayolah, jawab aku. Aku begitu mengkhawatirkan dirimu!" lanjutnya berucap.Perlahan-lahan, kesadaran Zoya mulai kembali. Matanya pun mulai ter
Jatuh dan tergelincir, sudah tidak Daren rasakan lagi betapa kaget dan sakitnya seluruh badan. Demi bisa sampai ke tempat tujuan, Daren memaksakan diri menyusuri jalanan menurun yang akan membawanya ke tepian sungai."Jika bukan karena dahagaku, aku tidak akan mau berjalan sambil menggendong gadis ini. Walau dia tidak berat, tapi dia cukup menyusahkan langkahku," gerutunya setelah ia terjatuh dan bangkit lagi dengan tangannya sendiri.Daren mengeluh, ia menggerutu. Namun, hanya di mulut saja. Hatinya benar-benar ikhlas melakukan itu semua, demi dahaganya yang harus segera di aliri air, juga demi kesadaran Zoya. Tanah dan lumpur mengotori hampir seluruh tubuh Daren. Seakan tak ingin tertinggal, wajahnya pun ikut merasakan bagaimana rasanya terkena lumpur saat Daren mengusap keringat yang bercucuran dari kening hingga ke pipinya.Daren tak peduli, setelah ketemu sungai nanti, ia sudah berjanji akan membersihkan diri. "Hei, apa kau tidak kasihan padaku? Lihat aku, aku kelelahan. Aku k
"El! El! Dimana kau? Cepat bantu aku!" teriak Daren saat ia dengan susah payah sudah berhasil melewati jurang curam yang membuat Zoya terjatuh dan tak sadarkan diri, dengan melewati dan mencari jalan lain.Tidak ada tanggapan dan jawaban dari sosok yang Daren panggil. Matahari sudah mulai meninggi, Daren mulai dehidrasi, apalagi dengan gadis yang ada di pangkuannya saat ini, sudah pasti, kondisi gadis itu jauh lebih buruk dari kondisi Daren yang masih bisa mengangkat beban tubuh Zoya. "Bertahanlah! Kau pasti bisa!" ucap Daren menyemangati Zoya yang masih tak sadarkan diri. Perjalanan cukup jauh, hingga saat ini, Daren baru menemukan jalan di mana ia dan El berpisah subuh tadi."El...." teriak Daren kembali. Kali ini, teriakannya begitu nyaring, hingga tenggorokan Daren terasa kering. "El...." Jika kali ini El tidak mendengar teriakan Daren. Maka sudahlah, jangan harapkan Daren bisa berteriak kembali, karena kerongkongannya setelah berteriak, kini terasa benar-benar kering."Ah, ten
"Uh..., Kalajengking sialan!" umpat Daren saat dirinya sudah berhasil menuruni tanah yang terjal tersebut. Dilihatnya tangannya sendiri yang terasa sangat perih dan gatal. Dan ternyata, tangannya membengkak dan memerah. Mungkin, itu adalah efek dari gigitan kalajengking tadi.Kembali Daren memfokuskan dirinya pada pencariannya pada Zoya yang sampai saat ini masih belum ia temukan."Zoya..." Teriak Daren begitu kencang dan menggelegar. Hingga para hewan kecil keluar dari persembunyiannya."Hei Zoya! Dimana kau gadis bodoh?" Teriaknya lagi dan masih belum mendapatkan jawaban. Lalu, pandangannya tertuju pada sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh tanah dan luka.Zoya, gadis itu terkapar diantara pohon beringin besar dan daun daun yang sudah mengering."Zoya!" Secepat kilat Daren menghampiri Zoya yang tengah terkapar tak sadarkan diri.
Doa kembali Zoya panjatkan pada Tuhan, sang pencipta alam dan segala isinya. Ia berdoa agar siapapun bisa menemukannya dengan segera. Kakinya sudah tak mampu lagi menopang tubuh, di tambah dengan tangannya yang ternyata masih mengeluarkan sisa-sisa darah dari injakan kaki Mayra tadi. "Ya Tuhan, aku mohon... Siapapun tolong aku. Aku akan menikahinya jika dia adalah seorang laki-laki. Tapi, setelah aku lulus sekolah. Dan akan aku jadikan dia saudara, jika dia adalah seorang perempuan," ujar Zoya pasrah. Gadis itu membuat janji dengan Tuhan sesuka hatinya, tanpa memikirkan bagaimana nasib kedepannya. Tentang masa depannya, tentang bagaimana menjalaninya. Akankah ada yang akan datang membantunya atau bahkan tidak. Mengingat ini adalah hutan, dan Zoya hanya sendirian di sana. "Tapi, apakah yang menolongku itu akan mau, jika yang akan dinikahinya atau di jadikan saudaranya adalah seorang gadis miskin yang waj
"Apa kubilang El! Kau memang bodoh! Kenapa kau melarang ku menyusul mereka tadi hah!" Daren geram. Di cengkeramnya kerah baju El dengan sangat kuat, hingga buku-buku tangan Daren terlihat memutih, saking geramnya. "Maafkan saya Tuan!" tunduk El. El sama sekali tidak berani menegakkan kepalanya, apalagi menatap mata Daren, atas apa yang El katakan padanya. "Maaf kau bilang? Beraninya kau meminta maaf setelah mengabaikan perasaanku tadi," dihempaskan pula dengan kencang baju El. Pria tampan berambut hitam pekat itu seketika terbatuk, saat Daren melepaskan cengkraman tangannya. "Apa dengan meminta maaf, semua akan kembali?" Sedangkan Delia dan Delina, serta Gio dan teman sekelompoknya. Mereka semua berdiam mematung setelah menceritakan jika Zoya menghilang dan terpisah dari rombongan. Apalagi saat melihat reaksi Daren yang ternyata di luar dugaan. Sangat marah saat mengetahuinya. Mereka semua tidak ada yang bera
"Eh, apa ada yang melihat kak Zoya?" tanya Delia yang baru saja menyadari jika Zoya sedari tadi tidak bersamanya. Semua orang memandang ke arah Delia. Lalu saling pandang satu sama lain. "Bukankah Zoya selalu bersama Anda, Nona?" ujar Gio membalikkan pertanyaan pada Delia. Delia menggeleng, "memang! Tapi setelah teriakan itu, aku langsung berlari mengikuti kalian, dan melepaskan peganganku dari tangan kak Zoya," jawab Delia sedikit gemetar. Lalu ia alihkan pandangannya pada Delina yang nampak acuh tak acuh dengan ketidakadaannya Zoya di dalam rombongan mereka. "Kenapa kau melihatku?" tanya Delina sinis, "aku memang tidak menyukainya. Tapi aku tidak melakukan apa-apa. Aku juga tidak tahu kalau dia tidak bersama kita!" sambungnya dengan penuh penekanan. Dan Delina berkata jujur apa adanya. Tanpa ada yang dia sembunyikan. "Bagaimana ini kak Gio, kak Andi?" reng
Zoya berjalan mundur beberapa langkah, "jangan kau pikir aku ini bodoh Mayra! Apa yang kau rencanakan padaku hah?" tanya Zoya tanpa basa-basi. Mayra tertawa, sedang Zoya mengerutkan keningnya. "Kenapa kak? Apa kau takut kakak!" tanya Mayra dengan menekankan perkataannya. Membuat Zoya yakni jika Mayra memang sedang merencanakan sesuatu yang buruk padanya. "Ma-mau apa kau Mayra?" tanya Zoya bergetar. Mayra terus berjalan perlahan mendekatinya. Semakin dekat, dan terus mendekat. Sedangkan Zoya, gadis itu juga terus berjalan mundur menjauhi Mayra. Nyali Zoya semakin menciut kala melihat wajah Mayra yang terlihat seperti seorang pembunuh kala mengeluarkan tawanya. Walaupun Zoya tau, jika Mayra adalah adiknya sendiri. Tapi kenapa? Kenapa Mayra ingin berbuat jahat padanya? Pikir Zoya. "Ak-aku mohon Mayra! Apa yang akan kau lakukan padaku? Aku ini kakakmu, kau adikku. Kita ini bersaudara Mayra!" ujar
"Kau gila El! Kenapa aku tidak boleh ikut bersama mereka hah?" ungkap Daren setelah kepergian para anggota perkemahan. "Karena mereka akan merasa tidak nyaman saat bersama Anda Tuan!" jawab El tanpa basa-basi. Tuannya itu sedari tadi terus mengomelinya karena El tidak menyarankannya untuk mengikuti mereka. "Ah!" Daren frustasi. Pria tampan penuh kharismatik itu menjambak rambutnya sendiri karena kesal dengan jawaban El. *** "Kak Zoya? Aku takut!" rengek Delia sambil menggandeng lengan Zoya erat. "Tenanglah Nona. Tidak akan ada apa-apa di sini!" ujar Zoya menenangkan. Gadis itupun akhirnya sedikit lebih tenang. Walaupun tangannya masih enggan untuk melepaskan lengan Zoya. Menempel terus seperti lem. "Delia, kenapa kau terus menempel padanya?" tanya Delina dengan nada kesal. Namun, yang di tanya terlihat enggan untuk menjawab