Ckrek.
"Bagus, sekali lagi."
Ckrek.
"Kalian hebat. Sinbi, senyum."
Ckrek.
"Jongsuk, coba liat ke arah Sinbi."
Ckrek.
"Bagus. Baiklah, kita istirahat sebentar."
Seorang gadis berambut hitam legam sepunggung tengah sibuk melihat hasil potretannya melalui lensa kamera. Senyum manis tak pernah pudar dari wajahnya, membuat dua gigi kelincinya terlihat sangat menggemaskan.
Sunmi kemudian menaruh kameranya dan berjalan ke arah sofa yang ada di ruangan itu. Sejenak, gadis ini ingin mengistirahatkan tubuhnya. Sesi pemotretan yang dibintangi oleh dua idol pendatang baru yang terkenal itu lumayan cukup melelahkan. Untung saja yang terpilih sebagai cover katalog bulan ini adalah Jongsuk UNIVERSE dan Sinbi SUNSHINE, dua idol yang merupakan teman masa kecil. Menumbuhkan kemistri di antara keduanya bukanlah hal yang sulit.
Tanpa ia sadari, seseorang sudah berada di sampingnya dan menepuk pelan pundaknya. Ia mendapati Jongsuk sedang berdiri di sana sambil mengerjap lucu.
"Sunbae, ada yang mencarimu." Sunmi mengangguk sambil mengikuti arah jari Jongsuk. Pemuda yang berusia setahun lebih muda dari Sunmi itu tengah menunjuk seseorang yang sangat Sunmi kenal. Pemilik brand fashion terkenal merk WSX, Kang Wooseok.
Sunmi yang hendak berdiri kembali diam saat Wooseok menghampiri dan duduk di sebelahnya. Pria itu tersenyum, menampilkan lesung pipi kirinya yang manis.
"Sunmi-ah, aku butuh seorang model untuk katalog bulan depan." Sunmi mengernyit bingung. Bukankah bulan depan masih tigapuluh hari lagi.
"Memang bulan depan bukan selebriti yang akan tampil di katalogmu, Oppa?" Ia bertanya dengan nada bingung. Sunmi dan Wooseok cukup dekat seperti kakak adik karena Wooseok menyukai kakak perempuan Sunmi. Walaupun imej rapper terkenal dan siswa SMA biasa itu terlihat seperti dua orang dari kasta yang berbeda, sebenarnya menaklukan hati Wooseok bukanlah perkara yang sulit.
"Bukan begitu. Aku akan tetap mempertahankan idol yang sudah tampil di katalogku beberapa bulan ini. Hanya saja, aku butuh seseorang yang berbeda untuk menjadi cover bulan depan."
"Kau butuh pria atau wanita?"
Wooseok sedikit menimang perkataan Sunmi sebelum akhirnya kembali membuka suara.
"Kurasa pria akan lebih cocok karena katalog bulan depan akan menampilkan lebih banyak style fashion untuk pria."
Sunmi mengangguk mendengar penuturan yang lebih tua.
"Oppa ingin model yang seperti apa?" Tanya Sunmi berusaha memastikan. Wooseok mengeluarkan ponsel pintanya dan menunjukkan foto seseorang yang sangat Sunmi kenal.
"Seperti Seojin-noona, tapi versi pria."
Gadis itu kembali menautkan kedua alisnya. "Kenapa Oppa tidak cari cover boy saja?" Ia tak mengerti ke mana arah pembicaraan Wooseok.
Yang lebih tua kemudian menarik nafas. "Sunmi-ah, aku tidak mau cover boy yang mengisi halaman depan katalogku. Aku ingin seseorang seperti Seojin-noona, bukan selebritis tapi mempunyai wajah yang menarik."
Sunmi kembali mengangguk mendengar penuturan Wooseok. Sebuah ide tiba-tiba terlintas di kepalanya.
"Kalau begitu kenapa tidak suruh Seojin-eonnie saja? Maka modelnya bisa laki-laki dan perempuan seperti bulan ini." Hal itu akan lebih mudah bukan, pikir Sunmi.
Wooseok memberi isyarat tidak setuju dan segera menggelengkan kepalanya, membuat Sunmi menggembungkan pipi, sadar kalau pekerjaannya tidak akan selesai semudah itu. Sial, ini pasti berakhir buruk.
"Aura Seojin-noona yang ceria dan berkilau tidak akan cocok dengan imej orang ini." Wooseok menunjukkan satu foto lagi, rasanya Sunmi familiar dengan wajah itu.
"Ah, dia temanmu yang bekerja di studio, 'kan." Bola mata Sunmi melebar sempurna. Dia sangat kagum pada seseorang di foto itu.
Dan T, partner kerja Wooseok sekaligus rapper yang tidak pernah menunjukkan wajahnya di depan publik. Pekerjaannya hanya menulis lagu, dan di setiap musik video miliknya, dia tidak pernah muncul. Pria yang kulitnya terlihat pucat itu hanya mau menampakkan wajahnya di studio foto beberapa kali saat Sunmi sedang menyerahkan file berisi foto-foto modelnya. Bahkan saat mereka tengah mengadakan konser, Dan T hanya akan tampil membawakan beberapa lagu dengan pakaian serba hitam dan topi yang menutupi sebagian wajahnya. Seluruh konser yang ia gelar selalu berada di ruang tertutup. Belum pernah Sunmi melihat berita tentang Dan T yang yang menggelar konser di ruang terbuka.
Sunmi mulai berpikir jika pria itu tidak suka orang-orang melihat kulitnya yang sangat pucat.
Pengalaman pertamanya bekerja sama dengan Dan T adalah saat pemotretan untuk katalog satu bulan yang lalu. Saat itu model yang sudah dijanjikan berhalangan hadir dan kebetulan Dan T sedang menepi di studio karena hujan deras. Pria itu acuh tak acuh menerima tawaran Wooseok. Tapi pada akhirnya, dia menurut saja dan membuat pose yang sangat jarang ditampilkan model manapun. Dia duduk di sebuah kursi sambil menyilangkan kaki dengan sebuah buku catatan di tangan kirinya, sementara tangan kanannya sibuk memegang pulpen yang nantinya digunakan untuk menulis lirik lagu di atas kertas kosong di sana. Wajahnya datar, tak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan untuk difoto.
"Rambutnya yang berwarna mint satu-satunya yang menjadi daya tarik menurutku." Ia memperhatikan foto itu lebih dekat, kemudian menggeleng.
"Rasanya akan sulit mencari model pria yang bisa mengimbangi aura Dan T, Oppa." Sunmi merengek tak suka, terlalu lelah dengan perkerjaannya sebagai fotografer di bawah pengawasan Wooseok. Pria ini sering sekali membuatnya terjebak dalam situasi yang tidak mengenakkan.
"Waktumu satu bulan, Sunmi. Aku ingin seorang model yang auranya setara dengan Dantae-hyung. Aku tidak peduli di mana kau akan mencarinya, kalau perlu kau rekrut ulzzang juga tidak masalah."
Batinnya ingin berteriak sekali lagi, mengabaikan kalimat yang Wooseok lontarkan barusan. Namun otaknya memproses lebih cepat. Tadi Wooseok bilang apa … ulzzang?
"Kau bilang apa, Oppa? Ulzzang?" Ia kembali menautkan alisnya, dan kali ini langsung mendapat anggukan dari sang pemilik.
"Siapa saja. Ulzzang yang mempunyai sorot mata tajam dan wajah brengsek, misalnya." Seringai mulai nampak di wajah tampannya, membuat lesung di pipi kirinya lagi-lagi terlihat. Sunmi merinding sekarang.
"Sorot mata tajam dan wajah brengsek?" Sunmi mengulangi kalimat Wooseok dan membuat pria itu menepuk kepalanya.
"Maksudku, seorang ulzzang yang sering berpose dengan sorot mata yang tajam dan wajah menantang. Kau tahu kan kita perlu seseorang yang bisa menekan aura gelap Dan T. Dan jangan lupa, dia harus menarik seperti Seojin-noona." Wooseok itu tipe pemaksa, Sunmi tahu itu. Tapi dia tidak tahu bahwa Oppa-nya yang satu ini akan memberinya tugas yang kelewat menyebalkan.
Rasanya ia ingin membanting kamera DSLR dan menendang tripodnya sekarang juga, mengabaikan betapa berharganya semua peralatan itu. Namun mendengar kalimat Wooseok yang sangat menyebalkan membuatnya kembali memutar otak. Ia jadi ingat beberapa hal menyebalkan yang terjadi seminggu terakhir ini. Kemudian sebuah ide gila terlintas di kepalanya.
"Oppa, aku sudah tahu siapa yang akan kuajak untuk pemotretan katalog bulan depan." Sunmi tersenyum, menampilkan deretan gigi kelincinya yang lucu.
Wooseok mengernyit setelah itu, heran karena gadis di sebelahnya begitu cepat menyimpulkan.
"Siapa?" Ia bertanya dengan penasaran.
"Kekasihku."
"Wow, kekasihmu tampan? Dan dia seorang ulzzang? Mengejutkan."
Sunmi menyeringai.
"Tentu. Seorang ulzzang yang punya sorot mata tajam dan wajah brengsek."
****
"Baiklah, Jihyun-ah. Aku sudah mengirimkan pesan pada kekasihku, jika dia membacanya dia pasti akan segera menelepon." Myungsuk lagi-lagi mematri senyum manis andalannya. Jihyun mengerjap."Oh, baik kalau begitu. Bisa aku pulang sekarang?" Jihyun menoleh ke arah jalanan yang mulai padat. Hari semakin sore dan mereka masih betah singgah di Café sejak tadi siang.Yang ditanya mengangguk. "Tentu, kau pasti merindukan kekasihmu." Myungsuk berujar tanpa memandang Jihyun. Ia mengalihkan pandangannya yang setajam elang ke arah jalanan. Nampaknya sebuah sosok yang familiar tertangkap penglihatannya."Ah, itu dia!" Pekikan Myungsuk seketika memenuhi indra pendengaran Jihyun, membuatnya terperangah dan ikut menatap sosok yang Myungsuk maksud."Si-siapa?" Jihyun menoleh dan mendapati seorang pria dengan tinggi sekitar 178 cm tengah tersenyum dan menjabat tangan seseorang di seberang jalan dekat Cafe tempat mer
Seorang pemuda berkulit pucat terus memutar-mutar pulpen di tangannya. Tatapannya menerawang lurus ke depan, entah apa yang sedang ia pikirkan. Dantae tidak fokus sejak tadi, dan ia yakin penyebabnya tak lain adalah sebuah tawaran dari Wooseok beberapa hari yang lalu. Gila, pemuda bermata sipit itu menyuruhnya untuk menjadi cover di katalognya bulan depan. Bukannya Dantae tidak senang, tapi masalahnya, dia tidak suka tampil di depan publik. Bahkan hanya sedikit dari para penggemar yang mengetahui wajah aslinya, itu pun setengah tertutupi topi.Pemuda yang berasal dari Daegu itu membuang nafas dan mengacak pelan surainya yang berwarna mint. Sudah hampir tiga puluh menit ia membiarkan kertas itu tetap bersih. Tidak, ini tidak boleh terus terjadi atau dia tak akan bisa menghasilkan satu lagu pun hari ini.Pintu studio dibuka oleh seseorang, menyebabkan udara masuk dari luar karena ia tak cepat-cepat menutupnya lagi. Sosok Ji Seojin terl
Jihyun menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, kesal dengan semua yang sudah terjadi hari ini. Sudah cukup dipermalukan seperti tadi, Jihyun tidak akan mau membaca komik Busan In Action lagi. Sialan, ia tidak menyangka seseorang dengan nama pena Yeosong Bunny itu adalah bocah labil yang punya sepasang gigi seperti kelinci.Reputasinya sebagai seorang mahasiswa baru hampir saja tercoreng jika tadi dia kelepasan menjewer kuping gadis itu. Dengan penampilan mencolok seperti itu, tentu saja ia akan mudah dikenali orang. Terlebih, lawannya kali ini adalah bocah SMA, bisa-bisa ia dituduh melakukan kekerasan pada anak dibawah umur."Hyun Myungsuk dan segala kehidupannya memang gila, arrgh!" Jihyun meracau frustrasi di depan halte bus. Saat bus tujuannya tiba, ia melangkahkan kakinya dengan cepat ke dalam sana dan segera mencari tempat duduk, menyamankan posisinya. Gadis Busan itu memasangkan earphone di telinganya dan mulai mencari channel radio f
Suara yang dihasilkan oleh ketukan jemari jenjang pada keyboard laptop memenuhi ruangan kamar yang sunyi. Sosok cantik itu tengah asik dengan blognya, mengabaikan satu sosok lagi yang sekarang tengah sibuk menorehkan goresan-goresan kasar pena di atas kertas putih. Seojin tak mau menatap adiknya yang tampak kesal sejak kepulangannya sore tadi. Kalau tidak salah, tiga puluh menit yang lalu Sunmi cerita soal pertemuannya dengan gadis bernama Bae Jihyun yang membuat hatinya panas akhir-akhir ini. Keributan terjadi setelah Sunmi menyiram wajah Jihyun dengan segelas iced americano yang disaksikan oleh puluhan pasang mata. Sungguh, Seojin tidak mengerti jalan pikiran adiknya, dasar bocah. Wanita cantik itu kemudian menutup halaman blognya saat ia sudah menyelesaikan postingannya, kemudian beranjak dari kasur, menghampiri Sunmi yang asik menggambar di kursinya. Helaan nafas berat terus terdengar ketika ia melangkah mendekati s
Sunmi memutar-mutar pensil di tangannya, tak fokus sedari tadi karena mengingat kata-katanya sendiri beberapa hari yang lalu. Sebenarnya ia tak berniat untuk membuat Myungsuk marah, tapi karena perkataannya tempo hari, sampai sekarang kekasihnya itu belum juga menghubunginya.Waktu istirahat akan berakhir sebentar lagi, dan Sunmi masih belum beranjak dari kursinya sejak bel berbunyi. Panggilan dari teman sekelasnya tak ia hiraukan, seolah pikirannya hanya mampu fokus pada satu hal.Pada Hyun Myungsuk yang ia rasa mulai menjauh.Gadis itu menghela nafas berkali-kali, lelah sendiri dengan skenario bodoh yang sudah ia buat. Sunmi mengutuk Myungsuk dalam hatinya. Brengsek, apa dia masih butuh aku, batinnya. Persetan kau, ulzzang brengsek.Lama bermonolog sendiri, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia lekas mengambilnya dan melihat sebuah pesan masuk yang dikirimkan oleh seseorang beberapa detik yang lalu.
Hujan turun secara tiba-tiba malam ini. Padahal, sejak tadi sore belum ada tanda-tanda akan turun hujan, awan mendung pun tak terlihat. Keempat orang yang baru keluar dari restoran itu menatap tak percaya pada jalanan basah di depan mereka. Hujannya sangat deras, dan sialnya Seojin masih punya pekerjaan."Aku harus menyerahkan file ke Bos sebelum dia berangkat ke luar kota besok." Wanita cantik itu mengoceh panjang lebar sejak mereka mendengar suara hujan. Wooseok sudah ingin menutup telinganya rapat-rapat jika saja bukan Seojin yang sedang berbicara seperti kereta api.Aku tidak peduli, Noona. Persetan dengan semua file milik Bos mu, telingaku rasanya mau pecah, batin Wooseok. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk benar-benar meneriakki Seojin karena ia ingat kalau pekerjaan tetap pujaan hatinya selain food blogger adalah Chef di salah satu hotel bintang lima. Dan demi Tuhan, Wooseok pernah tak sengaja membuka salah satu file milik Seojin. S
Inbox (1)From: Kang WooseokHai, Noona ... apa kabar? Hari ini sudah makan berapa kali? Perlu kutemani ke supermarket, mungkin? Kapan kita bisa bertemu?Inbox (1)From: Kang WooseokSeojin-noona, kau ada di rumah? Aku ingin bertemu :) ayo kita makan siang bersama~Inbox (1)From: Kang WooseokNoona, hari ini luang tidak? Ayo temani aku ke toko sepatu. Oppa di rumah, kan? Aku jemput sekarang, ya ....Inbox: (1)From: Kang WooseokNoona, hangout bersamaku, ya? Aku bosan. Miss u Noona :(****"Bagus, Seojin ... bagus. Ya, ke kiri sedikit."
Myungsuk menyelesaikan tugas kuliahnya tepat pukul sembilan malam ini. Inginnya langsung tidur dan memimpikan anak anjing yang lucu seperti kemarin, tapi sepertinya ia harus mengubur semua keinginannya sekarang, karena lagi-lagi sesuatu bernama deadline terus membuat kedua matanya tetap terjaga semalaman penuh.Ia tidak ingat kapan Jihyun kembali ke rumahnya hari ini. Sejak pagi mood pemuda itu benar-benar buruk. Ia mencoret gambar yang sudah hampir jadi, lalu menggambarnya kembali dengan asal-asalan. Tentu saja hal itu membuat Myungsuk semakin lama mengerjakan gambarnya. Belum lagi jam kuliah yang harus ia kejar. Ini semua benar-benar berat jika dipikir berulang kali, tapi mau bagaimana pun, ia sudah terlanjur mengerjakan semuanya.Pertengkaran dengan Sunmi masih belum selesai. Gadis Busan itu bahkan masih belum menghubunginya sampai sekarang. Tadi pagi Myungsuk menemuinya ke sekolah, bermaksud untuk meminta maaf. Namun sepertinya mood Su
Hokkaido selalu bersalju. Namun, dinginnya gumpalan putih itu tak sedingin perasaan Jihyun sekarang. Ia merasa cemas, sangat cemas hingga tubuhnya nyaris mati rasa. Sudah berjam-jam ia menunggu di koridor rumah sakit. Orang-orang berlalu-lalang untuk mengurus keluarga mereka, atau sekedar menjenguk kerabat yang sangat. Beberapa yang datang menangis karena syok keluarganya menjadi korban kecelakaan, atau yang lebih buruk lagi; mereka menerima informasi bahwa orang yang mereka sayangi telah pergi untuk selama-lamanya."Bagaimana, Jihyun-ah ... apa sudah ada kabar dari dokter?"Jihyun mematai seorang pria berkacamata yang berusia sekitar tiga puluh tahunan di dekatnya. Sosok familiar itu adalah Lee Yunsung, kakak Dantae satu-satunya. Semalam kondisi Dantae sangat drop dan ia dibawa ke rumah sakit. Beruntung, Yunsung tinggal di Jepang dan bisa menemani adiknya di sini."Belum ada, Oppa. Aku sangat cemas, kenapa sampai sekarang
MyunsukHyunTetaplah bersama selamanya. Aku hanya punya kau.#KimMyungsukDisini #AkuBersamaDenganTemanku #IniKembaranku #AkujugamencintaimuJihyunSunmi tersenyum saat melihat notif di ponselnya. Myungsuk mengunggah sebuah foto tautan tangannya bersama seseorang yang ia yakini tangan Jihyun. Oh, melodrama macam apa ini? Bukankah pertemanan mereka hanya berisi komik dan hal-hal konyol lainnya? Sunmi terkekeh melihat itu."Wow, kau bahkan tidak menunjukkan raut marah saat melihat postingan ini." Daehyun menekan-nekan jari telunjuk kirinya di atas layar ponsel Sunmi. Tangan kanannya sudah penuh membawa beberapa kantung makanan."Tidak apa-apa, Daehyun-ah. Sudah kubilang mereka tidak akan macam-macam. Kalau kau mau, kita juga bisa mengunggah foto tangan kita yang sedang bergandengan."Daehyun memutar bola matanya. "Iya, iya. Terserah kau saja Sunmi-ya. Maaf aku tidak tertarik menggenggam t
Dantae berjalan menuju parkiran tempat show di Busan untuk mengambil mobilnya. Artis tidak perlu ragu memarkir di sana. Terlalu ramai di salon membuatnya mau tidak mau mengalah. Ia menyuruh pegawai salon itu memarkirkan mobilnya tak jauh dari sana. Alhasil, karena ketiduran ia harus rela mengirim pesan pada Beomgyu kalau ia akan terlambat.Ia mengecek ponselnya berulang kali, memastikan bahwa Beomgyu tidak menghubunginya. Lantunan musik hiphop memenuhi area jalanan yang padat, namun tak sedikit orang yang memperhatikan layar besar itu. Poster dua rapper ternama terpampang besar di sana. Dantae memakai topi hitamnya, lalu menaikkan tudung mantel dan berjalan sambil tersenyum tipis. Konser awal tahunnya akan segera tiba.Terlalu mengabaikan sekeliling, Dantae terperanjat saat seseorang menabrak bahu kanannya. Ponsel yang dipegang sosok itu jatuh dan spontan Dantae menangkapnya. Ia bernafas lega."Maaf." Suara dingin Dantae t
"Wow, kau benar-benar menungguku di sini." Suara baritone yang sangat dikenalinya berhasil memecah lamunan mengenai kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu. Tentang hubungannya dan Jang Beomgyu yang sudah kandas. Jihyun tidak ingin menyalahkan siapapun lagi untuk semuanya, dia hanya—menyesal karena tidak mendengarkan ucapan Myungsuk waktu itu.Waktu menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh menit saat ia asik tenggelam dalam lamunannya sendiri. Melupakan bahwa kedatangannya di tempat ini bukan untuk melamun, tapi bertemu dengan teman baiknya. Myungsuk melambai dari jarak dua meter dan mulai mengayunkan sepatunya ke arah Jihyun. Kursi Taman yang ia duduki sendiri mulai terasa lebih berat saat Myungsuk ikut duduk di sebelahnya, mematai dari samping."Hitam. Sudah kuduga ini cocok denganmu." Tangan pemuda Daegu itu beralih untuk menyentuh surai temannya yang berubah warna. Merah muda ke hitam. Ini tentu membuat Jihyun harus mengg
Malam hari menyapa, masih dengan cuaca yang membeku. Jihyun duduk sendirian di taman, menunggu Myungsuk menemuinya sebentar lagi. Hampir satu hari ia habiskan untuk pergi ke suatu tempat hari ini setelah mengacaukan semuanya. Walaupun Jihyun bilang ia tidak suka mengacaukannya, sosok bernama Jang Beomgyu itu tetap pergi dengan senyuman dan berkata bahwa semua ini bukanlah salah Jihyun.Namun, tetap saja ia cemas. Sebagai manusia yang berperasaan dan tidak ingin menyakiti orang lain, Jihyun benar-benar merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi di antara dirinya dan Kang Beomgyu."Seharusnya, dari awal aku mendengarkan Myungsuk. Harusnya aku tidak boleh memberi harapan pada Kang Beomgyu jika akhirnya aku melakukan itu untuk pelampiasan."Jihyun menunduk di bangku taman dengan perasaan gelisah yang memenuhi relung hatinya.****Beberapa jam sebelumnya.
"Oh, Wooseok?"Dantae membalas sapaan Wooseok lewat telepon pagi ini. Yang lebih muda menanyakan kenapa ia tidak mampir ke studio—walaupun ini tahun baru, dan tidak mengabarinya sejak kabur bersama Seojin semalam."Ah, Hyung. Kau di mana sekarang?" Dantae tahu saat kalimat itu terucap, Wooseok sudah menuduhnya yang tidak-tidak. Seperti; Dantae sedang bersama Seojin, Dantae sedang bermesraan dengan Seojin, Dantae dan Seojin punya hubungan gelap. Dan hal-hal tidak masuk akal lainnya yang berkaitan dengan Seojin."Aku sedang di Busan, mengganti warna rambutku. Kau pasti tahu alasannya. Omong-omong Seojin-noona sudah mengatakan semuanya."Sebuah pertanyaan kembali dilontarkan Wooseok setelah Dantae menyelesaikan kalimatnya."Kapan kau ke Busan? Kau bisa mati kalau berkeliaran siang-siang begini. Dan, a-apa? Seojin-noona cerita padamu tentang sesuatu, Hyung?""Ck, jangan
Jang Beomgyu memasukan ponselnya ke dalam saku mantel saat ia selesai menghubungi Jihyun. Ini pekerjaan penting, jadi harus cepat dilakukan. Walaupun Beomgyu sedikit tidak mengerti kenapa Jihyun mau keluar rumah di cuaca dingin begini, karena sudah terlanjur, dia hanya membiarkannya.Sepatunya menciptakan bunyi saat menapak di lorong. Lantai tiga nomor seratus sepuluh. Beomgyu mencari kamar yang dimaksud Jihyun dengan seksama. Belum sampai langkahnya di depan pintu, suara asing memekik cukup keras dari pintu sebelah."Hyungnim, apa kau mencari Jihyun-ssi?" Beomgyu spontan menoleh pada sosok itu. Anak laki-laki dengan postur tinggi sedang bersandar di depan pintu rumahnya.Pria itu menyunggingkan sebuah senyum manis sebelum menanggapi ucapannya. "Ah, iya. Aku pacarnya Jihyun. Dia menyuruhku masuk duluan dan mengambil kunci di bawah pot bunga."Anak laki-laki tinggi itu bergeming. Matanya membulat di detik b
Jihyun menikmati sekaleng softdrink yang Wooseok berikan. Meneguknya dengan cepat tanpa memedulikan tatap heran yang dihadiahi di rapper padanya. Bunyi klontang nyaring dari kaleng minuman kosong yang dibuang ke sudut tempat sampah menemani larutnya malam tahun baru. Kembang api perlahan-lahan makin menghilang. Redupnya buyar menemani langkah kaki orang-orang yang kembali ke rumah mereka. Di jam segini, adalah hal gila jika kau menyebutnya sedang hangout bersama seseorang. Wooseok lebih suka menganggapnya—kebetulan."Kau putus dengan Dantae-hyung?" Satu kalimat tanya yang meluncur dari Wooseok membuat Jihyun jengah. Decakan terdengar setelah suara baritone itu berhasil menyelesaikan kalimatnya. Jihyun menoleh, mendapati Wooseok tengah menatap tak biasa ke arahnya, ia meremas kuat kaleng di tangannya."Berhenti menatapku seperti itu, Oppa!" Jihyun tidak suka ini. K
"Kau ini kenapa sebenarnya?" Jihyun menatap nyalang pada Dantae. Dahinya berkerut, "bukankah kau sendiri yang bilang agar aku tak mencarimu lagi? Lalu kenapa justru kau yang datang padaku!?"Dantae terkekeh mendengar ucapan mantan kekasihnya. "Haha, kau benar. Memang aneh. Jika seandainya keadaan berbalik. Misalnya kau yang meninggalkanku ... lalu aku yang merasa rindu, setidaknya itu terdengar lucu. Tapi—""Kau yang meninggalkanku, dan kau yang merasa rindu. Itu terlalu menggelikan, Dantae-ssi.""Kau benar.""Sudahlah, jangan pernah membahas ini lagi. Aku akan pulang!""Tunggu, Jihyun—""Lepaskan aku, Dantae-ssi! Kau seharusnya malu melakukan ini pada orang yang sudah kau buang."Dantae terkekeh mendengar ucapan Jihyun. Benar. Dia memang hanya seorang pria brengsek yang dengan mudah membuang Jihyun begitu saja. Tidak tahu terima kasih. Sudah p