Beberapa pasang tatapan mata tajam menghujani seorang gadis yang tengah berjalan memasuki gerbang Sekolah Menengah Pertama. Bisikan demi bisikan terdengar bersamaan dengan hentakan kaki di sepanjang lorong bangunan sekolah.
Sedangkan Luna, gadis culun yang tak begitu mempedulikan penampilannya itu, hanya tertunduk dan menyembunyikan wajahnya di balik penutup kepala pada jaket hoodie berwarna hitam berukuran besar yang membalut tubuh mungilnya.
"Hei, kau! Gadis bodoh!" Seorang murid laki-laki tiba-tiba menarik penutup kepalanya dengan kuat hingga membuat beberapa helai rambutnya ikut tercabut dari kepalanya.
"Aw, sakit!" Luna meringis kesakitan seraya memegang puncak kepalanya yang terasa pedih. Ia menyipitkan kedua matanya sambil menatap pria yang baru saja menyakitinya.
"Melihat wajahmu yang tidak menarik, membuatku sama sekali tak merasa bersalah telah menyakitimu. Hahaha." Roy, murid laki-laki yang tengah berdiri di hadapan Luna terlihat menyeringai padanya. Tampak jelas kepuasan di wajah tampannya.
Beberapa siswa yang ada di tempat itu hanya menertawakannya. Mereka seakan sedang melihat tontonan yang begitu menyenangkan di pagi hari. Tak ada satu pun murid yang mau menolong gadis malang itu.
Byur!
Beberapa murid tiba-tiba mengguyurnya dengan satu ember penuh air dingin. Kejadian itu semakin membuat suasana sekolah di pagi hari menjadi begitu menyenangkan.
Luna hanya terdiam, ia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Mencoba mengeringkan pakaiannya yang basah. Ia pasrah, bagaimanapun juga ia tidak akan mungkin mampu melawan teman-teman sekolahnya seorang diri. Terlebih, Roy adalah anak dari pemilik sekolah. Ia tidak ingin membuat masalah dengannya yang dapat menyulitkan kedua orang tuanya nanti.
Tring! (suara bel pertanda kelas segera dimulai)
"Ayo kita pergi Roy! Untuk apa membuang waktu di dekat gadis itu." Setelah puas mengerjai Luna, mereka pun bergegas pergi meninggalkan gadis malang itu dengan kondisi yang masih basah kuyup.
Luna hanya menarik napasnya dalam agar energinya kembali terisi tanpa melakukan perlawanan apa pun pada teman-temannya. "Tenang Luna, tinggal beberapa hari lagi semua penderitaanmu akan berakhir." Ia menatap punggung teman-temannya sambil bergumam seorang diri, berusaha menghibur dirinya sendiri. Ia sadar harus sedikit lagi bersabar seiring menunggu hari kelulusannya tiba.
Luna akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kelas. Ia menatap pantulan dirinya yang terlihat berantakan di depan cermin washtafel sejenak, kemudian melepas jaket hoodienya yang basah lalu sedikit merapikan pakaian dan rambutnya.
Meski ia tahu sudah terlambat, namun ia tidak punya pilihan lain karena tidak mungkin masuk ke dalam kelas dalam kondisi yang berantakan.
Beberapa saat kemudian, ia melangkahkan kakinya ke dalam pintu ruang kelasnya dengan langkah pelan. Lagi-lagi nasib sial menghampirinya, guru yang tengah mengajar di kelasnya menatapnya dengan tatapan tidak suka.
"Permisi Bu, ma-maaf saya terlambat." Luna menggenggam kedua tangannya di depan dengan erat saat berdiri di hadapan guru itu. Bibirnya bergetar, ia bahkan takut menatap wajahnya.
"Beri hukuman pada murid yang terlambat, Bu! Sekolah kita harus menerapkan kedisiplinan!" Roy tiba-tiba beranjak dari duduknya, ia berkacak pinggang seraya menatap lekat ke arah gadis lemah itu.
"Ba-baiklah, Tuan Roy." Guru itu pun menganggukkan kepalanya dengan cepat, menuruti perkataan anak dari pemilik sekolah tempatnya mencari nafkah.
"Sekarang kamu keluar dari kelas ini! Bersihkan semua sampah di lapangan dan seluruh halaman sekolah ini!" Sang guru berucap dengan nada yang tegas.
"Baiklah, Bu." Luna pun lagi-lagi harus menerima ketidakadilan di sekolahnya. Di mana, murid yang kaya dan memiliki kuasa selalu diperlakukan dengan baik sedangkan dirinya yang bukan siapa-siapa harus selalu menerima perlakuan yang tidak menyenangkan.
Terpaksa, ia harus menyeret kedua kakinya keluar dari ruang kelasnya. Roy pun kembali duduk di kursinya, ia tampak tersenyum puas dengan penuh kemenangan. Sedangkan semua siswa di kelas itu pun juga ikut menertawakannya.
Sesampainya di halaman, Luna mulai memunguti satu persatu sampah-sampah yang berserakan di lapangan dan halaman sekolahnya yang luas. Peluhnya pun mulai membanjiri wajahnya yang terpapar oleh teriknya sinar matahari langsung.
Sesekali ia mengusap wajahnya sambil terus menyelesaikan hukumannya hingga tak terasa jam istirahat pun tiba. Ia menghela napas panjang seraya mendudukan tubuhnya di salah satu kursi yang terletak di sudut lapangan.
"Siapa yang mengijinkanmu duduk?" Roy dan beberapa temannya tiba-tiba berjalan menghampirinya saat Luna baru saja duduk. Bahkan belum genap satu menit ia mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.
"Minggir! Minggir!" Beberapa pria bertubuh kekar dengan pakaian serba hitam tiba-tiba berjalan cepat menghampiri Luna. Mereka bahkan mendorong Roy dan teman-temannya yang sedang berdiri di hadapan Luna hingga jatuh tersungkur.
"Hei! Apa apaan ini? Siapa kalian?" Roy yang tersungkur seketika berdiri dan berteriak ke arah pria-pria yang sedang sibuk menarik tubuh Luna. Namun, mereka sama sekali tak mempedulikannya.
"Lepaskan! Lepaskan aku! Roy, tolong aku Roy!" Luna yang ketakutan, hanya bisa memohon pertolongan pada Roy karena dialah satu-satunya orang yang sedang berada di dekatnya. Raut wajah Roy pun terlihat panik, namun anak kecil seperti dirinya tidak mungkin mampu melawan para pria mengerikan itu.
Para guru dan murid yang mendengar keributan mulai berdatangan. Namun percuma saja, tidak ada satu pun yang berani menolong Luna. Mereka yang menyaksikannya pun ketakutan lantaran para pria itu membawa senjata.
"Lunaaa!" Kai, Ayah Luna. Tiba-tiba berlari menghampirinya, membuat semua orang yang ada di tempat itu berteriak ketakutan.
"Ayaaah! Tolong aku!" Luna kembali berteriak sambil menangis saat melihat kedatangan sang Ayah.
Kai pun bersiap di tempat untuk menyelamatkan Luna dan melawan pria-pria itu satu persatu. Aksi tak terduga dan sangat luar biasa itu, berhasil membuat semua orang terpaku melihatnya. Hampir semua orang yang ada di tempat itu membulatkan mata mereka menyaksikan aksi Kai. Tanpa membutuhkan waktu lama, Kai akhirnya berhasil melumpuhkan mereka seorang diri tanpa bantuan siapa pun.
Semua guru dan murid pun bertepuk tangan dan bersorak secara bersamaan menyaksikan aksi Kai. Sedangkan Luna yang selama ini menjadi korban bully oleh teman-temannya pun, kini tersenyum bangga melihat aksi sang Ayah. Ia sendiri juga tidak menyangka bahwa Ayah yang selama ini terlihat lemah di depan orang lain, bahkan juga tampak lemah di depan Ibunya sendiri bisa berhasil mengalahkan segerombolan pria seram dengan mudah.
"Apa kau baik-baik saja?" Kai segera menghampiri putrinya setelah berhasil melumpuhkan kawanan pria seram yang mengganggunya. Ia menangkup wajah Luna dengan kedua tangannya untuk memastikan keadaan putrinya. Sedangkan Luna hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
"Ayo cepat! Kita harus pulang sekarang!" Kai menarik tangan Luna dengan kuat dan segera membawanya keluar dari bangunan sekolah.
"A-ayah? Apa kau benar-benar Ayahku?" Luna terus menatap lekat wajah Ayahnya seraya mengikuti langkah kaki Sang ayah, ia masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.
Kai bergegas membawa Luna pulang ke rumah untuk menemui Regina. Regina adalah istri Kai yang juga merupakan Ibu kandung Luna.
Mereka berdua pun melangkahkan kakinya secepat mungkin agar bisa segera tiba di rumah. Namun, saat tiba di rumah, betapa terkejutnya mereka ketika melihat seisi rumahnya telah hancur berantakan. Pikiran Kai pun tak karuan, ia benar-benar takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada istri tercintanya.
Bugh! Bugh! Bugh!"Bangun Sayang! Dasar pemalas! Kenapa kau sulit sekali untuk bangun pagi?" Regina memukul bahu suaminya beberapa kali dengan kedua tangannya untuk membuatnya bangun."Aaaargh sakit. Pelankan tanganmu!" Kai pun spontan beranjak dari tempat tidur sembari menyipitkan kedua matanya."Cepat mandi!" Regina kembali mengeraskan suaranya saat sang suami terlihat mendudukkan tubuhnya. Ia kemudian bergegas menuju pintu kamar putrinya dan meninggalkan Kai begitu saja.Ceklek!"Lunaaa! Cepat pergi sarapan!" Luna sudah terlihat rapi dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya saat sang Ibu membuka pintu kamar."Yes, Mommy." Luna menyahut dengan nada santai lalu segera keluar dari dalam kamar.Hari itu adalah aktifitas di pagi hari yang selalu terjadi. Tugas Regina seperti biasa, membangunkan anak dan suaminya. Lalu menyiapkan sarapan dan persiapan lainnya untuk mereka.Setelah selesai sarapan, Luna segera masuk ke dalam
Kaisar adalah anggota unggulan Tohpati Intelligent Service (TIS) yang mampu meringkus lusinan teroris hanya dalam satu aksi. Merasa jenuh dengan kesehariannya, Kai memalsukan kematiannya dan memutuskan untuk meninggalkan TIS agar bisa hidup normal sebagai seorang kepala keluarga, juga menggapai impiannya menjadi seorang ayah dan bahagia memiliki keluarga kecil.Setelah 5 tahun hidup bebas tanpa naungan TIS, ia bertemu dengan seorang wanita bernama Regina yang akhirnya menjadi istri sekaligus ibu bagi anaknya. Regina adalah anggota Toughgvrl Club yang merupakan kumpulan wanita tangguh yang menguasai lebih dari 10 jenis bela diri. Club ini sangat rahasia. Mereka biasa beraksi dengan gerakan bawah tanah, menggunakan keahliannya untuk menolong warga sipil yang lemah secara diam-diam. Dengan keahlian yang Reg miliki, ia telah berhasil membantu lusinan keluarga lemah yang ditindas oleh para preman kejam.Dengan keahlian yang mereka miliki, Kai dan Reg sama sekali tidak menge
Kai dan Regina memeluk erat tubuh Luna yang gemetar hebat. Gadis itu terlihat sangat ketakutan saat melihat beberapa orang tewas tertembak tepat di depan mata kepalanya. Kejadian mengerikan itu nyaris membuatnya pingsan."Habisi mereka!" Baru saja keluarga kecil itu kembali berkumpul, jari telunjuk Jarwo sudah mengarah pada Kai dan Dars. Dua orang pria yang merupakan anggota TIS yang dulu menghabisinya. Ia seakan tak bisa membiarkan mereka bernapas lega barang sebentar saja.Tanpa membuang waktu lama, seluruh anggota Jarwo segera bersiap pada posisi masing-masing hendak menyerang Kai dan Dars setelah mendengar perintah dari Jarwo."Tidaaak!" Regina berteriak dengan sangat keras saat melihat anggota Jarwo hendak menyerang suaminya.Bugh!Regina melayangkan tendangan tepat di wajah Jarwo hingga membuat pria itu jatuh seketika. Aksi tak terduga yang Regina lakukan, berhasil membuat semua orang yang berada di dalam ruangan itu tercengang dibuatny
Keberanian Luna akhirnya terkumpul setelah tahu bahwa Ayahnya akan membawanya pindah dari kota itu. Ia bahkan begitu semangat saat akan pergi ke sekolah."Cepatlah! Ayah akan mengantarmu." Kai telah berdiri di depan pintu rumah dengan kunci mobil di tangannya."Aku belum pernah melihat kunci mobil itu?" Regina memperhatikan benda yang ada di tangan suaminya dengan seksama."Jangan-jangan kau mendapatkan mobil baru Ayah?" Luna berlari melewati Ayahnya. Ia terlihat tak sabar untuk cepat-cepat keluar dari rumah."Wah, Ibu! Lihatlah!" Regina bergegas mengikuti langkah kaki anaknya. Keduanya terlihat takjub melihat sebuah mobil Land Rover Range Rover Evoque berwarna hitam yang terlihat gagah terparkir di halaman rumah."Masuklah sebelum kau terlambat ke sekolah!" Kai membukakan pintu untuk sang putri, sedangkan mulut Luna masih menganga. Ia masih tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya, gadis itu terlihat begitu bahagia."Kami pergi dulu, S
Kai bergegas memarkirkan mobil sesaat setelah Luna pergi. Lahan parkir yang luas itu sudah tampak penuh oleh kendaraan yang berjajar rapi di sana. Membuatnya sedikit kesulitan untuk memarkirkan mobilnya."Anda bisa parkir di sebelah sini Pak!" Seorang pria paruh baya tiba-tiba berteriak saat melihat Kai dari balik pintu mobil dengan kaca terbuka yang sedang terlihat kebingungan.Kai menganggukkan kepala dengan cepat ke arah pria itu seraya menyunggingkan senyuman padanya. Setelah mobilnya berhasil terparkir, Kai keluar dari dalam mobil lalu menghampiri pria itu."Terima kasih banyak atas bantuan anda." Kai berjalan mendekati pria yang membantunya tadi."Sama-sama, Pak. Apa anda wali murid di sekolah ini?" Pria itu melemparkan pertanyaan pada Kai."Iya Pak. Saya datang untuk bertemu kepala sekolah." jawab Kai jujur."Oh kebetulan sekali, mari sekalian saya antar. Saya juga akan pergi menemuinya." Pria itu terlihat antusias saat mendengar ucap
Roy sebenarnya adalah anak yang baik. Ia memang sering bercanda seolah menindas teman-temannya di sekolah. Namun, semua itu ia lakukan lantaran ia ingin akrab dengan teman-temannya. Sayangnya, banyak dari mereka malah salah paham dengan cara bercandanya. Mereka bahkan takut untuk dekat dengannya mengetahui dirinya adalah anak dari pemilik sekolah.Di sisi lain, sudah lama ia tertarik dengan seorang gadis di sekolahnya, gadis itu tak lain adalah Luna. Ia sering mengerjai Luna seolah seperti menindasnya. Entah mengapa, ia senang melihat ekspresi Luna yang lucu saat ia mengerjainya.Hari itu, saat para pria berbaju serba hitam lengkap dengan senjata yang tampak mengerikan datang menyerang Luna. Roy merasa sangat khawatir tidak akan bisa melihat Luna lagi.Setelah kejadian itu, Luna bahkan sama sekali tidak terlihat di sekolah. Hal itu membuat Roy begitu takut. Ia bahkan melihat berita di tv tentang penangkapan penjahat yang melibatkan keluarga Luna.Ka
2 tahun kemudian.Luna berlari kecil di area dekat rumahnya yang menghadap ke laut lepas. Udara pagi itu masih terasa segar. Embun pun masih hinggap membasahi daun-daun di pepohonan yang memenuhi area pekarangan.Sesekali Luna menghirup udara segar dalam-dalam ke dalam hidungnya. Semenjak tinggal di rumah barunya, Luna selalu menyempatkan diri untuk lari pagi sebelum pergi ke sekolah. Kini ia benar-benar menjaga stamina tubuhnya agar selalu fit."Kau sudah kembali?" Regina terlihat sedang sibuk di dapur saat Luna masuk ke dalam rumah."Iya, Bu." Luna menyahut seraya berjalan mendekati lemari pendingin. Ia meraih botol air mineral dari dalam sana dan segera menenggaknya.Luna kini sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Tubuhnya pun terbilang tinggi sempurna lantaran dua tahun terakhir ini ia sudah tergabung dalam ToughgVrl Club yang membuatnya harus terus berlatih bertarung setiap hari.Kala itu ia harus berusaha keras untuk memohon pa
Leon masih termenung. Ia terus memperhatikan gadis berseragam sekolah yang sedang melawan para preman dari dalam mobilnya.Sebelumnya ia berniat untuk membantunya. Namun, niatnya ia urungkan lantaran gadis yang sedari tadi ia perhatikan ternyata mampu mengalahkan para preman yang berusaha menyakiti anak kecil itu seorang diri."Aku akan menghabisi kalian jika kalian berani menyentuhnya!" Suara Luna terdengar lantang di hadapan para pria yang sudah terkapar di tanah. Ancaman dari mulutnya benar-benar membuat mereka bergidik ngeri."Ampun, kumohon ampuni kami." Salah satu dari mereka terlihat memohon di bawah kaki Luna."Siapa bos kalian? Beritahu aku sekarang!" Luna kembali berteriak. Darah di tubuhnya benar-benar terasa mendidih saat melihat orang dewasa berani menyakiti anak kecil."Ampun Nona. Jika bos tahu kami gagal seperti ini, dia akan menghabisi kami." Salah satu dari preman itu bahkan memegang erat kaki Luna, berharap mendapat belas kasih d
Angel kembali ke markas Tohpati setelah sebelumnya sudah berusaha mencari keberadaan Luna. Gadis itu kehilangan jejak Luna di pinggiran kota."Kalian agen junior terbaik saat ini, kenapa bisa sangat ceroboh?" Ketua tim Tohpati terlihat sangat murka mendapati Angel dan Luna yang menjalankan misi di luar tugasnya."Maafkan kami, Ketua." Hanya permintaan maaf lah yang sanggup Angel katakan demi mendapat bantuan dari anggota Tohpati lainnya."Master Luna bersikeras untuk menghabisi Arnius. Lengannya tertembak, Ketua." Angel berdiri tegak. Namun, kepalanya tertunduk tak berani menatap sang Ketua."Arnius tex bukan ranah kalian, kau tahu itu! Agen senior yang menangani. Ini bukanlah misi yang bisa kalian jadikan permainan." Ketua tim seakan ingin menumpahkan seluruh amarahnya pada gadis yang sedang berdiri di hadapannya."Arnius mengusik Master Luna, Ketua. Itu yang membuatnya marah." Angel masih tertunduk meski ia memberi penjelasan dengan nada suara ya
"Sial! Aku kehilangan gadis itu." Roy memukul kemudi mobilnya dengan sangat keras, ia terus mengumpat di dalam mobilnya. Ia kesal karena kecepatannya berkendara masih kalah jauh dibanding kemampuan Luna. Terlebih, akibat lampu merah yang membuatnya terpaksa berhenti, akhirnya dirinya harus kehilangan jejak gadis yang tanpa ia tahu adalah Luna, orang yang selama ini ia cari.***Mobil yang dikendarai Arnius terus melaju hingga melintasi jalanan sepi yang dipenuhi oleh pepohonan. Meski sudah jauh dari keramaian kota, Luna tetap tak menyerah sedikit pun untuk mengejar orang di balik celakanya keluarga Ely.Sesekali Arnius memperhatikan Luna dari kaca spion mobilnya. Ia memang sengaja memancing Luna ke dalam perangkapnya. Ia berniat mencari lokasi yang tepat untuk membuat Luna jatuh. Hingga akhirnya ia tiba di sebuah tikungan tajam yang ada di dalam area villa pribadi miliknya."Hahaha, rasakan ini!" Ia pun menghentikan laju mobilnya seketika, membuat Luna tak
"Tuan, rumah orang tua gadis kecil itu telah dihancurkan." Seorang pria berlari tergopoh-gopoh mendekati Leon yang saat itu sedang berada di satu ruangan yang sama dengan Luna dan beberapa orang lainnya. Informasi yang terdengar langsung di kedua telinga Luna semakin membuat kesabarannya menipis.Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Luna berjalan keluar meninggalkan rumah Leon begitu saja. Kedua tangannya mengepal, langkahnya mantap. Orang-orang yang berpapasan dengannya pun bergidik ngeri melihat aura kemarahan yang terpancar jelas dalam diri Luna."Kau sudah tiba?" Luna terlihat berbicara sebentar dengan seseorang melalui ponselnya seraya terus melangkahkan kedua kakinya. Namun, ia kembali menyimpan ponselnya di saku celana saat mendapati seorang gadis tengah berdiri di samping sepeda motornya yang tak jauh darinya. Luna pun segera berjalan menghampiri gadis itu."Saya sudah mengirimkan lokasinya pada anda dan ini senjata yang kau minta, Master." Gadis cantik
Sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak tergeletak tak berdaya di sebuah ruangan gelap berukuran cukup besar. Debu-debu tebal yang menempel di hampir seluruh ruangan menunjukkan bahwa tempat itu jarang dijamah manusia. Ruangan itu lebih mirip seperti gudang tua yang terbengkalai."Bangun! Bangun!" Beberapa pria datang membangunkannya dengan paksa.Ketiganya mulai membuka mata pelan. Mereka menatap sekeliling, memperhatikan setiap sudut ruangan dan orang-orang yang ada di dalamnya."Ini penawaran terakhirku. Aku akan melepaskan kalian jika kalian mau pergi dari rumah tua itu." Pria bengis berparas rupawan yang sedari tadi berdiri di hadapan keluarga itu, kini menunduk mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Pak Ilyas."Jika aku harus mati, maka aku akan mati di rumah tua itu!" Pak Ilyas mengeratkan giginya menahan amarah."Sungguh kau ingin melihat anak dan istrimu mati di depan matamu? Hahaha." Arnius tertawa puas. Kedua matany
Beberapa hari sebelumnya.Kulit wajahnya yang keriput telah basah oleh peluh yang mengalir deras. Terik matahari yang menyengat tubuh tuanya seakan tak ia rasakan lagi. Kedua kaki Pak Ilyas terus mengayuh pedal sepeda tuanya. Ia berkeliling menjajakan dagangannya dengan semangat."Pak, es krim!" Suara teriakan sontak membuat Pak Ilyas menghentikan laju sepeda tuanya. Ada gejolak bahagia dalam hatinya karena akhirnya ada juga yang mau membeli dagangannya."Mau yang rasa apa, Nak?" Tangan yang sudah sedikit gemetar, dengan sigap membuka petutup wadah tempat es krim jualannya."Adakah es krim yang membuat perasaan lebih baik, Pak?" Roy menghembuskan napasnya sesaat. Kedua matanya memperhatikan es es yang ada di dalam wadah besar itu."Rasa coklat akan membuatmu merasa lebih baik, Nak." Pak Ilyas menyerahkan satu buah es krim pada Roy sambil menyunggingkan senyuman hangat padanya."Terima kasih, Pak." Roy pun meraih es krimnya dan membalas senyu
Leon masih termenung. Ia terus memperhatikan gadis berseragam sekolah yang sedang melawan para preman dari dalam mobilnya.Sebelumnya ia berniat untuk membantunya. Namun, niatnya ia urungkan lantaran gadis yang sedari tadi ia perhatikan ternyata mampu mengalahkan para preman yang berusaha menyakiti anak kecil itu seorang diri."Aku akan menghabisi kalian jika kalian berani menyentuhnya!" Suara Luna terdengar lantang di hadapan para pria yang sudah terkapar di tanah. Ancaman dari mulutnya benar-benar membuat mereka bergidik ngeri."Ampun, kumohon ampuni kami." Salah satu dari mereka terlihat memohon di bawah kaki Luna."Siapa bos kalian? Beritahu aku sekarang!" Luna kembali berteriak. Darah di tubuhnya benar-benar terasa mendidih saat melihat orang dewasa berani menyakiti anak kecil."Ampun Nona. Jika bos tahu kami gagal seperti ini, dia akan menghabisi kami." Salah satu dari preman itu bahkan memegang erat kaki Luna, berharap mendapat belas kasih d
2 tahun kemudian.Luna berlari kecil di area dekat rumahnya yang menghadap ke laut lepas. Udara pagi itu masih terasa segar. Embun pun masih hinggap membasahi daun-daun di pepohonan yang memenuhi area pekarangan.Sesekali Luna menghirup udara segar dalam-dalam ke dalam hidungnya. Semenjak tinggal di rumah barunya, Luna selalu menyempatkan diri untuk lari pagi sebelum pergi ke sekolah. Kini ia benar-benar menjaga stamina tubuhnya agar selalu fit."Kau sudah kembali?" Regina terlihat sedang sibuk di dapur saat Luna masuk ke dalam rumah."Iya, Bu." Luna menyahut seraya berjalan mendekati lemari pendingin. Ia meraih botol air mineral dari dalam sana dan segera menenggaknya.Luna kini sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Tubuhnya pun terbilang tinggi sempurna lantaran dua tahun terakhir ini ia sudah tergabung dalam ToughgVrl Club yang membuatnya harus terus berlatih bertarung setiap hari.Kala itu ia harus berusaha keras untuk memohon pa
Roy sebenarnya adalah anak yang baik. Ia memang sering bercanda seolah menindas teman-temannya di sekolah. Namun, semua itu ia lakukan lantaran ia ingin akrab dengan teman-temannya. Sayangnya, banyak dari mereka malah salah paham dengan cara bercandanya. Mereka bahkan takut untuk dekat dengannya mengetahui dirinya adalah anak dari pemilik sekolah.Di sisi lain, sudah lama ia tertarik dengan seorang gadis di sekolahnya, gadis itu tak lain adalah Luna. Ia sering mengerjai Luna seolah seperti menindasnya. Entah mengapa, ia senang melihat ekspresi Luna yang lucu saat ia mengerjainya.Hari itu, saat para pria berbaju serba hitam lengkap dengan senjata yang tampak mengerikan datang menyerang Luna. Roy merasa sangat khawatir tidak akan bisa melihat Luna lagi.Setelah kejadian itu, Luna bahkan sama sekali tidak terlihat di sekolah. Hal itu membuat Roy begitu takut. Ia bahkan melihat berita di tv tentang penangkapan penjahat yang melibatkan keluarga Luna.Ka
Kai bergegas memarkirkan mobil sesaat setelah Luna pergi. Lahan parkir yang luas itu sudah tampak penuh oleh kendaraan yang berjajar rapi di sana. Membuatnya sedikit kesulitan untuk memarkirkan mobilnya."Anda bisa parkir di sebelah sini Pak!" Seorang pria paruh baya tiba-tiba berteriak saat melihat Kai dari balik pintu mobil dengan kaca terbuka yang sedang terlihat kebingungan.Kai menganggukkan kepala dengan cepat ke arah pria itu seraya menyunggingkan senyuman padanya. Setelah mobilnya berhasil terparkir, Kai keluar dari dalam mobil lalu menghampiri pria itu."Terima kasih banyak atas bantuan anda." Kai berjalan mendekati pria yang membantunya tadi."Sama-sama, Pak. Apa anda wali murid di sekolah ini?" Pria itu melemparkan pertanyaan pada Kai."Iya Pak. Saya datang untuk bertemu kepala sekolah." jawab Kai jujur."Oh kebetulan sekali, mari sekalian saya antar. Saya juga akan pergi menemuinya." Pria itu terlihat antusias saat mendengar ucap