Share

Bab 5

Kelvin berjalan menuju kantin tersebut dengan perasaan marah melihat Zico dan kedua anak buahnya berada di sana. Ingin sekali rasanya melupakan amarahnya untuk menghajar mereka. Namun, melihat banyak para siswa-siswi lainnya di sana, dia mengurungkan niatnya. Kedua tangannya yang tadinya mengepal, dia lemaskan. Sementara wajahnya yang tadinya memasang ekspresi marah, kembali ke expresi biasa.

Sesampainya di kantin tersebut, dia memesan nasi goreng dengan lauk ayam panggang dan jus jeruk kepada pegawai kantin. Setelah itu, dia duduk di sebuah kursi yang berada di sebelah meja berbentuk bundar.

Para siswa dan siswi yang berada di situ menjadi heran melihat Kelvin bisa membeli makanan di kantin. Dalam hati mereka bertanya-tanya, “Tumben sekali anak miskin itu bisa membeli makanan enak? Dari mana anak pemulung itu punya uang untuk beli makanan enak di sini? Jangan-jangan dia mencuri!”

Pegawai kantin itu kemudian membawakan sarapan Kelvin ke tempat meja duduknya. Kemudian, Kelvin memberikan uang $10 dolar kepada pegawai kantin itu. Sebenarnya harga nasi goreng dan ayam panggang itu $5 dan jus jeruk $1. Namun, saat pegawai kantin itu ingin memberikan uang kembalian, Kelvin berkata, “Ambil saja kembaliannya.”

Seketika para siswa dan siswi yang sedang makan di kantin ini terkejut. Ada yang tersedak makanannya sendiri, ada yang menjatuhkan gelas di saat ingin minum, dan lain-lain. Mereka tidak menyangka, kalau Kelvin yang selama ini mereka kenal sebagai anak paling miskin di sekolah ini, bersikap seperti itu.

Kelvin menahan tawa mengetahui keterkejutan siswa-siswa lain saat melihat perbedaan dirinya yang tidak seperti biasanya. Tadinya Kelvin tidak bisa makan enak seperti ini. Dia biasanya bekerja cuci piring di kantin dulu jika ingin makan. Kalau tidak, dia biasanya memakan sisa makanan yang telah dibuang di tempat sampah. Seperti itulah kehidupan Kelvin sebelum memiliki sistem

Namun, sekarang berbeda. Semenjak memiliki sistem, dia merasa hidupnya jauh lebih mulia. Akan tetapi, ada sesuatu yang membuatnya sangat sedih, yaitu kehilangan seorang ibu.

Setelah selesai sarapan, dengan segera Kelvin langsung bergegas menuju kelasnya, karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Sesampainya di kelas, apa yang diduganya ternyata benar. Baru saja dia masuk ke dalam kelas beberapa langkah, bel tanda masuk telah berbunyi, membuat dia mempercepat langkahnya menuju ke bangku yang biasanya menjadi tempat duduknya, lebih tepatnya bangku yang berada di belakang di paling pojok kanan kelas ini.

Tak lama kemudian, seorang guru pria berusia sekitar 30 tahunan, memakai baju putih dengan jaz hitam yang menjadi kombinasinya, dan celana hitam yang menjadi pakaian bawahannya, berjalan santai masuk ke dalam kelas. Guru itu duduk di meja mengajar, kemudian menyapa para muridnya.

“Selamat pagi, Anak-anak!”

Semua siswa-siswi yang ada di kelas ini dengan kompak menjawab secara bersamaan, “Selamat pagi juga, Pak Guru!”

“Oh, ya. Silakan kumpulkan PR Matematika kalian,” ujar guru itu ketika teriingat kalau para muridnya memiliki PR Matematika.

Para siswa dan siswi pun langsung mengambil buku Matematika masing-masing, setelah itu mereka mengumpulkannya di meja guru, kecuali Kelvin.

Kelvin menggerutu dalam hati. “Aduh! Bagaimana ini? Aku lupa kalau sekarang ada PR. Dan juga, buku Matematika-ku sudah lenyap terbakar di tong itu kemarin. Sistem, apakah kau bisa menolongku di saat seperti ini?”

[Master coba cek buku-buku baru Master yang berada di tas. Semuanya sudah terisi dengan tulisan yang sama persis seperti buku-buku Master sebelumnya. Dan PR Matematika Master semuanya sudah ada jawabannya.]

“Benarkah?” Kelvin mengulas senyum senang, dan dengan segera dia langsung mengecek buku yang berada di dalam tas-nya, untuk memastikan apakah yang baru saja dikatakan sistem itu benar atau tidak?

Setelah mengecek buku-buku yang berbeda di tas-nya, ternyata apa yang dikatakan sistem itu benar, membuat senyum Kelvin menjadi semakin melebar.

“Kelvin Stewart!” Guru itu memanggil nama Kelvin karena hanya dia yang belum mengumpulkan PR Matematika-nya. “Cepat kumpulkan PR-mu!”

“Baik, Pak!” Dengan cekatan, Kelvin langsung mengambil buku Matematika-nya dari tas. Dan ternyata juga isinya tulisan materi Matematika lengkap, dan PR-nya semuanya telah terisi jawabannya. Dia membawa buku itu untuk dikumpulkan ke meja guru.

Guru itu mengoreksi dan menilai semua PR para muridnya. Setelah selesai, dia memberikan buku itu lagi kepada muridnya.

Saat Kelvin melihat nilai PR Matematika-nya, sudut bibirnya terangkat ke atas. Dengan perasaan gembira dia berkata dalam hati. “Wah! Nilaiku 100. Padahal, sebenarnya bukan aku yang mengerjakan PR-nya.”

Di sisi lain, Xenovia yang tempat duduknya di sebelah kiri Kelvin melebarkan matanya saat melirik buku Kelvin. Gadis itu tidak menyangka, kalau Kelvin bisa mendapatkan nilai 100 di pelajaran yang menurutnya paling sulit ini. “Wah! Kau pintar sekali, Kelvin? Nanti ajarin aku Matematika juga, ya?”

Kelvin menjawab sembari tersenyum ke arah gadis itu. “Iya, Xenovia. Nanti aku ajari!”

Xenovia adalah satu-satunya siswi di sekolah ini yang tidak membenci Kelvin. Malahan, selama ini gadis itu yang selalu membelanya di saat dia akan dihajar oleh Zico. Jadi sudah wajar kalau Kelvin tersenyum dan bersikap baik padanya, meskipun dia adalah adiknya Zico, orang yang sangat dia benci.

Zico yang mendengar percakapan antara Xenovia dengan orang yang paling dia benci itu langsung menoleh ke arah adik perempuannya itu sembari berkata, “Kau jangan dekat-dekat dengan anak sampah itu, Xenovia!”

Xenovia langsung mendelik ke arah kakaknya itu yang duduk di depannya. “Apa yang kau bilang, Kak? ... Sampah?! ... justru dirimu itulah yang sampah!”

Pada saat itulah, guru yang mendengar keributan itu langsung berkata dengan intonasi tinggi sembari menatap Xenovia dan Zico. “Hey, Kalian! Berani sekali kalian berdua bikin keributan di kelas! Cepat berdiri di depan!”

“Ta–tapi kan saya cuma ....”

Belum Xenovia sempat menyelesaikan perkataannya, guru itu langsung menyergah, “Tidak ada kata tetapi! Cepat maju ke depan!”

Xenovia tidak bisa berkata-kata lagi. Dia hanya bisa menurut saja dengan gurunya itu, berjalan maju ke depan kelas sembari menundukkan kepala. Zico pun juga berjalan maju ke depan.

Di depan, Guru Matematika itu menghukum mereka, menyuruh mereka berdiri dengan satu kaki sambil menjewer telinganya sendiri.

Melihat Zico terkena hukuman seperti itu, Kelvin merasa sangat senang. Namun, dia merasa kasihan jika Xenovia juga terlibat dalam hukuman itu. Dan menurutnya, yang paling bersalah dalam hal ini adalah Zico.

[Misi sistem terpicu.]

[Bebaskanlah Xenovia dari hukuman Guru Matematika.]

[Reward: Masih misteri, dan akan diketahui setelah misi berhasil diselesaikan.]

[Waktu: Sebelum jam Matematika selesai.]

[Status misi: Sedang berlangsung.]

Mendapatkan misi seperti itu, Kelvin berpikir keras dan bertanya-tanya dalam hati. “Bagaimana caranya aku membebaskan Xenovia dari hukuman guru?”

[Jelaskan saja pada guru dengan kata-kata apa pun yang menurut Master bisa membuat Guru Matematika itu percaya bahwa Xenovia tidak salah, tetapi Zico yang salah.]

Setelah mendapatkan jawaban dari sistem, Kelvin mengulas sebuah senyum tipis. Tentu saja karena dia telah mendapatkan gambaran dan ide bagus untuk membebaskan Xenovia, sekaligus menyelesaikan misi ini.

Ide seperti apakah yang dipikirkan Kelvin untuk meluluhkan hati Guru Matematika itu agar Xenovia dibebaskan dari hukuman?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status