"Cepat ganti rugi sekarang!" Teriak Daren.
"Tidak mau!" tolak Zoya tak kalah berteriak."Ternyata kau memang mau berurusan dengan polisi!" Daren mencoba menakuti Zoya dengan ancamannya."Laporkan saja! Lagi pula, aku sama sekali tidak takut dengan ancamanmu itu," jawab Zoya, dengan sisa keberanian yang ia punya."KAU!" tunjuk Daren pada Zoya, dengan sorot mata tajam, setajam mata elang yang akan menerkam mangsanya. "El?" sambung Daren seraya memanggil asisten setianya."Saya Tuan!" jawab El, yang langsung menyahut saat Daren memanggil namanya.
Dengan gerakan perlahan, El merogoh saku celananya, entah apa yang akan dia lakukan, tapi Zoya terlihat bingung dengan makhluk Tuhan yang satu ini. Dia melakukan hal yang tidak diperintahkan sama sekali oleh Daren. 'Hah, mengambil hp saja harus dengan drama!' ejek Zoya dengan tatapan tanpa suara yang keluar dari mulutnya."Sekarang El!" perintah sang Tuan yang langsung di sambut dengan anggukan.'Sekarang? Apa maksudnya? Tunggu-tunggu, mau apa dia mengambil handphone? Apa dia akan menelpon polisi? Apa dia benar-benar akan memenjarakanku? Tidak! Aku tidak mau di penjara. Aku masih mau bersekolah dan aku masih mau mengejar impianku,' Rasa takut tiba-tiba saja menyeruak dalam hatinya. Nyalinya mulai menciut, dengan rasa khawatir yang berlebih.Daren terus memperhatikan Zoya dengan pandangan mata meremehkan.
'Ya Tuhan, tolong aku, aku tidak mau dipenjara! Bagaimana dengan sekolah dan mimpiku nanti, jika aku dipenjara?' sekelebat bayangan masa depan yang suram tiba tiba saja melintas begitu saja didepan matanya.
Tut! Tut! Tut! Suara nada tersambung dari handphone yang dipegang oleh pria bernama El telah terdengar."He-hen-tikan?" Zoya mengangkat sebelah tangannya, berusaha menghentikan aktivitas yang El lakukan, "apa yang sedang kau lakukan?" tanya Zoya kemudian."Menelpon!" jawab El singkat.'Dasar bodoh! Aku tahu bodoh, kau sedang menelpon.' Zoya bermonolog dalam hati. "I-i-iya aku tahu kau sedang menelpon! Maksudku..., kau sedang menelpon siapa?" tanya Zoya dengan terbata-bata."Polisi!" jawab El lagi singkat. "APA? POLISI!" Teriak Zoya. Ia begitu terkejut, wajahnya sampai memucat, dengan tubuh yang mulai gemetar.El menatap datar Zoya dengan berbagai pikiran yang berseliweran, terlintas dibenaknya. Tatapan yang sangat jauh berbeda dari tatapan Daren padanya.'Sepertinya, kau mulai takut ya?' batin Daren setelah melihat ekspresi raut wajah yang berubah dari wajah cantik dan manis milik Zoya menjadi wajah pucat pasi tak berdarah.'Eh, apa yang ku pikirkan? Cantik dan manis? Tidak! Dia tidak terlihat seperti itu! Bocah itu terlalu jauh dari kata cantik dan manis, dia sama sekali bukan tipeku. Lihat saja wajah serta caranya berdandan! Dia sama sekali tidak terlihat seperti wanita, lihat rambut pendek yang diikat tidak beraturan itu? Lihat pula seragam yang ia lipat bagian lengannya sampai ke atas, sama sekali tidak seperti seorang gadis!' batin Daren yang memperhatikan kembali penampilan Zoya dari atas sampai bawah."Hei, kenapa kau mau melaporkanku ke polisi? Bukankah harusnya aku yang meminta ganti rugi kepada kalian berdua?" ucap Zoya memberanikan diri, walaupun dengan wajah pucat dan tubuh yang gemetar."Apa alasanmu meminta ganti rugi kepadaku?" tanya Daren sambil menyunggingkan sebelah bibirnya, menatap lekat kearah Zoya."Alasan? Apa kau tidak salah menanyakan alasannya kepadaku? Kau sudah menabrakku dan menyebabkan buku serta kue daganganku jatuh berserakan ke tanah!" jawab Zoya sungguh benar adanya."Kau menyalahkan ku sekarang?" "Tentu saja!""Cih! Memangnya berapa harga buku dan kue busukmu itu? Aku bahkan bisa membeli semua buku yang ada di seluruh toko buku di kota ini. Aku juga bisa membeli semua kue yang ada di toko termahal sekalipun!" Daren melangkahkan kakinya mendekat ke arah Zoya. Sedangkan yang di dekati, semakin menciut nyalinya."Jika kau bisa membeli segalanya, kenapa kau tidak mau mengganti rugi barang murah yang harganya tidak seberapa ini?" tanggap Zoya sambil perlahan, berjalan mundur kebelakang. Menatap Daren yang kali ini tidak mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya.'Karena aku ingin bermain-main denganmu bocah! Kau sangat berani membuatku marah, dan aku tidak akan melepaskan mu sampai kau menangis darah sambil memohon pengampunan dariku!' batin Daren bermonolog dalam hati sendiri.Nada telepon tersambung dari handphone yang masih dipegang oleh El semakin terdengar suaranya. Nyali Zoya semakin menciut kala suara telepon itu begitu nyaring terdengar di telinga Zoya. Karena El dengan sengaja, mengaktifkan pengeras suara di handphonenya."Aku mohon jangan laporkan aku ke polisi!" lirih Zoya dengan cepat sambil menangkupkan kedua tangannya ke atas, menghentikan langkah mundurnya. Namun, El nampak tak menghiraukan ucapan Zoya sebelum ada instruksi dari tuannya."Halo, selamat sore?" Akhirnya, terdengar juga suara orang yang menjawab panggilan telepon dari El. Membuat wajah Zoya menjadi puas seketika. "AKU MOHON!" teriak Zoya tanpa suara. Namun, tampaknya El semakin tak menghiraukan Zoya sama sekali. Begitupun dengan Daren, yang terlihat begitu senang melihat ekspresi takut yang terlihat dari wajah Zoya yang selalu ia panggil bocah dan gadis bodoh."Selamat sore pak," suara El terdengar datar menjawab. El benar benar menelpon polisi. Zoya seakan kehabisan kata-kata. Tubuhnya pun terasa mati rasa, ia merasa lunglai dengan bayang-bayang masa depan Zoya yang tampak semakin suram, melintas didepan matanya."Ada yang bisa saya bantu El?" tanya seorang pria yang mengangkat panggilan telepon dari El."Benar pak! Saya ingin membuat sebuah laporan!!" jawab El dengan senyum menyeringai.Duarrr! Petir seakan menyambar tubuh Zoya, tepat di ulu hatinya. Nasib sial apa lagi yang harus Zoya hadapi hari ini? Zoya pun mulai terisak sambil memohon pada El dan Daren.Sekilas El melirik Daren, lalu melanjutkan lagi ucapannya dengan seseorang yang sedang ia hubungi."Laporan tentang apa El? Haruskah saya kesana?" ucap seorang pria disebrang sana yang entah itu benar seorang polisi atau siapa? "Aku mohon!" lirih Zoya, bahkan begitu lirihnya hingga suaranya terdengar parau"Secepatnya saya kabari lagi pak. Terima kasih dan maaf atas waktunya yang sudah saya ganggu" ucap El yang membuat Zoya lega dalam seketika."Kenapa kalian begitu jahat padaku?" kata Zoya dengan nada yang mulai meninggi, disela sela isakannya."Wah, wah, berani sekali kau ya?" tanggap Dareen, "baru saja kau memohon mohon padaku agar tidak jadi melaporkanmu ke polisi, dan sekarang, lihat ini? kau malah meninggikan suaramu seperti itu," ucap Daren lagi, dengan nada suara penuh drama.Zoya tertunduk lesu! "Kalian tidak tahu kan? Bagaimana susahnya aku mencari uang untuk biaya sekolah dan makanku sendiri!" Zoya mulai bercerita tanpa di minta.Daren dan El mendengarkan dengan mata dan telinga yang terbuka. Mereka tak menjawab atau menyela apapun yang diucapkan oleh Zoya, si gadis yang menurut mereka unik."Apa karena kalian berdua punya segalanya? Kalian punya uang yang banyak? Kalian punya kekuasaan? jadi kalian bisa seenaknya melaporkanku ke polisi sesuka hati kalian? Melaporkanku dengan alasan tidak masuk akal seperti yang kau katakan?" ucap Zoya yang melanjutkan ucapannya dengan penuh penghayatan.Daren dan El masih setia mendengarkan cerita dari Zoya, seperti seorang murid mendengarkan cerita guru mereka."Kalian tidak tahu kan? Sesulit apa kehidupanku! Sesulit apa menjadi diriku! Aku mempunyai keluarga. Namun hidupku sebatang kara! Aku bahkan harus menghidupi diriku sendiri," gadis itu terisak, berbicara dengan penuh penekanan, mengeluarkan semua uneg-uneg dalam hatinya, dengan napas yang terengah-engah."Sudah selesai?" tanya Daren datar."Apa?" ketus Zoya, disela-sela isakannya."Menyedihkan! Dan lebih menyedihkan lagi, aku sama sekali tidak peduli dengan semua ceritamu itu!""Kau memang pria aneh dan gila yang tidak berperasaan!" hardik Zoya dengan nada tinggi.
"Jaga ucapan anda bocah! Kau memang bocah bodoh!" ucap El, ia begitu terkejut dan tak terima dengan apa yang Zoya katakan pada Daren. "Kau! Kau yang harusnya menjaga ucapanmu? namaku Zoya!" ucap Zoya sambil mengangkat jarinya tepat diatas nama yang tertulis di seragam sekolahnya, "kau bisa membacanya bukan? Kenapa kau terus menerus memanggil ku bocah bodoh? Aku bukan bocah bodoh! Nilai sekolahku selalu di atas rata-rata," sambung Zoya, dengan wajah merah padam. Memamerkan jika dirinya seorang siswi pandai di sekolahnya."Siapa yang peduli!" ucap Daren dan El bersamaan hingga keduanya saling tatap lalu kembali menatap Zoya."Cepat katakan? Kau mau mengganti rugi atau mau aku laporkan pada polisi? Aku memberimu dua pilihan," ucap Dareen sambil mengangkat kedua jarinya tepat dihadapan Zoya."Pilihan macam apa itu? Kenapa keduanya sangat memberatkanku?" balas Zoya yang sangat tidak terima dengan penawaran dari pria yang dianggap Zoya aneh dan gila."Aku anggap kau memilih pilihan yang kedua," ucap Daren yang seenaknya memutuskan. Tanpa menunggu persetujuan."Apa?" Zoya yang benar benar tidak mengerti dengan jalan pikiran pria aneh dan gila dihadapannya ini. 'Kenapa ada pria seperti dia di muka bumi ini?' batin Zoya bertanya-tanya."El?" panggil Dareen.Zoya yang sudah mengetahui El akan melakukan apa? langsung mencegah El, "JANGAN!!!" menghentikan tangan El yang hendak menelpon kembali.Daren menyeringai. Begitupun dengan El, yang selalu mengikuti apa yang dilakukan oleh tuannya."Itu artinya kau memilih pilihan yang pertama?" tanya Daren.Zoya menggelengkan kepalanya. Bingung harus menjawab apa? Zoya tidak ingin dipenjara. Namun Zoya juga tidak punya uang untuk mengganti rugi atas kesalahan yang sebenarnya tidak ia perbuat."Baiklah, baiklah, aku tahu kau tidak punya uang!" ucap Daren dengan nada sedikit mengejek. Membuat Zoya mendongakkan kepalanya menatap pria tampan namun berkelakuan aneh itu."Apa?" tanya Zoya tidak mengerti juga pasrah."Aku ganti pilihannya," balas Daren."Kenapa kau seenaknya saja membuatkan ku pilihan? Memangnya kau siapa?" tanya Zoya yang tentu saja sangat keberatan. 'Pilihan apa lagi? Kedua pilihan itu sudah sangat menyudutkan. Dan pilihan yang sekarang, sudah pasti akan lebih menyusahkanku lagi'. "Aku Tuanmu sekarang!""Aku Tuanku sekarang!""Aku Tuanmu sekarang!" kata itu terngiang-ngiang di telinga Zoya.
"Seenaknya saja kau menjadikanmu sebagai Tuanku!""Kau tidak mau? Baiklah. Telepon kembaki polisi itu El. Biarkan saja gadis itu di penjara." Mengancam, mengancam dan mengancam. Apa hanya itu yang bisa pria aneh itu lakukan? Zoya geleng kepala. Namun, tak bisa berbuat apa-apa."El?" lagi lagi Daren memanggil El. Apa yang sebenarnya Daren katakan pada El? Mengapa El selalu mengerti apa yang diinginkan oleh Daren, walaupun ia tak mengatakan kata apapun lagi setelah menyebut dua huruf itu. Yaitu El."Saya Tuan," jawab El, yang siap sedia dengan alat tulis ditangan kirinya, "saya sudah siap tuan!" lanjut El yang langsung membuat Zoya bingung dalam seketika.'Mau apa dia dengan alat tulis ditangannya? apa maksudnya ini? Kenapa dia selalu mengerti dan mengetahui apa yang diinginkan si pria aneh dan gila itu tanpa memberikan perintah atau mengeluarkan sepatah kata pun,' batin Zoya bertanya-tanya."Kita mulai El," instruksi dari Daren dimulai. Dengan El yang sudah memegang buku dan kertas ditangannya, serta sudah sangat mengerti dan paham betul apa yang diinginkan oleh tuannya.Hari ini, tanggal 26 Januari xxxx,Pukul 15.30
Saya yang bernama : Ananda Zoya.
Telah resmi menjadi asisten pribadi, atau lebih tepatnya pembantu dari tuan muda Daren Danendra yang terhormat, selama tiga bulan.
"Apa?" Zoya ingin menyela, namun tangan Daren sudah terangkat keatas, pertanda jika Zoya tidak diijinkan untuk menyela ucapannya sama sekali."Cukup diam dan dengarkan!" suara Daren terdengar dingin. Daren pun melanjutkan kembali ucapannya dengan El sebagai juru tulisnya. Tanpa memedulikan apa yang ingin Zoya sampaikan.Untuk melakukan kewajibannya sebagai orang yang mengganti rugi atas kesalahan yang menyebabkan kerugian material terhadap tuan muda Daren Danendra.Ananda Zoya harus bersedia melakukan apapun yang diminta dan diinginkan oleh tuan muda Daren tanpa bantahan sedikit pun selama tiga bulan itu. Dan jika pihak Ananda Zoya sampai melanggar surat perjanjian selama tiga bulan ini, maka pihak Ananda Zoya dianggap gagal dalam membayar hutang-hutangnya, dan harus mengulanginya dari awal lagi sampai seterusnya.
Surat perjanjian ini, tidak bisa dibatalkan oleh siapapun dan pihak manapun termasuk Ananda Zoya, kecuali oleh tuan muda Daren Danendra sendiri.
Sekian surat perjanjian yang sudah saya buat dengan kondisi yang sehat jasmani dan rohani, serta jiwa yang sadar sesadar, sadarnya.
Tertanda pihak yang membayar hutang,Ananda Zoya.
Tertanda pihak yang dirugikan,Tuan muda Daren Danendra.
Surat perjanjian pun selesai dibuat. Dengan Daren sebagai juru bicara yang bahagia. El yang menjadi juru tulis yang juga bahagia karena Tuannya bahagia, dan Zoya sebagai pendengar yang tak dianggap kehadirannya sama sekali. Namun, kehadirannya harus ada.
"APA APAAN INI?" Teriak Zoya tak tetima setelah surat perjanjian selesai dibuat."Apa?" Daren balik bertanya."Kau yang apa? Kenapa surat perjanjian itu sangat memberatkan sekali pihakku? Kenapa aku harus menjadi asisten pribadimu segala? Ah, bukan, bukan! Kenapa aku harus menjadi pembantumu? Kenapa aku harus menganggap mu sebagai tuan mudaku?''"Memberatkan bagaimana menurutmu?" tanya Daren seolah tak mengerti apa-apa."Tentu saj sangat memberatkan.""Kau mengerti ucapan bocah ini El?" tanya Daren pada El, yang sudah pasti El akan mendukung setiap apa yang diinginkan Daren."Tidak Tuan!" jawab El."Kau dengar bocah? El saja tidak mengerti apa maksud perkataanmu? Apalagi aku?" Daren mulai menyudutkan Zoya. Dengan ucapannya.Zoya sepertinya sudah kehabisan kata-kata untuk menghadapi Tuan aneh dan pria yang sama anehnya dengan Daren. Zoya mencoba membalikkan badannya hendak berlalu pergi meninggalkan dua pria aneh dihadapannya. Namun, langkahnya terhenti saat Daren kembali memanggilnya dengan sebutan yang mengesalkan"Hei bocah? Mau kemana kau?" panggil Daren. "Mau kemana lagi? Aku mau pulang, sudah sore, lagi pula untuk apa lagi aku disini?" jawab Zoya, ia melupakan surat perjanjian yang baru saja mereka buat."Enak saja kau mau pergi. Tidak semudah itu untuk pergi dariku," Daren menyunggingkan sebelah bibirnya."El?" panggil Daren. Kenapa Daren suka sekali memanggil El? Ia bahkan tak mengucapkan atau memberikan perintah apapun pada El. Namun dengan pintarnya, El mengetahui apa yang diinginkan oleh Daren, hanya dengan satu panggilan nama yaitu El."Ya Tuan!" jawab El seperti biasa. El mendekat menghampiri Zoya, Zoya yang sedikit takut pun mencoba waspada dengan sedikit menghindar, berjalan mundur kebelakang, 'kenapa dia? Apa yang bocah ini pikirkan?' batin El yang berjalan semakin mendekat, begitupun dengan Zoya yang juga semakin mundur."Hei bocah, apa yang kau lakukan?" tanya Daren. Bukannya El yang bertanya, malah tuannya yang penasaran."Apa yang aku lakukan? Tentu saja menghindar! Memangnya apa lagi?" jawab Zoya pasti, dengan nada sedikit berteriak.
"Menghindar untuk apa?" tanya Daren, "memangnya apa yang akan El lakukan padamu? Kau benar benar bukan tipenya sama sekali," ujar Daren kemudian, menyulut kembali, emosi Zoya yang belum padam. Zoya mengepalkan tangannya geram! Pria ini benar benar sudah menghancurkan harga diri Zoya sebagai seorang gadis."Diam dan tanda tangani surat perjanjian ini," ucap El memerintah Zoya, sambil memberikan sebuah pena pada Zoya dengan kertas yang masih dipegangnya sendiri."Apa? Gila! Apa apaan ini? Kau menyuruhku menandatangani surat perjanjian diatas materai?" tanya Zoya saat melihat surat perjanjian itu yang sudah terdapat materai untuk ia tanda tangani.Apakah aku harus menandatangani surat perjanjian ini? Ini bukan hanya surat perjanjian di atas kertas,tapi ini adalah surat perjanjian diatas materai. "Dasar satu paket orang gila!"
Bersambung...Bersambung..."Aaaaaa...," Teriak Zoya setelah kepergian Daren dan El, yang menyisakan kesal mendalam untuk gadis pemilik nama Ananda Zoya itu. "PRIA ANEH! PRIA GILA! PRIA TIDAK BERPERASAAN! AKU BENCI KALIAN!!!" Mengatai, memaki dan meneriaki orang yang tidak ada di dekatnya sama sekali. Membuat napas Zoya terengah-engah. Bahkan, wajahnya sampai memerah. "Memangnya dia itu siapa? seenaknya saja mengatur-atur hidupku!" tanya Zoya mulai melemah, dengan Isak tangis yang mulai terdengar, "apa yang harus aku katakan pada ibu ku nanti? Huaaaaaa..., aku bahkan tidak berani untuk pulang ke rumah!" lanjut Zoya sambil memandangi kue-kuenya yang sudah kotor karena terjatuh. Zoya memunguti kue basah nya satu persatu, mengambil yang masih bisa ia selamatkan. Namun, gerakan tangannya terhenti, saat sepasang bola mata Zoya melihat buku yang dipeluknya erat dengan sebelah tangan. Air mata Zoya bercucuran, isakan itu, berubah menjadi tangisan, tangisan yang menyayat
Byuuuurrr!Ibu mengguyur wajah Zoya dengan segelas air ditangannya.Zoya begitu kaget, ia yang sedang tak sadarkan diri pun, mengerjapkan matanya sambil mengusap usap kasar wajah yang kini telah basah kuyuk, karena air yang diguyurkan oleh ibu.e Ternyata apa yang baru saja Zoya alami hanya mimpi. Cahaya! Sentuhan itu! Sentuhan menghangatkan yang terasa sangat nyata itu, semuanya hanya mimpi."Enak sekali kamu ya? sudah membuatku rugi, dan sekarang kau malah enak enakan tidur dilantai seperti ini! Kau memang anak tidak tahu diri!" ucap ibu penuh dengan emosi, padahal ibu tahu sendiri, jika Zoya tak sadarkan diri tadi, bukan sengaja menidurkan diri disini. Pikir Zoya. Akhirnya Zoya pun memilih untuk tak merespon semua ucapan ibunya walaupun ia terkejut. Ingatan dan pikirannya masih tertuju pada seberkas cahaya yang membuatnya merasakan kehangatan- -"Kehangatan seorang ibu," gumam Zoya, "ya, sentuhan itu begitu meng
Zoya mengerjapkan mata saat terbangun dari tidurnya. Melihat jam dinding saat matanya sudah mulai terbuka dengan sempurna dan nyawanya sudah terkumpul seutuhnya, "masih jam 03.45 dini hari," gumam Zoya setelah melihat jam.Rasa lelah karena terus menangis semalaman masih menyerbu tubuh Zoya. Namun semua itu tak mengurungkan niat Zoya untuk terbangun. Zoya bangun dari kasur lepek yang membuat tubuhnya sedikit sakit, melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan membasuh wajahnya.Saat sudah keluar dari kamar mandi, seperti biasa, Zoya selalu mengerjakan semua pekerjaan rumah sebelum ia berangkat ke sekolah. Tapi pagi ini, Zoya bangun lebih awal dari biasanya, mungkin..., Karena sebuah janji yang harus Zoya tepati pada seseorang yang kemarin telah menjadi Tuannya secara tiba-tiba."Jika saja pria aneh dan gila itu tidak menyuruhku untuk datang ke rumahnya pagi pagi sekali, aku tidak akan bangun sepagi in
"Apa benar ini rumahnya?" Zoya membulatkan mata sambil membungkam mulutnya dengan kedua tangan saat tiba di sebuah rumah mewah yang sangat besarvdan megah. Ber cat putih dengan begitu banyak pilar pilar indah yang menjulang tinggi, yang jumlahnya tak terhitung oleh Zoya."Apa aku tidak salah rumah?" tanya Zoya pada dirinya sendiri sambil melihat lagi alamat yang tertulis dalam kartu nama yang diberikan oleh El, "aah..., Benar, ini memang rumahnya. Ternyata pria aneh itu memang orang kaya, bagaimana bisa aku berurusan dengan pria seperti itu," gumam Zoya didepan pintu gerbang yang menjulang tinggi. Seketika nyalinya menciut, saat tiba tiba saja Zoya membandingkan dirinya dengan pemilik rumah besar ini, yang tak lain adalah Dareen.Dengan gerakan ragu, Zoya menggerak-gerakkan kunci gerbang dengan cukup keras, melirik kesana dan kemari sambil memperhatikan sekelilingnya, "permisi...," ucap Zoya beberapa kali.Terlihat seora
"Ayo turun!" ajak Dareen kemudian, yang ternyata membuat dua orang wanita berbeda generasi yang sedang asik berbincang di bawah sana menoleh, menatap El dan Dareen secara bergantian."Bocah itu!" gumam El setelah Zoya menunjukan ekspresi wajahnya yang menyebalkan, menatap kearah tangga, dimana ia dan Dareen kini berada, "sial! Kenapa aku bisa lupa kalau Tuan menyuruhnya untuk datang ke rumah ini kemarin!" lanjut El yang mengerutuki kebodohannya."Kau melupakannya El?" tanya Dareen saat melangkahkan kakinya menuruni tangga satu persatu dengan tubuh yang tegap dengan salah satu tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya. Berjalan dengan lagak angkuh dihadapan Zoya. Diikuti dengan El yang berjalan dibelakangnya."Ya Tuan , maafkan saya!" balas El.Dareen menyunggingkan sebelah bibirnya. "Wanita memang pantas untuk dilupakan!""Cih! Sombong sekali dia! Memangnya dia itu siap
Zoya memperhatikan semua pelayan yang ada di ruangan tersebut, mereka semua melayani majikan mereka dengan sangat hati hati. Perlahan Zoya pun mengikuti apa yang para pelayan lainnya kerjakan. Dengan membalikkan piring yang berada di hadapan majikan mereka dan Mengambilkan roti untuk diolesi."Maaf Tuan, anda mau selai rasa apa untuk olesan roti nya?" tanya Zoya, ia tidak ingin salah saat melayani Dareen. Karena jika Zoya melakukan kesalahan walaupun hanya sedikit, sudah pasti Dareen akan memaki dan menyalahkannya dengan kata kata pedas yang keluar dari mulutnya. Tragedi pukul 06.00 masih belum terselesaikan, dan jika sekarang Zoya melakukan kesalahan lagi, entah apa yang akan Dareen lakukan padanya."El?" bukannya menjawab pertanyaan Zoya, Dareen malah memanggil El yang berada di sebelah Dareen."Baik Tuan!" sahut El.Zoya menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, 'Dih, apa-apaan dia ini! Baik
Di perusahaan yang sama. Dimana ada Dareen, disitulah selalu ada El, seseorang yang paling dekat dengan Dareen, seorang yang dianggap sebagai pelayan oleh sebagian orang yang mengenalnya. Atau lebih tepatnya, orang orang yang tidak menyukai kehadiran El dalam kehidupan Dareen. Dan salah satunya adalah Marissa, gadis yang mengaku sebagai gadis sosialita tingkat dewa, gadis yang sangat tergila-gila kepada seorang Dareen Danendra.Marissa selalu melakukan segala cara agar bisa merebut perhatian Dareen untuknya. Namun usahanya selalu sia-sia saja karena dimana ada Dareen, disitu selalu ada El, orang yang selalu memberikan jarak kepada Marissa dan para wanita lainnya untuk mendekati Dareen."Perhatikan jarak anda nona Marissa!" ucapan itu selalu terngiang-ngiang dalam benak Marissa, hingga ingin rasanya Marissa menyingkirkan El untuk selama lamanya."El?" panggil Dareen."Ya, Tuan!" jawab El. 
"Aku malas sekali jika harus datang ke rumah pria sombong itu!" gumam Zoya saat sedang duduk sendiri di bangku taman sekolah, dengan buku buku tebal yang menjadi temannya."Malas? Rumah? Pria sombong? Apa maksudmu Zoy?" tanya Gio yang tiba tiba saja sudah berada dibelakang Zoya."Hah! Gio!" Zoya terperanjat, "mengagetkan saja! Ternyata, bukan hanya matamu saja ya, yang plus, tapi juga telinga mu, yang sama plus nya dengan matamu!" ujar Zoya kemudian."Haha! Terima kasih atas pujiannya Ananda Zoya, orang termanis sejagat raya!" ledek Gio.Zoya menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas, "Kau tidak usah meledekku ya? Semua orang juga tahu! Semua ucapanmu itu adalah fitnah besar!" ketus Zoya membuat Gio tergelak."Hahaha..., Aku tidak bermaksud!" balas Gio, "tapi aku serius dengan pertanyaan ku barusan!" lanjut Gio.Zoya mengerutkan dahinya, "Pertanyaan apa?"
Harapan dan doa yang buruk dari orang yang buruk pula hatinya, tak mampu membuat doa yang ia panjatkan menjadi kenyataan. Setelah Daren berhasil menemukan sumber air yang membuat lelah dan dahaganya seketika hilang, Daren memberikan Zoya sebuah air yang ia bawa dengan tangannya sendiri.Sedikit demi sedikit. Walau berceceran dan selalu sedikit yang tersisa untuk di berikan kepada Zoya. Namun, Daren telah berhasil membuat Zoya sadar dari pingsannya yang cukup lama.'Uhuk! Uhuk!'Suara yang keluar dari tenggorokan Zoya, membuat Daren senang bukan main. "Kau sadar, Zoya?!" tanya Daren saat Zoya terbatuk. Matanya masih belum terbuka. Namun Daren sudah tak sabar untuk mengeluarkan suara dan bertanya bagaimana keadaannya.'Uhuk! Uhuk!'Zoya masih terbatuk.Daren menepuk-nepuk punggung Zoya sambil mengelusnya perlahan. "Kau tidak apa?" tanya Daren. "Ayolah, jawab aku. Aku begitu mengkhawatirkan dirimu!" lanjutnya berucap.Perlahan-lahan, kesadaran Zoya mulai kembali. Matanya pun mulai ter
Jatuh dan tergelincir, sudah tidak Daren rasakan lagi betapa kaget dan sakitnya seluruh badan. Demi bisa sampai ke tempat tujuan, Daren memaksakan diri menyusuri jalanan menurun yang akan membawanya ke tepian sungai."Jika bukan karena dahagaku, aku tidak akan mau berjalan sambil menggendong gadis ini. Walau dia tidak berat, tapi dia cukup menyusahkan langkahku," gerutunya setelah ia terjatuh dan bangkit lagi dengan tangannya sendiri.Daren mengeluh, ia menggerutu. Namun, hanya di mulut saja. Hatinya benar-benar ikhlas melakukan itu semua, demi dahaganya yang harus segera di aliri air, juga demi kesadaran Zoya. Tanah dan lumpur mengotori hampir seluruh tubuh Daren. Seakan tak ingin tertinggal, wajahnya pun ikut merasakan bagaimana rasanya terkena lumpur saat Daren mengusap keringat yang bercucuran dari kening hingga ke pipinya.Daren tak peduli, setelah ketemu sungai nanti, ia sudah berjanji akan membersihkan diri. "Hei, apa kau tidak kasihan padaku? Lihat aku, aku kelelahan. Aku k
"El! El! Dimana kau? Cepat bantu aku!" teriak Daren saat ia dengan susah payah sudah berhasil melewati jurang curam yang membuat Zoya terjatuh dan tak sadarkan diri, dengan melewati dan mencari jalan lain.Tidak ada tanggapan dan jawaban dari sosok yang Daren panggil. Matahari sudah mulai meninggi, Daren mulai dehidrasi, apalagi dengan gadis yang ada di pangkuannya saat ini, sudah pasti, kondisi gadis itu jauh lebih buruk dari kondisi Daren yang masih bisa mengangkat beban tubuh Zoya. "Bertahanlah! Kau pasti bisa!" ucap Daren menyemangati Zoya yang masih tak sadarkan diri. Perjalanan cukup jauh, hingga saat ini, Daren baru menemukan jalan di mana ia dan El berpisah subuh tadi."El...." teriak Daren kembali. Kali ini, teriakannya begitu nyaring, hingga tenggorokan Daren terasa kering. "El...." Jika kali ini El tidak mendengar teriakan Daren. Maka sudahlah, jangan harapkan Daren bisa berteriak kembali, karena kerongkongannya setelah berteriak, kini terasa benar-benar kering."Ah, ten
"Uh..., Kalajengking sialan!" umpat Daren saat dirinya sudah berhasil menuruni tanah yang terjal tersebut. Dilihatnya tangannya sendiri yang terasa sangat perih dan gatal. Dan ternyata, tangannya membengkak dan memerah. Mungkin, itu adalah efek dari gigitan kalajengking tadi.Kembali Daren memfokuskan dirinya pada pencariannya pada Zoya yang sampai saat ini masih belum ia temukan."Zoya..." Teriak Daren begitu kencang dan menggelegar. Hingga para hewan kecil keluar dari persembunyiannya."Hei Zoya! Dimana kau gadis bodoh?" Teriaknya lagi dan masih belum mendapatkan jawaban. Lalu, pandangannya tertuju pada sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh tanah dan luka.Zoya, gadis itu terkapar diantara pohon beringin besar dan daun daun yang sudah mengering."Zoya!" Secepat kilat Daren menghampiri Zoya yang tengah terkapar tak sadarkan diri.
Doa kembali Zoya panjatkan pada Tuhan, sang pencipta alam dan segala isinya. Ia berdoa agar siapapun bisa menemukannya dengan segera. Kakinya sudah tak mampu lagi menopang tubuh, di tambah dengan tangannya yang ternyata masih mengeluarkan sisa-sisa darah dari injakan kaki Mayra tadi. "Ya Tuhan, aku mohon... Siapapun tolong aku. Aku akan menikahinya jika dia adalah seorang laki-laki. Tapi, setelah aku lulus sekolah. Dan akan aku jadikan dia saudara, jika dia adalah seorang perempuan," ujar Zoya pasrah. Gadis itu membuat janji dengan Tuhan sesuka hatinya, tanpa memikirkan bagaimana nasib kedepannya. Tentang masa depannya, tentang bagaimana menjalaninya. Akankah ada yang akan datang membantunya atau bahkan tidak. Mengingat ini adalah hutan, dan Zoya hanya sendirian di sana. "Tapi, apakah yang menolongku itu akan mau, jika yang akan dinikahinya atau di jadikan saudaranya adalah seorang gadis miskin yang waj
"Apa kubilang El! Kau memang bodoh! Kenapa kau melarang ku menyusul mereka tadi hah!" Daren geram. Di cengkeramnya kerah baju El dengan sangat kuat, hingga buku-buku tangan Daren terlihat memutih, saking geramnya. "Maafkan saya Tuan!" tunduk El. El sama sekali tidak berani menegakkan kepalanya, apalagi menatap mata Daren, atas apa yang El katakan padanya. "Maaf kau bilang? Beraninya kau meminta maaf setelah mengabaikan perasaanku tadi," dihempaskan pula dengan kencang baju El. Pria tampan berambut hitam pekat itu seketika terbatuk, saat Daren melepaskan cengkraman tangannya. "Apa dengan meminta maaf, semua akan kembali?" Sedangkan Delia dan Delina, serta Gio dan teman sekelompoknya. Mereka semua berdiam mematung setelah menceritakan jika Zoya menghilang dan terpisah dari rombongan. Apalagi saat melihat reaksi Daren yang ternyata di luar dugaan. Sangat marah saat mengetahuinya. Mereka semua tidak ada yang bera
"Eh, apa ada yang melihat kak Zoya?" tanya Delia yang baru saja menyadari jika Zoya sedari tadi tidak bersamanya. Semua orang memandang ke arah Delia. Lalu saling pandang satu sama lain. "Bukankah Zoya selalu bersama Anda, Nona?" ujar Gio membalikkan pertanyaan pada Delia. Delia menggeleng, "memang! Tapi setelah teriakan itu, aku langsung berlari mengikuti kalian, dan melepaskan peganganku dari tangan kak Zoya," jawab Delia sedikit gemetar. Lalu ia alihkan pandangannya pada Delina yang nampak acuh tak acuh dengan ketidakadaannya Zoya di dalam rombongan mereka. "Kenapa kau melihatku?" tanya Delina sinis, "aku memang tidak menyukainya. Tapi aku tidak melakukan apa-apa. Aku juga tidak tahu kalau dia tidak bersama kita!" sambungnya dengan penuh penekanan. Dan Delina berkata jujur apa adanya. Tanpa ada yang dia sembunyikan. "Bagaimana ini kak Gio, kak Andi?" reng
Zoya berjalan mundur beberapa langkah, "jangan kau pikir aku ini bodoh Mayra! Apa yang kau rencanakan padaku hah?" tanya Zoya tanpa basa-basi. Mayra tertawa, sedang Zoya mengerutkan keningnya. "Kenapa kak? Apa kau takut kakak!" tanya Mayra dengan menekankan perkataannya. Membuat Zoya yakni jika Mayra memang sedang merencanakan sesuatu yang buruk padanya. "Ma-mau apa kau Mayra?" tanya Zoya bergetar. Mayra terus berjalan perlahan mendekatinya. Semakin dekat, dan terus mendekat. Sedangkan Zoya, gadis itu juga terus berjalan mundur menjauhi Mayra. Nyali Zoya semakin menciut kala melihat wajah Mayra yang terlihat seperti seorang pembunuh kala mengeluarkan tawanya. Walaupun Zoya tau, jika Mayra adalah adiknya sendiri. Tapi kenapa? Kenapa Mayra ingin berbuat jahat padanya? Pikir Zoya. "Ak-aku mohon Mayra! Apa yang akan kau lakukan padaku? Aku ini kakakmu, kau adikku. Kita ini bersaudara Mayra!" ujar
"Kau gila El! Kenapa aku tidak boleh ikut bersama mereka hah?" ungkap Daren setelah kepergian para anggota perkemahan. "Karena mereka akan merasa tidak nyaman saat bersama Anda Tuan!" jawab El tanpa basa-basi. Tuannya itu sedari tadi terus mengomelinya karena El tidak menyarankannya untuk mengikuti mereka. "Ah!" Daren frustasi. Pria tampan penuh kharismatik itu menjambak rambutnya sendiri karena kesal dengan jawaban El. *** "Kak Zoya? Aku takut!" rengek Delia sambil menggandeng lengan Zoya erat. "Tenanglah Nona. Tidak akan ada apa-apa di sini!" ujar Zoya menenangkan. Gadis itupun akhirnya sedikit lebih tenang. Walaupun tangannya masih enggan untuk melepaskan lengan Zoya. Menempel terus seperti lem. "Delia, kenapa kau terus menempel padanya?" tanya Delina dengan nada kesal. Namun, yang di tanya terlihat enggan untuk menjawab