Share

Seberkas cahaya

Penulis: Fitria Sulaeman
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aaaaaa...," Teriak Zoya setelah kepergian Daren dan El, yang menyisakan kesal mendalam untuk gadis pemilik nama Ananda Zoya itu.

"PRIA ANEH! PRIA GILA! PRIA TIDAK BERPERASAAN! AKU BENCI KALIAN!!!"  Mengatai, memaki dan meneriaki orang yang tidak ada di dekatnya sama sekali. Membuat napas Zoya terengah-engah. Bahkan, wajahnya sampai memerah.

"Memangnya dia itu siapa? seenaknya saja mengatur-atur hidupku!" tanya Zoya mulai melemah,  dengan Isak tangis yang mulai terdengar, "apa yang harus aku katakan pada ibu ku nanti? Huaaaaaa..., aku bahkan tidak berani untuk pulang ke rumah!" lanjut Zoya sambil memandangi kue-kuenya yang sudah kotor karena terjatuh.

Zoya memunguti kue basah nya satu persatu, mengambil yang masih bisa ia selamatkan. Namun, gerakan tangannya terhenti, saat sepasang bola mata Zoya melihat buku yang dipeluknya erat dengan sebelah tangan. Air mata Zoya bercucuran, isakan itu, berubah menjadi tangisan, tangisan yang menyayat hati. 

Andai saja waktu bisa diulang, Zoya tidak akan mau pergi ke danau itu untuk menjual sisa-sisa kuenya yang belum terjual.

                                  ***

"Anak bodoh! Apa yang sudah kau lakukan pada kue-kue ini hah!" bentak seorang wanita pada Zoya, dengan wajah merah yang menyala.

Zoya tertunduk lesu, yang ada dipikirannya sekarang adalah, harus menerima bentakan dan kemarahan dari ibunya dengan lapang dada. Meski raganya bergetar, dan hatinya bergejolak karena takut.

"Maaf Bu, maafkan Zoya!" ucap Zoya lirih. Hanya kata maaf yang dapat Zoya ucapkan untuk menyelamatkan hidupnya saat ini.

"Maaf?" Ibu memandang Zoya penuh kemarahan, "kau pikir, dengan dirimu meminta maaf, akan mampu menggantikan semua kue ku yang sudah rusak ini!" bentak ibu kemudian seraya bertanya. Dan Zoya hanya mampu menggelengkan kepalanya pelan.

Zoya semakin tertunduk lesu. Tubuhnya sudah gemetar, entah apa yang akan terjadi jika ayahnya pun datang dan mengetahui, jika kue yang Zoya dagangkan tak terjual habis, karena terjatuh. Namun, beruntung, sang ayah saat ini tengah mendekap di penjara. Jadi, tidak akan ikut-ikutan memarahi Zoya.

"Dasar anak tidak berguna! Anak tidak tahu diri! anak tidak tahu caranya membalas budi! Kau pikir, mudah, merawatmu sampai sebesar ini hah! Aku membesarkanmu dengan memakai uang, dan ini balasanmu untukku?" Bentak ibu panjang lebar. Membuat Zoya semakin bergetar.

Air mata tak mampu dibendung lagi, Zoya menangis dengan tubuh bergetar hebat. Kata kata yang ibu ucapkan padanya, begitu menusuk hingga ke ulu hati. Sampai hati ibu mengatakan semua cacian itu padaku, sebegitu bencinya ibu padaku? Walau sudah berulang kali ibu mengatakannya. Namun rasanya selalu sama. Sakit!

"Kau pikir, aku membuat kue itu dengan apa, hah! Dengan daun? Atau dengan air mata? Apa aku tidak memakai modal?" bentak ibu lagi berapi api. Ibu tidak akan berhenti untuk memaki dan membentak Zoya, sampai ia puas.

Seorang wanita yang tengah duduk selonjoran di kursi panjang, dimana warna kain itu sudah terlihat luntur dan terkoyak karena di makan usia, kedua matanya menatap tajam ke arah Zoya dengan tertawa tanpa suara. Tangannya yang memengang toples berisikan keripik kentang ia ambil secara perlahan dan memasukan ke dalam mulut. Menyaksikan dari kejauhan drama dari kemarahan sang ibu pada anaknya yang lain.

Ingin rasanya Zoya melemparkan semua kue yang sudah kotor karena terjatuh itu ke wajah Mayra, namun Zoya tak bisa berbuat apa-apa, yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menerima! Menerima semua perlaku menyakitkan dari ibu, ayah dan Mayra, adik Zoya yang selalu ibu dan ayah bangga banggakan. Bukan karena prestasinya, melainkan karena kecantikannya, yang selalu membuat kaum adam terpana melihat sosok Mayra. Hingga laki laki manapun, selalu takluk dan bertekuk lutut dihadapan Mayra dengan begitu mudahnya. Namun, dibalik kecantikannya, tak ada sedikitpun dari sifat dan tabiatnya yang mencerminkan kecantikan Mayra.

"Apa yang kau lihat?" tanya ibu kesal. Dengan segera, Zoya pun menggelengkan kepalanya. Ada rintik air mata yang terjatuh ke lantai karena gerakan kepala Zoya.

"Dia memelototiku bu," Mayra mulai berulah, ia menghampiri ibunya dengan mengatakan hal yang tidak benar. Wajahnya ia buat sesendu mungkin, agar drama yang tengah ia lakukan mendapat pujian dari para penonton yang melihatnya. 

"Berani sekali kau!" geram ibu dengan menunjuk wajah Zoya.

"Tidak Bu, Mayra berbohong, aku sama sekali tidak--"

Plakkk!

Belum sempat Zoya meneruskan perkataannya, ibu sudah melayangkan tangannya, hingga menyisakan bekas merah di pipi manis Zoya. Bahkan, bukan hanya bekas merah, tapi juga bekas Panas dan perih yang Zoya rasakan di pipinya.

Mayra tersenyum licik saat apa yang telah ia rencanakan, berjalan dengan semestinya, "aku akan membuatmu sengsara Zoya, bahkan lebih dari ini!" batin Mayra penuh dengan rencana jahat.

"Sekali lagi kau memelototi Mayra seperti itu, akan aku buat kau menyesalinya Zoya, camkan itu!" ibu mengancam Zoya dengan menunjukan jarinya kehadapan wajah zoya. Bahkan, nada suara ibu pun berapi-api.

Rasa benci, dan selalu ingin menyakiti, terlihat jelas dalam gurat wajah ibu dan Mayra saat memandangku. Kenapa mereka bertiga begitu membenciku? Apa salahku? Tidak adakah sedikitpun rasa kasihan mereka padaku? Semua itu masih penuh dengan tanda tanya besar dalam benakku.

Hingga malam menjelang, seragam putih abu yang sedari tadi aku gunakan pun, masih terus melekat dalam tubuh ini, entah karena aku masih ingin mengenakannya, atau aku masih enggan melepasnya. Ah itu sama saja. Namun yang pasti, setelah kejadian tadi sore, ibu tak memberikan ku jatah makan hingga malam menjelang. Mataku mulai remang remang, pandangan berangsur suram, dan aku mulai tumbang, karena pertahanan kaki ku sudah tak seimbang.

Saat aku tumbang, dengan sedikit menyisakan pandangan, kulihat ibu dan Mayra berjalan saling bergandengan, layaknya ibu dan anak yang saling menyayangi satu sama lain. Berjalan menjauh dari ruang tamu yang bercampur menjadi ruang televisi, hingga tak terlihat lagi di ujung pintu dapur. Tiada siapapun yang peduli padaku. Mereka mendiamkan ku, walau aku terjatuh dihadapan mereka. Hingga pandanganku benar benar menghilang.

Gelap, itu yang ku rasakan saat ini. Namun seberkas cahaya tiba tiba saja menampakkan wujudnya dari kejauhan, yang perlahan mulai mendekat, semakin mendekat dan semakin mendekat lagi. 

Cahaya itu begitu terang, hingga aku tak mampu untuk melihat, cahaya apakah itu? Mungkinkah itu cahaya yang akan menyelamatkan diriku dari kekejaman dan penderitaan ini? Atau justru, cahaya itu datang untuk menyiksaku lebih dalam lagi.

Entahlah!

"Ah, mataku! ini terlalu terang, aku tak bisa melihatnya," gumamku saat mencoba memaksakan diri untuk melihat cahaya itu.

"Kau tidak perlu melihatku sayang, kau hanya perlu merasakan kehadiran ku! Aku akan selalu ada disini," cahaya itu mempunyai tangan dan suara, bahkan tangannya menunjuk dada Zoya, "menemanimu kemana pun kau berada," suara itu begitu lembut dan terdengar sangat familiar di indera pendengaranku.

"Hati ku?" tanya Zoya sambil memegang dadanya, membuat tangan Zoya dan tangan dari cahaya itu saling bersentuhan.

Hangat!

Itu yang aku rasakan, sentuhan itu begitu hangat, membuatku sangat tenang, dan selalu ingin menyentuhnya.

"Ya, sayang, hatimu!" jawab cahaya itu lagi, membuat Zoya kian bingung. Namun ia begitu senang dan merasakan kehangatan, perasaan senang terus mengalir dalam tubuhnya.

"Siapa kau? Kenapa suaramu begitu indah! Rasanya, aku sangat mengenal suara itu!" tanya Zoya begitu lembut.

Terads tangan yang sangat bercahaya itu, mengelus elus kepala Zoya dengan sangat lembut. Zoya semakin nyaman dibuatnya. Rasanya, Zoya tak ingin jika tangan itu melepaskan elusan di kepalanya.

"Tangan ini, sentuhan ini, aku sangat mengenalnya," ucap Zoya lirih, "apa aku mengenalmu cahaya?" tanya Zoya kemudian yang masih bingung, apakah ini nyata atau tidak.

Cahaya itu tak menjawab pertanyaan Zoya. Ia berangsur pergi, menghilang tanpa bisa Zoya cegah kepergiannya, "jangan pergi! Jangan tinggalkan aku sendiri!" Teriak Zoya lirih.

Byuuurrr...

Segelas air putih membanjiri wajah Zoya.

Bersambung

Bab terkait

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Mengumpat

    Byuuuurrr!Ibu mengguyur wajah Zoya dengan segelas air ditangannya.Zoya begitu kaget, ia yang sedang tak sadarkan diri pun, mengerjapkan matanya sambil mengusap usap kasar wajah yang kini telah basah kuyuk, karena air yang diguyurkan oleh ibu.e Ternyata apa yang baru saja Zoya alami hanya mimpi. Cahaya! Sentuhan itu! Sentuhan menghangatkan yang terasa sangat nyata itu, semuanya hanya mimpi."Enak sekali kamu ya? sudah membuatku rugi, dan sekarang kau malah enak enakan tidur dilantai seperti ini! Kau memang anak tidak tahu diri!" ucap ibu penuh dengan emosi, padahal ibu tahu sendiri, jika Zoya tak sadarkan diri tadi, bukan sengaja menidurkan diri disini. Pikir Zoya. Akhirnya Zoya pun memilih untuk tak merespon semua ucapan ibunya walaupun ia terkejut. Ingatan dan pikirannya masih tertuju pada seberkas cahaya yang membuatnya merasakan kehangatan- -"Kehangatan seorang ibu," gumam Zoya, "ya, sentuhan itu begitu meng

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Part Zoya

    Zoya mengerjapkan mata saat terbangun dari tidurnya. Melihat jam dinding saat matanya sudah mulai terbuka dengan sempurna dan nyawanya sudah terkumpul seutuhnya, "masih jam 03.45 dini hari," gumam Zoya setelah melihat jam.Rasa lelah karena terus menangis semalaman masih menyerbu tubuh Zoya. Namun semua itu tak mengurungkan niat Zoya untuk terbangun. Zoya bangun dari kasur lepek yang membuat tubuhnya sedikit sakit, melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan membasuh wajahnya.Saat sudah keluar dari kamar mandi, seperti biasa, Zoya selalu mengerjakan semua pekerjaan rumah sebelum ia berangkat ke sekolah. Tapi pagi ini, Zoya bangun lebih awal dari biasanya, mungkin..., Karena sebuah janji yang harus Zoya tepati pada seseorang yang kemarin telah menjadi Tuannya secara tiba-tiba."Jika saja pria aneh dan gila itu tidak menyuruhku untuk datang ke rumahnya pagi pagi sekali, aku tidak akan bangun sepagi in

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Tugas pertama : permainan baru dimulai

    "Apa benar ini rumahnya?" Zoya membulatkan mata sambil membungkam mulutnya dengan kedua tangan saat tiba di sebuah rumah mewah yang sangat besarvdan megah. Ber cat putih dengan begitu banyak pilar pilar indah yang menjulang tinggi, yang jumlahnya tak terhitung oleh Zoya."Apa aku tidak salah rumah?" tanya Zoya pada dirinya sendiri sambil melihat lagi alamat yang tertulis dalam kartu nama yang diberikan oleh El, "aah..., Benar, ini memang rumahnya. Ternyata pria aneh itu memang orang kaya, bagaimana bisa aku berurusan dengan pria seperti itu," gumam Zoya didepan pintu gerbang yang menjulang tinggi. Seketika nyalinya menciut, saat tiba tiba saja Zoya membandingkan dirinya dengan pemilik rumah besar ini, yang tak lain adalah Dareen.Dengan gerakan ragu, Zoya menggerak-gerakkan kunci gerbang dengan cukup keras, melirik kesana dan kemari sambil memperhatikan sekelilingnya, "permisi...," ucap Zoya beberapa kali.Terlihat seora

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   06.00 tepat

    "Ayo turun!" ajak Dareen kemudian, yang ternyata membuat dua orang wanita berbeda generasi yang sedang asik berbincang di bawah sana menoleh, menatap El dan Dareen secara bergantian."Bocah itu!" gumam El setelah Zoya menunjukan ekspresi wajahnya yang menyebalkan, menatap kearah tangga, dimana ia dan Dareen kini berada, "sial! Kenapa aku bisa lupa kalau Tuan menyuruhnya untuk datang ke rumah ini kemarin!" lanjut El yang mengerutuki kebodohannya."Kau melupakannya El?" tanya Dareen saat melangkahkan kakinya menuruni tangga satu persatu dengan tubuh yang tegap dengan salah satu tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya. Berjalan dengan lagak angkuh dihadapan Zoya. Diikuti dengan El yang berjalan dibelakangnya."Ya Tuan , maafkan saya!" balas El.Dareen menyunggingkan sebelah bibirnya. "Wanita memang pantas untuk dilupakan!""Cih! Sombong sekali dia! Memangnya dia itu siap

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Menyebalkan

    Zoya memperhatikan semua pelayan yang ada di ruangan tersebut, mereka semua melayani majikan mereka dengan sangat hati hati. Perlahan Zoya pun mengikuti apa yang para pelayan lainnya kerjakan. Dengan membalikkan piring yang berada di hadapan majikan mereka dan Mengambilkan roti untuk diolesi."Maaf Tuan, anda mau selai rasa apa untuk olesan roti nya?" tanya Zoya, ia tidak ingin salah saat melayani Dareen. Karena jika Zoya melakukan kesalahan walaupun hanya sedikit, sudah pasti Dareen akan memaki dan menyalahkannya dengan kata kata pedas yang keluar dari mulutnya. Tragedi pukul 06.00 masih belum terselesaikan, dan jika sekarang Zoya melakukan kesalahan lagi, entah apa yang akan Dareen lakukan padanya."El?" bukannya menjawab pertanyaan Zoya, Dareen malah memanggil El yang berada di sebelah Dareen."Baik Tuan!" sahut El.Zoya menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, 'Dih, apa-apaan dia ini! Baik

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Limited Edition

    Di perusahaan yang sama. Dimana ada Dareen, disitulah selalu ada El, seseorang yang paling dekat dengan Dareen, seorang yang dianggap sebagai pelayan oleh sebagian orang yang mengenalnya. Atau lebih tepatnya, orang orang yang tidak menyukai kehadiran El dalam kehidupan Dareen. Dan salah satunya adalah Marissa, gadis yang mengaku sebagai gadis sosialita tingkat dewa, gadis yang sangat tergila-gila kepada seorang Dareen Danendra.Marissa selalu melakukan segala cara agar bisa merebut perhatian Dareen untuknya. Namun usahanya selalu sia-sia saja karena dimana ada Dareen, disitu selalu ada El, orang yang selalu memberikan jarak kepada Marissa dan para wanita lainnya untuk mendekati Dareen."Perhatikan jarak anda nona Marissa!" ucapan itu selalu terngiang-ngiang dalam benak Marissa, hingga ingin rasanya Marissa menyingkirkan El untuk selama lamanya."El?" panggil Dareen."Ya, Tuan!" jawab El. 

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Harga diri

    "Aku malas sekali jika harus datang ke rumah pria sombong itu!" gumam Zoya saat sedang duduk sendiri di bangku taman sekolah, dengan buku buku tebal yang menjadi temannya."Malas? Rumah? Pria sombong? Apa maksudmu Zoy?" tanya Gio yang tiba tiba saja sudah berada dibelakang Zoya."Hah! Gio!" Zoya terperanjat, "mengagetkan saja! Ternyata, bukan hanya matamu saja ya, yang plus, tapi juga telinga mu, yang sama plus nya dengan matamu!" ujar Zoya kemudian."Haha! Terima kasih atas pujiannya Ananda Zoya, orang termanis sejagat raya!" ledek Gio.Zoya menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, "Kau tidak usah meledekku ya? Semua orang juga tahu! Semua ucapanmu itu adalah fitnah besar!" ketus Zoya membuat Gio tergelak."Hahaha..., Aku tidak bermaksud!" balas Gio, "tapi aku serius dengan pertanyaan ku barusan!" lanjut Gio.Zoya mengerutkan dahinya, "Pertanyaan apa?"

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Singkirkan semua itu! Atau tamat tiwayatmu!

    "Zoya?" panggil seorang wanita dari arah belakang. Zoya dan Gio pun menoleh seketika. "Mayra!" ujar Zoya dan Gio secara bersamaan. "Menyusahkan saja!" ujar Mayra dengan ketusnya, setelah ia berada dihadapan Zoya dan Gio dengan napasnya yang masih terengah-engah. Mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Mayra, Zoya dan Gio saling pandang dan mengerutkan alis mereka, "menyusahkan kata mu? Jika Zoya menyusahkan! Kenapa kau mencarinya hah!" Gio geram sekaligus kesal. "Hei! Kau! Pria CUPU!" Mayra mengatai Gio dengan menekankan kata cupu hingga bibirnya tampak monyong kedepan lima centimeter, tidak hanya di situ, mulut mayra bahkan menyipratkan air liur hingga membuat Zoya dan Gio mengusap-usap wajah mereka dengan jijik. "Dasar jorok!!!" hardik Gio hampir mengenai wajah Mayra. "Diam kau!" Mayra menunjuk wajah Gio dengan tatapan sinis, wajah mer

Bab terbaru

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Kau harus membayarnya!

    Harapan dan doa yang buruk dari orang yang buruk pula hatinya, tak mampu membuat doa yang ia panjatkan menjadi kenyataan. Setelah Daren berhasil menemukan sumber air yang membuat lelah dan dahaganya seketika hilang, Daren memberikan Zoya sebuah air yang ia bawa dengan tangannya sendiri.Sedikit demi sedikit. Walau berceceran dan selalu sedikit yang tersisa untuk di berikan kepada Zoya. Namun, Daren telah berhasil membuat Zoya sadar dari pingsannya yang cukup lama.'Uhuk! Uhuk!'Suara yang keluar dari tenggorokan Zoya, membuat Daren senang bukan main. "Kau sadar, Zoya?!" tanya Daren saat Zoya terbatuk. Matanya masih belum terbuka. Namun Daren sudah tak sabar untuk mengeluarkan suara dan bertanya bagaimana keadaannya.'Uhuk! Uhuk!'Zoya masih terbatuk.Daren menepuk-nepuk punggung Zoya sambil mengelusnya perlahan. "Kau tidak apa?" tanya Daren. "Ayolah, jawab aku. Aku begitu mengkhawatirkan dirimu!" lanjutnya berucap.Perlahan-lahan, kesadaran Zoya mulai kembali. Matanya pun mulai ter

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Membuat janji

    Jatuh dan tergelincir, sudah tidak Daren rasakan lagi betapa kaget dan sakitnya seluruh badan. Demi bisa sampai ke tempat tujuan, Daren memaksakan diri menyusuri jalanan menurun yang akan membawanya ke tepian sungai."Jika bukan karena dahagaku, aku tidak akan mau berjalan sambil menggendong gadis ini. Walau dia tidak berat, tapi dia cukup menyusahkan langkahku," gerutunya setelah ia terjatuh dan bangkit lagi dengan tangannya sendiri.Daren mengeluh, ia menggerutu. Namun, hanya di mulut saja. Hatinya benar-benar ikhlas melakukan itu semua, demi dahaganya yang harus segera di aliri air, juga demi kesadaran Zoya. Tanah dan lumpur mengotori hampir seluruh tubuh Daren. Seakan tak ingin tertinggal, wajahnya pun ikut merasakan bagaimana rasanya terkena lumpur saat Daren mengusap keringat yang bercucuran dari kening hingga ke pipinya.Daren tak peduli, setelah ketemu sungai nanti, ia sudah berjanji akan membersihkan diri. "Hei, apa kau tidak kasihan padaku? Lihat aku, aku kelelahan. Aku k

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Kerongkongan yang kering

    "El! El! Dimana kau? Cepat bantu aku!" teriak Daren saat ia dengan susah payah sudah berhasil melewati jurang curam yang membuat Zoya terjatuh dan tak sadarkan diri, dengan melewati dan mencari jalan lain.Tidak ada tanggapan dan jawaban dari sosok yang Daren panggil. Matahari sudah mulai meninggi, Daren mulai dehidrasi, apalagi dengan gadis yang ada di pangkuannya saat ini, sudah pasti, kondisi gadis itu jauh lebih buruk dari kondisi Daren yang masih bisa mengangkat beban tubuh Zoya. "Bertahanlah! Kau pasti bisa!" ucap Daren menyemangati Zoya yang masih tak sadarkan diri. Perjalanan cukup jauh, hingga saat ini, Daren baru menemukan jalan di mana ia dan El berpisah subuh tadi."El...." teriak Daren kembali. Kali ini, teriakannya begitu nyaring, hingga tenggorokan Daren terasa kering. "El...." Jika kali ini El tidak mendengar teriakan Daren. Maka sudahlah, jangan harapkan Daren bisa berteriak kembali, karena kerongkongannya setelah berteriak, kini terasa benar-benar kering."Ah, ten

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Dipertemukan

    "Uh..., Kalajengking sialan!" umpat Daren saat dirinya sudah berhasil menuruni tanah yang terjal tersebut. Dilihatnya tangannya sendiri yang terasa sangat perih dan gatal. Dan ternyata, tangannya membengkak dan memerah. Mungkin, itu adalah efek dari gigitan kalajengking tadi.Kembali Daren memfokuskan dirinya pada pencariannya pada Zoya yang sampai saat ini masih belum ia temukan."Zoya..." Teriak Daren begitu kencang dan menggelegar. Hingga para hewan kecil keluar dari persembunyiannya."Hei Zoya! Dimana kau gadis bodoh?" Teriaknya lagi dan masih belum mendapatkan jawaban. Lalu, pandangannya tertuju pada sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh tanah dan luka.Zoya, gadis itu terkapar diantara pohon beringin besar dan daun daun yang sudah mengering."Zoya!" Secepat kilat Daren menghampiri Zoya yang tengah terkapar tak sadarkan diri.

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Titik terang

    Doa kembali Zoya panjatkan pada Tuhan, sang pencipta alam dan segala isinya. Ia berdoa agar siapapun bisa menemukannya dengan segera. Kakinya sudah tak mampu lagi menopang tubuh, di tambah dengan tangannya yang ternyata masih mengeluarkan sisa-sisa darah dari injakan kaki Mayra tadi. "Ya Tuhan, aku mohon... Siapapun tolong aku. Aku akan menikahinya jika dia adalah seorang laki-laki. Tapi, setelah aku lulus sekolah. Dan akan aku jadikan dia saudara, jika dia adalah seorang perempuan," ujar Zoya pasrah. Gadis itu membuat janji dengan Tuhan sesuka hatinya, tanpa memikirkan bagaimana nasib kedepannya. Tentang masa depannya, tentang bagaimana menjalaninya. Akankah ada yang akan datang membantunya atau bahkan tidak. Mengingat ini adalah hutan, dan Zoya hanya sendirian di sana. "Tapi, apakah yang menolongku itu akan mau, jika yang akan dinikahinya atau di jadikan saudaranya adalah seorang gadis miskin yang waj

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Mengabulkan Doa

    "Apa kubilang El! Kau memang bodoh! Kenapa kau melarang ku menyusul mereka tadi hah!" Daren geram. Di cengkeramnya kerah baju El dengan sangat kuat, hingga buku-buku tangan Daren terlihat memutih, saking geramnya. "Maafkan saya Tuan!" tunduk El. El sama sekali tidak berani menegakkan kepalanya, apalagi menatap mata Daren, atas apa yang El katakan padanya. "Maaf kau bilang? Beraninya kau meminta maaf setelah mengabaikan perasaanku tadi," dihempaskan pula dengan kencang baju El. Pria tampan berambut hitam pekat itu seketika terbatuk, saat Daren melepaskan cengkraman tangannya. "Apa dengan meminta maaf, semua akan kembali?" Sedangkan Delia dan Delina, serta Gio dan teman sekelompoknya. Mereka semua berdiam mematung setelah menceritakan jika Zoya menghilang dan terpisah dari rombongan. Apalagi saat melihat reaksi Daren yang ternyata di luar dugaan. Sangat marah saat mengetahuinya. Mereka semua tidak ada yang bera

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Baru menyadari

    "Eh, apa ada yang melihat kak Zoya?" tanya Delia yang baru saja menyadari jika Zoya sedari tadi tidak bersamanya. Semua orang memandang ke arah Delia. Lalu saling pandang satu sama lain. "Bukankah Zoya selalu bersama Anda, Nona?" ujar Gio membalikkan pertanyaan pada Delia. Delia menggeleng, "memang! Tapi setelah teriakan itu, aku langsung berlari mengikuti kalian, dan melepaskan peganganku dari tangan kak Zoya," jawab Delia sedikit gemetar. Lalu ia alihkan pandangannya pada Delina yang nampak acuh tak acuh dengan ketidakadaannya Zoya di dalam rombongan mereka. "Kenapa kau melihatku?" tanya Delina sinis, "aku memang tidak menyukainya. Tapi aku tidak melakukan apa-apa. Aku juga tidak tahu kalau dia tidak bersama kita!" sambungnya dengan penuh penekanan. Dan Delina berkata jujur apa adanya. Tanpa ada yang dia sembunyikan. "Bagaimana ini kak Gio, kak Andi?" reng

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Keberhasilan Mayra

    Zoya berjalan mundur beberapa langkah, "jangan kau pikir aku ini bodoh Mayra! Apa yang kau rencanakan padaku hah?" tanya Zoya tanpa basa-basi. Mayra tertawa, sedang Zoya mengerutkan keningnya. "Kenapa kak? Apa kau takut kakak!" tanya Mayra dengan menekankan perkataannya. Membuat Zoya yakni jika Mayra memang sedang merencanakan sesuatu yang buruk padanya. "Ma-mau apa kau Mayra?" tanya Zoya bergetar. Mayra terus berjalan perlahan mendekatinya. Semakin dekat, dan terus mendekat. Sedangkan Zoya, gadis itu juga terus berjalan mundur menjauhi Mayra. Nyali Zoya semakin menciut kala melihat wajah Mayra yang terlihat seperti seorang pembunuh kala mengeluarkan tawanya. Walaupun Zoya tau, jika Mayra adalah adiknya sendiri. Tapi kenapa? Kenapa Mayra ingin berbuat jahat padanya? Pikir Zoya. "Ak-aku mohon Mayra! Apa yang akan kau lakukan padaku? Aku ini kakakmu, kau adikku. Kita ini bersaudara Mayra!" ujar

  • Tuan Arogan itu Mencintaiku   Janggal

    "Kau gila El! Kenapa aku tidak boleh ikut bersama mereka hah?" ungkap Daren setelah kepergian para anggota perkemahan. "Karena mereka akan merasa tidak nyaman saat bersama Anda Tuan!" jawab El tanpa basa-basi. Tuannya itu sedari tadi terus mengomelinya karena El tidak menyarankannya untuk mengikuti mereka. "Ah!" Daren frustasi. Pria tampan penuh kharismatik itu menjambak rambutnya sendiri karena kesal dengan jawaban El. *** "Kak Zoya? Aku takut!" rengek Delia sambil menggandeng lengan Zoya erat. "Tenanglah Nona. Tidak akan ada apa-apa di sini!" ujar Zoya menenangkan. Gadis itupun akhirnya sedikit lebih tenang. Walaupun tangannya masih enggan untuk melepaskan lengan Zoya. Menempel terus seperti lem. "Delia, kenapa kau terus menempel padanya?" tanya Delina dengan nada kesal. Namun, yang di tanya terlihat enggan untuk menjawab

DMCA.com Protection Status