Beomgyu tidak mengajak Jihyun makan siang di luar. Pemuda itu memesan delivery dengan alasan agar tugas mereka bisa tetap dikerjakan sambil makan. Beomgyu banyak menghibur hingga membuat Jihyun tertawa. Sepertinya pemuda itu akan masuk ke dalam list teman baiknya setelah ini.
"Kau tahu apa yang paling lucu mengenai tetangga lama yang aku ceritakan ini?" Ah, ya. Mereka sedang membicarakan tentang tetangga lama Beomgyu beserta kekonyolan dalam pertemanan mereka sejak tadi. Jihyun hampir tak berhenti tertawa, karena demi apa pun, kedengarannya teman lama Beomgyu ini adalah orang yang bodoh.
"Apa, Oppa? Apa?" Jihyun berujar tidak sabar, menatap Beomgyu dengan manik berbinar. Beomgyu menepuk-nepuk pahanya sendiri untuk menghentikan tawanya.
"Dia suka sekali meminjam celana pendekku dan lupa mengembalikannya."
Jihyun tertawa lagi.
"Oh, iya! Dia juga seperti kakek-kakek, kerjaannya hanya tidur se
Jihyun terlalu lama menghabiskan waktunya dengan Beomgyu—karena banyak bagian dari naskah yang harus diperbaiki, jadi waktu yang mereka pakai jauh lebih lama. Setelah pening karena terus berkutat dengan kertas-kertas penuh gambar, yang terlintas di kepala Jihyun hanya kasur apartemennya yang empuk. Masa bodoh dengan sikap Dantae dan semua ketidakpekaannya itu, yang penting sekarang pulang ke apartemen lalu berendam dengan air hangat, setelah itu makan camilan dan pergi tidur. Sepertinya akan menyenangkan.Gadis Busan itu berjalan menyusuri jalanan yang selalu ia lewati setiap hari setelah turun dari bus. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh menit. Ia teringat sesuatu, kemudian dengan semangat menyambungkan earphone-nya pada ponsel, dan mulai memasangkan benda itu ke telinganya.Ini minggu malam. Mendengarkan suara bariton M akan sangat menyenangkan di musim dingin seperti ini. Jihyun mencari channel radio favoritny
"Siapa penyanyi favoritmu?" Sunmi tersadar dari lamunannya saat suara berat Wooseok terdengar di tengah kesunyian. Ini hari pertama ia berada di studio musik milik Wooseok dan Dantae—biasanya dia hanya pergi ke studio foto. Seojin duduk manis di sebelah Dantae sambil bersandar di pundaknya.Gadis itu mengerjap singkat kemudian mengangguk. "Cukup banyak. Tapi akhir-akhir ini aku selalu mendengar lagu Ariana Grande dan Taylor Swift."Jawaban Sunmi membuat Wooseok mengangguk paham. "Bagaimana dengan penyanyi Korea?""Aku suka Ailee," jawabnya tanpa pikir panjang."Baiklah, kita akan coba mengcover lagu Ariana Grande dan Taylor Swift dulu. Setelah itu kita coba lagu Ailee untukmu." Wooseok sibuk menulis sesuatu di atas kertas, sementara Sunmi hanya mengangguk dan terus memperhatikan lelaki bertubuh jangkung itu."Dantae, hari ini kau mau makan apa?" Berbeda dengan dua manusia yang sibuk
Scooter milik Myungsuk berhenti di depan sebuah gedung apartemen. Ia berlari tergesa-gesa setelah memarkirkan scooternya dengan benar. Myungsuk terlihat sangat segar hari ini. Wajahnya berseri-seri, pakaiannya sungguh rapi. Pekerjaan yang Sunmi tawarkan benar-benar berhasil mengalihkan atensinya dari naskah komik. Langkah kaki Myungsuk terdengar menghentak-hentak di lantai apartemen. Pemuda Daegu itu memencet bel tanpa menghilangkan senyum manis di wajahnya."Oh, Myungsuk-oppa, masuklah." Pintu kayu itu dibuka pelan oleh sang pemilik, membuat Myungsuk segera melangkahkan kakinya ke dalam. Sunmi memperhatikan kekasihnya yang asik berdiri sambil menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya.Sebelah alisnya terangkat. "Apa yang kau sembunyikan, Oppa?" Nada bicaranya meninggi ketika Myungsuk justru berjalan menyamping menuju kamarnya. Bukannya keren, Sunmi malah berpikir kalau cara jalannya itu seperti kepiting. Ketika sang kekasih berusaha men
Gemerlapnya studio foto milik Wooseok menjadi pemandangan yang berhasil memikat siapa pun, termasuk Seojin. Ide menemani Sunmi dan Myungsuk rasanya tidak buruk, lagipula ia ingin melihat pacar adiknya itu melakukan pemotretan dengan teman kuliahnya. Tapi ternyata pikiran Seojin meleset, karena sesungguhnya itu hanya modus Wooseok agar bisa mengajaknya kencan makan malam setelah pemotretan selesai.Siapa peduli. Kau pasti akan puas diajak jalan-jalan oleh rapper terkenal. Belum lagi dia yang mengejar-ngejarmu selama ini. Tinggal nikmati saja, apa susahnya. "Nanti setelah pemotretan selesai, kita makan malam bersama, ya." Diam-diam, Wooseok mengalungkan tangannya ke pundak Seojin.Food blogger itu mengerjap saat ia menoleh, menatap Wooseok yang tersenyum seperti orang gila. "Kau akan menghadiri jamuan makan resmi bersama Dantae, kan? Makan saj
"Kenalkan, dia Bae Jihyun. Dia pacarnya Dantae.""…""…""Pttt … ahahahaha, Seojin-eonnie, leluconmu lucu sekali. Gila, lawakanmu makin bagus sekarang!"Semua pasang mata menoleh pada Sunmi, masing-masing memasang ekspresi ngeri sekaligus prihatin tentang bagaimana nasibnya setelah ini—kecuali Myungsuk yang tidak tahu apa-apa. Gadis Busan itu memegangi perutnya yang terasa sakit karena tertawa keras. Seojin meringis, sesekali curi pandang pada teman kuliahnya yang tak bereaksi sejak tadi—atau belum."Yaampun, Seojin-eonnie. Aku tidak habis pikir dengan lawakanmu. Aku tahu Dantae-oppa itu sangat misterius, tapi percayalah, dia tidak akan membawa gadis murahan seperti Bae Jihyun sebagai teman kencannya." Kedua sudut matanya ikut berair, tangannya sesekali menyeka air yang keluar dari sudut matanya. Menyaksikan bagaimana si pemilik tawa itu terlihat sungguh pu
Sesi pemotretan berjalan dengan lancar setelah keadaan berhasil dikendalikan—termasuk Wooseok yang harus merelakan sofa kesayangannya. Myungsuk dan Dantae memulai pemotretan mereka dengan foto tunggal, kemudian berdua. Sepanjang pemotretan, Myungsuk tak berhenti mencuri pandang pada si pria cuek yang merupakan kekasih partner menggambarnya itu."Jadi, sejak kapan kau pacaran dengan Jihyun?" Seolah sudah kenal lama, Myungsuk bertanya tanpa rasa canggung. Ia pikir karena mereka sama-sama berasal dari Daegu, mereka juga bisa berteman. Oh? Lagipula Kim Myungsuk memang memiliki julukan sebagai social butterfly. Terbukti, julukan itu memang cocok disematkan untuknya.Dantae terkekeh saat suara baritone milik Myungsuk terdengar, sesekali maniknya mencuri pandang pada sang kekasih yang sedang asik mengobrol dengan Seojin."Sudah hampir empat tahun. Aku kenal dia enam tahun yang lalu," ujarnya pelan, kedua matanya fokus menat
Jihyun hanya diam mendengarkan bagaimana para pebisnis ini saling berbicara. Demi semua koleksi boneka beruang milik Dantae, sesungguhnya sejak tadi ia dan Seojin saling melemparkan kode untuk mencari cara agar bisa keluar dari situasi ini, minimal izin ke toilet atau semacamnya. Tapi sialnya karena jarak duduk mereka yang lumayan jauh, Jihyun sulit menjangkau Seojin. Belum lagi tentang Wooseok yang asik berbicara dalam bahasa inggris dengan seorang pria bule—atau justru sedang menjadi penerjemah untuk Dantae—membuat Seojin dan Jihyun hanya bisa diam sambil berusaha menikmati makanan mereka.Jihyun tidak suka situasi ini. Apa sulitnya makan dengan satu tangan, kenapa harus ada garpu dan pisau segala. Sumpah, ia gerah, apalagi duduk diapit laki-laki tidak dikenal dengan suara yang lebih berat dari Wooseok. Seojin tak beda jauh dengannya, bergerak gusar di kursinya, masih mencoba untuk mendapatkan atensi Wooseok."Jihyun-ssi, apa
"Hyun Myungsuk!"Keduanya menoleh secara bersamaan saat suara familiar itu terdengar jelas di antara deru angin malam. Myungsuk membulatkan matanya ketika menyadari Sunmi berdiri di sana dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Minuman kaleng yang menggelinding semakin mendekati tubuhnya, tapi gadis itu masih terdiam di tempatnya."Sunmi, minumannya-""Apa yang kau lakukan dengannya!?" Pekikan Sunmi terdengar makin keras, membuat Jihyun terperanjat. Ia sadar apa yang sedang Sunmi pikirkan. Sial, ia pasti akan kena masalah lagi karena pasangan aneh ini.Jihyun berdecak saat Sunmi mulai melontarkan kalimat-kalimat penuh cacian yang ia tujukan untuk Myungsuk. Sayang sekali, si pemuda Daegu tak mampu membalas satupun perkataan pedas kekasihnya. Karena demi apa pun, Jihyun berani bertaruh r
Hokkaido selalu bersalju. Namun, dinginnya gumpalan putih itu tak sedingin perasaan Jihyun sekarang. Ia merasa cemas, sangat cemas hingga tubuhnya nyaris mati rasa. Sudah berjam-jam ia menunggu di koridor rumah sakit. Orang-orang berlalu-lalang untuk mengurus keluarga mereka, atau sekedar menjenguk kerabat yang sangat. Beberapa yang datang menangis karena syok keluarganya menjadi korban kecelakaan, atau yang lebih buruk lagi; mereka menerima informasi bahwa orang yang mereka sayangi telah pergi untuk selama-lamanya."Bagaimana, Jihyun-ah ... apa sudah ada kabar dari dokter?"Jihyun mematai seorang pria berkacamata yang berusia sekitar tiga puluh tahunan di dekatnya. Sosok familiar itu adalah Lee Yunsung, kakak Dantae satu-satunya. Semalam kondisi Dantae sangat drop dan ia dibawa ke rumah sakit. Beruntung, Yunsung tinggal di Jepang dan bisa menemani adiknya di sini."Belum ada, Oppa. Aku sangat cemas, kenapa sampai sekarang
MyunsukHyunTetaplah bersama selamanya. Aku hanya punya kau.#KimMyungsukDisini #AkuBersamaDenganTemanku #IniKembaranku #AkujugamencintaimuJihyunSunmi tersenyum saat melihat notif di ponselnya. Myungsuk mengunggah sebuah foto tautan tangannya bersama seseorang yang ia yakini tangan Jihyun. Oh, melodrama macam apa ini? Bukankah pertemanan mereka hanya berisi komik dan hal-hal konyol lainnya? Sunmi terkekeh melihat itu."Wow, kau bahkan tidak menunjukkan raut marah saat melihat postingan ini." Daehyun menekan-nekan jari telunjuk kirinya di atas layar ponsel Sunmi. Tangan kanannya sudah penuh membawa beberapa kantung makanan."Tidak apa-apa, Daehyun-ah. Sudah kubilang mereka tidak akan macam-macam. Kalau kau mau, kita juga bisa mengunggah foto tangan kita yang sedang bergandengan."Daehyun memutar bola matanya. "Iya, iya. Terserah kau saja Sunmi-ya. Maaf aku tidak tertarik menggenggam t
Dantae berjalan menuju parkiran tempat show di Busan untuk mengambil mobilnya. Artis tidak perlu ragu memarkir di sana. Terlalu ramai di salon membuatnya mau tidak mau mengalah. Ia menyuruh pegawai salon itu memarkirkan mobilnya tak jauh dari sana. Alhasil, karena ketiduran ia harus rela mengirim pesan pada Beomgyu kalau ia akan terlambat.Ia mengecek ponselnya berulang kali, memastikan bahwa Beomgyu tidak menghubunginya. Lantunan musik hiphop memenuhi area jalanan yang padat, namun tak sedikit orang yang memperhatikan layar besar itu. Poster dua rapper ternama terpampang besar di sana. Dantae memakai topi hitamnya, lalu menaikkan tudung mantel dan berjalan sambil tersenyum tipis. Konser awal tahunnya akan segera tiba.Terlalu mengabaikan sekeliling, Dantae terperanjat saat seseorang menabrak bahu kanannya. Ponsel yang dipegang sosok itu jatuh dan spontan Dantae menangkapnya. Ia bernafas lega."Maaf." Suara dingin Dantae t
"Wow, kau benar-benar menungguku di sini." Suara baritone yang sangat dikenalinya berhasil memecah lamunan mengenai kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu. Tentang hubungannya dan Jang Beomgyu yang sudah kandas. Jihyun tidak ingin menyalahkan siapapun lagi untuk semuanya, dia hanya—menyesal karena tidak mendengarkan ucapan Myungsuk waktu itu.Waktu menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh menit saat ia asik tenggelam dalam lamunannya sendiri. Melupakan bahwa kedatangannya di tempat ini bukan untuk melamun, tapi bertemu dengan teman baiknya. Myungsuk melambai dari jarak dua meter dan mulai mengayunkan sepatunya ke arah Jihyun. Kursi Taman yang ia duduki sendiri mulai terasa lebih berat saat Myungsuk ikut duduk di sebelahnya, mematai dari samping."Hitam. Sudah kuduga ini cocok denganmu." Tangan pemuda Daegu itu beralih untuk menyentuh surai temannya yang berubah warna. Merah muda ke hitam. Ini tentu membuat Jihyun harus mengg
Malam hari menyapa, masih dengan cuaca yang membeku. Jihyun duduk sendirian di taman, menunggu Myungsuk menemuinya sebentar lagi. Hampir satu hari ia habiskan untuk pergi ke suatu tempat hari ini setelah mengacaukan semuanya. Walaupun Jihyun bilang ia tidak suka mengacaukannya, sosok bernama Jang Beomgyu itu tetap pergi dengan senyuman dan berkata bahwa semua ini bukanlah salah Jihyun.Namun, tetap saja ia cemas. Sebagai manusia yang berperasaan dan tidak ingin menyakiti orang lain, Jihyun benar-benar merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi di antara dirinya dan Kang Beomgyu."Seharusnya, dari awal aku mendengarkan Myungsuk. Harusnya aku tidak boleh memberi harapan pada Kang Beomgyu jika akhirnya aku melakukan itu untuk pelampiasan."Jihyun menunduk di bangku taman dengan perasaan gelisah yang memenuhi relung hatinya.****Beberapa jam sebelumnya.
"Oh, Wooseok?"Dantae membalas sapaan Wooseok lewat telepon pagi ini. Yang lebih muda menanyakan kenapa ia tidak mampir ke studio—walaupun ini tahun baru, dan tidak mengabarinya sejak kabur bersama Seojin semalam."Ah, Hyung. Kau di mana sekarang?" Dantae tahu saat kalimat itu terucap, Wooseok sudah menuduhnya yang tidak-tidak. Seperti; Dantae sedang bersama Seojin, Dantae sedang bermesraan dengan Seojin, Dantae dan Seojin punya hubungan gelap. Dan hal-hal tidak masuk akal lainnya yang berkaitan dengan Seojin."Aku sedang di Busan, mengganti warna rambutku. Kau pasti tahu alasannya. Omong-omong Seojin-noona sudah mengatakan semuanya."Sebuah pertanyaan kembali dilontarkan Wooseok setelah Dantae menyelesaikan kalimatnya."Kapan kau ke Busan? Kau bisa mati kalau berkeliaran siang-siang begini. Dan, a-apa? Seojin-noona cerita padamu tentang sesuatu, Hyung?""Ck, jangan
Jang Beomgyu memasukan ponselnya ke dalam saku mantel saat ia selesai menghubungi Jihyun. Ini pekerjaan penting, jadi harus cepat dilakukan. Walaupun Beomgyu sedikit tidak mengerti kenapa Jihyun mau keluar rumah di cuaca dingin begini, karena sudah terlanjur, dia hanya membiarkannya.Sepatunya menciptakan bunyi saat menapak di lorong. Lantai tiga nomor seratus sepuluh. Beomgyu mencari kamar yang dimaksud Jihyun dengan seksama. Belum sampai langkahnya di depan pintu, suara asing memekik cukup keras dari pintu sebelah."Hyungnim, apa kau mencari Jihyun-ssi?" Beomgyu spontan menoleh pada sosok itu. Anak laki-laki dengan postur tinggi sedang bersandar di depan pintu rumahnya.Pria itu menyunggingkan sebuah senyum manis sebelum menanggapi ucapannya. "Ah, iya. Aku pacarnya Jihyun. Dia menyuruhku masuk duluan dan mengambil kunci di bawah pot bunga."Anak laki-laki tinggi itu bergeming. Matanya membulat di detik b
Jihyun menikmati sekaleng softdrink yang Wooseok berikan. Meneguknya dengan cepat tanpa memedulikan tatap heran yang dihadiahi di rapper padanya. Bunyi klontang nyaring dari kaleng minuman kosong yang dibuang ke sudut tempat sampah menemani larutnya malam tahun baru. Kembang api perlahan-lahan makin menghilang. Redupnya buyar menemani langkah kaki orang-orang yang kembali ke rumah mereka. Di jam segini, adalah hal gila jika kau menyebutnya sedang hangout bersama seseorang. Wooseok lebih suka menganggapnya—kebetulan."Kau putus dengan Dantae-hyung?" Satu kalimat tanya yang meluncur dari Wooseok membuat Jihyun jengah. Decakan terdengar setelah suara baritone itu berhasil menyelesaikan kalimatnya. Jihyun menoleh, mendapati Wooseok tengah menatap tak biasa ke arahnya, ia meremas kuat kaleng di tangannya."Berhenti menatapku seperti itu, Oppa!" Jihyun tidak suka ini. K
"Kau ini kenapa sebenarnya?" Jihyun menatap nyalang pada Dantae. Dahinya berkerut, "bukankah kau sendiri yang bilang agar aku tak mencarimu lagi? Lalu kenapa justru kau yang datang padaku!?"Dantae terkekeh mendengar ucapan mantan kekasihnya. "Haha, kau benar. Memang aneh. Jika seandainya keadaan berbalik. Misalnya kau yang meninggalkanku ... lalu aku yang merasa rindu, setidaknya itu terdengar lucu. Tapi—""Kau yang meninggalkanku, dan kau yang merasa rindu. Itu terlalu menggelikan, Dantae-ssi.""Kau benar.""Sudahlah, jangan pernah membahas ini lagi. Aku akan pulang!""Tunggu, Jihyun—""Lepaskan aku, Dantae-ssi! Kau seharusnya malu melakukan ini pada orang yang sudah kau buang."Dantae terkekeh mendengar ucapan Jihyun. Benar. Dia memang hanya seorang pria brengsek yang dengan mudah membuang Jihyun begitu saja. Tidak tahu terima kasih. Sudah p