Share

Triamur Tasrif

Penulis: Jurnal Sore
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-17 22:41:51

"Biro Mangata?" ucap Jimi yang masih tidak yakin dengan apa yang didengarnya.

"He he, sudah jangan sakiti diri lo sendiri. Dimana teman yang datang bareng lo itu?" tanya Gina.

"Hmm.. Gue ga tau, Gina. Tadi gue minta tolong Afif untuk membantu teman lo yang jatuh karena serangan gajah tadi" jawab Jimi setengah tidak acuh.

"Kalau gitu, dia sekarang sudah bareng teman-teman gue di lapangan depan. Ayo sekarang kita kesana" Gina mengajak Jimi untuk mengikutinya. Gina sekilas seperti remaja ceria yang mudah berteman dengan siapa saja.

Mereka berdua kembali berjalan menyusuri sisi gedung sekolah tersebut, angin kemudian kembali berhembus. Gina berseloroh, jika salah satu indikator kemenangan melawan Terak adalah kembali berhembusnya angin malam. Jimi mengangguk dan berdehem membandingkan kondisi saat ia di lapangan belakang, memang angin kembali berhembus dan atmosfir kembali normal.

Tepat sebelum memasuki lapangan depan, Gina menyodorkan tangannya dan meminta benda lain yang mungkin saja Jimi bawa dari pertarungan tadi. Jimi mengangkat kedua tangannya dan menggelengkan kepala, ia meyakinkan Gina, jika seluruh kantongnya sudah kosong. Gina masih tersenyum sambil mematah-matahkan pandangannya ke seluruh tubuh Jimi. Gina juga tidak menginginkan debat, sehingga ia memilih menghela nafas panjang sambil berlalu dari pandangan Jimi.

"Hai! gimana? lebih cepat dari yang kita kira, bukan!?" Gina berteriak sambil melambaikan tangan.

Jimi yang berjalan pelan menyusulnya cukup terpana melihat sudah banyak orang yang berada di lapangan depan, mereka berdiri di tengah lapangan. Kelihatannya mereka berdiri dengan formasi, namun sekarang lebih santai dan beberapa dari mereka sudah keluar dari formasi tersebut.

Setelah mencari-cari, Jimi menemukan Afif yang duduk menyandar di pinggir lapangan, sepertinya ia kelelahan sekali. Sadar Jimi melihatnya, Afif melambaikan tangan, mereka berdua kemudian seperti reuni kecil-kecilan. Tidak jauh, terlihat orang yang ditolong Afif mendapatkan pertolongan dari beberapa orang, tubuhnya dibungkus kain berwarna putih kusam.

"Itu Soca, teman sekelas kita. Duduk di baris tengah paling kanan" ujar Afif.

"Soca? Soca Damun Arsa?" tanya Jimi.

"Betul! kaget juga ya?".

"Eng..".

"Lidah lo diambil kucing juga ya, lebih baik tanya doi" ujar Afif. Seorang pria menghampiri Jimi, ia bertubuh gempal dan cukup tinggi, wajahnya berbentuk oval dan rambutnya bergelombang. namun satu hal yang menarik perhatian Jimi, warna bola matanya juga berbeda satu sama lain, salah satunya kuning terang seperti milik Jimi.

"Gue Yongki, Yongki Mogarangin" ujarnya seraya menjulurkan tangan meminta berjabat, tanpa basa basi Jimi menyambut tangan tersebut. Telapak tangannya keras dan banyak kapalan.

"Gu, gue Jimi, Jimi Bandri" jawab Jimi.

"Gue sudah memantau lo sejak masa orientasi dan juga teman lo itu, akhirnya kalian datang sendiri ke lokasi ini" ujar Yongki.

"Memantau? tapi gue ga pernah tau ada kegiatan seperti ini di sekolah, apalagi ga ada yang ngajak" ujar Jimi keheranan.

"hmm.. teman-teman gue dan beberapa teman angkatan lo sudah berusaha. Katanya selalu gagal saat bertatapan. Aneh padahal mereka semua punya sindrom ludens juga" ujar Yongki.

Jimi kini paham, orang mencurigakan yang berusaha ia kuntit adalah kakak kelas yang mencoba mengajaknya bergabung namun keburu takut saat berpapasan. Perasaan menyesalnya sedikit menyeruak, kenapa ia tidak belajar ramah meskipun sedikit seperti ujaran Afif. Raut wajahnya yang agak kesulitan menyadarkan Yongki.

"Jimi, berhubung lo sudah disini. Sekarang apa yang lo mau lakukan?" tanya Yongki dengan suara yang lantang.

Jimi tahu ini bukan tantangan, pertanyaan Yongki yang tiba-tiba dilontarkan seperti shock therapy yang membuatnya kembali fokus. Pertanyaan Yongki kembali terulang di kepalanya, namun sebelum ia menjawab, Jimi memperhatikan sesuatu di belakang Yongki.

Jimi melihat pemandangan yang hangat, Gina berkumpul dan bersenda gurau dengan rekan-rekannya. Percakapan hangat di antara mereka berdua dan saling menghibur. Jimi seakan melihat ada potongan puzzle yang sedang ia cari, namun kurang yakin. Ada yang perlu Jimi pastikan.

"Bang Yongki. kenapa kalian juga memiliki warna pupil mata yang berbeda, sama seperti milik gue?" Jimi bertanya dengan mantap. Mendengar pertanyaan itu, Afif kemudian perlahan berdiri dan menjaga posisinya di belakang Jimi agar suara Yongki tetap terdengar.

"Sindrom ludens adalah tanda yang muncul pada manusia saat mereka terpapar terlalu lama oleh Terak. Semakin muda usianya, semakin cepat muncul sindromnya" Yongki mulai menjelaskan panjang lebar.

"Jika lo sudah menduga, kami semua adalah yatim piatu atau paling tidak kehilangan salah satu orang tuanya karena serangan Terak. Serangan yang menurut kami berlangsung sejak tahun 1990 hingga tahun 1999". Ucapan itu mengagetkan Jimi, ia kembali teringat peristiwa yang menimpanya sepuluh tahun lalu.

"Bang, sebentar. Kenapa hanya anak-anak yang selamat?" Jimi akhirnya menunjukkan antusiasmenya.

"Selama periode itu ada seekor terak yang berkeliaran di kota, liar menyerang pasangan yang dikaruniai anak. Kami masih mencari tahu, namun untuk sementara Terak tersebut berhasil dihentikan oleh Mangata angkatan pertama". Jimi teringat kembali akan ucapan Gina yang menyebutkan kata mangata.

"Terak itu mengincar manusia juga?".

"Benar. Sejak terak tersebut dihentikan bukan berarti terak lain berhenti muncul. Kami, Agora Beak mengabdikan diri untuk menghentikan kemunculkan terak dari portal yang sempat lo lihat di lapangan belakang".

Jimi terkejut, ia tidak menyangka ada banyak anak yang merasakan hal yang sama seperti dirinya, ditinggal mati orang tuanya, tanpa tahu siapa pelakunya. Jimi ingat, ia mengalami kejadian naas itu di tahun 1994, artinya masih ada lima generasi remaja yang belum mengetahui realita ini. Ia kini sadar kenapa hanya dirinya yang menjadi olok-olok orang lain, karena banyak anak yang memiliki sindrom ludens, namun memilih menghindar dengan menutup warna matanya untuk menjalani hidup yang normal.

"Jimi, Anak yang terpapar sindrom ludens, bukan hanya memiliki warna mata yang mencolok. Namun Terak cenderung memiliki ketertarikan pada orang yang terpapar karena sindrom ludens seolah menjadi sebuah tanda yang diberikan oleh terak sialan itu" ujar Yongki lagi.

"Lantas kenapa kalian memantau Afif juga? ia tidak memiliki sindrom ludens" ucap Jimi yang kemudian disambut telunjuk Yongki mengarah kepada Afif, seolah menginstruksikannya melepas kacamata.

Jimi heran, kenapa melepas kacamata? apa yang salah dengan kacamatanya? Ia segera menoleh kebelakang dan melihat Afif yang berdiri dengan senyum simpul seolah mengatakan dirinya telah tertangkap basah. Perlahan Afif melepaskan kacamata dengan frame persegi panjangnya itu. Begitu selesai, barulah Jimi sadar jika Afif juga menyembunyikan mata kuningnya di balik kacamatanya dengan ilusi optik.

"Sori, Hilmi. Gue juga memiliki sindrom yang sama dengan lo" ucap Afif santai dengan senyum. pandangannya yang sekarang sama dengan Jimi membuka lembaran baru pertemanan mereka berdua.

"Gue akan ninggalin kalian berdua dulu sampai tengah malam. Jika kalian ingin bergabung, silahkan ke ruang ekskul mading di belakang sekolah" Ujar Yongki seraya membalikkan badan dan mengajak teman-temannya pergi meninggalkan lapangan depan sekolah.

Selepas kepergian mereka semua, tinggallah Jimi dan Afif berdua duduk di pinggir lapangan. Angin malam yang kadang bertiup kencang dan dingin tidak lagi mereka hiraukan. Jika mereka ingin bergabung dengan Yongki dan Gina, waktu yang mereka miliki tidak lebih dari satu jam, dan itu tidaklah panjang.

"Hilmi, sori gue sembunyikan identitas gue" akhirnya Afif yang lebih dahulu melepas diam diantara mereka. Setelah ada jeda barulah Jimi merespon.

"Gue ga gampang bergaul, dengan berteman dengan lo di hari pertama sekolah gue pikir sudah saatnya gue terbuka dan menerima ucapan orang lain".

"Bro, gue ga niat ngibulin lo. ada alasan kenapa gue juga akhirnya memilih menggunakan kacamata ini" timpal Afif. Jimi kemudian memperhatikan alasan Afif, ada yang ingin ia nilai dari air wajah Afif.

"Waktu serangan Terak itu, umur gue 5 tahun dan adik perempuan berusia 3 tahun. Namun hanya gue yang memiliki sindrom ludens ini. Begitu orang tua kita meninggal, adik gue mengalami banyak perundungan karena memiliki kakak yang membawa sial".

Mendengar cerita itu, Jimi juga teringat bagaimana hari-harinya di masa kecil selalu diolok-olok karena memiliki heterochromia. Jimi yang pantang menyerah terus melawan hingga akhirnya kedua kakak sepupunya datang melerai dan mengajak Jimi untuk pulang. Karena perangai itulah, Jimi sulit mendapat kawan.

"Fif, sudah, berhenti. Gue yang salah" ucap Jimi. Mendengar itu, Afif terkejut dan menghentikan ceritanya.

"Setelah penjelasan Yongki tadi, gue kepikiran untuk menghentikan Terak ini. Gue akan berusaha membuat semua anak tidak kehilangan orang tuanya lagi karena monster sialan itu" ujar Jimi lagi. Afif tersenyum mendengar resolusi Jimi itu.

"Sekarang sudah kayak pahlawan mau menaklukan raja iblis saja gaya lo" ledek Afif yang disambut gelak tawa mereka berdua.

Suasana di antara mereka akhirnya cair dan mengalir layaknya tidak terjadi apa-apa. Afif berjanji tidak akan menyembunyikan apapun kepada kawannya itu, Jimi juga akan menghormati keputusan yang diambil Afif.

"Seperti yang gue bilang, kalau lo mau senyum sedikit, kakak kelas itu bakal mengajak kita berdua lebih cepat. Muka lo kaku banget sih kayak tiang telepon" Ledek Afif dengan tawa. Jimi agak jengkel dan berniat membalasnya.

"Adik perempuan lo cantik kan?" tanya Jimi dengan seringai.

"Hei!".

"Lo ga sister complexs kan? kasih lihat fotonya ke kak Hilmi dong".

"Hei Bangsat!"

Mereka berdua kemudian menyelesaikan gelak tawanya dan berkomitmen bergabung dengan Yongki dan kawan-kawannya.

"Gue akan buktikan ke adik gue, sindrom ini tidak berarti apa-apa" ucap Afif dengan raut serius. Giliran Jimi yang tersenyum mendengar resolusi sederhana Afif itu.

"Tapi kenapa kita disuruh ke ruang ekskul mading? bahkan kemarin orientasi, ga ada ekskul mading yang tampil" ujar Jimi penuh tanya.

"Hm? entahlah. Oia, Hilmi ada yang lupa gue sampaikan. saat kejadian naas itu, gue ingat ciri-ciri monster yang menyerang orang tua gue" ucapan Afif ini menghentikan langkah Jimi.

"Matanya berjumlah empat dengan warna kuning terang" sambung Afif. Saat Jimi mengolah ucapan Afif terdengar suara dari belakang mereka.

"Seperti ini?". seketika bulu kuduk mereka berdua berdiri.

Bab terkait

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Orientasi Sekolah Kedua

    "Astaga! masa ada hantu di belakang kita! Bangsat betul!" Afif mencaci dalam hatinya, namun ia tidak bisa langsung membalikkan badan kebelakang.Perlahan ia melihat ke arah Jimi yang sudah melihat dirinya namun bukan dengan pandangan takut melainkan penasaran. Tangan Jimi sudah dikepalkan seolah bersiap memberi pelajaran bagi orang yang berusaha menakutinya.Jimi kemudian menoleh cepat kebelakang, seakan ikut ditarik, Afif juga turut menoleh kebelakang dan tiap detiknya ia sesali keputusan mengikuti Jimi itu. Namun begitu mereka berdua melihat ke arah belakang mereka kaget bukan karena melihat hantu, melainkan seseorang yang berdiri di belakang mereka mengenakan topeng cirebon - topeng panji berwarna putih dengan senyum seringai yang memperlihatkan gigi."Hei, kalian tuli ya? apa seperti ini?" terdengar suara tanya itu lagi, namun kali ini lebih terdengar halus seperti suara perempuan.Jimi dan Afif masih menahan nafas melihat pemandangan yang anomali itu

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-19
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Cukup sampai disitu!

    Pertanyaan macam apa itu? jawabannya sudah jelas kan, kegiatan kalian asik, pukul-pukulan dengan monster. Lagipula kalian menggali sesuatu dari tanah, jelas ada yang kalian kumpulkan. Hal misterius itu akan menarik siapa saja untuk bergabung, bukan? Afif menggerutu dalam kepalanya, ini juga yang menjadi landasan kenapa ia enggan mengikuti ekskul yang garis birokrasinya cenderung kaku."Saya tidak ingin melihat anak lain menjadi yatim piatu karena ulah Terak" Jawab Jimi singkat.Mendengar jawabannya itu, Listu tidak segera merespon dan melirik ke arah Afif. Bersilangan dengan Jimi, Afif bukan pria yang begitu saja menyebutkan resolusi diri hanya karena antusias sesaat. Namun jawaban Jimi juga yang perlahan membuka hati Afif untuk berterus terang dan tidak sekedar ikut-ikutan."Saya tidak ingin dianggap penyakit oleh adik perempuan saya karena sindrom ini" akhirnya Afif turut menjawab singkat."Hah. naif juga kalian" balas Listu. Ucapan yang menyakitkan, na

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-21
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Standar Esensi

    Oktober 2004, Presiden ke-enam Republik Indonesia dilantik, diawali dengan pelantikan anggota DPR dan diakhiri dengan Pelantikan kabinet Republik Indonesia Bersatu. Tersirat harapan dari Presiden baru tersebut karena beberapa minggu sebelumnya, pejuang HAM, Munir tewas di dalam pesawat. Penerbangan tujuan Singapur menuju Amsterdam tersebut menjadi penerbangan terakhir Munir. Pada bulan-bulan tersebut, kondisi ekonomi sosial nasional tergolong stabil namun diintai lingkaran bencana.Bulan itu tergolong kering dan siang hari merupakan waktu yang tepat untuk menjemur pakaian. Namun demikian, awal bulan Oktober merupakan peralihan ke awal musim penghujan, sehingga sempat beberapa kali hujan dengan intensitas ringan, kondisi inilah yang menambah hawa lembab dan panas, terutama di dalam kelas."Hilmi, hawa panas begini dan lo masih berseragam lengkap dengan ujung kemeja dimasukkan celana" Afif berkomentar sambil meletakkan kepalanya di atas meja."Ini mata pelajaran f

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-22
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Registrasi Ulang

    Pembicaraan empat orang tersebut kini menjadi lebih intens. Jimi menduga Afif ingin mundur selangkah agar mengetahui tujuan dari pembagian pilihan yang terlalu dini dilakukan. Namun, dalam kepala Afif muncul pikiran yang lain. Ia Harus mampu mengeluarkan informasi terbaik yang dapat digunakan mereka berdua, karena pembagian dua biro dengan tugas dan fungsi yang terlalu bertolak belakang tersebut dapat menambah beban pikiran mereka nanti. "Penyebab kematian?" tanya Afif lagi. "Ini pertanyaanmu yang terakhir, jika tidak puas juga, gue bakal cabut dari sini" ujar Damar dengan seringai di wajahnya. "Kematian mangata seluruhnya disebabkan luka serius karena pertarungan dengan Terak, sementara kematian penambang dikarenakan paparan radiasi yang timbul saat ekskavasi" jelas Damar lagi. "Baiklah, kita tidak dapat membuang waktu lebih lama lagi. Anggota lain memiliki waktu hingga tujuh hari untuk memutuskan, namun tidak dengan kalian yang hanya memiliki sisa w

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-26
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   First Assignment

    Jimi sudah hampir selesai mengenakan seluruh cincin shrapnel yang lubangnya besar itu. jika digunakan bersamaan sejajar, akan membentuk jajaran besi hitam dengan garis kuning yang berwarna terang. Sesuai dugannya, cincin tersebut cukup berat namun ada sensasi kekuatan yang mengalir ke tubuhnya."Bagaimana perasaanmu? ada perubahan?" Tanya Herman dengan wajah penuh kebanggaan. Kini seringai itu hampir berubah menjadi sombong."Kesemutan, tapi luar biasa bang!" Jimi kegirangan dan langsung membenturkan shrapnel tersebut sama lain.Melihat kondisi tersebut, raut wajah Herman berubah 180 derajat. Ada seutas bengis yang hadir di air wajahnya. Afif lebih cepat menyadarinya saat Jimi akan membenturkan senjata itu. Saat Herman bangkit dari duduk, membentangkan kedua lengannya dan menunjuk dengan telunjuk dan jari tengah, persis posisi menembak, Afif berusaha menghentikan keduanya.Afif menyilangkan tangannya, namun sebelum bersilang, salah satu cincin shrapnelnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-27
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   "Nova Class" Encounter

    Jimi dan Afif kini jatuh dalam posisi yang berjauhan. Mereka terhenyak mendapati pukulan telak. Herman masih berdiri tegak dan meminta mereka untuk bangun. Malam itu waktu sudah menunjukkan pukul 21.10, dan hawa dingin datang bersamaan dengan cahaya purnama sudah menyeruak. "Afif. Gue cukup terkejut lo bisa berpindah ke belakang gue, pertahankan. Jimi, atur nafas lo. Kita mulai lagi" Komentar Herman layaknya pelatih. Jimi berlari kencang ke arah Herman, mungkin ia mencoba peruntungannya lagi. Pukulan yang ia kerahkan kini lebih rendah, mungkin mengincar perut. Herman menangkis pukulan tersebut dengan teratur dan santai. Melihat celah lagi, Herman melakukan pose pistol lagi, Afif merespon gerakan tersebut. Afif berusaha menduplikasi gerakannya dengan menyilang lengan sambil menggesekkan shrapnel. Sesuai perhitungannya, Ia memang berpindah namun lokasinya yang berbeda. Kini ia justru berada satu meter di belakang Jimi. Belakangan, Afif akan jauh memperbaiki ini

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-29
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Under Siege [1]

    Selesai mantra itu diucapkan, Jimi menangkis serangan Shabnock dengan tangan kosong. Aura Jimi berubah drastis, seolah-olah ada yang merasukinya. Shabnock sempat kaget namun tidak gentar dan kembali meluncurkan serangan-serangan fisik kepada Jimi, namun lagi-lagi Jimi dapat menahan serangan tersebut. Evan terpental untuk menyelamatkan dua orang penambang, kemudian bangkit dan meminta mereka berdua pergi menuju El-dorado. Evan kemudian membuka tangannya dan menutup pandangan pada dua buah objek, satu penambang yang tertusuk tombak Shabnock dan satu lagi sebuah pot tanaman yang tergeletak di tengah jalan. Saat kedua objek tersebut tertutup oleh telapak tangan evan, ia lantas menggeraan kedua lengganya bersilangan. Hasilnya, kedua objek tersebut saling bertukar tempat. Kekuatan Evan adalah "Swipe", memperbolehkannya menukar tempat dua buah objek yang dapat ditutupi kedua telapak tangannya. Evan cekatan memindahkan seluruh korban di lapangan, terutama yang terlal

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-07
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Under Siege [2]

    Malam menunjukkan pukul 22.40, artinya sudah 40 menit Shabnock berada di dunia manusia. Strategi pertempuran melawan terak secara umum dibagi menjadi 3. Pertama mengalahkan di dunia manusia secepat mungkin. Kedua, menahan Terak selama mungkin hingga bulan terbenam."Taktik terakhir adalah meninggalkan portal dan menguburnya dalam-dalam," ucap Herman sambil membungkus jari telunjuk dan tengahnya dengan perban elastis."Me, memang bisa kita meninggalkan sekolah ini, bang?" Inge masih menahan serangan tombak Shabnock yang terus dilempar bertubi. Suara lolongan Shabnock terdengar memprovokasi mereka berdua."Jelas enggak mungkin. Tapi itu perintah terakhir yang diberikan kepada seluruh kapten jika kondisinya memungkinkan," balas Herman. Sesekali Herman mengusap-usap jari yang sudah dibungkus tersebut."Inge, tunggu aba-aba gue. Jika telat, serangan gue bakal menabrak tameng pelindungmu dan berbalik mengenai kita. Jadi perhatikan baik-baik," ujar Herman yang d

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-17

Bab terbaru

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Sewer Politic I

    [Lapangan Belakang Sekolah]Benso sebenarnya berada di posisi sadar dan tidak sadar, karena bagaimanapun akhir pertarungannya dengan Sriti tidak begitu baik. Namun saat ia bangun kesekian kali dengan menggunakan seluruh kekuatannya, ia melihat situasi yang pelik. Di dekatnya berdiri Glori yang dengan cekatan menggunakan jemarinya mengontrol robot besar dengan remot pengendali."Siapa perempuan ini? Dia lagi bertarung? .. itu Tulus dan Arin.. yang terluka parah?" Kesadarannya semakin pulih. Ia juga menyadari Sriti yang terbaring diam di balik balutan shimurgh miliknya."Jangan mati, jangan mati, jangan mati," ucap Benso berkali-kali saat ia membuka balutan shimurgh tersebut. Sriti mengalami luka bakar dan kulitnya melepuh.Benso kemudian mendekatkan telinya ke hidung dan mulut Sriti, berharap menemukan tanda-tanda kehidupan. Angin yang berhembus dan turunnya hujan hitam sempat menyulitkannya menemukan tanda tersebut. Hingga akhirnya ia per

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Soca Damun Arsa

    Ujang menjerit sejadinya saat sebuah tombak trisula menembus pahanya. Awalnya ia kaget melihat benda bulat raksasa yang dapat dihentikan dengan mudah oleh penjaga sekolah yang mendadak sebagian tubuhnya berubah menjadi robot. Namun ia tidak menyangka jika salah satu temannya malah melesatkan tombak trisula kearahnya. Pegangan tangannya di rambut Indri yang sedang ia jambak lantas mengendur."Upgrade!" ucap indri seraya menggenggam trisula tersebut.Batang besi trisula tersebut berubah warna menjadi keputihan, namun yang mencolok adalah bobotnya yang menjadi lebih berat. Seketika membuat Ujang terjatuh karena tidak kuat menahan sakit dan beban trisula. Mendapati dirinya terbebas dari Ujang, Indri mengusap hidupnya yang sedari tadi mengeluarkan darah karena dihajar Ujang."Bocah brengsek! Lo apain besinya sampai menjadi berat banget! Bangsat!" Umpat Ujang yang masih saja menyerang Indri.Mendengar celotehan itu, Indri bergeming dan menikmati jeritan Ujang.

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Moret & Igar

    [Lapangan depan El-Dorado]Listu sudah berdiri berhadapan dengan terak besar yang terus menyebut dirinya sebagai Moret. Terak berbentuk terenggiling berdiri tersebut cukup banyak bicara namun ia belum juga menyerang Listu, kecuali berdiri mengamankan sesuatu. Sembari mengulur waktu, Listu membaca situasi dan lingkungannya."Sebelum menggunakan shrapnel, gue memang merasa mampu menggunakan kekuatan turunan tanpa shrapnel. Tapi setelah gue pakai, kondisi tubuh gue lebih stabil, telinga gue terlalu pengang.." gumam Listu. Perlahan namun pasti, rasa sakit ditubuhnya menghilang seiring dengan regenerasi."Buff!"Listu berteriak dan mengubah penampilan yang dikelilingi dengan lingkaran, mantra dan cahaya. Moret terkesima dan segera menutup matanya karena awalnya silau melihat perubahan tersebut. Listu menggenggam sebuah tongkat yang ia gunakan sebagai senjatanya, seluruh buff support diarahkan kepada dirinya. konsentrasi daya yang besar pada sa

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Boneless

    [Bangsal Perawatan] "Yunita, hei yunita. Bangun," panggil suara seorang laki-laki ke arah Yunita yang masih terbaring di ranjang lengkap tertutup selimut. Suaranya yang awalnya samar tersebut perlahan terdengar jelas. Kepalanya pengar, matanya begitu berat untuk dibuka, namun Yunita terus berusaha. Pandangannya akhirnya mulai terlihat, ia mendapati Teja dan Herman berdiri di samping ranjang. Sekilas ia melihat Teja yang wajahnya dipenuhi plester dan beberapa bagian tubuhnya dibalut perban. "Gue baru tau, anggota Fraksi bisa bermalas-malasan di atas ranjang," seloroh Teja. ".. Diam, sudah lama gue tidur?" tanya Yunita perlahan, ia berkali-kali mengedipkan mata untuk mengatur cahaya yang masuk ke matanya. "Lumayan mba, kami memindahkan ranjangmu dari ruangan sebelumnya karena si anak baru masih memiliki radiasi," ujar Herman yang masih memegang kruk di lengan sebelahnya. "Jimi? oh.. apa dampaknya?" "Pemulihan lo

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Separuh Sisanya

    [Gudang barang bekas] Seseorang berjalan perlahan sambil sesekali melihat ke arah Soca meninggalkan gudang. Orang itu adalah seorang perempuang yang mengenakan seragam sekolah. Saat mengetahui tempat tumpukan barang bekas yang ia tuju berada di dalam wadah besar berdinding cukup tinggi, ia kemudian melihat sekeliling dan menemukan barang bekas lain yang dapat dijadikan pijakan naik. Tidak lama terdengar suara demtuman dari arah luar gudang. Perempuan tersebut menghentikan sejenak langkahnya, ia yakin ada masalah besar yang timbul dari arah sekolah. Setelah sampai di puncak tumpukan barang bekasi ia lanjutkan dengan berjalan meniti dan mencari pijakan yang kuat. Karena perempuan itu menggunakan rok maka langkahnya cukup panjang mencapai pijakan yang cukup jauh. "Ah! di situ rupanya!" gumam perempuan tersebut saat melihat jejak darah yang mengarah ke satu titik. Di titik itu juga ia melihat kaki yang terjuntai lengkap dengan sepatu kets dan kao

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Separuh lainnya

    Pancuran asap yang membumbung tinggi itu juga mengingatkan ingatan Linda. Sesaat ia berserah pasrah apabila kepalanya lepas tiba-tiba akibat serangan mendadak mangata. Misinya menghancurkan sirkulasi energi mineral yang ditimbun organisasi Agora Beak sudah usai. Namun mendadak ingatan masa lalunya muncul. Ada anak lain selain Soca yang mendapat berkah lebih dan ia berada di sisi yang terang, bukan sisinya."Getanama ceri.. harusnya kamu ikut dihakimi disini.." ucap Linda perlahan, kepalanya yang awalnya dingin mendadak mendidih."Kamu menuruti perintah Papa dan Mama namun setelah terak itu datang mencerahkan.. kamu pergi dan membela kebenaran.. Munafik.. Oportunis.. Apa mungkin tugasku belum selesai disini hingga seluruh penghuni Rumah Basaria memilih sisi yang benar.." renung Linda.Dari semburan itu tiba-tiba tanah seolah sobek dan membuka sebuah portal layaknya portal di malam purnama. Dua sosok berwarna hitam dengan tinggi hampir mencapai 3 meter muncul meng

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Separuh

    [Lapangan Belakang Sekolah] [Benso vs Sriti] Pertarungan Benso dan Sriti terhenti sebentar setelah semburan asap hitam yang menjulang tinggi. Benso segera melirik ke arah Sriti, berharap kemarahannya kepada para pemberontak benar terbukti dengan wajah puas mereka. Namun, Benso tidak menemukan ekspresi itu wajah Sriti. Air mukanya bukan puas, meyeringai atau tersenyum bangga. Apa yang dilihat Benso adalah wajah gadis yang pasrah dan tidak menikmati satu detikpun hidupnya. Sriti memang dikenal pendiam dan memiliki nada bicara yang unik, namun perempuan yang satu angkatan dengan Benso tersebut lebih sering menyendiri dan bergaul dengan Linda atau Glori, sifat umumnya penderita ludens. "Sudah puas!? Kita selesaikan sekarang, Sriti!" seru Benso bengis. Sriti terkejut dan kembali mengendalikan dirinya yang sempat terbawa suasana. "Lo engga mengerti arti usaha Linda," balas Sriti yang kemudian melayang kembali.

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Hitung Mundur Restorasi

    [Lorong penyimpanan Biro Penambang]"Mba, lo merasakan itu juga?" tanya Afif yang bersandar di dinding. Ia merasakan kekuatan di dalam tubunya keluar masuk dengan perlahan sehingga tidak stabil."Ini jauh lebih besar daripada kekuatan kita semalam. Mba Linda sepertinya sudah bergerak," jawab Gina berdiri sambil memandangi langit-langit."Tapi, terima kasih karenanya badan gue perlahan-lahan membaik," ucap Afif yang perlahan merambat berdiri."Kita harus keluar. Labirin milik Bang Cecep harusnya sudah permanen mati, kita bisa langsung menuju lantai atas," ajak Gina yang mencoba melompat berkali-kali."Mba, lo engga perlu berputar saat melompat. Celana dalam berenda hanya pantas digunakan Tari," celetuk Afif yang tidak sengajak memperhatikan gerakan Gina."Lo juga Tari Fans Club!? awalnya gue pikir fans Tari yang cowo itu normal sampai gue tahu kalian memperhatikan detail penampilan dan pakaian Tari.. Menjijikan," balas Gina y

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Memburu Pilar

    [Sebuah Gudang Barang Bekas di Luar Sekolah] [Herna Mischa vs Soca Damun Arsa] "Lo punya kekuatan yang gue engga tahu apa kemampuannya. Engga mau membuat pertarungan ini adil?" tanya Mischa dengan senyum. Ia masih tenang dan menganggap enteng pertarungannya dengan Soca. "Ten folds. Kemampuan yang terlalu berbahaya bahkan bagi seorang Umbu sekalipun," jawab Soca datar. "Hei bocah. jangan membandingkan kemampuan gue dengan Umbu. Tidak adil. Dia terlalu lemah untuk gue". "Maka, jangan jadikan alasan adil sebagai caramu untuk menang, Mishca," Soca kemudian memutar sebuah tutup botol tersebut untuk membuka isinya. Mischa bergerak cepat dengan mencengkram sebuah kipas duduk bebas yang terserak dan melemparnya ke arah Soca. Soca terkejut namun refleksnya menangkis benda tersebut, yang tidak Soca antisipasi adalah saat kipas tersebut adalah debu dan beberapa benda kecil bertebaran menghalangi pandangan Soca. M

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status