"Dantae-ya, kenapa membeli jajangmyeon di jam segini? Apa kau sangat sibuk akhir-akhir ini?"
Dantae kenal baik dengan paman penjual jajangmyeon yang ada di kedai ini. Beliau biasa membuka kedainya dari pukul tujuh malam hingga pukul dua pagi. Biasanya, Dantae makan di sana bersama Wooseok atau Seojin. Tapi sesekali saat Jihyun berkunjung ke Seoul sebelum ia pindah, mereka juga suka kencan di sana, atau membeli jajangmyeon untuk dibawa pulang. Tapi malam ini, tidak ada seorang pun yang bersama Dantae hingga membuat lelaki paruh baya itu bertanya.
"Ke mana Wooseok dan Seojin?" Ia kembali bertanya sebelum Dantae menjawab.
Pria Daegu itu hanya tersenyum sambil mengambil uang kembalian yang diberikan si lelaki paruh baya. Kalau Jihyun tidak sedang merengek seperti tadi, ia pasti akan pergi bersamanya ke kedai ini.
"Mereka sedang tidak bersamaku. Aku membeli ini untuk kekasihku, dia tiba-tiba ingin makan j
Ini sudah satu jam sejak kepergian Dantae, dan Jihyun masih belum mendapati kekasih cueknya itu kembali. Tidak mungkin Dantae diculik, kan. Lagipula siapa yang mau menculik orang kaku dengan raut wajah datar sepertinya.Tapi lama-lama ia kesal juga.Gadis itu mencoba untuk menghubungi kekasihnya lagi. Lima belas menit yang lalu, ia mengirim pesan pada Dantae tapi sama sekali tak mendapat balasan. Kali ini Jihyun mau langsung meneleponnya saja. Percuma dikirimi pesan lagi kalau tidak ada satu pun balasan.Ia mencari nomor Dantae dan menghubungi, namun tak ada jawaban sama sekali. Teleponnya tersambung tapi tidak diangkat. Sial, ke mana perginya pria cuek itu. Jihyun sudah mengantuk sekarang. Padahal ia ingin melupakan kejadian soal pertengkarannya dengan Sunmi di Coffee Shop itu dengan menghabiskan waktu istirahatnya dengan Dantae. Masa bodoh dengan wangi parfum di baju Dantae kemarin, yang jelas sekarang ia perlu kekasihny
Dantae memutar-mutar pensil di tangan kanannya. Pria Daegu itu masih belum menghasilkan lirik apa pun hari ini. Tangan kirinya ia gunakan untuk memijit pelipis yang terasa pening. Pertengkaran dengan Jihyun semalam masih mengganggu pikirannya, membuatnya tidak fokus bekerja. Ini hari minggu, tapi rasanya seperti tak ada libur dalam kamusnya.Wooseok tidak datang hari ini, katanya ada janji makan siang dengan Seojin-noona. Sedangkan dia harus rela pergi ke studio di jam yang sama seperti hari kerja. Mungkin itu juga yang membuat Jihyun tambah marah sekarang. Gadis itu bahkan tega mengabaikan seluruh teleponnya.Dantae ingat apa yang terjadi tadi pagi. Jihyun terus diam dan itu berarti dia benar-benar marah. Pukul empat lebih tiga puluh menit ia memarkir mobilnya di depan kantor penerbit BoRa, dan ia harus memaksa kekasihnya agar mau bicara padanya sepanjang perjalanan. Marahnya Jihyun yang paling menyeramkan adalah diam, dan Dantae sudah ja
Beomgyu tidak mengajak Jihyun makan siang di luar. Pemuda itu memesan delivery dengan alasan agar tugas mereka bisa tetap dikerjakan sambil makan. Beomgyu banyak menghibur hingga membuat Jihyun tertawa. Sepertinya pemuda itu akan masuk ke dalam list teman baiknya setelah ini."Kau tahu apa yang paling lucu mengenai tetangga lama yang aku ceritakan ini?" Ah, ya. Mereka sedang membicarakan tentang tetangga lama Beomgyu beserta kekonyolan dalam pertemanan mereka sejak tadi. Jihyun hampir tak berhenti tertawa, karena demi apa pun, kedengarannya teman lama Beomgyu ini adalah orang yang bodoh."Apa, Oppa? Apa?" Jihyun berujar tidak sabar, menatap Beomgyu dengan manik berbinar. Beomgyu menepuk-nepuk pahanya sendiri untuk menghentikan tawanya."Dia suka sekali meminjam celana pendekku dan lupa mengembalikannya."Jihyun tertawa lagi."Oh, iya! Dia juga seperti kakek-kakek, kerjaannya hanya tidur se
Jihyun terlalu lama menghabiskan waktunya dengan Beomgyu—karena banyak bagian dari naskah yang harus diperbaiki, jadi waktu yang mereka pakai jauh lebih lama. Setelah pening karena terus berkutat dengan kertas-kertas penuh gambar, yang terlintas di kepala Jihyun hanya kasur apartemennya yang empuk. Masa bodoh dengan sikap Dantae dan semua ketidakpekaannya itu, yang penting sekarang pulang ke apartemen lalu berendam dengan air hangat, setelah itu makan camilan dan pergi tidur. Sepertinya akan menyenangkan.Gadis Busan itu berjalan menyusuri jalanan yang selalu ia lewati setiap hari setelah turun dari bus. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh menit. Ia teringat sesuatu, kemudian dengan semangat menyambungkan earphone-nya pada ponsel, dan mulai memasangkan benda itu ke telinganya.Ini minggu malam. Mendengarkan suara bariton M akan sangat menyenangkan di musim dingin seperti ini. Jihyun mencari channel radio favoritny
"Siapa penyanyi favoritmu?" Sunmi tersadar dari lamunannya saat suara berat Wooseok terdengar di tengah kesunyian. Ini hari pertama ia berada di studio musik milik Wooseok dan Dantae—biasanya dia hanya pergi ke studio foto. Seojin duduk manis di sebelah Dantae sambil bersandar di pundaknya.Gadis itu mengerjap singkat kemudian mengangguk. "Cukup banyak. Tapi akhir-akhir ini aku selalu mendengar lagu Ariana Grande dan Taylor Swift."Jawaban Sunmi membuat Wooseok mengangguk paham. "Bagaimana dengan penyanyi Korea?""Aku suka Ailee," jawabnya tanpa pikir panjang."Baiklah, kita akan coba mengcover lagu Ariana Grande dan Taylor Swift dulu. Setelah itu kita coba lagu Ailee untukmu." Wooseok sibuk menulis sesuatu di atas kertas, sementara Sunmi hanya mengangguk dan terus memperhatikan lelaki bertubuh jangkung itu."Dantae, hari ini kau mau makan apa?" Berbeda dengan dua manusia yang sibuk
Scooter milik Myungsuk berhenti di depan sebuah gedung apartemen. Ia berlari tergesa-gesa setelah memarkirkan scooternya dengan benar. Myungsuk terlihat sangat segar hari ini. Wajahnya berseri-seri, pakaiannya sungguh rapi. Pekerjaan yang Sunmi tawarkan benar-benar berhasil mengalihkan atensinya dari naskah komik. Langkah kaki Myungsuk terdengar menghentak-hentak di lantai apartemen. Pemuda Daegu itu memencet bel tanpa menghilangkan senyum manis di wajahnya."Oh, Myungsuk-oppa, masuklah." Pintu kayu itu dibuka pelan oleh sang pemilik, membuat Myungsuk segera melangkahkan kakinya ke dalam. Sunmi memperhatikan kekasihnya yang asik berdiri sambil menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya.Sebelah alisnya terangkat. "Apa yang kau sembunyikan, Oppa?" Nada bicaranya meninggi ketika Myungsuk justru berjalan menyamping menuju kamarnya. Bukannya keren, Sunmi malah berpikir kalau cara jalannya itu seperti kepiting. Ketika sang kekasih berusaha men
Gemerlapnya studio foto milik Wooseok menjadi pemandangan yang berhasil memikat siapa pun, termasuk Seojin. Ide menemani Sunmi dan Myungsuk rasanya tidak buruk, lagipula ia ingin melihat pacar adiknya itu melakukan pemotretan dengan teman kuliahnya. Tapi ternyata pikiran Seojin meleset, karena sesungguhnya itu hanya modus Wooseok agar bisa mengajaknya kencan makan malam setelah pemotretan selesai.Siapa peduli. Kau pasti akan puas diajak jalan-jalan oleh rapper terkenal. Belum lagi dia yang mengejar-ngejarmu selama ini. Tinggal nikmati saja, apa susahnya. "Nanti setelah pemotretan selesai, kita makan malam bersama, ya." Diam-diam, Wooseok mengalungkan tangannya ke pundak Seojin.Food blogger itu mengerjap saat ia menoleh, menatap Wooseok yang tersenyum seperti orang gila. "Kau akan menghadiri jamuan makan resmi bersama Dantae, kan? Makan saj
"Kenalkan, dia Bae Jihyun. Dia pacarnya Dantae.""…""…""Pttt … ahahahaha, Seojin-eonnie, leluconmu lucu sekali. Gila, lawakanmu makin bagus sekarang!"Semua pasang mata menoleh pada Sunmi, masing-masing memasang ekspresi ngeri sekaligus prihatin tentang bagaimana nasibnya setelah ini—kecuali Myungsuk yang tidak tahu apa-apa. Gadis Busan itu memegangi perutnya yang terasa sakit karena tertawa keras. Seojin meringis, sesekali curi pandang pada teman kuliahnya yang tak bereaksi sejak tadi—atau belum."Yaampun, Seojin-eonnie. Aku tidak habis pikir dengan lawakanmu. Aku tahu Dantae-oppa itu sangat misterius, tapi percayalah, dia tidak akan membawa gadis murahan seperti Bae Jihyun sebagai teman kencannya." Kedua sudut matanya ikut berair, tangannya sesekali menyeka air yang keluar dari sudut matanya. Menyaksikan bagaimana si pemilik tawa itu terlihat sungguh pu
Hokkaido selalu bersalju. Namun, dinginnya gumpalan putih itu tak sedingin perasaan Jihyun sekarang. Ia merasa cemas, sangat cemas hingga tubuhnya nyaris mati rasa. Sudah berjam-jam ia menunggu di koridor rumah sakit. Orang-orang berlalu-lalang untuk mengurus keluarga mereka, atau sekedar menjenguk kerabat yang sangat. Beberapa yang datang menangis karena syok keluarganya menjadi korban kecelakaan, atau yang lebih buruk lagi; mereka menerima informasi bahwa orang yang mereka sayangi telah pergi untuk selama-lamanya."Bagaimana, Jihyun-ah ... apa sudah ada kabar dari dokter?"Jihyun mematai seorang pria berkacamata yang berusia sekitar tiga puluh tahunan di dekatnya. Sosok familiar itu adalah Lee Yunsung, kakak Dantae satu-satunya. Semalam kondisi Dantae sangat drop dan ia dibawa ke rumah sakit. Beruntung, Yunsung tinggal di Jepang dan bisa menemani adiknya di sini."Belum ada, Oppa. Aku sangat cemas, kenapa sampai sekarang
MyunsukHyunTetaplah bersama selamanya. Aku hanya punya kau.#KimMyungsukDisini #AkuBersamaDenganTemanku #IniKembaranku #AkujugamencintaimuJihyunSunmi tersenyum saat melihat notif di ponselnya. Myungsuk mengunggah sebuah foto tautan tangannya bersama seseorang yang ia yakini tangan Jihyun. Oh, melodrama macam apa ini? Bukankah pertemanan mereka hanya berisi komik dan hal-hal konyol lainnya? Sunmi terkekeh melihat itu."Wow, kau bahkan tidak menunjukkan raut marah saat melihat postingan ini." Daehyun menekan-nekan jari telunjuk kirinya di atas layar ponsel Sunmi. Tangan kanannya sudah penuh membawa beberapa kantung makanan."Tidak apa-apa, Daehyun-ah. Sudah kubilang mereka tidak akan macam-macam. Kalau kau mau, kita juga bisa mengunggah foto tangan kita yang sedang bergandengan."Daehyun memutar bola matanya. "Iya, iya. Terserah kau saja Sunmi-ya. Maaf aku tidak tertarik menggenggam t
Dantae berjalan menuju parkiran tempat show di Busan untuk mengambil mobilnya. Artis tidak perlu ragu memarkir di sana. Terlalu ramai di salon membuatnya mau tidak mau mengalah. Ia menyuruh pegawai salon itu memarkirkan mobilnya tak jauh dari sana. Alhasil, karena ketiduran ia harus rela mengirim pesan pada Beomgyu kalau ia akan terlambat.Ia mengecek ponselnya berulang kali, memastikan bahwa Beomgyu tidak menghubunginya. Lantunan musik hiphop memenuhi area jalanan yang padat, namun tak sedikit orang yang memperhatikan layar besar itu. Poster dua rapper ternama terpampang besar di sana. Dantae memakai topi hitamnya, lalu menaikkan tudung mantel dan berjalan sambil tersenyum tipis. Konser awal tahunnya akan segera tiba.Terlalu mengabaikan sekeliling, Dantae terperanjat saat seseorang menabrak bahu kanannya. Ponsel yang dipegang sosok itu jatuh dan spontan Dantae menangkapnya. Ia bernafas lega."Maaf." Suara dingin Dantae t
"Wow, kau benar-benar menungguku di sini." Suara baritone yang sangat dikenalinya berhasil memecah lamunan mengenai kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu. Tentang hubungannya dan Jang Beomgyu yang sudah kandas. Jihyun tidak ingin menyalahkan siapapun lagi untuk semuanya, dia hanya—menyesal karena tidak mendengarkan ucapan Myungsuk waktu itu.Waktu menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh menit saat ia asik tenggelam dalam lamunannya sendiri. Melupakan bahwa kedatangannya di tempat ini bukan untuk melamun, tapi bertemu dengan teman baiknya. Myungsuk melambai dari jarak dua meter dan mulai mengayunkan sepatunya ke arah Jihyun. Kursi Taman yang ia duduki sendiri mulai terasa lebih berat saat Myungsuk ikut duduk di sebelahnya, mematai dari samping."Hitam. Sudah kuduga ini cocok denganmu." Tangan pemuda Daegu itu beralih untuk menyentuh surai temannya yang berubah warna. Merah muda ke hitam. Ini tentu membuat Jihyun harus mengg
Malam hari menyapa, masih dengan cuaca yang membeku. Jihyun duduk sendirian di taman, menunggu Myungsuk menemuinya sebentar lagi. Hampir satu hari ia habiskan untuk pergi ke suatu tempat hari ini setelah mengacaukan semuanya. Walaupun Jihyun bilang ia tidak suka mengacaukannya, sosok bernama Jang Beomgyu itu tetap pergi dengan senyuman dan berkata bahwa semua ini bukanlah salah Jihyun.Namun, tetap saja ia cemas. Sebagai manusia yang berperasaan dan tidak ingin menyakiti orang lain, Jihyun benar-benar merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi di antara dirinya dan Kang Beomgyu."Seharusnya, dari awal aku mendengarkan Myungsuk. Harusnya aku tidak boleh memberi harapan pada Kang Beomgyu jika akhirnya aku melakukan itu untuk pelampiasan."Jihyun menunduk di bangku taman dengan perasaan gelisah yang memenuhi relung hatinya.****Beberapa jam sebelumnya.
"Oh, Wooseok?"Dantae membalas sapaan Wooseok lewat telepon pagi ini. Yang lebih muda menanyakan kenapa ia tidak mampir ke studio—walaupun ini tahun baru, dan tidak mengabarinya sejak kabur bersama Seojin semalam."Ah, Hyung. Kau di mana sekarang?" Dantae tahu saat kalimat itu terucap, Wooseok sudah menuduhnya yang tidak-tidak. Seperti; Dantae sedang bersama Seojin, Dantae sedang bermesraan dengan Seojin, Dantae dan Seojin punya hubungan gelap. Dan hal-hal tidak masuk akal lainnya yang berkaitan dengan Seojin."Aku sedang di Busan, mengganti warna rambutku. Kau pasti tahu alasannya. Omong-omong Seojin-noona sudah mengatakan semuanya."Sebuah pertanyaan kembali dilontarkan Wooseok setelah Dantae menyelesaikan kalimatnya."Kapan kau ke Busan? Kau bisa mati kalau berkeliaran siang-siang begini. Dan, a-apa? Seojin-noona cerita padamu tentang sesuatu, Hyung?""Ck, jangan
Jang Beomgyu memasukan ponselnya ke dalam saku mantel saat ia selesai menghubungi Jihyun. Ini pekerjaan penting, jadi harus cepat dilakukan. Walaupun Beomgyu sedikit tidak mengerti kenapa Jihyun mau keluar rumah di cuaca dingin begini, karena sudah terlanjur, dia hanya membiarkannya.Sepatunya menciptakan bunyi saat menapak di lorong. Lantai tiga nomor seratus sepuluh. Beomgyu mencari kamar yang dimaksud Jihyun dengan seksama. Belum sampai langkahnya di depan pintu, suara asing memekik cukup keras dari pintu sebelah."Hyungnim, apa kau mencari Jihyun-ssi?" Beomgyu spontan menoleh pada sosok itu. Anak laki-laki dengan postur tinggi sedang bersandar di depan pintu rumahnya.Pria itu menyunggingkan sebuah senyum manis sebelum menanggapi ucapannya. "Ah, iya. Aku pacarnya Jihyun. Dia menyuruhku masuk duluan dan mengambil kunci di bawah pot bunga."Anak laki-laki tinggi itu bergeming. Matanya membulat di detik b
Jihyun menikmati sekaleng softdrink yang Wooseok berikan. Meneguknya dengan cepat tanpa memedulikan tatap heran yang dihadiahi di rapper padanya. Bunyi klontang nyaring dari kaleng minuman kosong yang dibuang ke sudut tempat sampah menemani larutnya malam tahun baru. Kembang api perlahan-lahan makin menghilang. Redupnya buyar menemani langkah kaki orang-orang yang kembali ke rumah mereka. Di jam segini, adalah hal gila jika kau menyebutnya sedang hangout bersama seseorang. Wooseok lebih suka menganggapnya—kebetulan."Kau putus dengan Dantae-hyung?" Satu kalimat tanya yang meluncur dari Wooseok membuat Jihyun jengah. Decakan terdengar setelah suara baritone itu berhasil menyelesaikan kalimatnya. Jihyun menoleh, mendapati Wooseok tengah menatap tak biasa ke arahnya, ia meremas kuat kaleng di tangannya."Berhenti menatapku seperti itu, Oppa!" Jihyun tidak suka ini. K
"Kau ini kenapa sebenarnya?" Jihyun menatap nyalang pada Dantae. Dahinya berkerut, "bukankah kau sendiri yang bilang agar aku tak mencarimu lagi? Lalu kenapa justru kau yang datang padaku!?"Dantae terkekeh mendengar ucapan mantan kekasihnya. "Haha, kau benar. Memang aneh. Jika seandainya keadaan berbalik. Misalnya kau yang meninggalkanku ... lalu aku yang merasa rindu, setidaknya itu terdengar lucu. Tapi—""Kau yang meninggalkanku, dan kau yang merasa rindu. Itu terlalu menggelikan, Dantae-ssi.""Kau benar.""Sudahlah, jangan pernah membahas ini lagi. Aku akan pulang!""Tunggu, Jihyun—""Lepaskan aku, Dantae-ssi! Kau seharusnya malu melakukan ini pada orang yang sudah kau buang."Dantae terkekeh mendengar ucapan Jihyun. Benar. Dia memang hanya seorang pria brengsek yang dengan mudah membuang Jihyun begitu saja. Tidak tahu terima kasih. Sudah p