Byuuuurrr!
Ibu mengguyur wajah Zoya dengan segelas air ditangannya.
Zoya begitu kaget, ia yang sedang tak sadarkan diri pun, mengerjapkan matanya sambil mengusap usap kasar wajah yang kini telah basah kuyuk, karena air yang diguyurkan oleh ibu.e Ternyata apa yang baru saja Zoya alami hanya mimpi. Cahaya! Sentuhan itu! Sentuhan menghangatkan yang terasa sangat nyata itu, semuanya hanya mimpi.
"Enak sekali kamu ya? sudah membuatku rugi, dan sekarang kau malah enak enakan tidur dilantai seperti ini! Kau memang anak tidak tahu diri!" ucap ibu penuh dengan emosi, padahal ibu tahu sendiri, jika Zoya tak sadarkan diri tadi, bukan sengaja menidurkan diri disini. Pikir Zoya. Akhirnya Zoya pun memilih untuk tak merespon semua ucapan ibunya walaupun ia terkejut. Ingatan dan pikirannya masih tertuju pada seberkas cahaya yang membuatnya merasakan kehangatan- -
"Kehangatan seorang ibu," gumam Zoya, "ya, sentuhan itu begitu menghangatkan, seperti sentuhan seorang ibu," ulang Zoya dengan mata berkaca-kaca.
"Bicara apa kau?" bentak ibu. Namun, lagi lagi Zoya tak menghiraukan ucapan ibu sama sekali, walaupun ibu sudah beberapa kali membentaknya. Zoya berjalan menuju kamar dengan langkah gontai, meninggalkan ibu yang masih kesal padanya. Perlahan Zoya membukakan pintu kamarnya, dan menutupnya kembali lalu menguncinya. Tak peduli dengan seragam yang masih melekat ditubuhnya. Zoya menghempaskan tubuhnya di atas kasur berukuran 90x200 yang sudah lapuk, dan sudah tak terlihat mengembang lagi. Memposisikan tubuhnya tengkurap, dengan bantal lepek yang menjadi penahan wajah Zoya. Zoya menangis sejadi jadinya malam itu, tanpa ada yang menemani, ataupun mengurangi kesedihannya. Hanya sendiri! Itu yang selalu Zoya rasakan selama ini.
"Hiks, hiks, pria aneh! semua ini karena kalian!" gumam Zoya begitu memilukan hati. Ingatannya tertuju pada kejadian beberapa saat yang lalu, saat dimana Zoya harus bertemu dan menjadi seorang pembantu dari sosok pria aneh yang angkuh dan menyebalkan, bernama Dareen.
"Diamlah dan tanda tangani surat perjanjian ini," El memberikan sebuah kertas bertuliskan surat perjanjian pada Zoya.
"Apa? Gila! Apa apaan ini? Kau menyuruhku menandatangani surat perjanjian diatas materai?" kaget Zoya saat melihat surat perjanjian itu yang sudah terdapat materai untuk ia tanda tangani.
"Kau mau menandatangani surat ini, atau kau mau dipenjara dan ganti rugi?" ucap El dengan nada bicara yang penuh dengan penekanan.
Zoya yang sudah tak punya pilihan lain, dengan terpaksa harus menandatangani surat perjanjian dengan pria bernama Dareen.
Dareen dan El tampak menyeringai.
"Maafkan saya Zoya, tapi sepertinya, tuan saya ingin bermain main denganmu," batin El yang secepat kilat, langsung menyambar surat yang telah ditandatangani oleh Zoya, memasukkannya dengan hati hati kedalam kantong bajunya.
"Karena kau sudah sah menjadi asisten pribadi ku, emh... maksudku, pembantuku mulai sore ini. Maka tugasmu selanjutnya adalah, kau harus datang pagi pagi sekali ke rumahku, pukul 06.00 tepat," ucap Dareen yang mulai memberikan perintah pertamanya untuk Zoya.
"Kau benar-ben- -
"Maafkan saya Zoya, seperti yang sudah tertulis dalam surat perjanjian itu, pihak Ananda Zoya sama sekali tidak boleh membantah apapun perintah dari tuan Dareen," ucap El yang langsung memotong pembicaraan Zoya.
Pertemuan pertama dengan kesan yang buruk untuk Zoya, berakhir dengan Zoya yang menjadi pembantu selama tiga bulan untuk Dareen. Walaupun Zoya berusaha menolak dan menghindar, namun semuanya sia sia, kenyataan tidak sesuai dengan harapan.
"Uhuk, uhuk, uhuk," seorang pria terbatuk saat memakan hidangan makan malamnya. Pria itu terus terbatuk, sebelah tangannya memegang meja, dan sebelahnya lagi memukul mukul dadanya.
"Anda tidak apa-apa Tuan?" tanya El sambil menyodorkan segelas air putih pada Dareen.
"Uhuk, uhuk, uhuk," Dareen masih terbatuk, lalu tak lama kemudian, Dareen mengambil gelas ditangan El dan langsung meneguk nya sampai habis.
"Kakak, kakak tidak apa kak?" tanya Delia dan Delina. Kedua adik dari Dareen, yang memperlihatkan wajah khawatir mereka pada kakak laki-laki mereka satu satunya.
Dareen tak menjawab pertanyaan kedua adiknya karena terbatuk kembali.
"Pelan pelan Dareen," ucap Eyang sambil mengelus lembut punggung Dareen.
"Anda tidak apa apa Tuan?" ucap El, mengulangi pertanyaannya. Namun, Dareen masih tak menjawab, ia hanya mengangkat sebelah tangannya ke atas, pertanda jika ia sudah membaik.
"Maaf Tuan, biasanya- - ragu ragu El berbicara - -jika kita terbatuk batuk saat sedang makan. Tandanya, ada seseorang yang sedang mengumpat kita dari jauh Tuan," ucap El, membuat seisi ruangan yang begitu luas itu menjadi sesak seketika. Udara AC yang tadinya sangat menyejukkan, tiba tiba, membuat suasana menjadi panas. Hawa panas telah menjalar di seluruh ruangan itu. Dan ini semua berkat ucapan El.
Brakkk!!!
Dareen berdiri dari duduknya dan menggebrak meja cukup keras, membuat semua orang yang berada disana terlonjak kaget, tidak terkecuali eyang putri. Dareen bahkan mendaratkan tatapan tajam pada El. Membuat semua yang berada di meja makan dan para pelayan yang sedang melayani majikan mereka pun, menjadi tegang. Mereka semua menelan ludah mereka dengan susah payah, meremas kedua tangan mereka dengan sangat takut, seolah akan terjadi suatu bencana malam ini.
"Ya ampun El, apa yang kau katakan barusan!"
"El, matilah kau! Apa yang kau katakan pada Tuan Dareen ?"
"Mau ku hajar kau El?"
"Tamatlah riwayat mu El!"
"Aku ingin menghajarmu!"
"Ya Tuhan, rasanya aku ingin mati!"
"Aku akan membunuhmu El, setelah makan malam Tuan Dareen, nona dan Eyang putri selesai!"
Semua pelayan di ruangan itu mengumpat El dalam hati, karena ucapannya pada Tuan mereka barusan. Keringat dingin mulai membasahi tangan para pelayan. Begitupun dengan kedua adik Dareen, Delia dan Delina. Kedua kakak beradik itu mencengkeram meja dengan begitu kuatnya sambil menundukkan kepala mereka.
"Kak El, aku ingin membunuhmu!" batin Delia.
"El, kau mau mati ya?" batin Delina, menirukan ucapan Dareen. Delina bahkan menatap El dengan tatapan tajamnya, seperti menatap seorang musuh.
"Sudah, sudah, apa tidak bisa, makan dengan tenang dan nyaman? Dareen, Eyang ingin melanjutkan makan malam dan segera beristirahat, Eyang sangat lelah!" ucap Eyang putri lembut, namun penuh dengan wibawa, membuat semua orang yang berada di ruangan itu bernapas dengan lega seketika.
"Duduklah Dareen! Selesaikan makannya! tidak baik bersikap seperti itu saat sedang makan," ucap Eyang lagi begitu lembut, meluluhkan hati Dareen yang sedang memanas akibat ulah El. Dareen pun kembali duduk di kursinya, menyelesaikan kembali makannya yang tertunda akibat batuk yang mengganggunya barusan.
Seperti keluar dari dalam gua yang sangat gelap dan sempit. Mereka semua menghirup udara kebebasan. Bebas dari amukan Tuan mereka yang pemarah dan menakutkan.
"Terima kasih Eyang putri, anda selalu menjadi penyelamat kami."
"Eyang putri, semoga anda sehat selalu dan panjang umur," suara hati para pelayan.
"Eyang, aku mencintaimu!" batin Delina.
"Aku ingin memelukmu eyaaaaang...," batin Delia.
Eyang putri telah menyelamatkan semua penghuni dari suasana yang mencekam, akibat ulah El. Makan malam pun diteruskan seperti biasanya. Canggung dan tenang, tiada sedikitpun suara yang keluar dari mulut semua orang yang berada di meja makan. Hanya dentingan sendok dan garpu lah, yang beradu dengan piring yang terdengar.
Dareen benar benar mendengarkan apa yang Eyang putri katakan. Namun pikirannya kini tertuju pada ucapan El beberapa detik yang lalu. "Mungkinkah, ada seseorang yang sedang mengumpat ku?"
Bersambung...
Zoya mengerjapkan mata saat terbangun dari tidurnya. Melihat jam dinding saat matanya sudah mulai terbuka dengan sempurna dan nyawanya sudah terkumpul seutuhnya, "masih jam 03.45 dini hari," gumam Zoya setelah melihat jam.Rasa lelah karena terus menangis semalaman masih menyerbu tubuh Zoya. Namun semua itu tak mengurungkan niat Zoya untuk terbangun. Zoya bangun dari kasur lepek yang membuat tubuhnya sedikit sakit, melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan membasuh wajahnya.Saat sudah keluar dari kamar mandi, seperti biasa, Zoya selalu mengerjakan semua pekerjaan rumah sebelum ia berangkat ke sekolah. Tapi pagi ini, Zoya bangun lebih awal dari biasanya, mungkin..., Karena sebuah janji yang harus Zoya tepati pada seseorang yang kemarin telah menjadi Tuannya secara tiba-tiba."Jika saja pria aneh dan gila itu tidak menyuruhku untuk datang ke rumahnya pagi pagi sekali, aku tidak akan bangun sepagi in
"Apa benar ini rumahnya?" Zoya membulatkan mata sambil membungkam mulutnya dengan kedua tangan saat tiba di sebuah rumah mewah yang sangat besarvdan megah. Ber cat putih dengan begitu banyak pilar pilar indah yang menjulang tinggi, yang jumlahnya tak terhitung oleh Zoya."Apa aku tidak salah rumah?" tanya Zoya pada dirinya sendiri sambil melihat lagi alamat yang tertulis dalam kartu nama yang diberikan oleh El, "aah..., Benar, ini memang rumahnya. Ternyata pria aneh itu memang orang kaya, bagaimana bisa aku berurusan dengan pria seperti itu," gumam Zoya didepan pintu gerbang yang menjulang tinggi. Seketika nyalinya menciut, saat tiba tiba saja Zoya membandingkan dirinya dengan pemilik rumah besar ini, yang tak lain adalah Dareen.Dengan gerakan ragu, Zoya menggerak-gerakkan kunci gerbang dengan cukup keras, melirik kesana dan kemari sambil memperhatikan sekelilingnya, "permisi...," ucap Zoya beberapa kali.Terlihat seora
"Ayo turun!" ajak Dareen kemudian, yang ternyata membuat dua orang wanita berbeda generasi yang sedang asik berbincang di bawah sana menoleh, menatap El dan Dareen secara bergantian."Bocah itu!" gumam El setelah Zoya menunjukan ekspresi wajahnya yang menyebalkan, menatap kearah tangga, dimana ia dan Dareen kini berada, "sial! Kenapa aku bisa lupa kalau Tuan menyuruhnya untuk datang ke rumah ini kemarin!" lanjut El yang mengerutuki kebodohannya."Kau melupakannya El?" tanya Dareen saat melangkahkan kakinya menuruni tangga satu persatu dengan tubuh yang tegap dengan salah satu tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya. Berjalan dengan lagak angkuh dihadapan Zoya. Diikuti dengan El yang berjalan dibelakangnya."Ya Tuan , maafkan saya!" balas El.Dareen menyunggingkan sebelah bibirnya. "Wanita memang pantas untuk dilupakan!""Cih! Sombong sekali dia! Memangnya dia itu siap
Zoya memperhatikan semua pelayan yang ada di ruangan tersebut, mereka semua melayani majikan mereka dengan sangat hati hati. Perlahan Zoya pun mengikuti apa yang para pelayan lainnya kerjakan. Dengan membalikkan piring yang berada di hadapan majikan mereka dan Mengambilkan roti untuk diolesi."Maaf Tuan, anda mau selai rasa apa untuk olesan roti nya?" tanya Zoya, ia tidak ingin salah saat melayani Dareen. Karena jika Zoya melakukan kesalahan walaupun hanya sedikit, sudah pasti Dareen akan memaki dan menyalahkannya dengan kata kata pedas yang keluar dari mulutnya. Tragedi pukul 06.00 masih belum terselesaikan, dan jika sekarang Zoya melakukan kesalahan lagi, entah apa yang akan Dareen lakukan padanya."El?" bukannya menjawab pertanyaan Zoya, Dareen malah memanggil El yang berada di sebelah Dareen."Baik Tuan!" sahut El.Zoya menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, 'Dih, apa-apaan dia ini! Baik
Di perusahaan yang sama. Dimana ada Dareen, disitulah selalu ada El, seseorang yang paling dekat dengan Dareen, seorang yang dianggap sebagai pelayan oleh sebagian orang yang mengenalnya. Atau lebih tepatnya, orang orang yang tidak menyukai kehadiran El dalam kehidupan Dareen. Dan salah satunya adalah Marissa, gadis yang mengaku sebagai gadis sosialita tingkat dewa, gadis yang sangat tergila-gila kepada seorang Dareen Danendra.Marissa selalu melakukan segala cara agar bisa merebut perhatian Dareen untuknya. Namun usahanya selalu sia-sia saja karena dimana ada Dareen, disitu selalu ada El, orang yang selalu memberikan jarak kepada Marissa dan para wanita lainnya untuk mendekati Dareen."Perhatikan jarak anda nona Marissa!" ucapan itu selalu terngiang-ngiang dalam benak Marissa, hingga ingin rasanya Marissa menyingkirkan El untuk selama lamanya."El?" panggil Dareen."Ya, Tuan!" jawab El. 
"Aku malas sekali jika harus datang ke rumah pria sombong itu!" gumam Zoya saat sedang duduk sendiri di bangku taman sekolah, dengan buku buku tebal yang menjadi temannya."Malas? Rumah? Pria sombong? Apa maksudmu Zoy?" tanya Gio yang tiba tiba saja sudah berada dibelakang Zoya."Hah! Gio!" Zoya terperanjat, "mengagetkan saja! Ternyata, bukan hanya matamu saja ya, yang plus, tapi juga telinga mu, yang sama plus nya dengan matamu!" ujar Zoya kemudian."Haha! Terima kasih atas pujiannya Ananda Zoya, orang termanis sejagat raya!" ledek Gio.Zoya menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, "Kau tidak usah meledekku ya? Semua orang juga tahu! Semua ucapanmu itu adalah fitnah besar!" ketus Zoya membuat Gio tergelak."Hahaha..., Aku tidak bermaksud!" balas Gio, "tapi aku serius dengan pertanyaan ku barusan!" lanjut Gio.Zoya mengerutkan dahinya, "Pertanyaan apa?"
"Zoya?" panggil seorang wanita dari arah belakang. Zoya dan Gio pun menoleh seketika. "Mayra!" ujar Zoya dan Gio secara bersamaan. "Menyusahkan saja!" ujar Mayra dengan ketusnya, setelah ia berada dihadapan Zoya dan Gio dengan napasnya yang masih terengah-engah. Mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Mayra, Zoya dan Gio saling pandang dan mengerutkan alis mereka, "menyusahkan kata mu? Jika Zoya menyusahkan! Kenapa kau mencarinya hah!" Gio geram sekaligus kesal. "Hei! Kau! Pria CUPU!" Mayra mengatai Gio dengan menekankan kata cupu hingga bibirnya tampak monyong kedepan lima centimeter, tidak hanya di situ, mulut mayra bahkan menyipratkan air liur hingga membuat Zoya dan Gio mengusap-usap wajah mereka dengan jijik. "Dasar jorok!!!" hardik Gio hampir mengenai wajah Mayra. "Diam kau!" Mayra menunjuk wajah Gio dengan tatapan sinis, wajah mer
"Kau tuli El?" Dareen menendang kaki El yang sedang berada di sampingnya, membuat pria tampan berambut hitam pekat itu mengaduh sakit, "pukul berapa sekarang?" tanyanya lagi, setelah El sadar dari lamunannya, yang entah sedang melakukan apa dia! "Pukul satu siang Tuan," kenapa anda tidak melihat jam di pergelangan tangan anda sendiri? Lalu, untuk apa anda membeli dan memakai jam mahal itu! Jika anda selalu menanyakan jam berapa sekarang kepada saya! El bergumam dengan dirinya sendiri. Mengerutuki pertanyaan Dareen. Dia ini orang pintar, namun pertanyaannya begitu bodoh! Memakai jam, tapi selalu menanyakan waktu kepada El. Maafkan kelancangan saya yang sudah mengatai anda bodoh dalam pikiran saya Tuan! Saya berjanji, tidak akan mengatakannya dengan mulut saya! gumam El dalam pikirannya. El menyudahi ucapan lancang yang terlintas di pikirannya, "Oh iya Tuan! Satu jam lagi ada meeting dengan klien dari luar kota yang harus Anda hadiri!"
Harapan dan doa yang buruk dari orang yang buruk pula hatinya, tak mampu membuat doa yang ia panjatkan menjadi kenyataan. Setelah Daren berhasil menemukan sumber air yang membuat lelah dan dahaganya seketika hilang, Daren memberikan Zoya sebuah air yang ia bawa dengan tangannya sendiri.Sedikit demi sedikit. Walau berceceran dan selalu sedikit yang tersisa untuk di berikan kepada Zoya. Namun, Daren telah berhasil membuat Zoya sadar dari pingsannya yang cukup lama.'Uhuk! Uhuk!'Suara yang keluar dari tenggorokan Zoya, membuat Daren senang bukan main. "Kau sadar, Zoya?!" tanya Daren saat Zoya terbatuk. Matanya masih belum terbuka. Namun Daren sudah tak sabar untuk mengeluarkan suara dan bertanya bagaimana keadaannya.'Uhuk! Uhuk!'Zoya masih terbatuk.Daren menepuk-nepuk punggung Zoya sambil mengelusnya perlahan. "Kau tidak apa?" tanya Daren. "Ayolah, jawab aku. Aku begitu mengkhawatirkan dirimu!" lanjutnya berucap.Perlahan-lahan, kesadaran Zoya mulai kembali. Matanya pun mulai ter
Jatuh dan tergelincir, sudah tidak Daren rasakan lagi betapa kaget dan sakitnya seluruh badan. Demi bisa sampai ke tempat tujuan, Daren memaksakan diri menyusuri jalanan menurun yang akan membawanya ke tepian sungai."Jika bukan karena dahagaku, aku tidak akan mau berjalan sambil menggendong gadis ini. Walau dia tidak berat, tapi dia cukup menyusahkan langkahku," gerutunya setelah ia terjatuh dan bangkit lagi dengan tangannya sendiri.Daren mengeluh, ia menggerutu. Namun, hanya di mulut saja. Hatinya benar-benar ikhlas melakukan itu semua, demi dahaganya yang harus segera di aliri air, juga demi kesadaran Zoya. Tanah dan lumpur mengotori hampir seluruh tubuh Daren. Seakan tak ingin tertinggal, wajahnya pun ikut merasakan bagaimana rasanya terkena lumpur saat Daren mengusap keringat yang bercucuran dari kening hingga ke pipinya.Daren tak peduli, setelah ketemu sungai nanti, ia sudah berjanji akan membersihkan diri. "Hei, apa kau tidak kasihan padaku? Lihat aku, aku kelelahan. Aku k
"El! El! Dimana kau? Cepat bantu aku!" teriak Daren saat ia dengan susah payah sudah berhasil melewati jurang curam yang membuat Zoya terjatuh dan tak sadarkan diri, dengan melewati dan mencari jalan lain.Tidak ada tanggapan dan jawaban dari sosok yang Daren panggil. Matahari sudah mulai meninggi, Daren mulai dehidrasi, apalagi dengan gadis yang ada di pangkuannya saat ini, sudah pasti, kondisi gadis itu jauh lebih buruk dari kondisi Daren yang masih bisa mengangkat beban tubuh Zoya. "Bertahanlah! Kau pasti bisa!" ucap Daren menyemangati Zoya yang masih tak sadarkan diri. Perjalanan cukup jauh, hingga saat ini, Daren baru menemukan jalan di mana ia dan El berpisah subuh tadi."El...." teriak Daren kembali. Kali ini, teriakannya begitu nyaring, hingga tenggorokan Daren terasa kering. "El...." Jika kali ini El tidak mendengar teriakan Daren. Maka sudahlah, jangan harapkan Daren bisa berteriak kembali, karena kerongkongannya setelah berteriak, kini terasa benar-benar kering."Ah, ten
"Uh..., Kalajengking sialan!" umpat Daren saat dirinya sudah berhasil menuruni tanah yang terjal tersebut. Dilihatnya tangannya sendiri yang terasa sangat perih dan gatal. Dan ternyata, tangannya membengkak dan memerah. Mungkin, itu adalah efek dari gigitan kalajengking tadi.Kembali Daren memfokuskan dirinya pada pencariannya pada Zoya yang sampai saat ini masih belum ia temukan."Zoya..." Teriak Daren begitu kencang dan menggelegar. Hingga para hewan kecil keluar dari persembunyiannya."Hei Zoya! Dimana kau gadis bodoh?" Teriaknya lagi dan masih belum mendapatkan jawaban. Lalu, pandangannya tertuju pada sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh tanah dan luka.Zoya, gadis itu terkapar diantara pohon beringin besar dan daun daun yang sudah mengering."Zoya!" Secepat kilat Daren menghampiri Zoya yang tengah terkapar tak sadarkan diri.
Doa kembali Zoya panjatkan pada Tuhan, sang pencipta alam dan segala isinya. Ia berdoa agar siapapun bisa menemukannya dengan segera. Kakinya sudah tak mampu lagi menopang tubuh, di tambah dengan tangannya yang ternyata masih mengeluarkan sisa-sisa darah dari injakan kaki Mayra tadi. "Ya Tuhan, aku mohon... Siapapun tolong aku. Aku akan menikahinya jika dia adalah seorang laki-laki. Tapi, setelah aku lulus sekolah. Dan akan aku jadikan dia saudara, jika dia adalah seorang perempuan," ujar Zoya pasrah. Gadis itu membuat janji dengan Tuhan sesuka hatinya, tanpa memikirkan bagaimana nasib kedepannya. Tentang masa depannya, tentang bagaimana menjalaninya. Akankah ada yang akan datang membantunya atau bahkan tidak. Mengingat ini adalah hutan, dan Zoya hanya sendirian di sana. "Tapi, apakah yang menolongku itu akan mau, jika yang akan dinikahinya atau di jadikan saudaranya adalah seorang gadis miskin yang waj
"Apa kubilang El! Kau memang bodoh! Kenapa kau melarang ku menyusul mereka tadi hah!" Daren geram. Di cengkeramnya kerah baju El dengan sangat kuat, hingga buku-buku tangan Daren terlihat memutih, saking geramnya. "Maafkan saya Tuan!" tunduk El. El sama sekali tidak berani menegakkan kepalanya, apalagi menatap mata Daren, atas apa yang El katakan padanya. "Maaf kau bilang? Beraninya kau meminta maaf setelah mengabaikan perasaanku tadi," dihempaskan pula dengan kencang baju El. Pria tampan berambut hitam pekat itu seketika terbatuk, saat Daren melepaskan cengkraman tangannya. "Apa dengan meminta maaf, semua akan kembali?" Sedangkan Delia dan Delina, serta Gio dan teman sekelompoknya. Mereka semua berdiam mematung setelah menceritakan jika Zoya menghilang dan terpisah dari rombongan. Apalagi saat melihat reaksi Daren yang ternyata di luar dugaan. Sangat marah saat mengetahuinya. Mereka semua tidak ada yang bera
"Eh, apa ada yang melihat kak Zoya?" tanya Delia yang baru saja menyadari jika Zoya sedari tadi tidak bersamanya. Semua orang memandang ke arah Delia. Lalu saling pandang satu sama lain. "Bukankah Zoya selalu bersama Anda, Nona?" ujar Gio membalikkan pertanyaan pada Delia. Delia menggeleng, "memang! Tapi setelah teriakan itu, aku langsung berlari mengikuti kalian, dan melepaskan peganganku dari tangan kak Zoya," jawab Delia sedikit gemetar. Lalu ia alihkan pandangannya pada Delina yang nampak acuh tak acuh dengan ketidakadaannya Zoya di dalam rombongan mereka. "Kenapa kau melihatku?" tanya Delina sinis, "aku memang tidak menyukainya. Tapi aku tidak melakukan apa-apa. Aku juga tidak tahu kalau dia tidak bersama kita!" sambungnya dengan penuh penekanan. Dan Delina berkata jujur apa adanya. Tanpa ada yang dia sembunyikan. "Bagaimana ini kak Gio, kak Andi?" reng
Zoya berjalan mundur beberapa langkah, "jangan kau pikir aku ini bodoh Mayra! Apa yang kau rencanakan padaku hah?" tanya Zoya tanpa basa-basi. Mayra tertawa, sedang Zoya mengerutkan keningnya. "Kenapa kak? Apa kau takut kakak!" tanya Mayra dengan menekankan perkataannya. Membuat Zoya yakni jika Mayra memang sedang merencanakan sesuatu yang buruk padanya. "Ma-mau apa kau Mayra?" tanya Zoya bergetar. Mayra terus berjalan perlahan mendekatinya. Semakin dekat, dan terus mendekat. Sedangkan Zoya, gadis itu juga terus berjalan mundur menjauhi Mayra. Nyali Zoya semakin menciut kala melihat wajah Mayra yang terlihat seperti seorang pembunuh kala mengeluarkan tawanya. Walaupun Zoya tau, jika Mayra adalah adiknya sendiri. Tapi kenapa? Kenapa Mayra ingin berbuat jahat padanya? Pikir Zoya. "Ak-aku mohon Mayra! Apa yang akan kau lakukan padaku? Aku ini kakakmu, kau adikku. Kita ini bersaudara Mayra!" ujar
"Kau gila El! Kenapa aku tidak boleh ikut bersama mereka hah?" ungkap Daren setelah kepergian para anggota perkemahan. "Karena mereka akan merasa tidak nyaman saat bersama Anda Tuan!" jawab El tanpa basa-basi. Tuannya itu sedari tadi terus mengomelinya karena El tidak menyarankannya untuk mengikuti mereka. "Ah!" Daren frustasi. Pria tampan penuh kharismatik itu menjambak rambutnya sendiri karena kesal dengan jawaban El. *** "Kak Zoya? Aku takut!" rengek Delia sambil menggandeng lengan Zoya erat. "Tenanglah Nona. Tidak akan ada apa-apa di sini!" ujar Zoya menenangkan. Gadis itupun akhirnya sedikit lebih tenang. Walaupun tangannya masih enggan untuk melepaskan lengan Zoya. Menempel terus seperti lem. "Delia, kenapa kau terus menempel padanya?" tanya Delina dengan nada kesal. Namun, yang di tanya terlihat enggan untuk menjawab