"Astaga! masa ada hantu di belakang kita! Bangsat betul!" Afif mencaci dalam hatinya, namun ia tidak bisa langsung membalikkan badan kebelakang.
Perlahan ia melihat ke arah Jimi yang sudah melihat dirinya namun bukan dengan pandangan takut melainkan penasaran. Tangan Jimi sudah dikepalkan seolah bersiap memberi pelajaran bagi orang yang berusaha menakutinya.
Jimi kemudian menoleh cepat kebelakang, seakan ikut ditarik, Afif juga turut menoleh kebelakang dan tiap detiknya ia sesali keputusan mengikuti Jimi itu. Namun begitu mereka berdua melihat ke arah belakang mereka kaget bukan karena melihat hantu, melainkan seseorang yang berdiri di belakang mereka mengenakan topeng cirebon - topeng panji berwarna putih dengan senyum seringai yang memperlihatkan gigi.
"Hei, kalian tuli ya? apa seperti ini?" terdengar suara tanya itu lagi, namun kali ini lebih terdengar halus seperti suara perempuan.
Jimi dan Afif masih menahan nafas melihat pemandangan yang anomali itu. Sosok dengan suara perempuan itu terus berbicara meracau, menanyakan apa suaranya terdengar jelas, namun belum ada jawaban dari mereka berdua. kondisi tersebut membuat sosok kecil itu tidak sabar dan akhirnya memilih membuka topengnya.
"Fuaahh! lepas juga,.. sepertinya memang harus dilepas agar bisa terdengar, bukan?" ucap sosok perempuan itu.
Di hadapan Jimi dan Afif berdiri seorang perempuan cantik dengan rambut hitam dan pendek, potongan bob dengan poni tergerai di dahi. Salah satu pupilnya berwarna kuning, ia juga mengidap sindrom ludens. Meski sudah diajak bicara, namun Afif dan Jimi belum juga menjawab pertanyaan perempuan itu, padahal jika dilihat dari pakaiannya yang juga serba hitam, mudah ditebak jika ia sekelompok dengan Gina dan Yongki.
"Jika kalian tidak juga menjawab, saya akan menghajar kalian!" kini perempuan itu benar-benar kesal karena tidak digubris oleh mereka berdua. Akhirnya kekesalan itu juga yang membuyarkan tatapan gemas mereka berdua.
"Ma, maaf. Kami mendengarmu, tapi kami tidak menyangka jika di balik topeng itu ada orang sungguhan" sergah Afif sebelum kemarahan perempuan itu bertambah.
"Hoo.. kalian anak baru tapi sudah berani macam-macam dengan senior ya.. Lupakan, sekarang ambil ini dan jangan beritahu siapa-siapa kalian telah berbicara dengan saya" ujar perempuan itu dengan cepat, ia mengatakannya sembari membagi dua lembar leaflet.
"Faksi palung? Apa ini? Dan siapa lo?" Jimi berusaha mencegat perempuan itu sebelum pergi.
"Nama saya Kida, Aan Kida Lorem. Ingat nama saya bocah, karena kalian akan membutuhkannya di organisasi nanti, he he he" balas Kida seraya mengenakan kembali topengnya dan melompat dari lapangan ke gedung sekolah lantai dua.
Afif dan Jimi yang masih terpana dengan kecantikan Kida, bertambah kagum melihat gerakan yang tidak mungkin dilakukan manusia. Kida kemudian menghilang di dalam bayang-bayang lorong kelas lantai dua, bersamaan dengan beberapa bayangan lain.
"Fif, gue pasti bakal daftar!" Jimi tersenyum penus antusias.
"Cuma gara-gara dipamerin celana dalam berenda saja langsung ingin bergabung, ya?" ujar Afif.
"Hah? Maksud otak mesum lo itu? Lompatannya itu Fif! tinggi banget, gue harus bisa menyusul doi. Lo lihat apaan sih, sialan" Jimi membalas sekaligus mengumpat, namun Afif tidak ambil pusing dan memilih tetap berjalan ke arah belakang sekolah.
Mereka berjalan menyusuri lorong lantai satu, melewati ruangan seperti laboratorium dan toilet, tidak lupa melewati kelas - kelas yang kosong dan gelap. Di ujung lorong akan terdapat percabangan, ke kiri menuju lapangan dan gedung yang berisi ruangan-ruangan ekskul, murid-murid di sekolah menyebutnya El-Dorado [1]. Sedangkan percabangan ke kanan menuju lapangan belakang sekolah dan tempat parkir. Sebelum mencapai percabangan tersebut terdengar suara yang riuh.
Terlihat sebuah conveyor belt yang melintang melewati lorong, di atasnya mengalir batu-batuan berwarna hitam legam. Conveyor belt ini bergerak dari arah lapangan belakang menuju gedung El-Dorado. Sesekali lewat beberapa orang yang mengenakan pakaian pabrik dengan sepatu boots, sarung tangan besar dan helm welding [2]. Orang-orang itu ada yang memanggul mattock [3] dan tali tambang.
Mereka akhirnya tiba di dekat persimpangan tersebut, dan melihat conveyor belt itu mengangkut batu-batu yang digali dari lapangan belakang sekolah. Lapangan yang baru satu jam mereka tinggalkan karena serangan terak gajah itu kini sudah berlubang dalam. Dari pandangan mereka hanya terlihat helm las yang digunakan para pekerja.
Pekerja itu lalu lalang tanpa mengindahkan kehadiran Jimi dan Afif. Asap dan bau dari uap panas mulai mengganggu pernafasan mereka. Afif terus mengucek matanya sedangan Jimi terbatuk. Melihat itu, seorang pekerja yang baru saja melewati mereka kemudian berbalik dan membuka helmnya, pekerja itu adalah seorang perempuan dengan wajah yang sudah kehitaman.
"Pergi dari lokasi galian jika kalian tidak memiliki atau menggunakan pakaian pelindung... dan ruangan Agora Beak ada di ruang ekskul mading, bukan di lapangan belakang" ujar perempuan itu sambil terus menatap Jimi.
"Ba, baik mba" balas Jimi cukup terkejut dengan peringatan tersebut.
Jawaban Jimi tidak serta merta membuat perempuan pekerja itu pergi, ia terus memandangi Jimi dan Afif dengan tatapan datar. Jimi akhirnya menarik Afif yang masih mengusap kelopak matanya. Begitu mereka berdua beranjak pergi, Jimi melirik ke belakang dan mendapati dirinya masih diikuti tatapan perempuan itu.
"Wow. itu cewek fif, manggul-manggul kapak" ucap Jimi terkesima. Rupanya ia bicara terbata bukan karena takut atau cemas melainkan mengagumi hal lain.
"Mata gue masih perih nih, anterin gue ke keran air dong, Hilmi" pinta Afif yang akhirnya menutup kedua matanya dengan tangan.
Mereka berjalan tergopoh-gopoh menuju keran air yang berada di pinggir lapangan kecil. Lapangan yang hanya berukuran dua pertiga ukuran laparan futsal, di belakangnya berdiri bangunan dua lantai yang berkamar-kamar. Di bagian tengah terdapat pintu masuk, namun bukan pintu masuk melainkan lorong pendek yang menghubung bagian dalam bangunan.
"Afif, buruan, kita sudah tiba di El-dorado" ujar Jimi sedikit bersemangat.
"Iyaaak! Sebentar lagi, mata gue sudah lebih baik" balas Afif yang masih mengusap-usap matanya dengan air keran.
Namun belum selesai bicara, ada seorang perempuan lain yang datang menghampiri mereka, rambutnya hitam legam sepanjang pundak. Perempuan itu hampir setinggi Jimi dan saat beberapa langkah di depannya, ia berhenti dan menyilangkan tangannya. Sama seperti yang lain, ia juga mengidap sindrom ludens. Namun yang menarik adalah ia tidak mengenakan pakaian serba hitam, melainkan seragam sekolah, kemeja putih dan rok sepanjang lutut dengan motif kotak biru - putih.
"Kalian Jimi Bandri dan Triamur Tasrif?" tanya perempuan itu. Suaranya yang berat dan matang membuat Afif menghentikan aktivitasnya.
"Iya, Saya Jimi dan ini Afif" jawab Jimi. Sepintas tidak ada yang berbeda dari penampilan dan perawakan perempuan itu. Namun entah apa, Jimi merasakan suara itu menghipnotisnya dan seakan memberi perintah pada Jimi untuk menjawab.
"Kalian sepertinya sudah sempat melihat semua aktivitas penambangan kami, secara umum kalian juga sudah melihat mayoritas anggota kami. Beruntungnya kalian juga pengindap sindrom ludens, jadi sebelum melangkah lebih jauh kalian harus memilih untuk ikut bergabung atau keluar?" Perempuan itu menjabarkan perkataan dengan lugas dan menekankan kalimat pertanyaannya sehingga Afif dan Jimi dapat mendengar jelas.
Afif cukup terkejut saat melihat perempuan lain yang sudah berdiri di depan mereka. Bayangannya adalah mereka akan disambut terlebih dahulu di ruangan yang disampaikan Yongki tadi. Ia kemudian berusaha menyela pertanyaan perempuan itu, namun saat matanya melirik ke arah Afif, ia seakan membeku.
"Kami..".
"Jawab sambil berlutut, sialan" hardik perempuan tersebut.
"Hah! sadist! wanita ini sadist!" pikir mereka berdua.
Genderang telinga mereka terus mengulang perintah tersebut, kepala mereka bereaksi dengan mengirim pesan empati yang sangat kuat ke dalam diri hingga memaksa mereka melemaskan sendi lututnya. Namun, mereka berdua tidak gentar, merasa ada yang salah dan mencoba melawan dari paksaan. Melihat anomali tersebut, perempuan itu tersenyum dan tertawa sebelum akhirnya Yongki datang dan menghentikan mereka semua.
"Kapten. cukup, sudah lewat tengah malam, jika mereka tidak ingin bergabung tolong jangan dipermainkan" Ucap Yongki dengan raut cukup serius.
"Ha ha ha. Yongki, harusnya lo tadi disini melihat mereka melawan takdir. ha ha ha" Perempuan itu masih tertawa sambil memegang pundak Yongki untuk berpegangan.
"Kalian masih disini? kenapa tidak segera menuju ruang ekskul mading?" tanya Yongki dengan raut lelah, apalagi pundaknya masih ditarik-tarik oleh perempuang itu, ia masih sesekali tertawa.
"Bang, kami ingin bergabung!" ucap Jimi tegas. Afif tidak menjawab dan hanya mengangguk seolah mengatakan ia di kapal yang sama dengan Jimi.
Mendengar itu barulah perempuan tersebut berhenti tertawa dan dan menoleh kembali ke arah Afif dan Jimi. Ia juga meminta Yongki kembali ke ruangan untuk mengambil beberapa barang. Yongki bergegas kembali ke dalam bangunan El-dorado, sementara perempuan itu masih menunggui mereka berdua dengan berdiri tegak.
"Gue Listu, kelas tiga sekaligus kepala biro mangata di Agora Beak" akhirnya perempuan itu memperkenalkan diri dengan raut yang serius, namun suaranya tidak berubah dan masih begitu mengintimidasi.
"Satu jawaban dan kalian bisa bergabung dengan kami. Kalian terlambat tiga bulan sejak perekrutan anggota baru, kenapa kami harus menerima kalian sekarang?" pertanyaan sederhana yang jelas saja merogoh seluruh isi kepala Jimi dan Afif.
Malam itu, Orientasi mereka menemui sandungan yang cukup dalam. Seorang petinggi organisasi menanyakan hal fundamental tanpa memberi waktu bagi mereka untuk bersiap-siap. Namun Jimi yang sudah memiliki pendirian akan menyampaikan gagasannya untuk membawa Afif menjadi lebih tenang dan berterus terang.
---
Glosarium;
[1] El-Dorado; Mitos dari Kolombia yang menceritakan sebuah kota yang makmur dan seluruh bangunannya dibuat dari emas, El-dorado sendiri diartikan secara harafiah yang berbalut emas
[2] Helm Welding; Helm yang digunakan untuk membantu pengelasan, dan melindungi mata penggunanya dari cahaya berlebih
[3] Mattock; adalah palu yang digunakan penambang, mata satunya berupa besi tajam yang digunakan untuk menusuk, sedang mata satunya adalah wadah seperti sekop kecil.
Pertanyaan macam apa itu? jawabannya sudah jelas kan, kegiatan kalian asik, pukul-pukulan dengan monster. Lagipula kalian menggali sesuatu dari tanah, jelas ada yang kalian kumpulkan. Hal misterius itu akan menarik siapa saja untuk bergabung, bukan? Afif menggerutu dalam kepalanya, ini juga yang menjadi landasan kenapa ia enggan mengikuti ekskul yang garis birokrasinya cenderung kaku."Saya tidak ingin melihat anak lain menjadi yatim piatu karena ulah Terak" Jawab Jimi singkat.Mendengar jawabannya itu, Listu tidak segera merespon dan melirik ke arah Afif. Bersilangan dengan Jimi, Afif bukan pria yang begitu saja menyebutkan resolusi diri hanya karena antusias sesaat. Namun jawaban Jimi juga yang perlahan membuka hati Afif untuk berterus terang dan tidak sekedar ikut-ikutan."Saya tidak ingin dianggap penyakit oleh adik perempuan saya karena sindrom ini" akhirnya Afif turut menjawab singkat."Hah. naif juga kalian" balas Listu. Ucapan yang menyakitkan, na
Oktober 2004, Presiden ke-enam Republik Indonesia dilantik, diawali dengan pelantikan anggota DPR dan diakhiri dengan Pelantikan kabinet Republik Indonesia Bersatu. Tersirat harapan dari Presiden baru tersebut karena beberapa minggu sebelumnya, pejuang HAM, Munir tewas di dalam pesawat. Penerbangan tujuan Singapur menuju Amsterdam tersebut menjadi penerbangan terakhir Munir. Pada bulan-bulan tersebut, kondisi ekonomi sosial nasional tergolong stabil namun diintai lingkaran bencana.Bulan itu tergolong kering dan siang hari merupakan waktu yang tepat untuk menjemur pakaian. Namun demikian, awal bulan Oktober merupakan peralihan ke awal musim penghujan, sehingga sempat beberapa kali hujan dengan intensitas ringan, kondisi inilah yang menambah hawa lembab dan panas, terutama di dalam kelas."Hilmi, hawa panas begini dan lo masih berseragam lengkap dengan ujung kemeja dimasukkan celana" Afif berkomentar sambil meletakkan kepalanya di atas meja."Ini mata pelajaran f
Pembicaraan empat orang tersebut kini menjadi lebih intens. Jimi menduga Afif ingin mundur selangkah agar mengetahui tujuan dari pembagian pilihan yang terlalu dini dilakukan. Namun, dalam kepala Afif muncul pikiran yang lain. Ia Harus mampu mengeluarkan informasi terbaik yang dapat digunakan mereka berdua, karena pembagian dua biro dengan tugas dan fungsi yang terlalu bertolak belakang tersebut dapat menambah beban pikiran mereka nanti. "Penyebab kematian?" tanya Afif lagi. "Ini pertanyaanmu yang terakhir, jika tidak puas juga, gue bakal cabut dari sini" ujar Damar dengan seringai di wajahnya. "Kematian mangata seluruhnya disebabkan luka serius karena pertarungan dengan Terak, sementara kematian penambang dikarenakan paparan radiasi yang timbul saat ekskavasi" jelas Damar lagi. "Baiklah, kita tidak dapat membuang waktu lebih lama lagi. Anggota lain memiliki waktu hingga tujuh hari untuk memutuskan, namun tidak dengan kalian yang hanya memiliki sisa w
Jimi sudah hampir selesai mengenakan seluruh cincin shrapnel yang lubangnya besar itu. jika digunakan bersamaan sejajar, akan membentuk jajaran besi hitam dengan garis kuning yang berwarna terang. Sesuai dugannya, cincin tersebut cukup berat namun ada sensasi kekuatan yang mengalir ke tubuhnya."Bagaimana perasaanmu? ada perubahan?" Tanya Herman dengan wajah penuh kebanggaan. Kini seringai itu hampir berubah menjadi sombong."Kesemutan, tapi luar biasa bang!" Jimi kegirangan dan langsung membenturkan shrapnel tersebut sama lain.Melihat kondisi tersebut, raut wajah Herman berubah 180 derajat. Ada seutas bengis yang hadir di air wajahnya. Afif lebih cepat menyadarinya saat Jimi akan membenturkan senjata itu. Saat Herman bangkit dari duduk, membentangkan kedua lengannya dan menunjuk dengan telunjuk dan jari tengah, persis posisi menembak, Afif berusaha menghentikan keduanya.Afif menyilangkan tangannya, namun sebelum bersilang, salah satu cincin shrapnelnya
Jimi dan Afif kini jatuh dalam posisi yang berjauhan. Mereka terhenyak mendapati pukulan telak. Herman masih berdiri tegak dan meminta mereka untuk bangun. Malam itu waktu sudah menunjukkan pukul 21.10, dan hawa dingin datang bersamaan dengan cahaya purnama sudah menyeruak. "Afif. Gue cukup terkejut lo bisa berpindah ke belakang gue, pertahankan. Jimi, atur nafas lo. Kita mulai lagi" Komentar Herman layaknya pelatih. Jimi berlari kencang ke arah Herman, mungkin ia mencoba peruntungannya lagi. Pukulan yang ia kerahkan kini lebih rendah, mungkin mengincar perut. Herman menangkis pukulan tersebut dengan teratur dan santai. Melihat celah lagi, Herman melakukan pose pistol lagi, Afif merespon gerakan tersebut. Afif berusaha menduplikasi gerakannya dengan menyilang lengan sambil menggesekkan shrapnel. Sesuai perhitungannya, Ia memang berpindah namun lokasinya yang berbeda. Kini ia justru berada satu meter di belakang Jimi. Belakangan, Afif akan jauh memperbaiki ini
Selesai mantra itu diucapkan, Jimi menangkis serangan Shabnock dengan tangan kosong. Aura Jimi berubah drastis, seolah-olah ada yang merasukinya. Shabnock sempat kaget namun tidak gentar dan kembali meluncurkan serangan-serangan fisik kepada Jimi, namun lagi-lagi Jimi dapat menahan serangan tersebut. Evan terpental untuk menyelamatkan dua orang penambang, kemudian bangkit dan meminta mereka berdua pergi menuju El-dorado. Evan kemudian membuka tangannya dan menutup pandangan pada dua buah objek, satu penambang yang tertusuk tombak Shabnock dan satu lagi sebuah pot tanaman yang tergeletak di tengah jalan. Saat kedua objek tersebut tertutup oleh telapak tangan evan, ia lantas menggeraan kedua lengganya bersilangan. Hasilnya, kedua objek tersebut saling bertukar tempat. Kekuatan Evan adalah "Swipe", memperbolehkannya menukar tempat dua buah objek yang dapat ditutupi kedua telapak tangannya. Evan cekatan memindahkan seluruh korban di lapangan, terutama yang terlal
Malam menunjukkan pukul 22.40, artinya sudah 40 menit Shabnock berada di dunia manusia. Strategi pertempuran melawan terak secara umum dibagi menjadi 3. Pertama mengalahkan di dunia manusia secepat mungkin. Kedua, menahan Terak selama mungkin hingga bulan terbenam."Taktik terakhir adalah meninggalkan portal dan menguburnya dalam-dalam," ucap Herman sambil membungkus jari telunjuk dan tengahnya dengan perban elastis."Me, memang bisa kita meninggalkan sekolah ini, bang?" Inge masih menahan serangan tombak Shabnock yang terus dilempar bertubi. Suara lolongan Shabnock terdengar memprovokasi mereka berdua."Jelas enggak mungkin. Tapi itu perintah terakhir yang diberikan kepada seluruh kapten jika kondisinya memungkinkan," balas Herman. Sesekali Herman mengusap-usap jari yang sudah dibungkus tersebut."Inge, tunggu aba-aba gue. Jika telat, serangan gue bakal menabrak tameng pelindungmu dan berbalik mengenai kita. Jadi perhatikan baik-baik," ujar Herman yang d
Hantaman di gedung sekolah akhirnya mengagetkan seluruh orang yang berada di lapangan. Mereka yang berdiri terjatuh dan yang berlari akan tersungkur ke depan. Semua mata mencari sumber dentuman tersebut apalagi setelahnya jilatan api membumbung tinggi. Beberapa orang yang mendampingi Damar terbelalak dan saling bertatapan, mereke kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Damar."Kapten tiga orang yang bersembunyi di dalam ruang kelas saat Shabnock keluar portal," bisik salah satu penambang."Astaga! lo serius!?" Damar terkejut seraya melihat ke arah gedung yang sebagian besar dindingnya sudah retak besar."Dona pasti sudah mengaktifkan kemampuan turunannya. Kita tidak bisa sembarangan keluar dari kastil ini. Cek di ruang evakusasi, apa ada Pras di sana." Damar memberikan instruksi yang langsung dipatuhi kedua orang penambang tersebut, mereka segera beranjak menuju ruang bawah tanah.Damar begitu cemas mendengar laporan kedua orang tersebut, bertambahnya kor
[Lapangan Belakang Sekolah]Benso sebenarnya berada di posisi sadar dan tidak sadar, karena bagaimanapun akhir pertarungannya dengan Sriti tidak begitu baik. Namun saat ia bangun kesekian kali dengan menggunakan seluruh kekuatannya, ia melihat situasi yang pelik. Di dekatnya berdiri Glori yang dengan cekatan menggunakan jemarinya mengontrol robot besar dengan remot pengendali."Siapa perempuan ini? Dia lagi bertarung? .. itu Tulus dan Arin.. yang terluka parah?" Kesadarannya semakin pulih. Ia juga menyadari Sriti yang terbaring diam di balik balutan shimurgh miliknya."Jangan mati, jangan mati, jangan mati," ucap Benso berkali-kali saat ia membuka balutan shimurgh tersebut. Sriti mengalami luka bakar dan kulitnya melepuh.Benso kemudian mendekatkan telinya ke hidung dan mulut Sriti, berharap menemukan tanda-tanda kehidupan. Angin yang berhembus dan turunnya hujan hitam sempat menyulitkannya menemukan tanda tersebut. Hingga akhirnya ia per
Ujang menjerit sejadinya saat sebuah tombak trisula menembus pahanya. Awalnya ia kaget melihat benda bulat raksasa yang dapat dihentikan dengan mudah oleh penjaga sekolah yang mendadak sebagian tubuhnya berubah menjadi robot. Namun ia tidak menyangka jika salah satu temannya malah melesatkan tombak trisula kearahnya. Pegangan tangannya di rambut Indri yang sedang ia jambak lantas mengendur."Upgrade!" ucap indri seraya menggenggam trisula tersebut.Batang besi trisula tersebut berubah warna menjadi keputihan, namun yang mencolok adalah bobotnya yang menjadi lebih berat. Seketika membuat Ujang terjatuh karena tidak kuat menahan sakit dan beban trisula. Mendapati dirinya terbebas dari Ujang, Indri mengusap hidupnya yang sedari tadi mengeluarkan darah karena dihajar Ujang."Bocah brengsek! Lo apain besinya sampai menjadi berat banget! Bangsat!" Umpat Ujang yang masih saja menyerang Indri.Mendengar celotehan itu, Indri bergeming dan menikmati jeritan Ujang.
[Lapangan depan El-Dorado]Listu sudah berdiri berhadapan dengan terak besar yang terus menyebut dirinya sebagai Moret. Terak berbentuk terenggiling berdiri tersebut cukup banyak bicara namun ia belum juga menyerang Listu, kecuali berdiri mengamankan sesuatu. Sembari mengulur waktu, Listu membaca situasi dan lingkungannya."Sebelum menggunakan shrapnel, gue memang merasa mampu menggunakan kekuatan turunan tanpa shrapnel. Tapi setelah gue pakai, kondisi tubuh gue lebih stabil, telinga gue terlalu pengang.." gumam Listu. Perlahan namun pasti, rasa sakit ditubuhnya menghilang seiring dengan regenerasi."Buff!"Listu berteriak dan mengubah penampilan yang dikelilingi dengan lingkaran, mantra dan cahaya. Moret terkesima dan segera menutup matanya karena awalnya silau melihat perubahan tersebut. Listu menggenggam sebuah tongkat yang ia gunakan sebagai senjatanya, seluruh buff support diarahkan kepada dirinya. konsentrasi daya yang besar pada sa
[Bangsal Perawatan] "Yunita, hei yunita. Bangun," panggil suara seorang laki-laki ke arah Yunita yang masih terbaring di ranjang lengkap tertutup selimut. Suaranya yang awalnya samar tersebut perlahan terdengar jelas. Kepalanya pengar, matanya begitu berat untuk dibuka, namun Yunita terus berusaha. Pandangannya akhirnya mulai terlihat, ia mendapati Teja dan Herman berdiri di samping ranjang. Sekilas ia melihat Teja yang wajahnya dipenuhi plester dan beberapa bagian tubuhnya dibalut perban. "Gue baru tau, anggota Fraksi bisa bermalas-malasan di atas ranjang," seloroh Teja. ".. Diam, sudah lama gue tidur?" tanya Yunita perlahan, ia berkali-kali mengedipkan mata untuk mengatur cahaya yang masuk ke matanya. "Lumayan mba, kami memindahkan ranjangmu dari ruangan sebelumnya karena si anak baru masih memiliki radiasi," ujar Herman yang masih memegang kruk di lengan sebelahnya. "Jimi? oh.. apa dampaknya?" "Pemulihan lo
[Gudang barang bekas] Seseorang berjalan perlahan sambil sesekali melihat ke arah Soca meninggalkan gudang. Orang itu adalah seorang perempuang yang mengenakan seragam sekolah. Saat mengetahui tempat tumpukan barang bekas yang ia tuju berada di dalam wadah besar berdinding cukup tinggi, ia kemudian melihat sekeliling dan menemukan barang bekas lain yang dapat dijadikan pijakan naik. Tidak lama terdengar suara demtuman dari arah luar gudang. Perempuan tersebut menghentikan sejenak langkahnya, ia yakin ada masalah besar yang timbul dari arah sekolah. Setelah sampai di puncak tumpukan barang bekasi ia lanjutkan dengan berjalan meniti dan mencari pijakan yang kuat. Karena perempuan itu menggunakan rok maka langkahnya cukup panjang mencapai pijakan yang cukup jauh. "Ah! di situ rupanya!" gumam perempuan tersebut saat melihat jejak darah yang mengarah ke satu titik. Di titik itu juga ia melihat kaki yang terjuntai lengkap dengan sepatu kets dan kao
Pancuran asap yang membumbung tinggi itu juga mengingatkan ingatan Linda. Sesaat ia berserah pasrah apabila kepalanya lepas tiba-tiba akibat serangan mendadak mangata. Misinya menghancurkan sirkulasi energi mineral yang ditimbun organisasi Agora Beak sudah usai. Namun mendadak ingatan masa lalunya muncul. Ada anak lain selain Soca yang mendapat berkah lebih dan ia berada di sisi yang terang, bukan sisinya."Getanama ceri.. harusnya kamu ikut dihakimi disini.." ucap Linda perlahan, kepalanya yang awalnya dingin mendadak mendidih."Kamu menuruti perintah Papa dan Mama namun setelah terak itu datang mencerahkan.. kamu pergi dan membela kebenaran.. Munafik.. Oportunis.. Apa mungkin tugasku belum selesai disini hingga seluruh penghuni Rumah Basaria memilih sisi yang benar.." renung Linda.Dari semburan itu tiba-tiba tanah seolah sobek dan membuka sebuah portal layaknya portal di malam purnama. Dua sosok berwarna hitam dengan tinggi hampir mencapai 3 meter muncul meng
[Lapangan Belakang Sekolah] [Benso vs Sriti] Pertarungan Benso dan Sriti terhenti sebentar setelah semburan asap hitam yang menjulang tinggi. Benso segera melirik ke arah Sriti, berharap kemarahannya kepada para pemberontak benar terbukti dengan wajah puas mereka. Namun, Benso tidak menemukan ekspresi itu wajah Sriti. Air mukanya bukan puas, meyeringai atau tersenyum bangga. Apa yang dilihat Benso adalah wajah gadis yang pasrah dan tidak menikmati satu detikpun hidupnya. Sriti memang dikenal pendiam dan memiliki nada bicara yang unik, namun perempuan yang satu angkatan dengan Benso tersebut lebih sering menyendiri dan bergaul dengan Linda atau Glori, sifat umumnya penderita ludens. "Sudah puas!? Kita selesaikan sekarang, Sriti!" seru Benso bengis. Sriti terkejut dan kembali mengendalikan dirinya yang sempat terbawa suasana. "Lo engga mengerti arti usaha Linda," balas Sriti yang kemudian melayang kembali.
[Lorong penyimpanan Biro Penambang]"Mba, lo merasakan itu juga?" tanya Afif yang bersandar di dinding. Ia merasakan kekuatan di dalam tubunya keluar masuk dengan perlahan sehingga tidak stabil."Ini jauh lebih besar daripada kekuatan kita semalam. Mba Linda sepertinya sudah bergerak," jawab Gina berdiri sambil memandangi langit-langit."Tapi, terima kasih karenanya badan gue perlahan-lahan membaik," ucap Afif yang perlahan merambat berdiri."Kita harus keluar. Labirin milik Bang Cecep harusnya sudah permanen mati, kita bisa langsung menuju lantai atas," ajak Gina yang mencoba melompat berkali-kali."Mba, lo engga perlu berputar saat melompat. Celana dalam berenda hanya pantas digunakan Tari," celetuk Afif yang tidak sengajak memperhatikan gerakan Gina."Lo juga Tari Fans Club!? awalnya gue pikir fans Tari yang cowo itu normal sampai gue tahu kalian memperhatikan detail penampilan dan pakaian Tari.. Menjijikan," balas Gina y
[Sebuah Gudang Barang Bekas di Luar Sekolah] [Herna Mischa vs Soca Damun Arsa] "Lo punya kekuatan yang gue engga tahu apa kemampuannya. Engga mau membuat pertarungan ini adil?" tanya Mischa dengan senyum. Ia masih tenang dan menganggap enteng pertarungannya dengan Soca. "Ten folds. Kemampuan yang terlalu berbahaya bahkan bagi seorang Umbu sekalipun," jawab Soca datar. "Hei bocah. jangan membandingkan kemampuan gue dengan Umbu. Tidak adil. Dia terlalu lemah untuk gue". "Maka, jangan jadikan alasan adil sebagai caramu untuk menang, Mishca," Soca kemudian memutar sebuah tutup botol tersebut untuk membuka isinya. Mischa bergerak cepat dengan mencengkram sebuah kipas duduk bebas yang terserak dan melemparnya ke arah Soca. Soca terkejut namun refleksnya menangkis benda tersebut, yang tidak Soca antisipasi adalah saat kipas tersebut adalah debu dan beberapa benda kecil bertebaran menghalangi pandangan Soca. M