Jihyun menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, kesal dengan semua yang sudah terjadi hari ini. Sudah cukup dipermalukan seperti tadi, Jihyun tidak akan mau membaca komik Busan In Action lagi. Sialan, ia tidak menyangka seseorang dengan nama pena Yeosong Bunny itu adalah bocah labil yang punya sepasang gigi seperti kelinci.
Reputasinya sebagai seorang mahasiswa baru hampir saja tercoreng jika tadi dia kelepasan menjewer kuping gadis itu. Dengan penampilan mencolok seperti itu, tentu saja ia akan mudah dikenali orang. Terlebih, lawannya kali ini adalah bocah SMA, bisa-bisa ia dituduh melakukan kekerasan pada anak dibawah umur.
"Hyun Myungsuk dan segala kehidupannya memang gila, arrgh!" Jihyun meracau frustrasi di depan halte bus. Saat bus tujuannya tiba, ia melangkahkan kakinya dengan cepat ke dalam sana dan segera mencari tempat duduk, menyamankan posisinya. Gadis Busan itu memasangkan earphone di telinganya dan mulai mencari channel radio favoritnya. Mendengarkan acara kesukaan di saat penat begini sepertinya adalah ide bagus.
Tak lama kemudian, acara favoritnya benar-benar dimulai. Ah, Jihyun suka sekali mendengar siaran radio ini, apalagi suara penyiarnya. Benar-benar merdu.
"Derap kaki dari beberapa sosok yang beralaskan sepatu menggebu di atas aspal jalanan. Berlari menyusuri setiap sisi jalan yang ramai ... mengabaikan pekikan histeris orang-orang, hanyut dalam dunia mereka dan menjadi gila untuk sekedar menikmati masa muda,"
"Masa muda itu ... sesuatu yang jahat. Aku tidak berpikir kalian semua akan setuju dan mengatakan hal yang sama. Tapi percayalah, hanya ada kegilaan di masa muda dan hal itulah yang membuat hidup kita kuat sampai sekarang."
Jihyun tersenyum dalam diam. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat tiga puluh malam dan bus tampak sepi. Hanya ada penerangan dari lampu jalan yang temaram, menambah sunyinya malam yang ia lewati seorang diri.
"Selamat malam. Bagaimana kabar kalian? Ini adalah siaran rutin dari radio setiap minggu malam. Ya, benar ... kalian sedang mendengarkan suaraku sekarang-"
"-Kembali lagi bersama M, dalam siaran musik sederhana yang kuberi judul I Love You From Daegu."
"Siapa yang ingin kau ucapkan I Love You pekan ini?"
Samar-samar alunan musik klasik kembali terdengar memenuhi indra pendengarannya. Jihyun menunggu suara merdu itu kembali terdengar setelah jeda yang ia buat selama beberapa detik.
"Sebelum menunggu penelepon hari ini, seperti biasa aku akan memutarkan sebuah lagu untuk kalian. Malam ini kita akan berbicara tentang masa muda. Masa muda yang penuh dengan kenangan persahabatan, teman-teman, pencarian jati diri dan sesuatu yang sulit sekali untuk dilupakan sepanjang sisa hidup kita."
"Untuk kalian semua yang sedang mengenang masa muda bersama dengan teman-teman, aku akan memutarkan sebuah lagu dari grup vokal asal Inggris yang sangat terkenal."
"Mari kita dengarkan bersama ... History dari One Direction."
Setelahnya, Jihyun ikut hanyut dalam alunan lagu yang mengalun lembut. Sebenarnya, ia sangat ingin sekali menghubungi acara ini. Yah, sejak kemunculan program ini tiga bulan yang lalu, Jihyun begitu tertarik dengan suara sang penyiar yang memperkenalkan dirinya sebagai M. Menurutnya, orang dengan identitas misterius itu sangat hebat. Suaranya merdu dan ia pintar membawakan suasana. Sesekali, M menyumbangkan suaranya untuk menyanyikan satu lagu. Setelah itu, seorang penelepon yang beruntung akan mendapat kesempatan untuk curhat sejenak pada pemuda bersuara merdu itu, lalu diakhiri kepada siapa ia ingin mengucapkan I Love You. Tak jarang, banyak gadis yang berkata jika mereka ingin bilang I Love You pada M, dan penyiar itu hanya akan menanggapinya dengan suara tawa lembut.
Bahkan Jihyun yakin M adalah sosok lelaki kalem yang banyak digilai wanita di dunia nyata. Sial, ia hanyut dalam lamunannya sendiri. Sampai sebuah pemikiran gila terlintas di kepalanya. Apa orang bernama M ini lebih tampan dari Dantae?
Jihyun tidak tahu.
****
Belum ada dua puluh detik ia kembali memejamkan matanya, sesuatu yang berat terasa memeluk tubuhnya dari samping. Dantae terpaksa kembali membuka matanya dan melihat kekasihnya tengah melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Dantae sambil memasang raut wajah kesal.
"Lepaskan, Jihyun. Aku tidak bisa bernafas." Dantae berusaha menyingkirkan tubuh kekasihnya, namun tak digubris. Yang lebih muda hanya menggeleng kasar kemudian menarik-narik bajunya.
Jihyun membuang nafas. "Banyak hal menyebalkan hari ini, Oppa. Tapi yang paling parah, wajahku disiram kopi oleh bocah kurang ajar."
Dantae mengerjap. Umpatan macam apa ini. Dantae jarang melihat Jihyun marah. Maka, jika kekasihnya tidak sedang dalam mood yang baik, ia tahu tak akan bisa menahan amarah Jihyun. Gadis Busan itu akan melampiaskannya dengan merengek dan mengomel. Dantae harus lari sekarang juga.
Alunan lagu Runaway Baby milik Bruno Mars terdengar memenuhi ruangan, membuat Jihyun dan Dantae sama-sama terperanjat. Sial, kenapa tetangga mereka berisik sekali di jam malam begini. Serius, itu benar-benar tetangga mereka. Entah kenapa Dantae merasa tetangganya adalah seorang cenayang.
"Ceritakan pelan-pelan, Jihyun." Dantae masih berusaha melepaskan pelukan itu dari pingganya, sementara sang lawan bicara masih belum berniat untuk mengubah posisinya.
Sang rapper menghela nafas. "Jihyun, kau boleh bercerita apapun sampai pagi asalkan menyingkir dari tubuhku." Nada bicara itu terdengar begitu jengkel, Jihyun tahu itu. Tapi ia sama sekali tak mau menuruti ucapan kekasihnya.
Yang lebih muda malah menarik-narik baju yang dipakai Dantae, memukul pelan dada bidangnya, menghembuskan nafas kemudian menatap kekasihnya dengan bibir yang mengerucut.
"Kalau begitu Oppa diam saja malam ini." Sekarang gadis berambut merah muda itu melepaskan jaket yang membalut tubuhnya. Akhirnya ia melepaskan pelukannya dari pinggang Dantae. Tapi raut wajahnya masih cemberut
"Mau apa kau?" Yang lebih tua memalingkan wajahnya karena tersipu malu. Wajah cemberut Jihyun terlihat sangat imut di matanya sekarang.
"Memangnya kenapa? Apa yang kau pikirkan!?" Sekarang gadis itu meninggikan nada suaranya. Jihyun pikir Dantae sedang memikirkan sesuatu yang kotor, makanya ia tiba-tiba tersipu begitu.
"Oppa, jangan kau pikir aku membuka jaketku untuk menggodamu, ya!" Ia menunjuk-nunjuk pria itu sambil memeluk dadanya sendiri.
Dantae mengerjap. "Si-siapa yang bilang!?" Ia ikut meninggikan nada suaranya. Yang membuatnya salah tingkah justru bukan tindakan Jihyun, tapi tuduhannya barusan.
"Aku tidak akan mengingkari janjiku sendiri, ya!"
Banyak pasangan yang melakukan hubungan intim dengan kekasih mereka. Tapi Dantae sudah janji tidak akan menyentuh Jihyun sampai mereka menikah. Ia tidak ingin membuat Jihyun canggung atau memaksanya. Ia ingin hubungan ini berjalan pelan-pelan.
"Kau tidak bohong?" Tanya Jihyun sambil melayangkan tatapan sinis, membuat pria berkulit pucat itu kemudian menggeleng cepat. Bisa gawat kalau Jihyun lebih marah daripada sekarang.
"Aku serius, Bae Jihyun. Jangan berpikiran seperti itu, kau tahu sejak dulu aku mencintaimu dengan tulus."
Lee Dantae memang tidak terlihat seperti pria romantis di drama Korea. Tapi sebenarnya, di balik sifatnya yang cuek, ia selalu memikirkan orang-orang di sekitarnya dan peduli pada mereka. Dantae hanya tidak pernah menunjukkannya secara langsung karena ia tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaannya.
Tapi saat bersama Jihyun, dia menjadi pria yang lembut dan penyayang. Ia juga tidak swgan bersikap romantis di hadapan kekasihnya.
"Oppa, jangan tinggalkan aku, ya." Kedua tangan Jihyun kembali memeluk Dantae dengan erat sembari menyandarkan kepala di dadanya. Bibir gadis itu menyentuh kulit dadanya yang terekspos, terasa dingin seperti es, mungkin pengaruh angin malam dan Air Conditioner. Dengan cepat, Dantae segera membalas pelukan itu dan mengelus pelan surai merah muda kekasihnya.
"Aku tidak akan meninggalkanmu, Jihyun. Setidaknya untuk sekarang, sebelum waktunya tiba untukku pergi."
Bisikan itu menggetarkan hatinya, membuat tangisnya nyaris pecah detik itu juga. Ucapan Dantae sontak membuat Jihyun kembali mengingat sesuatu yang ingin dia lupakan. Selamanya.
****
Suara yang dihasilkan oleh ketukan jemari jenjang pada keyboard laptop memenuhi ruangan kamar yang sunyi. Sosok cantik itu tengah asik dengan blognya, mengabaikan satu sosok lagi yang sekarang tengah sibuk menorehkan goresan-goresan kasar pena di atas kertas putih. Seojin tak mau menatap adiknya yang tampak kesal sejak kepulangannya sore tadi. Kalau tidak salah, tiga puluh menit yang lalu Sunmi cerita soal pertemuannya dengan gadis bernama Bae Jihyun yang membuat hatinya panas akhir-akhir ini. Keributan terjadi setelah Sunmi menyiram wajah Jihyun dengan segelas iced americano yang disaksikan oleh puluhan pasang mata. Sungguh, Seojin tidak mengerti jalan pikiran adiknya, dasar bocah. Wanita cantik itu kemudian menutup halaman blognya saat ia sudah menyelesaikan postingannya, kemudian beranjak dari kasur, menghampiri Sunmi yang asik menggambar di kursinya. Helaan nafas berat terus terdengar ketika ia melangkah mendekati s
Sunmi memutar-mutar pensil di tangannya, tak fokus sedari tadi karena mengingat kata-katanya sendiri beberapa hari yang lalu. Sebenarnya ia tak berniat untuk membuat Myungsuk marah, tapi karena perkataannya tempo hari, sampai sekarang kekasihnya itu belum juga menghubunginya.Waktu istirahat akan berakhir sebentar lagi, dan Sunmi masih belum beranjak dari kursinya sejak bel berbunyi. Panggilan dari teman sekelasnya tak ia hiraukan, seolah pikirannya hanya mampu fokus pada satu hal.Pada Hyun Myungsuk yang ia rasa mulai menjauh.Gadis itu menghela nafas berkali-kali, lelah sendiri dengan skenario bodoh yang sudah ia buat. Sunmi mengutuk Myungsuk dalam hatinya. Brengsek, apa dia masih butuh aku, batinnya. Persetan kau, ulzzang brengsek.Lama bermonolog sendiri, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia lekas mengambilnya dan melihat sebuah pesan masuk yang dikirimkan oleh seseorang beberapa detik yang lalu.
Hujan turun secara tiba-tiba malam ini. Padahal, sejak tadi sore belum ada tanda-tanda akan turun hujan, awan mendung pun tak terlihat. Keempat orang yang baru keluar dari restoran itu menatap tak percaya pada jalanan basah di depan mereka. Hujannya sangat deras, dan sialnya Seojin masih punya pekerjaan."Aku harus menyerahkan file ke Bos sebelum dia berangkat ke luar kota besok." Wanita cantik itu mengoceh panjang lebar sejak mereka mendengar suara hujan. Wooseok sudah ingin menutup telinganya rapat-rapat jika saja bukan Seojin yang sedang berbicara seperti kereta api.Aku tidak peduli, Noona. Persetan dengan semua file milik Bos mu, telingaku rasanya mau pecah, batin Wooseok. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk benar-benar meneriakki Seojin karena ia ingat kalau pekerjaan tetap pujaan hatinya selain food blogger adalah Chef di salah satu hotel bintang lima. Dan demi Tuhan, Wooseok pernah tak sengaja membuka salah satu file milik Seojin. S
Inbox (1)From: Kang WooseokHai, Noona ... apa kabar? Hari ini sudah makan berapa kali? Perlu kutemani ke supermarket, mungkin? Kapan kita bisa bertemu?Inbox (1)From: Kang WooseokSeojin-noona, kau ada di rumah? Aku ingin bertemu :) ayo kita makan siang bersama~Inbox (1)From: Kang WooseokNoona, hari ini luang tidak? Ayo temani aku ke toko sepatu. Oppa di rumah, kan? Aku jemput sekarang, ya ....Inbox: (1)From: Kang WooseokNoona, hangout bersamaku, ya? Aku bosan. Miss u Noona :(****"Bagus, Seojin ... bagus. Ya, ke kiri sedikit."
Myungsuk menyelesaikan tugas kuliahnya tepat pukul sembilan malam ini. Inginnya langsung tidur dan memimpikan anak anjing yang lucu seperti kemarin, tapi sepertinya ia harus mengubur semua keinginannya sekarang, karena lagi-lagi sesuatu bernama deadline terus membuat kedua matanya tetap terjaga semalaman penuh.Ia tidak ingat kapan Jihyun kembali ke rumahnya hari ini. Sejak pagi mood pemuda itu benar-benar buruk. Ia mencoret gambar yang sudah hampir jadi, lalu menggambarnya kembali dengan asal-asalan. Tentu saja hal itu membuat Myungsuk semakin lama mengerjakan gambarnya. Belum lagi jam kuliah yang harus ia kejar. Ini semua benar-benar berat jika dipikir berulang kali, tapi mau bagaimana pun, ia sudah terlanjur mengerjakan semuanya.Pertengkaran dengan Sunmi masih belum selesai. Gadis Busan itu bahkan masih belum menghubunginya sampai sekarang. Tadi pagi Myungsuk menemuinya ke sekolah, bermaksud untuk meminta maaf. Namun sepertinya mood Su
"Dantae-ya, kenapa membeli jajangmyeon di jam segini? Apa kau sangat sibuk akhir-akhir ini?"Dantae kenal baik dengan paman penjual jajangmyeon yang ada di kedai ini. Beliau biasa membuka kedainya dari pukul tujuh malam hingga pukul dua pagi. Biasanya, Dantae makan di sana bersama Wooseok atau Seojin. Tapi sesekali saat Jihyun berkunjung ke Seoul sebelum ia pindah, mereka juga suka kencan di sana, atau membeli jajangmyeon untuk dibawa pulang. Tapi malam ini, tidak ada seorang pun yang bersama Dantae hingga membuat lelaki paruh baya itu bertanya."Ke mana Wooseok dan Seojin?" Ia kembali bertanya sebelum Dantae menjawab.Pria Daegu itu hanya tersenyum sambil mengambil uang kembalian yang diberikan si lelaki paruh baya. Kalau Jihyun tidak sedang merengek seperti tadi, ia pasti akan pergi bersamanya ke kedai ini."Mereka sedang tidak bersamaku. Aku membeli ini untuk kekasihku, dia tiba-tiba ingin makan j
Ini sudah satu jam sejak kepergian Dantae, dan Jihyun masih belum mendapati kekasih cueknya itu kembali. Tidak mungkin Dantae diculik, kan. Lagipula siapa yang mau menculik orang kaku dengan raut wajah datar sepertinya.Tapi lama-lama ia kesal juga.Gadis itu mencoba untuk menghubungi kekasihnya lagi. Lima belas menit yang lalu, ia mengirim pesan pada Dantae tapi sama sekali tak mendapat balasan. Kali ini Jihyun mau langsung meneleponnya saja. Percuma dikirimi pesan lagi kalau tidak ada satu pun balasan.Ia mencari nomor Dantae dan menghubungi, namun tak ada jawaban sama sekali. Teleponnya tersambung tapi tidak diangkat. Sial, ke mana perginya pria cuek itu. Jihyun sudah mengantuk sekarang. Padahal ia ingin melupakan kejadian soal pertengkarannya dengan Sunmi di Coffee Shop itu dengan menghabiskan waktu istirahatnya dengan Dantae. Masa bodoh dengan wangi parfum di baju Dantae kemarin, yang jelas sekarang ia perlu kekasihny
Dantae memutar-mutar pensil di tangan kanannya. Pria Daegu itu masih belum menghasilkan lirik apa pun hari ini. Tangan kirinya ia gunakan untuk memijit pelipis yang terasa pening. Pertengkaran dengan Jihyun semalam masih mengganggu pikirannya, membuatnya tidak fokus bekerja. Ini hari minggu, tapi rasanya seperti tak ada libur dalam kamusnya.Wooseok tidak datang hari ini, katanya ada janji makan siang dengan Seojin-noona. Sedangkan dia harus rela pergi ke studio di jam yang sama seperti hari kerja. Mungkin itu juga yang membuat Jihyun tambah marah sekarang. Gadis itu bahkan tega mengabaikan seluruh teleponnya.Dantae ingat apa yang terjadi tadi pagi. Jihyun terus diam dan itu berarti dia benar-benar marah. Pukul empat lebih tiga puluh menit ia memarkir mobilnya di depan kantor penerbit BoRa, dan ia harus memaksa kekasihnya agar mau bicara padanya sepanjang perjalanan. Marahnya Jihyun yang paling menyeramkan adalah diam, dan Dantae sudah ja
Hokkaido selalu bersalju. Namun, dinginnya gumpalan putih itu tak sedingin perasaan Jihyun sekarang. Ia merasa cemas, sangat cemas hingga tubuhnya nyaris mati rasa. Sudah berjam-jam ia menunggu di koridor rumah sakit. Orang-orang berlalu-lalang untuk mengurus keluarga mereka, atau sekedar menjenguk kerabat yang sangat. Beberapa yang datang menangis karena syok keluarganya menjadi korban kecelakaan, atau yang lebih buruk lagi; mereka menerima informasi bahwa orang yang mereka sayangi telah pergi untuk selama-lamanya."Bagaimana, Jihyun-ah ... apa sudah ada kabar dari dokter?"Jihyun mematai seorang pria berkacamata yang berusia sekitar tiga puluh tahunan di dekatnya. Sosok familiar itu adalah Lee Yunsung, kakak Dantae satu-satunya. Semalam kondisi Dantae sangat drop dan ia dibawa ke rumah sakit. Beruntung, Yunsung tinggal di Jepang dan bisa menemani adiknya di sini."Belum ada, Oppa. Aku sangat cemas, kenapa sampai sekarang
MyunsukHyunTetaplah bersama selamanya. Aku hanya punya kau.#KimMyungsukDisini #AkuBersamaDenganTemanku #IniKembaranku #AkujugamencintaimuJihyunSunmi tersenyum saat melihat notif di ponselnya. Myungsuk mengunggah sebuah foto tautan tangannya bersama seseorang yang ia yakini tangan Jihyun. Oh, melodrama macam apa ini? Bukankah pertemanan mereka hanya berisi komik dan hal-hal konyol lainnya? Sunmi terkekeh melihat itu."Wow, kau bahkan tidak menunjukkan raut marah saat melihat postingan ini." Daehyun menekan-nekan jari telunjuk kirinya di atas layar ponsel Sunmi. Tangan kanannya sudah penuh membawa beberapa kantung makanan."Tidak apa-apa, Daehyun-ah. Sudah kubilang mereka tidak akan macam-macam. Kalau kau mau, kita juga bisa mengunggah foto tangan kita yang sedang bergandengan."Daehyun memutar bola matanya. "Iya, iya. Terserah kau saja Sunmi-ya. Maaf aku tidak tertarik menggenggam t
Dantae berjalan menuju parkiran tempat show di Busan untuk mengambil mobilnya. Artis tidak perlu ragu memarkir di sana. Terlalu ramai di salon membuatnya mau tidak mau mengalah. Ia menyuruh pegawai salon itu memarkirkan mobilnya tak jauh dari sana. Alhasil, karena ketiduran ia harus rela mengirim pesan pada Beomgyu kalau ia akan terlambat.Ia mengecek ponselnya berulang kali, memastikan bahwa Beomgyu tidak menghubunginya. Lantunan musik hiphop memenuhi area jalanan yang padat, namun tak sedikit orang yang memperhatikan layar besar itu. Poster dua rapper ternama terpampang besar di sana. Dantae memakai topi hitamnya, lalu menaikkan tudung mantel dan berjalan sambil tersenyum tipis. Konser awal tahunnya akan segera tiba.Terlalu mengabaikan sekeliling, Dantae terperanjat saat seseorang menabrak bahu kanannya. Ponsel yang dipegang sosok itu jatuh dan spontan Dantae menangkapnya. Ia bernafas lega."Maaf." Suara dingin Dantae t
"Wow, kau benar-benar menungguku di sini." Suara baritone yang sangat dikenalinya berhasil memecah lamunan mengenai kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu. Tentang hubungannya dan Jang Beomgyu yang sudah kandas. Jihyun tidak ingin menyalahkan siapapun lagi untuk semuanya, dia hanya—menyesal karena tidak mendengarkan ucapan Myungsuk waktu itu.Waktu menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh menit saat ia asik tenggelam dalam lamunannya sendiri. Melupakan bahwa kedatangannya di tempat ini bukan untuk melamun, tapi bertemu dengan teman baiknya. Myungsuk melambai dari jarak dua meter dan mulai mengayunkan sepatunya ke arah Jihyun. Kursi Taman yang ia duduki sendiri mulai terasa lebih berat saat Myungsuk ikut duduk di sebelahnya, mematai dari samping."Hitam. Sudah kuduga ini cocok denganmu." Tangan pemuda Daegu itu beralih untuk menyentuh surai temannya yang berubah warna. Merah muda ke hitam. Ini tentu membuat Jihyun harus mengg
Malam hari menyapa, masih dengan cuaca yang membeku. Jihyun duduk sendirian di taman, menunggu Myungsuk menemuinya sebentar lagi. Hampir satu hari ia habiskan untuk pergi ke suatu tempat hari ini setelah mengacaukan semuanya. Walaupun Jihyun bilang ia tidak suka mengacaukannya, sosok bernama Jang Beomgyu itu tetap pergi dengan senyuman dan berkata bahwa semua ini bukanlah salah Jihyun.Namun, tetap saja ia cemas. Sebagai manusia yang berperasaan dan tidak ingin menyakiti orang lain, Jihyun benar-benar merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi di antara dirinya dan Kang Beomgyu."Seharusnya, dari awal aku mendengarkan Myungsuk. Harusnya aku tidak boleh memberi harapan pada Kang Beomgyu jika akhirnya aku melakukan itu untuk pelampiasan."Jihyun menunduk di bangku taman dengan perasaan gelisah yang memenuhi relung hatinya.****Beberapa jam sebelumnya.
"Oh, Wooseok?"Dantae membalas sapaan Wooseok lewat telepon pagi ini. Yang lebih muda menanyakan kenapa ia tidak mampir ke studio—walaupun ini tahun baru, dan tidak mengabarinya sejak kabur bersama Seojin semalam."Ah, Hyung. Kau di mana sekarang?" Dantae tahu saat kalimat itu terucap, Wooseok sudah menuduhnya yang tidak-tidak. Seperti; Dantae sedang bersama Seojin, Dantae sedang bermesraan dengan Seojin, Dantae dan Seojin punya hubungan gelap. Dan hal-hal tidak masuk akal lainnya yang berkaitan dengan Seojin."Aku sedang di Busan, mengganti warna rambutku. Kau pasti tahu alasannya. Omong-omong Seojin-noona sudah mengatakan semuanya."Sebuah pertanyaan kembali dilontarkan Wooseok setelah Dantae menyelesaikan kalimatnya."Kapan kau ke Busan? Kau bisa mati kalau berkeliaran siang-siang begini. Dan, a-apa? Seojin-noona cerita padamu tentang sesuatu, Hyung?""Ck, jangan
Jang Beomgyu memasukan ponselnya ke dalam saku mantel saat ia selesai menghubungi Jihyun. Ini pekerjaan penting, jadi harus cepat dilakukan. Walaupun Beomgyu sedikit tidak mengerti kenapa Jihyun mau keluar rumah di cuaca dingin begini, karena sudah terlanjur, dia hanya membiarkannya.Sepatunya menciptakan bunyi saat menapak di lorong. Lantai tiga nomor seratus sepuluh. Beomgyu mencari kamar yang dimaksud Jihyun dengan seksama. Belum sampai langkahnya di depan pintu, suara asing memekik cukup keras dari pintu sebelah."Hyungnim, apa kau mencari Jihyun-ssi?" Beomgyu spontan menoleh pada sosok itu. Anak laki-laki dengan postur tinggi sedang bersandar di depan pintu rumahnya.Pria itu menyunggingkan sebuah senyum manis sebelum menanggapi ucapannya. "Ah, iya. Aku pacarnya Jihyun. Dia menyuruhku masuk duluan dan mengambil kunci di bawah pot bunga."Anak laki-laki tinggi itu bergeming. Matanya membulat di detik b
Jihyun menikmati sekaleng softdrink yang Wooseok berikan. Meneguknya dengan cepat tanpa memedulikan tatap heran yang dihadiahi di rapper padanya. Bunyi klontang nyaring dari kaleng minuman kosong yang dibuang ke sudut tempat sampah menemani larutnya malam tahun baru. Kembang api perlahan-lahan makin menghilang. Redupnya buyar menemani langkah kaki orang-orang yang kembali ke rumah mereka. Di jam segini, adalah hal gila jika kau menyebutnya sedang hangout bersama seseorang. Wooseok lebih suka menganggapnya—kebetulan."Kau putus dengan Dantae-hyung?" Satu kalimat tanya yang meluncur dari Wooseok membuat Jihyun jengah. Decakan terdengar setelah suara baritone itu berhasil menyelesaikan kalimatnya. Jihyun menoleh, mendapati Wooseok tengah menatap tak biasa ke arahnya, ia meremas kuat kaleng di tangannya."Berhenti menatapku seperti itu, Oppa!" Jihyun tidak suka ini. K
"Kau ini kenapa sebenarnya?" Jihyun menatap nyalang pada Dantae. Dahinya berkerut, "bukankah kau sendiri yang bilang agar aku tak mencarimu lagi? Lalu kenapa justru kau yang datang padaku!?"Dantae terkekeh mendengar ucapan mantan kekasihnya. "Haha, kau benar. Memang aneh. Jika seandainya keadaan berbalik. Misalnya kau yang meninggalkanku ... lalu aku yang merasa rindu, setidaknya itu terdengar lucu. Tapi—""Kau yang meninggalkanku, dan kau yang merasa rindu. Itu terlalu menggelikan, Dantae-ssi.""Kau benar.""Sudahlah, jangan pernah membahas ini lagi. Aku akan pulang!""Tunggu, Jihyun—""Lepaskan aku, Dantae-ssi! Kau seharusnya malu melakukan ini pada orang yang sudah kau buang."Dantae terkekeh mendengar ucapan Jihyun. Benar. Dia memang hanya seorang pria brengsek yang dengan mudah membuang Jihyun begitu saja. Tidak tahu terima kasih. Sudah p