Home / Fantasi / The Undying Tales of AGORA BEAK / Di Bawah Sinar Rembulan

Share

The Undying Tales of AGORA BEAK
The Undying Tales of AGORA BEAK
Author: Jurnal Sore

Di Bawah Sinar Rembulan

Author: Jurnal Sore
last update Last Updated: 2021-03-12 02:26:29

Malam itu, hujan turun cukup deras menyapu jalanan hingga tertutup genangan. Ayah mengemudikan mobil sedan dengan cepat namun tidak kasar. Ibu yang duduk di jok depan sebelah Ayah mengajak ngobrol santai karena Ayah lebih senang menyetir sambil bercerita. Jimi yang saat itu baru duduk di bangku sekolah dasar kelas 1 memilih membaringkan tubuh di jok belakang sambil memain-mainkan kakinya di kaca jendela samping.

"Jimi, ayo pejamkan mata, nanti ayah akan bangunkan saat tiba di rumah. Besok kamu sekolah loh!" ujar Ayah dengan mata yang sesekali melirik ke arah belakang dari spion tengah.

"Sebentar lagi, Ayah. Masih hujan di luar," sahut Jimi yang sebenarnya tidak menghiraukan ucapan Ayah.

"Kamu tuh kalau di ajak ngobrol, pasti jawabannya ga nyambung," timbal ibu dengan nada sedikit ketus. lagi-lagi Jimi hanya mendengus dan tidak mengacuhkan ucapan ibunya.

Dalam kondisi yang temaram itu, ingatan Jimi tidak begitu jelas mengingat kondisi yang terjadi selanjutnya. Perlahan, suara bulir air hujan yang berjatuhan berirama di atas mobil benar-benar membawa Jimi dalam kantuk. Anak kecil yang polos ini masih membayangkan malasnya harus bangun pagi, meski di sekolah ia akan bertemu dan bermain dengan kawannya-kawannya.

Pandangannya berpindah dari kaca ke arah atap mobil yang berbahan abu-abu cerah. Dingin AC mobil dan gerakan mobil yang bergetar layaknya ditimang perlahan membawa Jimi dalam kantuk. Sesekali ia memandang ke arah depan dan melihat siluet Ayah dan Ibu yang masih berbincang seru. Semakin dibuai kantuk, Jimi melihat kembali ke arah atap, namun hal aneh terjadi. Seketika atap yang ia pandang menjadi begitu dekat, mendekat tepat setelah bunyi benturan kuat terdengar dari arah depan mobil.

"BRAK!".

Tubuhnya menghantam keras ke langit-langit dan jatuh terbanting ke lantai mobil ditambah tas dan barang yang diletakkan di bagian atas jok belakang menimpanya. Jimi pingsan dan tidak mengetahui apa-apa setelahnya. Begitu terbangun ia berada di rumah sakit dikelilingi perawat, dokter dan bibinya. Kepalanya begitu sakit meski matanya dapat terbuka, suara orang yang kaget melihat Jimi mulai sadarkan diri juga hanya terdengar seperti sayup-sayup.

***

Selang dua hari, Jimi baru dapat sadarkan diri sepenuhnya. Ia berusaha duduk, di depan ranjangnya terdapat televisi yang menyala, ada berita yang baru saja mulai menyiarkan kecelakaan misterius. Menyaksikan berita itu, Jimi sadar jika kedua orang tuanya telah meninggal. Air matanya menetes deras namun tidak dengan wajahnya yang tetap terdiam dengan ekspresi terkejut. Namun yang ia tidak tahu adalah hanya salah satu matanya yang meneteskan air mata sedangkan dengan satunya tidak. Mata yang tidak menangis itu juga sudah berubah warnanya menjadi kuning terang.

Bibinya yang baru saja kembali dari toilet terkejut melihat Jimi kecil yang sudah terbangun duduk di atas ranjang. Melihat air mata Jimi yang menetes deras karena melihat berita kecelakaan tragis di televisi, membuatnya tidak kuasa jua menahan tangis dan memeluk Jimi erat-erat. Saat itu Jimi mengalami shock sehingga belum dapat merespon reaksi sekitarnya, butuh waktu hingga Jimi dapat kembali ke rumah dengan tenang.

***

Sepuluh tahun berlalu dan Jimi tumbuh menjadi remaja yang sehat dan gagh. Nilai kedisiplinannya baik dan selalu berada di lima besar peringkat kelas. Pelajaran olahraga serta beladiri menjadi favoritnya. Namun bukan berarti tanpa cela, mata Jimi yang mengalami Heterochromia[1] ditambah sorot matanya yang tajam membuatnya sulit mendapat teman. Orang lain akan takut lebih dulu melihat pandangan dan pembawaan Jimi yang terkesan arogan dan intimidatif.

"Tan, Saya berangkat sekolah dulu, ya," ujar Jimi seraya menyelesaikan sendokan terakhir sarapannya. ia kemudian bergegas membawa tas punggung dan mengarah ke pintu depan.

"Telan dulu baru kamu bicara, Jimi," balas bibinya yang masih berada di dapur. Hilmi melambaikan tangan sambil tetap beranjak mengambil sepatu di rak sepatu.

Bibi Hani adalah adik Ayah satu-satunya, mereka sangat dekat, sehingga saat mendengar Jimi selamat dari kecelakaan tersebut, ia sangat bahagia. Bibi Hani menyayangi Jimi sama seperti ia menyayangi dua putrinya yang lebih tua dari Jimi. Salah satu anak Bibi satu sekolah dengan Jimi, namun ia tidak begitu dekat dengan Jimi. Sementara putri yang paling tua memilih berkuliah di luar kota sehingga keluarga ini akan lengkap beberapa bulan sekali.

"Tan, Kak Remi sudah berangkat?" tanya Jimi sembari memasukkan kaki ke dalam sepatu.

"Remi itu sekretaris OSIS, sepatutnya datang lebih pagi dari yang lain. kamu juga sebaiknya cepat berangkat agar tidak telat," ujar Bibi Hani yang menyusul Jimi ke depan.

Jimi selesai mengenakan sepatu dan berdiri. Sebelum mencium tangan bibi Hani ia memeluknya erat sambil mengucapkan kata sayang padanya. Jimi kemudian mencium tangannya dan berangkat menuju sekolah. Membesarkan Jimi selama sepuluh tahun cukup memberi kesan yang dalam pada Bibi Hani, tidak terkeculai saat Jimi menunjukkan rasa terima kasih dengan memeluk atau mengucapkan kata sayang padanya.

Sekolah Jimi tidak jauh, hanya berjarak dua kilometer sehingga dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Setiba di sekolah Jimi langsung menuju ruang kelas, meski waktu masih menunjukkan lima belas menit sebelum masuk waktu sekolah. ruang kelasnya berada di lantai dua. Sepanjang lorong tersebut ia memperhatikan beberapa orang yang berkumpul di lantai satu. Mereka adalah kakak kelas yang sudah seminggu ini Jimi perhatikan selalu berada di sekolah hingga larut sore.

"Bruk." Jimi menabrak seseorang dan membuatnya menjatuhkan beberapa buku dan botol minum orang tersebut.

"Ah, Maaf, gue ga lihat jalan," ucap Jimi seraya berusaha membantu.

"Ga apa, gue bisa bawa sendiri." Jimi menabrak seorang gadis, namun seperti dugaannya, gadis itu sigap menahan Jimi untuk tidak membantunya.

"Gue bisa bantu kok." Jimi masih berusaha membantu, namun tanpa sengaja mata mereka berdua bertemu dan gadis itu menunjukkan ekspresi takut.

"Hiii!" Gadis itu sedikit histeris dan terperanjat, dengan cepat kedua tangannya memunguti buku dan botol minumnya.

Jimi ditinggal dengan ekspresi bingung, orang lain memang akan memilih menjauh saat berusaha berbicara padanya, namun yang ini cukup ekstrim. Ia berusaha tidak mengacuhkannya dan berjalan kembali ke kelasnya yang berada di ujung lorong, menghadap ke lapangan.

"Gilaaa! sampai kabur loh!" sebuah tangan menampar kepala Jimi dari belakang sebelum akhirnya merangkul pundaknya. Jimi yang terkecut refleks melihat pelakunya.

"Sialan lo, Fif," ucap Jimi sambil membalas temannya itu dengan menyikut perutnya. mereka berdua kemudian memasuki kelas yang sama.

Afif adalah teman Jimi yang paling dekat, mereka berdua bertemu saat hari pertama sekolah, tiga bulan lalu. memilki postur yang tinggi dan duduk bersebelah membuat mereka berdua cepat akrab. hal lain yang membuat Jimi kemudian ingin terbuka dengan Afif adalah, ia tidak takut dengan tatapan Jimi begitu juga dengan latar belakang keluarga mereka yang sama-sama yatim piatu.

"Gue masih lihat orang-orang itu nongkrong di depan lapangan basket." Jimi membuka obrolan sembari mengeluarkan buku tulis yang akan digunakan pada mata pelajaran pertama.

"Sekarang jadi hobi ya memperhatikan orang asing? lagi trend apa?" balas Afif santai.

"Kok lo malah ga curiga sih? padahal lo sendiri yang bilang mereka tau sesuatu dari kejadian aneh di kota ini." Jimi agak jengkel dengan sikap santai Afif.

"Eit, jangan sembarangan. Gue bilang kemungkinan dan gue juga ga pernah bilang kalau orang yang gue curigain masih sekolah di sini," jawab Afif. sesekali ia menyeka kacamatanya dengan kain kecil, namun tidak ia lepas dari batang hidungnya.

"Oia. gue dapat rumor lain, nama monster yang dulu meneror seisi kota disebut Terak."

"Terak.." Jimi hanya dapat mengulangi ucapan Afif barusan sebelum akhirnya wali murid datang pelajaran pertama dimulai.

"Gue bakal datang malam ini ke sekolah. Gue akan cari tahu apa yang mereka lakukan di sekolah ini," Ucap Jimi lagi. Afif hanya dapat menghela nafas panjang tanpa bisa membalas.

Malamnya, Jimi benar-benar menyiapkan semua. Ia mengenakan pakaian serba hitam dan membawa tas pinggang yang berisi sebuah buku, alat tulis, kamera dan senter. Buku dan alat tulis itu digunakan untuk mengelabui Bibi Hani. Afif dan Jimi sudah bersepakat untuk membohongi wali mereka malam ini, dan apabila rencana tidak berjalan sesuai rencana mereka akan menginap di warnet (warung internet) dekat sekolah.

Setiba di depan pagar sekolah, mereka berdua menuju sudut pagar dan bahu-membahu memanjat melewatinya. Di lapangan depan sekolah, mereka mengendap-endap agar tidak ketahuan penjaga yang mungkin ada di pos keamanan. Dari pengamatan mereka, setidaknya ada dua orang penjaga yang berpatroli setiap dua jam mengelilingi sekolah.

Begitu dirasa aman, mereka berjalan di sisi gedung sekolah, berjalan santai dan tetap siaga memperhatikan sekitar dengan tujuan lapangan belakang sekolah yang cenderung tidak akan di cek oleh patroli penjaga.

"Gue heran, dengan tubuh lo yang atletis, kenapa ga ikut ekskul (ekstra kurikuler) yang keren seperti basket, silat atau pecinta alam?" tanya Afifi berusaha mencairkan suasana karena malam ini udara cukup dingin berhembus.

"Gue ga suka dimanfaatin hanya karena sebuah ekskul butuh prestasi," jawab Jimi singkat.

"Kok lo percaya diri banget bakal dipercaya ikut kompetisi?" ledek Afif.

"Sewaktu demo ekskul terlihat banget mereka berambisi mencapai prestasi yang ditonjolkan tanpa menyatukan seluruh anggotanya."

"hmm.. maksud lo, menjawab kenapa demonya eksul futsal jelek banget meski orangnya banyak?"

"mungkin."

"huh, narsis," tutup Afif.

Mereka tiba di tepi lapangan belakang sekolah yang cukup temaram dan sepi, begitu juga dengan lapangan parkir kendaraan yang kosong. Namun hal aneh terjadi, sinar purnama malam itu terasa begitu terang hingga cukup menyinari sekitar lapangan. Dari sudut lapangan di seberang Afif dan Jimi melihat sekumpulan orang berdiri di kejauhan.

"Loh itu, Fif!" seru Jimi sambil berusaha menunjuk ke arah sudut yang dimaksud.

Afif terkejut dan melihat jam tangannya memastikan apa benar waktu sudah terlampau larut hingga tidak ada orang di tempat ini. Waktu menunjukkan tepat pukul sepuluh malam dan seketika angin berhenti berhembus. Mendadak tanah bergetar, awalnya pelan dan beranjak keras.

Gerombolan orang yang berada di sudut lain lapangan terlihat terkejut sambil menunjuk-nunjuk ke arah Afif dan Jimi. Merasa di atas angin, Jimi tidak ingin kehilangan momen dan berusaha memergoki apa yang dikerjakan gerombolan itu selarut ini di sekolah. namun, gerakannya terhenti saat tanah yang dipijak membelah dan dari tengah lapangan muncul hewan seperti gajah dengan gading sebanyak empat buah yang sangat panjang.

Afif dan Jimi yang takjub tidak berkata apa-apa dan hanya terdiam memaku. Makhluk itu benar-benar seukuran gajah afrika dan warnanya hitam lengkap mengkilap, namun ada banyak garis berwarna oranye atau kuning yang menyala di sepanjang tubuhnya. Begitu makhluk tersebut keluar sepenuhnya dari dalam tanah yang terbelah, ia kemudian menggerak-gerakkan lehernya hingga melihat ke arah Afif dan Jimi yang terpaku.

"Astaga. Jimi! lari!" teriak Afif seraya berusaha menarik lengan Jimi. Namun teriakan itu juga yang memancing gajah tersebut mengejar dan menyerang Jimi dengan gading panjangnya.

Jimi yang tidak sempat melarikan diri, hanya dapat menutupi wajahnya dengan tangan dan di saat bersamaan Afif berhasil meraihnya. Gading tersebut kemudian berhenti begitu juga dengan suara langkah kakinya.

"Hei! kalian berdua engga apa-apa?" ucap seorang perempuan yang berdiri di depan mereka menahan gading gajah tersebut dengan kedua tangannya.

Pertemuan di bawah rembulan malam ini akan menjadi titik balik dari kehidupan remaja Afif dan Jimi selamanya.

---

Glosarium;

[1] Heterochromia; Kondisi genetik pada mata yang merujuk pada kelainan warna iris mata yang berbeda pada satu individu

Related chapters

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Sindrom Ludens

    Perempuan yang berdiri di depan Jimi dan Afif mengenakan setelah serba hitam, rambutnya pendek menutupi kedua daun telinganya, warnanya hitam legam. Kakinya jenjang ditutupi stocking dan rok rimpel pendek di bawah lutut yang seluruhnya berwarna kehitaman. Di tangannya yang kokoh menahan dorongan gading gajah monster itu terbalut rangkaian cincin besar berwarna kehitaman mengkilap. cincing itu terlalu besar untuk sebuah cincin dan ia gunakan di seluruh jemarinya kecuali jempol."Ok. Kalau kalian ga apa-apa, tolong pergi menjauh. Terak[1] ini terlampau berat untuk ditahan sendiri, he he," ujarnya sambil sedikit gemetar menahan dorongan gajah itu. Efek suara tawa kecil di ujung kalimatnya menandakan dirinya tidak begitu percaya diri dengan apa yang sudah ia katakan.Afif yang sadar lebih dahulu segera menarik lengan Jimi dan berlari sejauh mungkin melewati sisi gedung sekolah. Jimi yang berlari di belakang berteriak kepada Afif, memintanya kembali karena ia sudah

    Last Updated : 2021-03-13
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Triamur Tasrif

    "Biro Mangata?" ucap Jimi yang masih tidak yakin dengan apa yang didengarnya."He he, sudah jangan sakiti diri lo sendiri. Dimana teman yang datang bareng lo itu?" tanya Gina."Hmm.. Gue ga tau, Gina. Tadi gue minta tolong Afif untuk membantu teman lo yang jatuh karena serangan gajah tadi" jawab Jimi setengah tidak acuh."Kalau gitu, dia sekarang sudah bareng teman-teman gue di lapangan depan. Ayo sekarang kita kesana" Gina mengajak Jimi untuk mengikutinya. Gina sekilas seperti remaja ceria yang mudah berteman dengan siapa saja.Mereka berdua kembali berjalan menyusuri sisi gedung sekolah tersebut, angin kemudian kembali berhembus. Gina berseloroh, jika salah satu indikator kemenangan melawan Terak adalah kembali berhembusnya angin malam. Jimi mengangguk dan berdehem membandingkan kondisi saat ia di lapangan belakang, memang angin kembali berhembus dan atmosfir kembali normal.Tepat sebelum memasuki lapangan depan, Gina menyodorkan tangannya dan me

    Last Updated : 2021-03-17
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Orientasi Sekolah Kedua

    "Astaga! masa ada hantu di belakang kita! Bangsat betul!" Afif mencaci dalam hatinya, namun ia tidak bisa langsung membalikkan badan kebelakang.Perlahan ia melihat ke arah Jimi yang sudah melihat dirinya namun bukan dengan pandangan takut melainkan penasaran. Tangan Jimi sudah dikepalkan seolah bersiap memberi pelajaran bagi orang yang berusaha menakutinya.Jimi kemudian menoleh cepat kebelakang, seakan ikut ditarik, Afif juga turut menoleh kebelakang dan tiap detiknya ia sesali keputusan mengikuti Jimi itu. Namun begitu mereka berdua melihat ke arah belakang mereka kaget bukan karena melihat hantu, melainkan seseorang yang berdiri di belakang mereka mengenakan topeng cirebon - topeng panji berwarna putih dengan senyum seringai yang memperlihatkan gigi."Hei, kalian tuli ya? apa seperti ini?" terdengar suara tanya itu lagi, namun kali ini lebih terdengar halus seperti suara perempuan.Jimi dan Afif masih menahan nafas melihat pemandangan yang anomali itu

    Last Updated : 2021-03-19
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Cukup sampai disitu!

    Pertanyaan macam apa itu? jawabannya sudah jelas kan, kegiatan kalian asik, pukul-pukulan dengan monster. Lagipula kalian menggali sesuatu dari tanah, jelas ada yang kalian kumpulkan. Hal misterius itu akan menarik siapa saja untuk bergabung, bukan? Afif menggerutu dalam kepalanya, ini juga yang menjadi landasan kenapa ia enggan mengikuti ekskul yang garis birokrasinya cenderung kaku."Saya tidak ingin melihat anak lain menjadi yatim piatu karena ulah Terak" Jawab Jimi singkat.Mendengar jawabannya itu, Listu tidak segera merespon dan melirik ke arah Afif. Bersilangan dengan Jimi, Afif bukan pria yang begitu saja menyebutkan resolusi diri hanya karena antusias sesaat. Namun jawaban Jimi juga yang perlahan membuka hati Afif untuk berterus terang dan tidak sekedar ikut-ikutan."Saya tidak ingin dianggap penyakit oleh adik perempuan saya karena sindrom ini" akhirnya Afif turut menjawab singkat."Hah. naif juga kalian" balas Listu. Ucapan yang menyakitkan, na

    Last Updated : 2021-03-21
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Standar Esensi

    Oktober 2004, Presiden ke-enam Republik Indonesia dilantik, diawali dengan pelantikan anggota DPR dan diakhiri dengan Pelantikan kabinet Republik Indonesia Bersatu. Tersirat harapan dari Presiden baru tersebut karena beberapa minggu sebelumnya, pejuang HAM, Munir tewas di dalam pesawat. Penerbangan tujuan Singapur menuju Amsterdam tersebut menjadi penerbangan terakhir Munir. Pada bulan-bulan tersebut, kondisi ekonomi sosial nasional tergolong stabil namun diintai lingkaran bencana.Bulan itu tergolong kering dan siang hari merupakan waktu yang tepat untuk menjemur pakaian. Namun demikian, awal bulan Oktober merupakan peralihan ke awal musim penghujan, sehingga sempat beberapa kali hujan dengan intensitas ringan, kondisi inilah yang menambah hawa lembab dan panas, terutama di dalam kelas."Hilmi, hawa panas begini dan lo masih berseragam lengkap dengan ujung kemeja dimasukkan celana" Afif berkomentar sambil meletakkan kepalanya di atas meja."Ini mata pelajaran f

    Last Updated : 2021-03-22
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Registrasi Ulang

    Pembicaraan empat orang tersebut kini menjadi lebih intens. Jimi menduga Afif ingin mundur selangkah agar mengetahui tujuan dari pembagian pilihan yang terlalu dini dilakukan. Namun, dalam kepala Afif muncul pikiran yang lain. Ia Harus mampu mengeluarkan informasi terbaik yang dapat digunakan mereka berdua, karena pembagian dua biro dengan tugas dan fungsi yang terlalu bertolak belakang tersebut dapat menambah beban pikiran mereka nanti. "Penyebab kematian?" tanya Afif lagi. "Ini pertanyaanmu yang terakhir, jika tidak puas juga, gue bakal cabut dari sini" ujar Damar dengan seringai di wajahnya. "Kematian mangata seluruhnya disebabkan luka serius karena pertarungan dengan Terak, sementara kematian penambang dikarenakan paparan radiasi yang timbul saat ekskavasi" jelas Damar lagi. "Baiklah, kita tidak dapat membuang waktu lebih lama lagi. Anggota lain memiliki waktu hingga tujuh hari untuk memutuskan, namun tidak dengan kalian yang hanya memiliki sisa w

    Last Updated : 2021-03-26
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   First Assignment

    Jimi sudah hampir selesai mengenakan seluruh cincin shrapnel yang lubangnya besar itu. jika digunakan bersamaan sejajar, akan membentuk jajaran besi hitam dengan garis kuning yang berwarna terang. Sesuai dugannya, cincin tersebut cukup berat namun ada sensasi kekuatan yang mengalir ke tubuhnya."Bagaimana perasaanmu? ada perubahan?" Tanya Herman dengan wajah penuh kebanggaan. Kini seringai itu hampir berubah menjadi sombong."Kesemutan, tapi luar biasa bang!" Jimi kegirangan dan langsung membenturkan shrapnel tersebut sama lain.Melihat kondisi tersebut, raut wajah Herman berubah 180 derajat. Ada seutas bengis yang hadir di air wajahnya. Afif lebih cepat menyadarinya saat Jimi akan membenturkan senjata itu. Saat Herman bangkit dari duduk, membentangkan kedua lengannya dan menunjuk dengan telunjuk dan jari tengah, persis posisi menembak, Afif berusaha menghentikan keduanya.Afif menyilangkan tangannya, namun sebelum bersilang, salah satu cincin shrapnelnya

    Last Updated : 2021-03-27
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   "Nova Class" Encounter

    Jimi dan Afif kini jatuh dalam posisi yang berjauhan. Mereka terhenyak mendapati pukulan telak. Herman masih berdiri tegak dan meminta mereka untuk bangun. Malam itu waktu sudah menunjukkan pukul 21.10, dan hawa dingin datang bersamaan dengan cahaya purnama sudah menyeruak. "Afif. Gue cukup terkejut lo bisa berpindah ke belakang gue, pertahankan. Jimi, atur nafas lo. Kita mulai lagi" Komentar Herman layaknya pelatih. Jimi berlari kencang ke arah Herman, mungkin ia mencoba peruntungannya lagi. Pukulan yang ia kerahkan kini lebih rendah, mungkin mengincar perut. Herman menangkis pukulan tersebut dengan teratur dan santai. Melihat celah lagi, Herman melakukan pose pistol lagi, Afif merespon gerakan tersebut. Afif berusaha menduplikasi gerakannya dengan menyilang lengan sambil menggesekkan shrapnel. Sesuai perhitungannya, Ia memang berpindah namun lokasinya yang berbeda. Kini ia justru berada satu meter di belakang Jimi. Belakangan, Afif akan jauh memperbaiki ini

    Last Updated : 2021-03-29

Latest chapter

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Sewer Politic I

    [Lapangan Belakang Sekolah]Benso sebenarnya berada di posisi sadar dan tidak sadar, karena bagaimanapun akhir pertarungannya dengan Sriti tidak begitu baik. Namun saat ia bangun kesekian kali dengan menggunakan seluruh kekuatannya, ia melihat situasi yang pelik. Di dekatnya berdiri Glori yang dengan cekatan menggunakan jemarinya mengontrol robot besar dengan remot pengendali."Siapa perempuan ini? Dia lagi bertarung? .. itu Tulus dan Arin.. yang terluka parah?" Kesadarannya semakin pulih. Ia juga menyadari Sriti yang terbaring diam di balik balutan shimurgh miliknya."Jangan mati, jangan mati, jangan mati," ucap Benso berkali-kali saat ia membuka balutan shimurgh tersebut. Sriti mengalami luka bakar dan kulitnya melepuh.Benso kemudian mendekatkan telinya ke hidung dan mulut Sriti, berharap menemukan tanda-tanda kehidupan. Angin yang berhembus dan turunnya hujan hitam sempat menyulitkannya menemukan tanda tersebut. Hingga akhirnya ia per

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Soca Damun Arsa

    Ujang menjerit sejadinya saat sebuah tombak trisula menembus pahanya. Awalnya ia kaget melihat benda bulat raksasa yang dapat dihentikan dengan mudah oleh penjaga sekolah yang mendadak sebagian tubuhnya berubah menjadi robot. Namun ia tidak menyangka jika salah satu temannya malah melesatkan tombak trisula kearahnya. Pegangan tangannya di rambut Indri yang sedang ia jambak lantas mengendur."Upgrade!" ucap indri seraya menggenggam trisula tersebut.Batang besi trisula tersebut berubah warna menjadi keputihan, namun yang mencolok adalah bobotnya yang menjadi lebih berat. Seketika membuat Ujang terjatuh karena tidak kuat menahan sakit dan beban trisula. Mendapati dirinya terbebas dari Ujang, Indri mengusap hidupnya yang sedari tadi mengeluarkan darah karena dihajar Ujang."Bocah brengsek! Lo apain besinya sampai menjadi berat banget! Bangsat!" Umpat Ujang yang masih saja menyerang Indri.Mendengar celotehan itu, Indri bergeming dan menikmati jeritan Ujang.

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Moret & Igar

    [Lapangan depan El-Dorado]Listu sudah berdiri berhadapan dengan terak besar yang terus menyebut dirinya sebagai Moret. Terak berbentuk terenggiling berdiri tersebut cukup banyak bicara namun ia belum juga menyerang Listu, kecuali berdiri mengamankan sesuatu. Sembari mengulur waktu, Listu membaca situasi dan lingkungannya."Sebelum menggunakan shrapnel, gue memang merasa mampu menggunakan kekuatan turunan tanpa shrapnel. Tapi setelah gue pakai, kondisi tubuh gue lebih stabil, telinga gue terlalu pengang.." gumam Listu. Perlahan namun pasti, rasa sakit ditubuhnya menghilang seiring dengan regenerasi."Buff!"Listu berteriak dan mengubah penampilan yang dikelilingi dengan lingkaran, mantra dan cahaya. Moret terkesima dan segera menutup matanya karena awalnya silau melihat perubahan tersebut. Listu menggenggam sebuah tongkat yang ia gunakan sebagai senjatanya, seluruh buff support diarahkan kepada dirinya. konsentrasi daya yang besar pada sa

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Boneless

    [Bangsal Perawatan] "Yunita, hei yunita. Bangun," panggil suara seorang laki-laki ke arah Yunita yang masih terbaring di ranjang lengkap tertutup selimut. Suaranya yang awalnya samar tersebut perlahan terdengar jelas. Kepalanya pengar, matanya begitu berat untuk dibuka, namun Yunita terus berusaha. Pandangannya akhirnya mulai terlihat, ia mendapati Teja dan Herman berdiri di samping ranjang. Sekilas ia melihat Teja yang wajahnya dipenuhi plester dan beberapa bagian tubuhnya dibalut perban. "Gue baru tau, anggota Fraksi bisa bermalas-malasan di atas ranjang," seloroh Teja. ".. Diam, sudah lama gue tidur?" tanya Yunita perlahan, ia berkali-kali mengedipkan mata untuk mengatur cahaya yang masuk ke matanya. "Lumayan mba, kami memindahkan ranjangmu dari ruangan sebelumnya karena si anak baru masih memiliki radiasi," ujar Herman yang masih memegang kruk di lengan sebelahnya. "Jimi? oh.. apa dampaknya?" "Pemulihan lo

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Separuh Sisanya

    [Gudang barang bekas] Seseorang berjalan perlahan sambil sesekali melihat ke arah Soca meninggalkan gudang. Orang itu adalah seorang perempuang yang mengenakan seragam sekolah. Saat mengetahui tempat tumpukan barang bekas yang ia tuju berada di dalam wadah besar berdinding cukup tinggi, ia kemudian melihat sekeliling dan menemukan barang bekas lain yang dapat dijadikan pijakan naik. Tidak lama terdengar suara demtuman dari arah luar gudang. Perempuan tersebut menghentikan sejenak langkahnya, ia yakin ada masalah besar yang timbul dari arah sekolah. Setelah sampai di puncak tumpukan barang bekasi ia lanjutkan dengan berjalan meniti dan mencari pijakan yang kuat. Karena perempuan itu menggunakan rok maka langkahnya cukup panjang mencapai pijakan yang cukup jauh. "Ah! di situ rupanya!" gumam perempuan tersebut saat melihat jejak darah yang mengarah ke satu titik. Di titik itu juga ia melihat kaki yang terjuntai lengkap dengan sepatu kets dan kao

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Separuh lainnya

    Pancuran asap yang membumbung tinggi itu juga mengingatkan ingatan Linda. Sesaat ia berserah pasrah apabila kepalanya lepas tiba-tiba akibat serangan mendadak mangata. Misinya menghancurkan sirkulasi energi mineral yang ditimbun organisasi Agora Beak sudah usai. Namun mendadak ingatan masa lalunya muncul. Ada anak lain selain Soca yang mendapat berkah lebih dan ia berada di sisi yang terang, bukan sisinya."Getanama ceri.. harusnya kamu ikut dihakimi disini.." ucap Linda perlahan, kepalanya yang awalnya dingin mendadak mendidih."Kamu menuruti perintah Papa dan Mama namun setelah terak itu datang mencerahkan.. kamu pergi dan membela kebenaran.. Munafik.. Oportunis.. Apa mungkin tugasku belum selesai disini hingga seluruh penghuni Rumah Basaria memilih sisi yang benar.." renung Linda.Dari semburan itu tiba-tiba tanah seolah sobek dan membuka sebuah portal layaknya portal di malam purnama. Dua sosok berwarna hitam dengan tinggi hampir mencapai 3 meter muncul meng

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Separuh

    [Lapangan Belakang Sekolah] [Benso vs Sriti] Pertarungan Benso dan Sriti terhenti sebentar setelah semburan asap hitam yang menjulang tinggi. Benso segera melirik ke arah Sriti, berharap kemarahannya kepada para pemberontak benar terbukti dengan wajah puas mereka. Namun, Benso tidak menemukan ekspresi itu wajah Sriti. Air mukanya bukan puas, meyeringai atau tersenyum bangga. Apa yang dilihat Benso adalah wajah gadis yang pasrah dan tidak menikmati satu detikpun hidupnya. Sriti memang dikenal pendiam dan memiliki nada bicara yang unik, namun perempuan yang satu angkatan dengan Benso tersebut lebih sering menyendiri dan bergaul dengan Linda atau Glori, sifat umumnya penderita ludens. "Sudah puas!? Kita selesaikan sekarang, Sriti!" seru Benso bengis. Sriti terkejut dan kembali mengendalikan dirinya yang sempat terbawa suasana. "Lo engga mengerti arti usaha Linda," balas Sriti yang kemudian melayang kembali.

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Hitung Mundur Restorasi

    [Lorong penyimpanan Biro Penambang]"Mba, lo merasakan itu juga?" tanya Afif yang bersandar di dinding. Ia merasakan kekuatan di dalam tubunya keluar masuk dengan perlahan sehingga tidak stabil."Ini jauh lebih besar daripada kekuatan kita semalam. Mba Linda sepertinya sudah bergerak," jawab Gina berdiri sambil memandangi langit-langit."Tapi, terima kasih karenanya badan gue perlahan-lahan membaik," ucap Afif yang perlahan merambat berdiri."Kita harus keluar. Labirin milik Bang Cecep harusnya sudah permanen mati, kita bisa langsung menuju lantai atas," ajak Gina yang mencoba melompat berkali-kali."Mba, lo engga perlu berputar saat melompat. Celana dalam berenda hanya pantas digunakan Tari," celetuk Afif yang tidak sengajak memperhatikan gerakan Gina."Lo juga Tari Fans Club!? awalnya gue pikir fans Tari yang cowo itu normal sampai gue tahu kalian memperhatikan detail penampilan dan pakaian Tari.. Menjijikan," balas Gina y

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Memburu Pilar

    [Sebuah Gudang Barang Bekas di Luar Sekolah] [Herna Mischa vs Soca Damun Arsa] "Lo punya kekuatan yang gue engga tahu apa kemampuannya. Engga mau membuat pertarungan ini adil?" tanya Mischa dengan senyum. Ia masih tenang dan menganggap enteng pertarungannya dengan Soca. "Ten folds. Kemampuan yang terlalu berbahaya bahkan bagi seorang Umbu sekalipun," jawab Soca datar. "Hei bocah. jangan membandingkan kemampuan gue dengan Umbu. Tidak adil. Dia terlalu lemah untuk gue". "Maka, jangan jadikan alasan adil sebagai caramu untuk menang, Mishca," Soca kemudian memutar sebuah tutup botol tersebut untuk membuka isinya. Mischa bergerak cepat dengan mencengkram sebuah kipas duduk bebas yang terserak dan melemparnya ke arah Soca. Soca terkejut namun refleksnya menangkis benda tersebut, yang tidak Soca antisipasi adalah saat kipas tersebut adalah debu dan beberapa benda kecil bertebaran menghalangi pandangan Soca. M

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status