Seorang pemuda berkulit pucat terus memutar-mutar pulpen di tangannya. Tatapannya menerawang lurus ke depan, entah apa yang sedang ia pikirkan. Dantae tidak fokus sejak tadi, dan ia yakin penyebabnya tak lain adalah sebuah tawaran dari Wooseok beberapa hari yang lalu. Gila, pemuda bermata sipit itu menyuruhnya untuk menjadi cover di katalognya bulan depan. Bukannya Dantae tidak senang, tapi masalahnya, dia tidak suka tampil di depan publik. Bahkan hanya sedikit dari para penggemar yang mengetahui wajah aslinya, itu pun setengah tertutupi topi.
Pemuda yang berasal dari Daegu itu membuang nafas dan mengacak pelan surainya yang berwarna mint. Sudah hampir tiga puluh menit ia membiarkan kertas itu tetap bersih. Tidak, ini tidak boleh terus terjadi atau dia tak akan bisa menghasilkan satu lagu pun hari ini.
Pintu studio dibuka oleh seseorang, menyebabkan udara masuk dari luar karena ia tak cepat-cepat menutupnya lagi. Sosok Ji Seojin terlihat rapi dengan balutan dress putih dan sepatu hak tingginya yang mengkilap. Ia melambaikan tangannya pada Dantae. Sang rapper membiarkan wanita cantik itu memasuki studio dan duduk di sebelahnya. Seojin melengkungkan sebuah senyum manis sambil menyibak rambutnya.
"Siang, Dantae-ya. Wajahmu terlihat sangat kusut." Wanita itu menusuk-nusuk pipinya, membuat kulit pucat itu bergerak pelan.
"Hentikan, Seojin-noona. Aku lelah." Ia bisa mendengar suara tawa Seojin yang kemudian memenuhi studio. Dantae sudah bisa menebak apa yang akan Seojin lakukan jika ia berkunjung di jam makan siang begini.
Alasannya selalu sama, Kang Wooseok.
"Di mana Wooseok?" Benar, kan. Insting Dantae selalu tepat.
Yang lebih muda membuat gestur dengan menunjuk ruangan lain yang ada di dalam sana. Seojin kemudian mengerti dan menepuk singkat pundaknya, berlalu pergi dengan riang.
"Woosoek-ah~"
Oh, tolong lindungi telinga Dantae dari drama cinta sepihak lainnya siang ini. Ia sangat muak.
****
Suasana dalam ruangan itu begitu sepi, hanya terdengar goresan kasar pada lembaran kertas yang sejak tadi memenuhi meja. Myungsuk dan Jihyun sudah membagi tugas selama seminggu ini. Jihyun yang akan membuat plot serta menggambar kerangka, dan Myungsuk yang akan membuat gambar jadinya. Pada dasarnya, Myungsuk suka anime Jepang, sedangkan Jihyun merasa baik untuk mengambil tema manapun. Pada akhirnya, mereka mencoba untuk menggunakan style gambar Manhwa—komik Korea, bukan Manga—komik Jepang.
Dua teman baru itu sepakat untuk mengirimkan naskah mereka ke penerbit bulan depan paling lambat. Dengan deadline tugas kuliah yang lumayan banyak, mau tak mau mereka harus rela membagi waktu. Kadang-kadang, Jihyun maupun Myungsuk bermalam di studio gambar milik bibi dari komikus Yeosong Bunny itu.
Ngomong-ngomong soal Yeosong Bunny, Jihyun jadi penasaran seperti apa orang itu. Dia tidak habis pikir jika komikus favoritnya adalah gadis SMA, dan dia pacar dari seorang ulzzang berkarakter unik seperti Myungsuk.
Myungsuk terlalu konsentrasi dan lagi-lagi tak menggubris ponsel pintarnya yang sudah bergetar sejak tadi. Jihyun sudah berkali-kali memanggilnya, namun pemuda itu hanya menggeleng.
"Demi Tuhan, Myungsuk. Bisakah kau mematikan ponselmu jika memang tidak mau mengangkat panggilan masuk itu?" Jihyun tetap tak mengalihkan fokusnya dari kumpulan kertas yang sedang ia cek kembali. Jujur, ia terlalu malas untuk sekedar memandang wajah temannya itu.
Yang dipanggil hanya berdecak malas dan akhirnya bangkit dari kursi yang sudah ia duduki hampir tiga jam.
"Halo-" Myungsuk dengan enggan mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja dan segera mengangkat panggilan masuk dari seseorang.
"Oh, Namshin-sunbae." Alis Jihyun bertaut mendengarnya. Nama asing milik siapa lagi kali ini.
"Siaran hari ini? Tentu, aku ingat. Dua jam lagi aku berangkat ke Daegu."
"Ya, aku mengerti. Baiklah, sampai jumpa."
Sepertinya si ulzzang sudah memutuskan panggilan itu. Dahinya mengernyit sekarang. Rupanya ada puluhan panggilan tak terjawab memenuhi ponselnya, dan itu berasal dari dua orang yang sama. Orang pertama tentu adalah seseorang yang barusan bicara dengannya. Kalau yang kedua, Jihyun sudah bisa menebak siapa pelakunya.
Tentu saja Nona Yeosong Bunny.
Jihyun ikut bangkit dari duduknya, meregangkan ototnya sebentar kemudian menghampiri Myungsuk.
"Kau berbicara dengan siapa barusan?" Pemuda Daegu itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah Jihyun, dia memiringkan kepala, tak mengerti.
"Jihyun-ah, kita harus mengirimkan naskah chapter petama satu jam lagi. Aku akan segera pulang ke Daegu dua jam dari sekarang."
Nah, ide gila apalagi ini, Hyun Myungsuk? Demi Tuhan, Jihyun lelah.
"Gila. Kau pikir kita bisa menyelesaikan naskah secepat itu?" Manik Jihyun bergulir untuk sekedar menatap ngeri pada puluhan kertas yang memenuhi meja besar di belakang mereka.
Myungsuk mengangguk mantap. "Tentu saja. Lagipula tinggal dua halaman, kan? Kita pasti bisa menyelesaikannya. Ini kan komik pendek, baru peercobaan." Pemuda itu mengingatkan Jihyun pada rencana awal mereka.
Lawan bicaranya kemudian mengalihkan pandangan, menatap Myungsuk lagi.
"Myungsuk, apa kau yakin naskah kita akan diterima?" Jihyun bertanya tak yakin. Kedua bahunya kemudian terasa berat, Myungsuk mendaratkan telapak tangannya di sana.
Ia kembali mengangguk. "Aku yakin, Jihyun-ah. Kita pasti bisa." Ucapan Myungsuk cukup menenangkan, ia berhasil membuat gadis berambut merah muda itu mengangguk ragu setelahnya.
"Kita buktikan perkataanmu, Myungsuk."
****
Suara lemparan kertas di atas meja itu terdengar begitu ngilu di telinga dua sahabat yang baru saja singgah di tempat penerbitan siang ini. Sekarang seorang pria berwajah dingin tengah memandang tak suka ke arah mereka. Myungsuk hanya mampu tersenyum tipis, sedangkan Jihyun sudah was-was sendiri. Matanya yang sipit menatap waspada pada seorang pria yang pernah ia lihat di seberang jalan satu minggu yang lalu.
Jihyun bahkan tidak yakin wajahnya sedingin ini. Senyumannya sungguh menipu tempo hari.
"Ini naskah kalian berdua?" Ekor matanya melirik Myungsuk, membuat pemuda itu segera mengangguk kaku.
"Kami mengerjakannya bersama. Dia yang menciptakan plot, kemudian aku yang menggambar." Myungsuk melirik Jihyun sekilas, ia ikut mengangguk.
Pria di hadapan mereka adalah kepala editor Jang Beomgyu. Ia terkenal ramah dan royal pada bawahannya di luar jam kerja. Tapi saat jam kerja masih berlangsung, ia dikenal cukup kejam dan sangat teliti. Karena ide nekat Myungsuk, sekarang pria itu tengah menatap serius keduanya.
"Dengar, naskah kalian bisa saja diterbitkan. Tapi, menurutku ini masih terlihat seperti novel. Kau harus lebih mendetailkan bagian-bagian ini." Beomgyu menandai bagian-bagian yang masih harus diperbaiki dengan bolpoin merahnya. Myungsuk dan Jihyun memperhatikan dengan seksama dan sesekali mengangguk.
"Idol Championship ... judulnya lumayan menarik. Komik ini bergenre sport dengan sedikit bumbu action, eh? Tapi kurasa, untuk pemula sebaiknya gambar saja Manhwa dengan mengusung plot romantis." Ia memainkan bolpoinnya.
"Jaman sekarang orang akan lebih puas dengan penggambaran yang detail dan cerita cinta yang mendebarkan-"
"-Perbaiki ini semua dan akan kupertimbangkan." Senyuman mulai tampak di wajah Beomgyu, walau samar. Mereka mengangguk lagi dan segera mengambil naskah di tangan Beomgyu.
"Akan kami perbaiki, Beomgyu-ssi. Terima kasih." Myungsuk berkata lebih dulu, kemudian Jihyun juga ikut mengucapkan terima kasih. Setelah menerima respon anggukan dari sang kepala editor, keduanya segera membungkuk hormat dan pergi dari sana.
Setelah kepergian mereka, diam-diam sang kepala editor melengkungkan sebuah senyuman manis di wajahnya.
"95liner, nama pena macam apa itu ... lucu sekali, astaga! Aku harus menceritakannya pada Dantae-hyung kalau dia mampir nanti."
****
Sunmi tidak mempermasalahkan soal komik. Tapi ada sesuatu yang membuatnya panas sekarang. Baru saja ia membuka sosial media dan menemukan kiriman Myungsuk. Pemuda itu tengah berpose bersama sosok asing yang Sunmi yakini sebagai Bae Jihyun. Mereka tersenyum begitu riang dan mengabaikan orang yang berada di sekitar mereka. Sunmi bahkan tidak menyangka Myungsuk hanya akan mengarahkan auto fokusnya ke arah mereka dan memilih memblur objek lainnya. Tangan pemuda itu merangkul pundak Jihyun dengan akrab, dan ujung kepala mereka saling menempel.
"Pose macam apa ini, seperti kembar siam!" Sunmi menggerutu seraya mengetikkan sederet kalimat nista di kolom komentar. Biar saja kekasihnya itu membacanya, ia kesal dengan Myungsuk hari ini
Gadis Busan itu sangat penasaran, apa sebenarnya yang membuat Myungsuk lebih betah berlama-lama dengan Bae Jihyun. Jika diperhatikan dari foto, rasanya Sunmi yakin ia jauh lebih cantik dari gadis bernama Bae Jihyun itu. Ia kembali membaca caption yang Myungsuk buat di sana.
MyunsukHyun
[Photo]
Hari ini chapter pertama dari naskah komik kami sudah selesai. Segera mengirimkannya ke penerbit. Kami akan berjuang!
Tunggu komik kami terbit, ya :)
Hubungi kami jika ingin menyampaikan sesuatu~
[l**k] [l**k]
#HyunMyungsukDisini
#AkuBersamaDenganTemanku
#JihyunssiAdalahOrangYangSangatBaik
Sunmi menautkan alisnya, ia yakin l**k yang Myungsuk kirimkan adalah alamat blog mereka masing-masing. Dengan cekatan, Sunmi memencet keduanya dan mulai melihat blog milik Jihyun. Tatapannya bergulir menelusuri sesuatu, dan senyuman sinis langsung memenuhi wajahnya saat menemukan salah satu postingan Jihyun.
Gadis itu tengah merekomendasikan komik berjudul Busan In Action miliknya ke publik.
"Mudah bagiku untuk mencari informasi." Jarinya dengan cepat mengetik sesuatu dan mulai mengirimkan sebuah email pada Jihyun. Sunmi mengira gadis itu akan membalasnya dalam hitungan menit, namun ternyata Jihyun membalasnya lebih cepat.
Dia pasti sedang online sekarang, pikirnya.
KimSunmi xxxx
Halo, benar kau adalah Bae Jihyun?
BaeJihyun95 xxxx
Selamat siang. Wah, Nona Yeosong Bunny! Benar saya Jihyun. Ada perihal apa anda menghubungi saya?
Sunmi terkekeh membaca deretan kalimat itu. Orang ini benar-benar naif, pikirnya. Sejak kapan orang yang lebih tua berbicara sesopan itu pada seorang bocah labil sepertinya.
KimSunmi xxxx
Jangan terlalu formal begitu. Aku hanya ingin memberi ucapan selamat karena sebentar lagi kau akan debut sebagai komikus.
BaeJihyun95 xxxx
Darimana anda tahu? Saya sangat mengagumi anda. terima kasih banyak, Yeosong-nim.
KimSunmi xxxx
Aku membaca postingan temanmu. Terima kasih kembali. Mau bertemu? Aku kosong sore ini.
BaeJihyun95 xxxx
Anda serius, Yeosong-nim? Tentu saja saya tidak akan menolak.
KimSunmi xxxx
Serius. Kutunggu di Coffee Shop Myday dekat Kantor Penerbit BoRa jam empat sore. Datang tepat waktu, ya. Sampai jumpa di sana.
Sunmi segera menutup halaman itu setelah percakapannya selesai. Ia benar-benar penasaran seperti apa Bae Jihyun itu. Wallpaper di ponselnya kembali tampak saat ia menekan tombol home, menampilkan senyum manis Hyun Myungsuk. Sunmi tersenyum sinis ke arah foto kekasihnya.
"Akan kubalas kau hari ini, Oppa."
****
Ia bercermin lebih lama hari ini. Merapikan tatanan rambutnya dan menyetrika sweater serta jaketnya agar tetap rapi. Bisa saja kan Yeosong Bunny adalah seorang yang mencintai kerapian, jadi dia menjaga penampilannya.
Untuk bertemu langsung dengan idola tidak boleh setengah-setengah. Jihyun bahkan rela membuat riasan wajahnya semenarik mungkin agar Yeosong Bunny senang melihatnya. Dan sebagai bonus, ia juga sudah memesan segelas cappuccino untuknya dan segelas iced americano untuk Yeosong Bunny. Jihyun pernah baca di komik Busan In Action volume 2, Yeosong Bunny bilang ia menyukai iced americano.
Ah, dia pasti orang yang sangat berwibawa dan sangat cantik tentunya.
Saat pintu Coffee shop terbuka, loncengnya berbunyi dan suara derap kaki berdatangan dan keluar. Ada derap kaki yang mendekat ke arah Jihyun, gadis itu sudah bisa menebak siapa orang itu. Ia membenahi posisi duduknya, kemudian mengalihkan pandangannya ke depan. Senyum yang terpatri di wajahnya sejak tadi langsung pudar dan berganti dengan raut heran saat seorang gadis berusia sembilan belas tahunan melangkah dengan begitu yakin ke arahnya dan segera duduk di kursi seberang meja. Gadis itu terlihat menyamankan posisi duduknya, lalu menatap Jihyun dengan senyum tipis.
"Hai, maaf terlambat lima menit."
Jihyun diam saja saat gadis muda itu memiringkan kepalanya dan mengulas senyum yang lebih lebar.
"Maaf, sepertinya kau salah meja. Aku sedang menunggu Nona Yeosong Bunny." Jihyun berkata sambil menunjukkan sebuah komik berjudul Busan In Action di tangan kanannya.
Dahi Sunmi berkerut. Ia menyibak rambutnya ke belakang dan menatap Jihyun dengan tatapan yang aneh.
"Apa maksudmu? Aku ini Yeosong Bunny," jawabnya agak ketus.
Jihyun masih memaku di depannya, benar-benar bingung bagaimana merespon gadis muda ini.
"Ekspresimu itu kenapa? Aku benar-benar Yeosong Bunny." Ia menggerak-gerakan jari telunjuknya. Jihyun terperangah.
"Be-benarkah? Wah, tidak kusangka kau masih sangat muda." Jihyun tertawa canggung, mencoba membuat atmosfir menjadi lebih bersahabat. Ternyata Yeosong Bunny favoritnya punya wajah yang sangat lucu.
"Memang apa yang kau harapkan? Seorang Ahjumma dengan wajah keriput dan rambut beruban?"
Jihyun yakin yang ia dengar selanjutnya bukanlah sebuah kalimat bernada halus seperti sebelumnya. Intonasi bicara Yeosong Bunny itu berubah menjadi sangat dingin dan tajam.
"Jadi kau yang bernama Bae Jihyun? Cih." Bahkan ia mendecih ke arahnya sambil mendelik.
Oh, Tuhan. Cobaan apalagi ini.
Jihyun tentu sadar gadis yang mengaku Yeosong Bunny itu tengah menatapnya begitu tajam dan seolah memperhatikan penampilannya sangat lekat. Ia membuat gestur tak suka, seolah-olah Jihyun adalah musuhnya.
"Rambut merah muda dengan pipi seperti bakpao daging begitu, sungguh tidak menarik!"
Jihyun tidak tahu apakah sekarang gadis itu sedang mencoba untuk menghinanya atau hanya bercanda. Lagipula apa-apaan ucapannya barusan, seharusnya dia sadar kalau pipinya juga seperti bakpao daging.
"Berhenti bersikap sok baik, kau sangat-sangat jauh sekali jika dibandingkan denganku." Gadis itu memiringkan kepalanya dan tersenyum mengejek.
Jihyun diam saja, dia bingung dengan apa yang sedang terjadi. Suara setenang air itu memenuhi indra telinganya dan menciptakan beribu tanda tanya dalam benaknya.
'Bocah ini ... beneran Yeosong Bunny?'
"Matamu kecil dan pipimu benar-benar chubby."
Suara itu semakin memenuhi indra pendengarannya.
"Jelek, pendek-"
Selesai sudah. Sekarang Jihyun benar-benar emosi karena bocah ini dengan seenak jidat menghinanya di depan umum. Beberapa pasang mata bahkan melirik ke arah mereka sekarang.
"Apa maksudmu berkata seperti itu padaku? Kau pasti bukan Yeosong Bunny!" Jihyun berusaha membela diri dan segera bangkit dari duduknya.
Gadis itu mengikuti gesturnya, berdiri dengan wajah sinis kemudian melipat kedua tangannya depan dada dengan arogan. Menyebalkan.
"Bocah labil sepertimu tahu apa soal penampilan." Ia menunjuk-nunjuk wajah Sunmi dengan tangannya.
"Tidak sadar diri, bakpao daging!"
Sunmi merasa emosinya semakin meluap-luap sekarang. Gadis aneh ini ternyata tidak bisa diajak bicara baik-baik, pikirnya. Sedangkan menurut Jihyun, dirinya merasa dihina habis-habisan oleh seorang anak kecil.
"Penampilanmu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan denganku. Lihat, wajahmu seperti bayi-"
SPLASH.
Peristiwa itu terjadi sepersekian detik sebelum Jihyun menyelesaikan kalimatnya. Semua mata yang memandang mereka tak berkedip sedikit pun. Dengan gerakan cepat, tangan Sunmi mengambil segelas iced americano yang tergeletak di atas meja, kemudian membuka tutupnya dan menyiramkan kopi pahit itu ke wajah Jihyun. Masih untung, tidak ada pengunjung yang merekam kejadian itu.
Jihyun memejamkan matanya sejenak, kemudian mengelap wajahnya yang basah dengan tangan. Riasan matanya luntur!!! Sialan, bocah ini mengajak perang rupanya.
"Tidak usah sok akrab denganku. Kau tahu, aku sangat tidak suka iced americano, ini sangat pahit. Menyebalkan." Sunmi melempar gelas itu ke atas meja.
"Hei! Kau mengajukan perang padaku, Bae Jihyun?" Intonasi suara itu meninggi. Oh, apalagi ini. Seharusnya Jihyun yang bilang begitu.
"Jauhi pacarku atau kupastikan kau tidak akan bisa menghirup udara bebas lagi." Jihyun lelah, Tuhan. Sejak kapan ia merebut kekasih orang. Dantae tidak pernah selingkuh, kan?
Ah, lagipula Jihyun yakin jika Dantae punya simpanan, ia tidak akan mau dengan gadis labil egois seperti ini. Dantae itu tipe pemilih, oke.
"Pacarmu yang mana? Aku tidak pernah selingkuh dengan siapapun astaga! Aku sudah punya pacar." Jihyun memijit pelipisnya, pening.
Sunmi diam selama beberapa detik sebelum akhirnya membuang nafas. Tatapan tajam kembali ia layangkan pada gadis bersurai merah muda di hadapannya.
"Pacarku, Hyun Myungsuk!"
Jelas sudah. Sekarang Jihyun tahu siapa yang menjadi biang keladi dari semua masalah ini. Lagi-lagi masalahnya menyangkut ulzzang Daegu itu.
Kalau tidak ingat gadis di hadapannya ini adalah Yeosong Bunny, mungkin Jihyun sudah menjewer kupingnya sekarang.
'Myungsuk sialan!'
****
Jihyun menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, kesal dengan semua yang sudah terjadi hari ini. Sudah cukup dipermalukan seperti tadi, Jihyun tidak akan mau membaca komik Busan In Action lagi. Sialan, ia tidak menyangka seseorang dengan nama pena Yeosong Bunny itu adalah bocah labil yang punya sepasang gigi seperti kelinci.Reputasinya sebagai seorang mahasiswa baru hampir saja tercoreng jika tadi dia kelepasan menjewer kuping gadis itu. Dengan penampilan mencolok seperti itu, tentu saja ia akan mudah dikenali orang. Terlebih, lawannya kali ini adalah bocah SMA, bisa-bisa ia dituduh melakukan kekerasan pada anak dibawah umur."Hyun Myungsuk dan segala kehidupannya memang gila, arrgh!" Jihyun meracau frustrasi di depan halte bus. Saat bus tujuannya tiba, ia melangkahkan kakinya dengan cepat ke dalam sana dan segera mencari tempat duduk, menyamankan posisinya. Gadis Busan itu memasangkan earphone di telinganya dan mulai mencari channel radio f
Suara yang dihasilkan oleh ketukan jemari jenjang pada keyboard laptop memenuhi ruangan kamar yang sunyi. Sosok cantik itu tengah asik dengan blognya, mengabaikan satu sosok lagi yang sekarang tengah sibuk menorehkan goresan-goresan kasar pena di atas kertas putih. Seojin tak mau menatap adiknya yang tampak kesal sejak kepulangannya sore tadi. Kalau tidak salah, tiga puluh menit yang lalu Sunmi cerita soal pertemuannya dengan gadis bernama Bae Jihyun yang membuat hatinya panas akhir-akhir ini. Keributan terjadi setelah Sunmi menyiram wajah Jihyun dengan segelas iced americano yang disaksikan oleh puluhan pasang mata. Sungguh, Seojin tidak mengerti jalan pikiran adiknya, dasar bocah. Wanita cantik itu kemudian menutup halaman blognya saat ia sudah menyelesaikan postingannya, kemudian beranjak dari kasur, menghampiri Sunmi yang asik menggambar di kursinya. Helaan nafas berat terus terdengar ketika ia melangkah mendekati s
Sunmi memutar-mutar pensil di tangannya, tak fokus sedari tadi karena mengingat kata-katanya sendiri beberapa hari yang lalu. Sebenarnya ia tak berniat untuk membuat Myungsuk marah, tapi karena perkataannya tempo hari, sampai sekarang kekasihnya itu belum juga menghubunginya.Waktu istirahat akan berakhir sebentar lagi, dan Sunmi masih belum beranjak dari kursinya sejak bel berbunyi. Panggilan dari teman sekelasnya tak ia hiraukan, seolah pikirannya hanya mampu fokus pada satu hal.Pada Hyun Myungsuk yang ia rasa mulai menjauh.Gadis itu menghela nafas berkali-kali, lelah sendiri dengan skenario bodoh yang sudah ia buat. Sunmi mengutuk Myungsuk dalam hatinya. Brengsek, apa dia masih butuh aku, batinnya. Persetan kau, ulzzang brengsek.Lama bermonolog sendiri, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia lekas mengambilnya dan melihat sebuah pesan masuk yang dikirimkan oleh seseorang beberapa detik yang lalu.
Hujan turun secara tiba-tiba malam ini. Padahal, sejak tadi sore belum ada tanda-tanda akan turun hujan, awan mendung pun tak terlihat. Keempat orang yang baru keluar dari restoran itu menatap tak percaya pada jalanan basah di depan mereka. Hujannya sangat deras, dan sialnya Seojin masih punya pekerjaan."Aku harus menyerahkan file ke Bos sebelum dia berangkat ke luar kota besok." Wanita cantik itu mengoceh panjang lebar sejak mereka mendengar suara hujan. Wooseok sudah ingin menutup telinganya rapat-rapat jika saja bukan Seojin yang sedang berbicara seperti kereta api.Aku tidak peduli, Noona. Persetan dengan semua file milik Bos mu, telingaku rasanya mau pecah, batin Wooseok. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk benar-benar meneriakki Seojin karena ia ingat kalau pekerjaan tetap pujaan hatinya selain food blogger adalah Chef di salah satu hotel bintang lima. Dan demi Tuhan, Wooseok pernah tak sengaja membuka salah satu file milik Seojin. S
Inbox (1)From: Kang WooseokHai, Noona ... apa kabar? Hari ini sudah makan berapa kali? Perlu kutemani ke supermarket, mungkin? Kapan kita bisa bertemu?Inbox (1)From: Kang WooseokSeojin-noona, kau ada di rumah? Aku ingin bertemu :) ayo kita makan siang bersama~Inbox (1)From: Kang WooseokNoona, hari ini luang tidak? Ayo temani aku ke toko sepatu. Oppa di rumah, kan? Aku jemput sekarang, ya ....Inbox: (1)From: Kang WooseokNoona, hangout bersamaku, ya? Aku bosan. Miss u Noona :(****"Bagus, Seojin ... bagus. Ya, ke kiri sedikit."
Myungsuk menyelesaikan tugas kuliahnya tepat pukul sembilan malam ini. Inginnya langsung tidur dan memimpikan anak anjing yang lucu seperti kemarin, tapi sepertinya ia harus mengubur semua keinginannya sekarang, karena lagi-lagi sesuatu bernama deadline terus membuat kedua matanya tetap terjaga semalaman penuh.Ia tidak ingat kapan Jihyun kembali ke rumahnya hari ini. Sejak pagi mood pemuda itu benar-benar buruk. Ia mencoret gambar yang sudah hampir jadi, lalu menggambarnya kembali dengan asal-asalan. Tentu saja hal itu membuat Myungsuk semakin lama mengerjakan gambarnya. Belum lagi jam kuliah yang harus ia kejar. Ini semua benar-benar berat jika dipikir berulang kali, tapi mau bagaimana pun, ia sudah terlanjur mengerjakan semuanya.Pertengkaran dengan Sunmi masih belum selesai. Gadis Busan itu bahkan masih belum menghubunginya sampai sekarang. Tadi pagi Myungsuk menemuinya ke sekolah, bermaksud untuk meminta maaf. Namun sepertinya mood Su
"Dantae-ya, kenapa membeli jajangmyeon di jam segini? Apa kau sangat sibuk akhir-akhir ini?"Dantae kenal baik dengan paman penjual jajangmyeon yang ada di kedai ini. Beliau biasa membuka kedainya dari pukul tujuh malam hingga pukul dua pagi. Biasanya, Dantae makan di sana bersama Wooseok atau Seojin. Tapi sesekali saat Jihyun berkunjung ke Seoul sebelum ia pindah, mereka juga suka kencan di sana, atau membeli jajangmyeon untuk dibawa pulang. Tapi malam ini, tidak ada seorang pun yang bersama Dantae hingga membuat lelaki paruh baya itu bertanya."Ke mana Wooseok dan Seojin?" Ia kembali bertanya sebelum Dantae menjawab.Pria Daegu itu hanya tersenyum sambil mengambil uang kembalian yang diberikan si lelaki paruh baya. Kalau Jihyun tidak sedang merengek seperti tadi, ia pasti akan pergi bersamanya ke kedai ini."Mereka sedang tidak bersamaku. Aku membeli ini untuk kekasihku, dia tiba-tiba ingin makan j
Ini sudah satu jam sejak kepergian Dantae, dan Jihyun masih belum mendapati kekasih cueknya itu kembali. Tidak mungkin Dantae diculik, kan. Lagipula siapa yang mau menculik orang kaku dengan raut wajah datar sepertinya.Tapi lama-lama ia kesal juga.Gadis itu mencoba untuk menghubungi kekasihnya lagi. Lima belas menit yang lalu, ia mengirim pesan pada Dantae tapi sama sekali tak mendapat balasan. Kali ini Jihyun mau langsung meneleponnya saja. Percuma dikirimi pesan lagi kalau tidak ada satu pun balasan.Ia mencari nomor Dantae dan menghubungi, namun tak ada jawaban sama sekali. Teleponnya tersambung tapi tidak diangkat. Sial, ke mana perginya pria cuek itu. Jihyun sudah mengantuk sekarang. Padahal ia ingin melupakan kejadian soal pertengkarannya dengan Sunmi di Coffee Shop itu dengan menghabiskan waktu istirahatnya dengan Dantae. Masa bodoh dengan wangi parfum di baju Dantae kemarin, yang jelas sekarang ia perlu kekasihny
Hokkaido selalu bersalju. Namun, dinginnya gumpalan putih itu tak sedingin perasaan Jihyun sekarang. Ia merasa cemas, sangat cemas hingga tubuhnya nyaris mati rasa. Sudah berjam-jam ia menunggu di koridor rumah sakit. Orang-orang berlalu-lalang untuk mengurus keluarga mereka, atau sekedar menjenguk kerabat yang sangat. Beberapa yang datang menangis karena syok keluarganya menjadi korban kecelakaan, atau yang lebih buruk lagi; mereka menerima informasi bahwa orang yang mereka sayangi telah pergi untuk selama-lamanya."Bagaimana, Jihyun-ah ... apa sudah ada kabar dari dokter?"Jihyun mematai seorang pria berkacamata yang berusia sekitar tiga puluh tahunan di dekatnya. Sosok familiar itu adalah Lee Yunsung, kakak Dantae satu-satunya. Semalam kondisi Dantae sangat drop dan ia dibawa ke rumah sakit. Beruntung, Yunsung tinggal di Jepang dan bisa menemani adiknya di sini."Belum ada, Oppa. Aku sangat cemas, kenapa sampai sekarang
MyunsukHyunTetaplah bersama selamanya. Aku hanya punya kau.#KimMyungsukDisini #AkuBersamaDenganTemanku #IniKembaranku #AkujugamencintaimuJihyunSunmi tersenyum saat melihat notif di ponselnya. Myungsuk mengunggah sebuah foto tautan tangannya bersama seseorang yang ia yakini tangan Jihyun. Oh, melodrama macam apa ini? Bukankah pertemanan mereka hanya berisi komik dan hal-hal konyol lainnya? Sunmi terkekeh melihat itu."Wow, kau bahkan tidak menunjukkan raut marah saat melihat postingan ini." Daehyun menekan-nekan jari telunjuk kirinya di atas layar ponsel Sunmi. Tangan kanannya sudah penuh membawa beberapa kantung makanan."Tidak apa-apa, Daehyun-ah. Sudah kubilang mereka tidak akan macam-macam. Kalau kau mau, kita juga bisa mengunggah foto tangan kita yang sedang bergandengan."Daehyun memutar bola matanya. "Iya, iya. Terserah kau saja Sunmi-ya. Maaf aku tidak tertarik menggenggam t
Dantae berjalan menuju parkiran tempat show di Busan untuk mengambil mobilnya. Artis tidak perlu ragu memarkir di sana. Terlalu ramai di salon membuatnya mau tidak mau mengalah. Ia menyuruh pegawai salon itu memarkirkan mobilnya tak jauh dari sana. Alhasil, karena ketiduran ia harus rela mengirim pesan pada Beomgyu kalau ia akan terlambat.Ia mengecek ponselnya berulang kali, memastikan bahwa Beomgyu tidak menghubunginya. Lantunan musik hiphop memenuhi area jalanan yang padat, namun tak sedikit orang yang memperhatikan layar besar itu. Poster dua rapper ternama terpampang besar di sana. Dantae memakai topi hitamnya, lalu menaikkan tudung mantel dan berjalan sambil tersenyum tipis. Konser awal tahunnya akan segera tiba.Terlalu mengabaikan sekeliling, Dantae terperanjat saat seseorang menabrak bahu kanannya. Ponsel yang dipegang sosok itu jatuh dan spontan Dantae menangkapnya. Ia bernafas lega."Maaf." Suara dingin Dantae t
"Wow, kau benar-benar menungguku di sini." Suara baritone yang sangat dikenalinya berhasil memecah lamunan mengenai kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu. Tentang hubungannya dan Jang Beomgyu yang sudah kandas. Jihyun tidak ingin menyalahkan siapapun lagi untuk semuanya, dia hanya—menyesal karena tidak mendengarkan ucapan Myungsuk waktu itu.Waktu menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh menit saat ia asik tenggelam dalam lamunannya sendiri. Melupakan bahwa kedatangannya di tempat ini bukan untuk melamun, tapi bertemu dengan teman baiknya. Myungsuk melambai dari jarak dua meter dan mulai mengayunkan sepatunya ke arah Jihyun. Kursi Taman yang ia duduki sendiri mulai terasa lebih berat saat Myungsuk ikut duduk di sebelahnya, mematai dari samping."Hitam. Sudah kuduga ini cocok denganmu." Tangan pemuda Daegu itu beralih untuk menyentuh surai temannya yang berubah warna. Merah muda ke hitam. Ini tentu membuat Jihyun harus mengg
Malam hari menyapa, masih dengan cuaca yang membeku. Jihyun duduk sendirian di taman, menunggu Myungsuk menemuinya sebentar lagi. Hampir satu hari ia habiskan untuk pergi ke suatu tempat hari ini setelah mengacaukan semuanya. Walaupun Jihyun bilang ia tidak suka mengacaukannya, sosok bernama Jang Beomgyu itu tetap pergi dengan senyuman dan berkata bahwa semua ini bukanlah salah Jihyun.Namun, tetap saja ia cemas. Sebagai manusia yang berperasaan dan tidak ingin menyakiti orang lain, Jihyun benar-benar merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi di antara dirinya dan Kang Beomgyu."Seharusnya, dari awal aku mendengarkan Myungsuk. Harusnya aku tidak boleh memberi harapan pada Kang Beomgyu jika akhirnya aku melakukan itu untuk pelampiasan."Jihyun menunduk di bangku taman dengan perasaan gelisah yang memenuhi relung hatinya.****Beberapa jam sebelumnya.
"Oh, Wooseok?"Dantae membalas sapaan Wooseok lewat telepon pagi ini. Yang lebih muda menanyakan kenapa ia tidak mampir ke studio—walaupun ini tahun baru, dan tidak mengabarinya sejak kabur bersama Seojin semalam."Ah, Hyung. Kau di mana sekarang?" Dantae tahu saat kalimat itu terucap, Wooseok sudah menuduhnya yang tidak-tidak. Seperti; Dantae sedang bersama Seojin, Dantae sedang bermesraan dengan Seojin, Dantae dan Seojin punya hubungan gelap. Dan hal-hal tidak masuk akal lainnya yang berkaitan dengan Seojin."Aku sedang di Busan, mengganti warna rambutku. Kau pasti tahu alasannya. Omong-omong Seojin-noona sudah mengatakan semuanya."Sebuah pertanyaan kembali dilontarkan Wooseok setelah Dantae menyelesaikan kalimatnya."Kapan kau ke Busan? Kau bisa mati kalau berkeliaran siang-siang begini. Dan, a-apa? Seojin-noona cerita padamu tentang sesuatu, Hyung?""Ck, jangan
Jang Beomgyu memasukan ponselnya ke dalam saku mantel saat ia selesai menghubungi Jihyun. Ini pekerjaan penting, jadi harus cepat dilakukan. Walaupun Beomgyu sedikit tidak mengerti kenapa Jihyun mau keluar rumah di cuaca dingin begini, karena sudah terlanjur, dia hanya membiarkannya.Sepatunya menciptakan bunyi saat menapak di lorong. Lantai tiga nomor seratus sepuluh. Beomgyu mencari kamar yang dimaksud Jihyun dengan seksama. Belum sampai langkahnya di depan pintu, suara asing memekik cukup keras dari pintu sebelah."Hyungnim, apa kau mencari Jihyun-ssi?" Beomgyu spontan menoleh pada sosok itu. Anak laki-laki dengan postur tinggi sedang bersandar di depan pintu rumahnya.Pria itu menyunggingkan sebuah senyum manis sebelum menanggapi ucapannya. "Ah, iya. Aku pacarnya Jihyun. Dia menyuruhku masuk duluan dan mengambil kunci di bawah pot bunga."Anak laki-laki tinggi itu bergeming. Matanya membulat di detik b
Jihyun menikmati sekaleng softdrink yang Wooseok berikan. Meneguknya dengan cepat tanpa memedulikan tatap heran yang dihadiahi di rapper padanya. Bunyi klontang nyaring dari kaleng minuman kosong yang dibuang ke sudut tempat sampah menemani larutnya malam tahun baru. Kembang api perlahan-lahan makin menghilang. Redupnya buyar menemani langkah kaki orang-orang yang kembali ke rumah mereka. Di jam segini, adalah hal gila jika kau menyebutnya sedang hangout bersama seseorang. Wooseok lebih suka menganggapnya—kebetulan."Kau putus dengan Dantae-hyung?" Satu kalimat tanya yang meluncur dari Wooseok membuat Jihyun jengah. Decakan terdengar setelah suara baritone itu berhasil menyelesaikan kalimatnya. Jihyun menoleh, mendapati Wooseok tengah menatap tak biasa ke arahnya, ia meremas kuat kaleng di tangannya."Berhenti menatapku seperti itu, Oppa!" Jihyun tidak suka ini. K
"Kau ini kenapa sebenarnya?" Jihyun menatap nyalang pada Dantae. Dahinya berkerut, "bukankah kau sendiri yang bilang agar aku tak mencarimu lagi? Lalu kenapa justru kau yang datang padaku!?"Dantae terkekeh mendengar ucapan mantan kekasihnya. "Haha, kau benar. Memang aneh. Jika seandainya keadaan berbalik. Misalnya kau yang meninggalkanku ... lalu aku yang merasa rindu, setidaknya itu terdengar lucu. Tapi—""Kau yang meninggalkanku, dan kau yang merasa rindu. Itu terlalu menggelikan, Dantae-ssi.""Kau benar.""Sudahlah, jangan pernah membahas ini lagi. Aku akan pulang!""Tunggu, Jihyun—""Lepaskan aku, Dantae-ssi! Kau seharusnya malu melakukan ini pada orang yang sudah kau buang."Dantae terkekeh mendengar ucapan Jihyun. Benar. Dia memang hanya seorang pria brengsek yang dengan mudah membuang Jihyun begitu saja. Tidak tahu terima kasih. Sudah p