Hujan turun secara tiba-tiba malam ini. Padahal, sejak tadi sore belum ada tanda-tanda akan turun hujan, awan mendung pun tak terlihat. Keempat orang yang baru keluar dari restoran itu menatap tak percaya pada jalanan basah di depan mereka. Hujannya sangat deras, dan sialnya Seojin masih punya pekerjaan.
"Aku harus menyerahkan file ke Bos sebelum dia berangkat ke luar kota besok." Wanita cantik itu mengoceh panjang lebar sejak mereka mendengar suara hujan. Wooseok sudah ingin menutup telinganya rapat-rapat jika saja bukan Seojin yang sedang berbicara seperti kereta api.
Aku tidak peduli, Noona. Persetan dengan semua file milik Bos mu, telingaku rasanya mau pecah, batin Wooseok. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk benar-benar meneriakki Seojin karena ia ingat kalau pekerjaan tetap pujaan hatinya selain food blogger adalah Chef di salah satu hotel bintang lima. Dan demi Tuhan, Wooseok pernah tak sengaja membuka salah satu file milik Seojin. Semuanya berisi bahan untuk presentasi hidangan mahal.
"Ya sudah, aku akan mengantarmu ke rumah Bos mu sekarang, Noona." Tak ingin telinganya menjadi lebih sakit karema ocehan Seojin, Wooseok akhirnya angkat bicara,
"Cepat naik ke mobilku."
Seojin langsung menoleh ketika suara berat milik Wooseok memintanya untuk naik ke mobil. Mata Seojin berbinar, siapa sangka ada seorang rapper terkenal yang berbaik hati padanya. Senyum manis langsung mengembang di wajahnya. Sunmi melihat ekspresi kakaknya, ia hanya menghela nafas karena sudah hafal dengan setiap gerak-gerik Seojin yang menurutnya agak berlebihan.
"Yeeey, thanks Wooseok-ah, kau baik sekali." Ia merapatkan tubuhnya ke arah Wooseok dan memeluk lengannya.
Wooseok terkekeh. "Iya, jangan sungkan, Noona. Sunmi, kau pulang bersama Dantae-hyung saja, ya?" Setelah itu, Wooseok segera melayangkan tatapan penuh harap pada dua orang yang masih sibuk dengan lamunan mereka, membuat Sunmi terperangah.
Pulang dengan Dantae, katanya?
"Ah, kurasa Dantae-oppa akan keberatan." Gadis itu melirik Dantae yang diam di sebelahnya, menggaruk canggung tengkuknya.
"Dantae-ya, tolong antarkan adikku sampai apartemen, ya. Kau tahu kan di mana alamatnya?" Kali ini suara Seojin yang terdengar, Sunmi meneguk ludah.
Dantae melirik tiga orang di sana dengan wajah datar, sesekali berusaha mengintimidasi Wooseok dengan tatapannya, namun hasilnya nihil.
"Baiklah, ayo pulang denganku."
Sial, Sunmi tidak suka terjebak dalam situasi seperti ini!
Setelah dua sejoli itu pergi, Sunmi melambai ke arah mobil Wooseok yang mulai menjauh, mengabaikan Dantae yang sejak tadi menatapnya. Ia mengalihkan pandangan, melihat kilatan tajam di mata rapper itu seolah tengah berusaha mengintimidasinya sekarang.
"Aku tidak bawa payung, mendekatlah." Bersamaan dengan kalimat yang terlontar dari bibir pria Daegu itu, tubuh Sunmi ditarik mendekat.
Ckrek.
Dantae menutupi sebagian tubuhnya dengan mantel miliknya, membuat jarak mereka sangat rapat. Keduanya berlari menuju mobil Dantae. Sang pemilik kemudian membuka pintu mobil itu dan mempersilahkan Sunmi untuk segera masuk.
Ckrek.
Yang lebih muda menurut saja karena tidak punya pilihan lain. Sunmi tidak bawa jaket hari ini, dan situasi hujan ini justru menjebaknya. Ia harus terjebak dalam satu mobil dengan seorang manusia super cuek yang punya wajah seputih vampir bernama Lee Dantae.
Setelah mendudukkan dirinya dengan nyaman, entah kenapa Sunmi menyadari sesuatu. Sebelum mobil itu melaju, Sunmi termenung. Dantae diam menatapnya. Ia yakin sekali, sejak Dantae menarik tubuhnya, ia mendengar suara kamera. Mereka yang sudah sering menggunakan benda itu tahu betul bagaimana suaranya.
"Ada apa?" Suara dingin milik Dantae kembali mengintimidasinya. Sunmi tersadar lalu menggeleng cepat.
"Tidak ada apa-apa, Oppa. Ayo jalan." Ia berusaha menyembunyikan kekhawatiran yang mulai memenuhi relungnya.
Pemuda cuek itu tak menjawab, lekas menyalakan mesin mobil, kemudian melaju menerobos hujan malam ini.
"Halo, Bos ... aku dapat sesuatu yang menarik soal Dan T."
"Berita bulan depan? Wow, sepertinya akan sangat menarik."
"Baiklah, aku akan mengikuti mereka. Dan kupastikan untuk menyerahkan file ke redaksi secepatnya."
Tak jauh dari mereka, seorang pria paruh baya tengah tersenyum puas sambil melihat dua objek manusia yang terlihat mesra di kamera. Ia baru saja memotret keduanya tanpa mereka sadari.
"Berita ini pasti akan meledak."
****
"Hujannya semakin deras, jalannya pasti licin. Aku tidak berani mengambil risiko dengan menerobos di tengah hujan deras begini. Malam ini kita menginap di hotel saja."
Sunmi membuang nafas berkali-kali, jelas sekali tak nyaman dengan situasi ini. Saat mereka baru sepuluh menit memacu kendaraan, hujan turun semakin deras. Akhirnya Dantae memutuskan untuk menghentikan mobilnya dan memilih untuk menepi di sebuah hotel. Itu jelas bukan hotel murah. Sunmi mengagumi desain interior mewah yang memenuhi di setiap sudut dari hotel ini. Kasurnya sangat besar, lampunya begitu terang, peralatannya mewah. Suasananya pun sangat romantis. Mendukung sekali untuk pasangan yang akan bulan madu. Hotel bintang lima.
"Kau menyuruhku tidur di kasur sebesar ini, Oppa?" Sunmi menatap takjub pada kasur berukuran besar di depannya. Dantae mengangguk.
"Tentu saja. Kita akan tidur di kasur itu."
Sekarang mata Sunmi justru mengerjap, mencoba untuk mencerna kalimat yang baru saja Dantae ucapkan. Apa katanya ... kita? Maksudnya-
“Tapi, Oppa … kita kan—“
“Laki-laki dan perempuan?” Sunmi mengangguk pelan ketika Dantae kembali berbicara.
“Jangan khawatir. Aku tidak akan melakukan apapun padamu. Kau adiknya Seojin-noona, berarti sudah seperti adikku juga.”
Kalimat itu membuat Sunmi terdiam. “Tapi—“
"Kita akan tidur di kasur itu. Tidak ada penolakan. Cepat tidur. Kau seorang siswa, tidak baik tidur terlalu malam." Pria itu masih cuek saja, melontarkan kalimat tanpa beban sedikit pun. Ia beranjak ke tempat tidur dan segera membaringkan tubuh kurusnya di sana, bergumul dengan selimut.
Sunmi meringis. Ia merasa situasi ini begitu salah. Tapi ia tidak punya pilihan lain. Tidak mungkin ia menerobos hujan sendirian, Dantae tidak akan mengizinkannya. Jika ia punya uang, mungkin ia akan memilih untuk menyewa kamar lain di hotel ini.
Pelan-pelan, kaki jenjang itu ikut melangkah menuju tempat tidur berukuran king size yang dibalut sprei putih. Ia turut membaringkan tubuhnya, sedikit jauh dari Dantae, menarik selimut yang sama dan mencoba untuk memejamkan mata.
"Sunmi-ya, kalau merasa dingin kau boleh mendekat. Aku tidak akan macam-macam. Selamat malam."
Walaupun Dantae bilang ia tidak akan macam-macam, tapi tetap saja, Sunmi merasa wajahnya panas setelah mendengar kata-kata pria itu. Ia memikirkan sesuatu, adegan ini persis seperti film romantis bertema dewasa yang sering Sunmi tonton setiap sabtu malam. Dua orang tidur di kamar hotel yang sama, kemudian si tokoh pria mencoba untuk membuai sang tokoh wanita. Pada awalnya, semua tampak baik-baik saja seperti tidak ada hal yang akan terjadi. Namun semuanya akan berakhir dengan pakaian yang ditanggalkan dengan brutal serta decitan ranjang yang menusuk telinga.
Sunmi ngeri membayangkannya. Tubuhnya tidak bereaksi saat Myungsuk membicarakan soal seks secara frontal di hadapannya. Namun hanya dengan satu kalimat yang diucapkan oleh Dantae, dadanya berdebar-debar.
Ah, mungkin karena usia Dantae lebih dewasa dari Myungsuk. Dan dia terlihat ... lebih panas?
****
Tunggu, apa yang Dantae lakukan padanya tadi malam? Ini tidak benar, 'kan.
Gadis Busan itu dengan cepat menampik hal-hal aneh yang memenuhi kepalanya. Tubuhnya dipaksa duduk dalam sekali gerakan dan membuat kepalanya terasa pening. Ia menyentuh tubuhnya sendiri.-
-Huft, syukurlah. Ia masih berpakaian lengkap.
Sunmi menghela nafas lega dan mengelus dadanya. Siapa sangka, bermalam dengan Dan T menjadi hal yang mendebarkan tanpa sebab. Jelas sekali, ia tak pernah tidur dengan pria mana pun sebelum ini, membuat jantungnya berpacu cepat.
Mengabaikan sinar mentari yang mulai terasa menyengat, ia bangkit dari kasurnya dan segera berjalan menuju meja nakas. Ada secarik kertas yang tergeletak dengan tulisan memenuhi bagian tengahnya.
"Aku harus kembali ke studio musik pagi ini. Kalau kau masih mengantuk tidur lagi saja, aku sudah membayar sewa kamarnya. Maaf tidak sempat menyapa selamat pagi."
PS: Aku tidak suka matahari jadi aku pergi pagi-pagi sekali.
- Lee Dantae-
"Tidak suka matahari, katanya? Pantas saja kulitnya sangat putih. Sebenarnya dia itu manusia atau vampir?"
Sejenak, gadis itu tertawa sendiri dan memikirkan betapa konyolnya Dan T ini. Sialan, jangan sampai gara-gara kejadian ini rasa sukanya pada Dan T malah bertambah. Ia hanya sedikit mengaguminya karena pria itu punya pesona yang unik.
Tawa itu kemudian berhenti, Sunmi merasa waktunya melambat, rasa sesak di dadanya kembali ketika ia tak sengaja mengingat momen saat Dantae menarik tubuhnya dalam rintik hujan. Ia tahu sikap Dantae sangat dewasa, namun seseorang di sana akan tersenyum getir jika saja dirinya mengetahui kejadian ini.
Kejadian yang dilakukan kekasihnya bersama orang lain semalam.
Maka hanya ada senyum hambar yang menghiasi wajah Sunmi pagi itu.
"Myungsuk-oppa, maafkan aku karena tidak memberitahumu."
****
Inbox (1)From: Kang WooseokHai, Noona ... apa kabar? Hari ini sudah makan berapa kali? Perlu kutemani ke supermarket, mungkin? Kapan kita bisa bertemu?Inbox (1)From: Kang WooseokSeojin-noona, kau ada di rumah? Aku ingin bertemu :) ayo kita makan siang bersama~Inbox (1)From: Kang WooseokNoona, hari ini luang tidak? Ayo temani aku ke toko sepatu. Oppa di rumah, kan? Aku jemput sekarang, ya ....Inbox: (1)From: Kang WooseokNoona, hangout bersamaku, ya? Aku bosan. Miss u Noona :(****"Bagus, Seojin ... bagus. Ya, ke kiri sedikit."
Myungsuk menyelesaikan tugas kuliahnya tepat pukul sembilan malam ini. Inginnya langsung tidur dan memimpikan anak anjing yang lucu seperti kemarin, tapi sepertinya ia harus mengubur semua keinginannya sekarang, karena lagi-lagi sesuatu bernama deadline terus membuat kedua matanya tetap terjaga semalaman penuh.Ia tidak ingat kapan Jihyun kembali ke rumahnya hari ini. Sejak pagi mood pemuda itu benar-benar buruk. Ia mencoret gambar yang sudah hampir jadi, lalu menggambarnya kembali dengan asal-asalan. Tentu saja hal itu membuat Myungsuk semakin lama mengerjakan gambarnya. Belum lagi jam kuliah yang harus ia kejar. Ini semua benar-benar berat jika dipikir berulang kali, tapi mau bagaimana pun, ia sudah terlanjur mengerjakan semuanya.Pertengkaran dengan Sunmi masih belum selesai. Gadis Busan itu bahkan masih belum menghubunginya sampai sekarang. Tadi pagi Myungsuk menemuinya ke sekolah, bermaksud untuk meminta maaf. Namun sepertinya mood Su
"Dantae-ya, kenapa membeli jajangmyeon di jam segini? Apa kau sangat sibuk akhir-akhir ini?"Dantae kenal baik dengan paman penjual jajangmyeon yang ada di kedai ini. Beliau biasa membuka kedainya dari pukul tujuh malam hingga pukul dua pagi. Biasanya, Dantae makan di sana bersama Wooseok atau Seojin. Tapi sesekali saat Jihyun berkunjung ke Seoul sebelum ia pindah, mereka juga suka kencan di sana, atau membeli jajangmyeon untuk dibawa pulang. Tapi malam ini, tidak ada seorang pun yang bersama Dantae hingga membuat lelaki paruh baya itu bertanya."Ke mana Wooseok dan Seojin?" Ia kembali bertanya sebelum Dantae menjawab.Pria Daegu itu hanya tersenyum sambil mengambil uang kembalian yang diberikan si lelaki paruh baya. Kalau Jihyun tidak sedang merengek seperti tadi, ia pasti akan pergi bersamanya ke kedai ini."Mereka sedang tidak bersamaku. Aku membeli ini untuk kekasihku, dia tiba-tiba ingin makan j
Ini sudah satu jam sejak kepergian Dantae, dan Jihyun masih belum mendapati kekasih cueknya itu kembali. Tidak mungkin Dantae diculik, kan. Lagipula siapa yang mau menculik orang kaku dengan raut wajah datar sepertinya.Tapi lama-lama ia kesal juga.Gadis itu mencoba untuk menghubungi kekasihnya lagi. Lima belas menit yang lalu, ia mengirim pesan pada Dantae tapi sama sekali tak mendapat balasan. Kali ini Jihyun mau langsung meneleponnya saja. Percuma dikirimi pesan lagi kalau tidak ada satu pun balasan.Ia mencari nomor Dantae dan menghubungi, namun tak ada jawaban sama sekali. Teleponnya tersambung tapi tidak diangkat. Sial, ke mana perginya pria cuek itu. Jihyun sudah mengantuk sekarang. Padahal ia ingin melupakan kejadian soal pertengkarannya dengan Sunmi di Coffee Shop itu dengan menghabiskan waktu istirahatnya dengan Dantae. Masa bodoh dengan wangi parfum di baju Dantae kemarin, yang jelas sekarang ia perlu kekasihny
Dantae memutar-mutar pensil di tangan kanannya. Pria Daegu itu masih belum menghasilkan lirik apa pun hari ini. Tangan kirinya ia gunakan untuk memijit pelipis yang terasa pening. Pertengkaran dengan Jihyun semalam masih mengganggu pikirannya, membuatnya tidak fokus bekerja. Ini hari minggu, tapi rasanya seperti tak ada libur dalam kamusnya.Wooseok tidak datang hari ini, katanya ada janji makan siang dengan Seojin-noona. Sedangkan dia harus rela pergi ke studio di jam yang sama seperti hari kerja. Mungkin itu juga yang membuat Jihyun tambah marah sekarang. Gadis itu bahkan tega mengabaikan seluruh teleponnya.Dantae ingat apa yang terjadi tadi pagi. Jihyun terus diam dan itu berarti dia benar-benar marah. Pukul empat lebih tiga puluh menit ia memarkir mobilnya di depan kantor penerbit BoRa, dan ia harus memaksa kekasihnya agar mau bicara padanya sepanjang perjalanan. Marahnya Jihyun yang paling menyeramkan adalah diam, dan Dantae sudah ja
Beomgyu tidak mengajak Jihyun makan siang di luar. Pemuda itu memesan delivery dengan alasan agar tugas mereka bisa tetap dikerjakan sambil makan. Beomgyu banyak menghibur hingga membuat Jihyun tertawa. Sepertinya pemuda itu akan masuk ke dalam list teman baiknya setelah ini."Kau tahu apa yang paling lucu mengenai tetangga lama yang aku ceritakan ini?" Ah, ya. Mereka sedang membicarakan tentang tetangga lama Beomgyu beserta kekonyolan dalam pertemanan mereka sejak tadi. Jihyun hampir tak berhenti tertawa, karena demi apa pun, kedengarannya teman lama Beomgyu ini adalah orang yang bodoh."Apa, Oppa? Apa?" Jihyun berujar tidak sabar, menatap Beomgyu dengan manik berbinar. Beomgyu menepuk-nepuk pahanya sendiri untuk menghentikan tawanya."Dia suka sekali meminjam celana pendekku dan lupa mengembalikannya."Jihyun tertawa lagi."Oh, iya! Dia juga seperti kakek-kakek, kerjaannya hanya tidur se
Jihyun terlalu lama menghabiskan waktunya dengan Beomgyu—karena banyak bagian dari naskah yang harus diperbaiki, jadi waktu yang mereka pakai jauh lebih lama. Setelah pening karena terus berkutat dengan kertas-kertas penuh gambar, yang terlintas di kepala Jihyun hanya kasur apartemennya yang empuk. Masa bodoh dengan sikap Dantae dan semua ketidakpekaannya itu, yang penting sekarang pulang ke apartemen lalu berendam dengan air hangat, setelah itu makan camilan dan pergi tidur. Sepertinya akan menyenangkan.Gadis Busan itu berjalan menyusuri jalanan yang selalu ia lewati setiap hari setelah turun dari bus. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh menit. Ia teringat sesuatu, kemudian dengan semangat menyambungkan earphone-nya pada ponsel, dan mulai memasangkan benda itu ke telinganya.Ini minggu malam. Mendengarkan suara bariton M akan sangat menyenangkan di musim dingin seperti ini. Jihyun mencari channel radio favoritny
"Siapa penyanyi favoritmu?" Sunmi tersadar dari lamunannya saat suara berat Wooseok terdengar di tengah kesunyian. Ini hari pertama ia berada di studio musik milik Wooseok dan Dantae—biasanya dia hanya pergi ke studio foto. Seojin duduk manis di sebelah Dantae sambil bersandar di pundaknya.Gadis itu mengerjap singkat kemudian mengangguk. "Cukup banyak. Tapi akhir-akhir ini aku selalu mendengar lagu Ariana Grande dan Taylor Swift."Jawaban Sunmi membuat Wooseok mengangguk paham. "Bagaimana dengan penyanyi Korea?""Aku suka Ailee," jawabnya tanpa pikir panjang."Baiklah, kita akan coba mengcover lagu Ariana Grande dan Taylor Swift dulu. Setelah itu kita coba lagu Ailee untukmu." Wooseok sibuk menulis sesuatu di atas kertas, sementara Sunmi hanya mengangguk dan terus memperhatikan lelaki bertubuh jangkung itu."Dantae, hari ini kau mau makan apa?" Berbeda dengan dua manusia yang sibuk
Hokkaido selalu bersalju. Namun, dinginnya gumpalan putih itu tak sedingin perasaan Jihyun sekarang. Ia merasa cemas, sangat cemas hingga tubuhnya nyaris mati rasa. Sudah berjam-jam ia menunggu di koridor rumah sakit. Orang-orang berlalu-lalang untuk mengurus keluarga mereka, atau sekedar menjenguk kerabat yang sangat. Beberapa yang datang menangis karena syok keluarganya menjadi korban kecelakaan, atau yang lebih buruk lagi; mereka menerima informasi bahwa orang yang mereka sayangi telah pergi untuk selama-lamanya."Bagaimana, Jihyun-ah ... apa sudah ada kabar dari dokter?"Jihyun mematai seorang pria berkacamata yang berusia sekitar tiga puluh tahunan di dekatnya. Sosok familiar itu adalah Lee Yunsung, kakak Dantae satu-satunya. Semalam kondisi Dantae sangat drop dan ia dibawa ke rumah sakit. Beruntung, Yunsung tinggal di Jepang dan bisa menemani adiknya di sini."Belum ada, Oppa. Aku sangat cemas, kenapa sampai sekarang
MyunsukHyunTetaplah bersama selamanya. Aku hanya punya kau.#KimMyungsukDisini #AkuBersamaDenganTemanku #IniKembaranku #AkujugamencintaimuJihyunSunmi tersenyum saat melihat notif di ponselnya. Myungsuk mengunggah sebuah foto tautan tangannya bersama seseorang yang ia yakini tangan Jihyun. Oh, melodrama macam apa ini? Bukankah pertemanan mereka hanya berisi komik dan hal-hal konyol lainnya? Sunmi terkekeh melihat itu."Wow, kau bahkan tidak menunjukkan raut marah saat melihat postingan ini." Daehyun menekan-nekan jari telunjuk kirinya di atas layar ponsel Sunmi. Tangan kanannya sudah penuh membawa beberapa kantung makanan."Tidak apa-apa, Daehyun-ah. Sudah kubilang mereka tidak akan macam-macam. Kalau kau mau, kita juga bisa mengunggah foto tangan kita yang sedang bergandengan."Daehyun memutar bola matanya. "Iya, iya. Terserah kau saja Sunmi-ya. Maaf aku tidak tertarik menggenggam t
Dantae berjalan menuju parkiran tempat show di Busan untuk mengambil mobilnya. Artis tidak perlu ragu memarkir di sana. Terlalu ramai di salon membuatnya mau tidak mau mengalah. Ia menyuruh pegawai salon itu memarkirkan mobilnya tak jauh dari sana. Alhasil, karena ketiduran ia harus rela mengirim pesan pada Beomgyu kalau ia akan terlambat.Ia mengecek ponselnya berulang kali, memastikan bahwa Beomgyu tidak menghubunginya. Lantunan musik hiphop memenuhi area jalanan yang padat, namun tak sedikit orang yang memperhatikan layar besar itu. Poster dua rapper ternama terpampang besar di sana. Dantae memakai topi hitamnya, lalu menaikkan tudung mantel dan berjalan sambil tersenyum tipis. Konser awal tahunnya akan segera tiba.Terlalu mengabaikan sekeliling, Dantae terperanjat saat seseorang menabrak bahu kanannya. Ponsel yang dipegang sosok itu jatuh dan spontan Dantae menangkapnya. Ia bernafas lega."Maaf." Suara dingin Dantae t
"Wow, kau benar-benar menungguku di sini." Suara baritone yang sangat dikenalinya berhasil memecah lamunan mengenai kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu. Tentang hubungannya dan Jang Beomgyu yang sudah kandas. Jihyun tidak ingin menyalahkan siapapun lagi untuk semuanya, dia hanya—menyesal karena tidak mendengarkan ucapan Myungsuk waktu itu.Waktu menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh menit saat ia asik tenggelam dalam lamunannya sendiri. Melupakan bahwa kedatangannya di tempat ini bukan untuk melamun, tapi bertemu dengan teman baiknya. Myungsuk melambai dari jarak dua meter dan mulai mengayunkan sepatunya ke arah Jihyun. Kursi Taman yang ia duduki sendiri mulai terasa lebih berat saat Myungsuk ikut duduk di sebelahnya, mematai dari samping."Hitam. Sudah kuduga ini cocok denganmu." Tangan pemuda Daegu itu beralih untuk menyentuh surai temannya yang berubah warna. Merah muda ke hitam. Ini tentu membuat Jihyun harus mengg
Malam hari menyapa, masih dengan cuaca yang membeku. Jihyun duduk sendirian di taman, menunggu Myungsuk menemuinya sebentar lagi. Hampir satu hari ia habiskan untuk pergi ke suatu tempat hari ini setelah mengacaukan semuanya. Walaupun Jihyun bilang ia tidak suka mengacaukannya, sosok bernama Jang Beomgyu itu tetap pergi dengan senyuman dan berkata bahwa semua ini bukanlah salah Jihyun.Namun, tetap saja ia cemas. Sebagai manusia yang berperasaan dan tidak ingin menyakiti orang lain, Jihyun benar-benar merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi di antara dirinya dan Kang Beomgyu."Seharusnya, dari awal aku mendengarkan Myungsuk. Harusnya aku tidak boleh memberi harapan pada Kang Beomgyu jika akhirnya aku melakukan itu untuk pelampiasan."Jihyun menunduk di bangku taman dengan perasaan gelisah yang memenuhi relung hatinya.****Beberapa jam sebelumnya.
"Oh, Wooseok?"Dantae membalas sapaan Wooseok lewat telepon pagi ini. Yang lebih muda menanyakan kenapa ia tidak mampir ke studio—walaupun ini tahun baru, dan tidak mengabarinya sejak kabur bersama Seojin semalam."Ah, Hyung. Kau di mana sekarang?" Dantae tahu saat kalimat itu terucap, Wooseok sudah menuduhnya yang tidak-tidak. Seperti; Dantae sedang bersama Seojin, Dantae sedang bermesraan dengan Seojin, Dantae dan Seojin punya hubungan gelap. Dan hal-hal tidak masuk akal lainnya yang berkaitan dengan Seojin."Aku sedang di Busan, mengganti warna rambutku. Kau pasti tahu alasannya. Omong-omong Seojin-noona sudah mengatakan semuanya."Sebuah pertanyaan kembali dilontarkan Wooseok setelah Dantae menyelesaikan kalimatnya."Kapan kau ke Busan? Kau bisa mati kalau berkeliaran siang-siang begini. Dan, a-apa? Seojin-noona cerita padamu tentang sesuatu, Hyung?""Ck, jangan
Jang Beomgyu memasukan ponselnya ke dalam saku mantel saat ia selesai menghubungi Jihyun. Ini pekerjaan penting, jadi harus cepat dilakukan. Walaupun Beomgyu sedikit tidak mengerti kenapa Jihyun mau keluar rumah di cuaca dingin begini, karena sudah terlanjur, dia hanya membiarkannya.Sepatunya menciptakan bunyi saat menapak di lorong. Lantai tiga nomor seratus sepuluh. Beomgyu mencari kamar yang dimaksud Jihyun dengan seksama. Belum sampai langkahnya di depan pintu, suara asing memekik cukup keras dari pintu sebelah."Hyungnim, apa kau mencari Jihyun-ssi?" Beomgyu spontan menoleh pada sosok itu. Anak laki-laki dengan postur tinggi sedang bersandar di depan pintu rumahnya.Pria itu menyunggingkan sebuah senyum manis sebelum menanggapi ucapannya. "Ah, iya. Aku pacarnya Jihyun. Dia menyuruhku masuk duluan dan mengambil kunci di bawah pot bunga."Anak laki-laki tinggi itu bergeming. Matanya membulat di detik b
Jihyun menikmati sekaleng softdrink yang Wooseok berikan. Meneguknya dengan cepat tanpa memedulikan tatap heran yang dihadiahi di rapper padanya. Bunyi klontang nyaring dari kaleng minuman kosong yang dibuang ke sudut tempat sampah menemani larutnya malam tahun baru. Kembang api perlahan-lahan makin menghilang. Redupnya buyar menemani langkah kaki orang-orang yang kembali ke rumah mereka. Di jam segini, adalah hal gila jika kau menyebutnya sedang hangout bersama seseorang. Wooseok lebih suka menganggapnya—kebetulan."Kau putus dengan Dantae-hyung?" Satu kalimat tanya yang meluncur dari Wooseok membuat Jihyun jengah. Decakan terdengar setelah suara baritone itu berhasil menyelesaikan kalimatnya. Jihyun menoleh, mendapati Wooseok tengah menatap tak biasa ke arahnya, ia meremas kuat kaleng di tangannya."Berhenti menatapku seperti itu, Oppa!" Jihyun tidak suka ini. K
"Kau ini kenapa sebenarnya?" Jihyun menatap nyalang pada Dantae. Dahinya berkerut, "bukankah kau sendiri yang bilang agar aku tak mencarimu lagi? Lalu kenapa justru kau yang datang padaku!?"Dantae terkekeh mendengar ucapan mantan kekasihnya. "Haha, kau benar. Memang aneh. Jika seandainya keadaan berbalik. Misalnya kau yang meninggalkanku ... lalu aku yang merasa rindu, setidaknya itu terdengar lucu. Tapi—""Kau yang meninggalkanku, dan kau yang merasa rindu. Itu terlalu menggelikan, Dantae-ssi.""Kau benar.""Sudahlah, jangan pernah membahas ini lagi. Aku akan pulang!""Tunggu, Jihyun—""Lepaskan aku, Dantae-ssi! Kau seharusnya malu melakukan ini pada orang yang sudah kau buang."Dantae terkekeh mendengar ucapan Jihyun. Benar. Dia memang hanya seorang pria brengsek yang dengan mudah membuang Jihyun begitu saja. Tidak tahu terima kasih. Sudah p