Oktober 2004, Presiden ke-enam Republik Indonesia dilantik, diawali dengan pelantikan anggota DPR dan diakhiri dengan Pelantikan kabinet Republik Indonesia Bersatu. Tersirat harapan dari Presiden baru tersebut karena beberapa minggu sebelumnya, pejuang HAM, Munir tewas di dalam pesawat. Penerbangan tujuan Singapur menuju Amsterdam tersebut menjadi penerbangan terakhir Munir. Pada bulan-bulan tersebut, kondisi ekonomi sosial nasional tergolong stabil namun diintai lingkaran bencana.
Bulan itu tergolong kering dan siang hari merupakan waktu yang tepat untuk menjemur pakaian. Namun demikian, awal bulan Oktober merupakan peralihan ke awal musim penghujan, sehingga sempat beberapa kali hujan dengan intensitas ringan, kondisi inilah yang menambah hawa lembab dan panas, terutama di dalam kelas.
"Hilmi, hawa panas begini dan lo masih berseragam lengkap dengan ujung kemeja dimasukkan celana" Afif berkomentar sambil meletakkan kepalanya di atas meja.
"Ini mata pelajaran favorit gue. Membangun image rapi dan disiplin itu penting" balas Jimi yang kemudian memperbaiki kerah kemejanya.
"Nilai tertinggi lo di Geografi cuma 7, sementara mata pelajaran lain 6. Ga lantas kemudian Geografi jadi pelajaran andalan lo" balas Afif sambil mengoreksi dosa-dosa Jimi.
"Proses itu ga semuanya dilihat dari nilai tertinggi, yang penting perkembangannya naik" Jimi tidak mau kalah.
"Penjilat"
"Pemalas"
"Mata setan!"
"Bangsat! dapat panggilan aneh dari mana lo!?" Jimi kemudian bangkit dari duduknya.
"Galuh, anaknya mba ulfa penjual nasi rames di kantin!" balas Afif yang ikutan bangun.
"Nah! Galuh juga masih SMP! kenapa ga lo tanya nyokapnya!? dasar sister complex!" serangan yang membuat Afif terpojok.
"Argh! jangan liatin gue lama-lama! mata lo membakar pahala gue!"Afif menggerakkan tanganya seolah-olah menutupi pandangan Jimi.
"Urgh! Rasakan! Mati sekalian!".
"Sialan! berisik!" secara bersamaan dua orang memukul kepala Jimi dan Afif dengan gulungan buku pelajaran. Mereka adalah Bram si ketua kelas dan Herman si sekretaris kelas.
"Berisik lebih dari 70 desibel adalah pelanggaran pidana, kalian berdua lebih baik pindah ke lapangan parkir" Ucap Bram yang berpostur tinggi besar dan berambut cepak.
"Menembakkan laser dengan mata setan adalah perbuatan ilegal di planet bumi" Timpal Herman.
"Haaahh.. kenapa harus ditahan dua orang aneh ini lagi" ucap Jimi dan Afif dalam hati.
Begitu keseharian kelas yang dihuni Jimi dan Afif, ramai dan hidup karena setiap muridnya memiliki hobi dan ciri khas masing-masing. Jimi dan Afif meski baru tiga bulan saling kenal, sudah mendapat cap tukang berisik di kelas oleh teman-teman kelasnya. Sering terlibat cek-cok yang tidak penting, sering mendasari adu mulut di antara mereka berdua.
Mendekati pelajaran terakhir, Afif mulai memperhatikan ruang kelasnya. Mata pelajaran terakhir yang kebetulan kosong, dimanfaatkan oleh murid-murid untuk mengerjakan pekerjaan rumah. di dalam kelas itu ada dua kursi yang kosong, satu milik Soca yang terluka semalam, sedangkan satu lagi milik Kani yang katanya tidak hadir karena sakit.
"Hilmi, apa menurut lo Kani juga anggota Agora Beak?" tanya Afif setengah berbisik.
"Mending lo diam saja, karena aturan pertama adalah jangan bicara apapun itu disini" balas Jimi yang juga setengah berbisik.
Afif kecewa dengan jawaban kawannya itu, ia merasa Jimi juga memiliki pandangan tersendiri untuk rekan-rekan di kelasnya dan setidaknya ia bisa sedikit menggali info tersebut. Namun, kemudian Jimi menulis sesuatu di sobekan kertas kecil dan memberikannya ke Afif. Begitu ia buka sobekan kertas tersebut, Afif hanya dapat tersenyum kecut. Tulisan tangan itu adalah "tahan, nanti malam kita pesta".
Malamnya Afif dan Jimi bertemu kembali di sebuah persimpangan yang memisahkan rumah mereka dari jalur utama sekolah. Dibuka obrolan ringan, mereka sudah siap dengan alasan yang dibutuhkan kepada wali mereka. Sinar rembulan yang sama terangnya dengan kemarin menemani langkah kaki menuju sekolah.
Sesampainya di depan sekolah, mereka kembali menggunakan akses pagar utama yang bersebelahan pos penjagaan. Tanpa menemui halangan yang berarti mereka dapat masuk ke lingkungan sekolah setelah menunjukkan mata mereka pada petugas jaga. Sambil berjalan, Jimi merasa ada yang janggal dengan dua petugas jaga tersebut, namun ia memilih tidak mengindahkan dan segera menuju ke El-dorado.
Dari kejauhan di lapangan depan El-dorado terlihat beberapa orang yang datang dengan menenteng tas punggung atau jinjing. Mereka berjalan memasuki pintu masuk utama El-dorado yang terletak persis muka tengah bangunan. Afif dan Jimi mengikuti mereka dan tidak lama mereka ikut dalam antrian yang berhenti di tengah-tengah bangunan.
Karena tidak ada yang berbincang atau berbicara, Mereka berdua juga ikut diam. Lorong sepanjang itu dipenuhi dengan ruangan-ruangan dengan papan nama ekskul. Tidak lama terdengar bel pintu berbunyi beberapa kali. Barisan yang terdiri dari dua orang di setiap deret kemudian perlahan bergerak maju. Selangkah demi selangkah hingga memasuki sebuah pintu yang memajang nama ekskul majalah dinding di ventilasinya.
Setelah masuk pintu tersebut, mereka masih ikut berbaris melewati sebuah ruangan yang berisi lemari, meja dan beberapa kursi, persis ruang kerja. Barisan tersebut masih melangkah hingga masuk ke sebuah pintu lain di ujung ruangan, pintu yang di bagian atasnya ditempeli tulisan Arsip. Namun belum sempat mereka masuk pintu tersebut, lengan mereka berdua ditarik hingga keluar dari barisan.
"Kalian mau kemana? gue sudah panggil dari tadi" suara yang mereka kenal, ini suara Yongki.
"Gue ga dengar panggilan apapun bang" jawab Jimi keheranan.
Yongki kemudian mempersilahkan mereka duduk di kursi yang ada di ruangan ekskul itu. Di sebuah meja yang dikelilingi empat buah kursi, Afif dan Jimi mengapit Yongki. Rombongan barisan itu masih terus berjalan perlahan-lahan tanpa menghiraukan mereka bertiga.
"Baik, jadi kalian memilih masuk kolam darah, gue ucapkan selamat, tapi sebelum mulai kegiatan tolong dengarkan saya terlebih dahulu" Yongki kemudian mengambil dua paket kotak yang berada di bawah meja sambil menyerahkan kepada mereka berdua.
"Ada dua biro utama di dalam Agora Beak. Pertama adalah penambang, tujuan mereka murni untuk mencari uang, dalam jumlah tidak terhingga. Sumbernya? mineral yang kalian lihat kemarin di conveyor belt. Apa salah? tidak, karena mereka yang membantu kegiatan biro satunya untuk mencapai tujuan utama organisasi ini" Yongki mulai menjelaskan dengan nada yang tidak terlalu jelas sehingga Afif dan Jimi kemudian mendekatkan diri mereka ke arah Yongki.
"Tujuan utama organisasi ini? Maksud lo Agora Beak, bang?" tanya Afif.
"Betul. Misi Agora Beak hanya satu, yaitu memusnahkan Terak" jawab Yongki, jawaban yang dicari-cari oleh Jimi.
"Terak yang selama ini muncul di kota melewati sebuah portal besar. Portal itu ada di lapangan belakang sekolah, jangan tanya saya kenapa bisa, dengarkan dulu. Portal itu terbuka selama tiga hari purnama, selama lima jam, dari pukul 10 malam hingga 3 dini hari" Yongki menceritakan sambil menggambar pola di atas meja.
"Tanah lapangan itu nanti akan berubah menjadi mineral dan membuka portal untuk Terak-terak tersebut. Proses itu terjadi sebanyak tiga kali selama masa tiga hari purnama. Teori kami adalah dengan menggali lapisan mineral tersebut akan menuntun kami ke portal Terak berasal, namun lapisan itu sangat tebal".
"Setebal apa bang?" tanya Jimi antusias.
"Sepuluh meter dan belum tembus". sebuah suara yang muncul di antara Afif dan Jimi mengagetkan mereka berdua.
"Kenalkan, dia Damar, kepala bagian galian dari Biro Penambang" Yongki kemudian memperkenalkan Damar. Tampilannya cukup nyentrik dengan rambut mohawk berwarna merah kekuningan, tindikan mewarnai dua daun telinganya, dan ia menggunakan shadow mata.
"Malam bang, Gue Jimi dan ini Afif" ujar Jimi berusaha beramah tamah.
"Bang, lo disekolah ga kena panggilan guru BK?" celetuk Afif yang sekejap disambut tatapan tajam Damar.
"Damar, Stop, dia belum tahu aturannya" sergah Yongki menghentikan, namun Afif keburu menyilangkan lengan di depan wajahnya seolah mengantisipasi amarah Damar.
"Lebih baik begitu, jika diteruskan akan membahayakan dirinya sendiri nanti" tandas Damar.
Yongki kemudian melanjutkan penjelasan yang tertunda tadi. Alasan mendatangkan Damar adalah sebelum masuk, seluruh murid akan dihadapkan pada pilihan akan bekerja sebagai apa di Agora Beak, Mangata atau Penambang. Batas pembedanya sangat tipis, yaitu uang. Seluruh murid yang berpartisipasi dalam kegiatan penambangan maupun pembasmian akan mendapatkan bayaran yang jumlahnya tidak kecil, karena masing-masing memiliki peran, maka pilihan apapun yang diambil seorang murid tidak akan jadi soal.
"Jadi jika disimpulkan. Saat portal terbuka dan Mangata berusaha membasmi Terak, penggali akan mengekskavasi mineral dari portal tersebut hingga menemukan gerbang menuju lokasi asal Terak, bukan begitu?" Ujar Afif berusaha menyimpulkan.
"Kurang lebih demikian" jawab Yongki.
"Memang berapa imbal jasa mangata dan penambang sampai-sampai penjurusan dilakukan sebelum masuk organisasi, bang?" tanya Jimi.
"Per malam, Penambang dibayar 12 juta, sementara mangata 8 juta" jawab Damar singkat. Afif dan Jimi terkejut mendengar jawab itu, jumlah uang yang sangat besar apalagi jika di bayar per-malam selama tiga malam.
"Namun, insentif mangata untuk sekali pemusnahan adalah 10 juta, sementara insentif penambang 50 juta" Yongki menambahkan, sekali lagi angka yang menggiurkan dan membuat Afif dan Jimi terkesima.
"In,insentif buat apa bang?".
"Bagi mangata adalah insentif pemusnahan per kepala Terak, tiap malam pasti akan dapat. Sementara insentif penambang..." Yongki diam dan melirik ke arah Damar.
"Bagi penambang, insentif menemukan Sovanite" sambung Damar.
"Sovanite?".
"Sovanite adalah mineral yang menjadi pondasi kegiatan Agora Beak. Seluruh perlengakapannya dilapisi, dilebur bersama dan atau dilengkapi sovanite. Namun terakhir mineral itu ditemukan tahun 2001 sebanyak 500 kilogram dan jumlahnya terus berkurang" ujar Damar sambil mengangkat salah satu kakinya ke atas kaki yang lain.
Jimi sadar secara tidak langsung Yongki dan Damar memainkan perang psikologis dengan menghadirkan fakta insentif dan bentuk pekerjaan yang sempat mereka lihat. Meski, satu sama lain tidak saling serang, Jimi yakin ada perang dingin yang disembunyikan dengan rapi sehingga tidak muncul ke permukaan. Bagi orang awam jelas angka rupiah yang diterima akan menutup mata dan memilih jalan yang mudah, namun tidak bagi Jimi, ia tekankan itu dalam hati.
"Apa sudah ada anggota yang meninggal?" tanya Affi mengangetkan semuanya.
"Ada baik dari penambang maupun mangata" jawab Damar.
"Berapa orang? statistiknya" Afif tidak mengendurkan tensi pertanyaannya.
"Selama satu tahun terakhir, Biro Mangata kehilangan lima orang sedangkan Biro penambang kehilangan sepuluh orang. Statistiknya, Mangata kehilangan orang setiap 10 minggu, sedangkan penambang kehilangan orang setiap 72 jam dalam periode satu bulan" Damar memincingkan matanya menatap Afif.
"Affi, lo merencanakan apa?" ujar Jimi dalam hati, meski ia juga tidak bisa menutupi cukup terkejut mendengarkan angka kematian tersebut. Dalam permainan catur, Afif terlihat memainkan teknik Zugzwang[1].
---
Glosarium;
[1] Zugzwang; Teknik catur yang yang berasal dari bahasa jerman yang berarti memaksa lawan untuk menjalankan bidak.
Pembicaraan empat orang tersebut kini menjadi lebih intens. Jimi menduga Afif ingin mundur selangkah agar mengetahui tujuan dari pembagian pilihan yang terlalu dini dilakukan. Namun, dalam kepala Afif muncul pikiran yang lain. Ia Harus mampu mengeluarkan informasi terbaik yang dapat digunakan mereka berdua, karena pembagian dua biro dengan tugas dan fungsi yang terlalu bertolak belakang tersebut dapat menambah beban pikiran mereka nanti. "Penyebab kematian?" tanya Afif lagi. "Ini pertanyaanmu yang terakhir, jika tidak puas juga, gue bakal cabut dari sini" ujar Damar dengan seringai di wajahnya. "Kematian mangata seluruhnya disebabkan luka serius karena pertarungan dengan Terak, sementara kematian penambang dikarenakan paparan radiasi yang timbul saat ekskavasi" jelas Damar lagi. "Baiklah, kita tidak dapat membuang waktu lebih lama lagi. Anggota lain memiliki waktu hingga tujuh hari untuk memutuskan, namun tidak dengan kalian yang hanya memiliki sisa w
Jimi sudah hampir selesai mengenakan seluruh cincin shrapnel yang lubangnya besar itu. jika digunakan bersamaan sejajar, akan membentuk jajaran besi hitam dengan garis kuning yang berwarna terang. Sesuai dugannya, cincin tersebut cukup berat namun ada sensasi kekuatan yang mengalir ke tubuhnya."Bagaimana perasaanmu? ada perubahan?" Tanya Herman dengan wajah penuh kebanggaan. Kini seringai itu hampir berubah menjadi sombong."Kesemutan, tapi luar biasa bang!" Jimi kegirangan dan langsung membenturkan shrapnel tersebut sama lain.Melihat kondisi tersebut, raut wajah Herman berubah 180 derajat. Ada seutas bengis yang hadir di air wajahnya. Afif lebih cepat menyadarinya saat Jimi akan membenturkan senjata itu. Saat Herman bangkit dari duduk, membentangkan kedua lengannya dan menunjuk dengan telunjuk dan jari tengah, persis posisi menembak, Afif berusaha menghentikan keduanya.Afif menyilangkan tangannya, namun sebelum bersilang, salah satu cincin shrapnelnya
Jimi dan Afif kini jatuh dalam posisi yang berjauhan. Mereka terhenyak mendapati pukulan telak. Herman masih berdiri tegak dan meminta mereka untuk bangun. Malam itu waktu sudah menunjukkan pukul 21.10, dan hawa dingin datang bersamaan dengan cahaya purnama sudah menyeruak. "Afif. Gue cukup terkejut lo bisa berpindah ke belakang gue, pertahankan. Jimi, atur nafas lo. Kita mulai lagi" Komentar Herman layaknya pelatih. Jimi berlari kencang ke arah Herman, mungkin ia mencoba peruntungannya lagi. Pukulan yang ia kerahkan kini lebih rendah, mungkin mengincar perut. Herman menangkis pukulan tersebut dengan teratur dan santai. Melihat celah lagi, Herman melakukan pose pistol lagi, Afif merespon gerakan tersebut. Afif berusaha menduplikasi gerakannya dengan menyilang lengan sambil menggesekkan shrapnel. Sesuai perhitungannya, Ia memang berpindah namun lokasinya yang berbeda. Kini ia justru berada satu meter di belakang Jimi. Belakangan, Afif akan jauh memperbaiki ini
Selesai mantra itu diucapkan, Jimi menangkis serangan Shabnock dengan tangan kosong. Aura Jimi berubah drastis, seolah-olah ada yang merasukinya. Shabnock sempat kaget namun tidak gentar dan kembali meluncurkan serangan-serangan fisik kepada Jimi, namun lagi-lagi Jimi dapat menahan serangan tersebut. Evan terpental untuk menyelamatkan dua orang penambang, kemudian bangkit dan meminta mereka berdua pergi menuju El-dorado. Evan kemudian membuka tangannya dan menutup pandangan pada dua buah objek, satu penambang yang tertusuk tombak Shabnock dan satu lagi sebuah pot tanaman yang tergeletak di tengah jalan. Saat kedua objek tersebut tertutup oleh telapak tangan evan, ia lantas menggeraan kedua lengganya bersilangan. Hasilnya, kedua objek tersebut saling bertukar tempat. Kekuatan Evan adalah "Swipe", memperbolehkannya menukar tempat dua buah objek yang dapat ditutupi kedua telapak tangannya. Evan cekatan memindahkan seluruh korban di lapangan, terutama yang terlal
Malam menunjukkan pukul 22.40, artinya sudah 40 menit Shabnock berada di dunia manusia. Strategi pertempuran melawan terak secara umum dibagi menjadi 3. Pertama mengalahkan di dunia manusia secepat mungkin. Kedua, menahan Terak selama mungkin hingga bulan terbenam."Taktik terakhir adalah meninggalkan portal dan menguburnya dalam-dalam," ucap Herman sambil membungkus jari telunjuk dan tengahnya dengan perban elastis."Me, memang bisa kita meninggalkan sekolah ini, bang?" Inge masih menahan serangan tombak Shabnock yang terus dilempar bertubi. Suara lolongan Shabnock terdengar memprovokasi mereka berdua."Jelas enggak mungkin. Tapi itu perintah terakhir yang diberikan kepada seluruh kapten jika kondisinya memungkinkan," balas Herman. Sesekali Herman mengusap-usap jari yang sudah dibungkus tersebut."Inge, tunggu aba-aba gue. Jika telat, serangan gue bakal menabrak tameng pelindungmu dan berbalik mengenai kita. Jadi perhatikan baik-baik," ujar Herman yang d
Hantaman di gedung sekolah akhirnya mengagetkan seluruh orang yang berada di lapangan. Mereka yang berdiri terjatuh dan yang berlari akan tersungkur ke depan. Semua mata mencari sumber dentuman tersebut apalagi setelahnya jilatan api membumbung tinggi. Beberapa orang yang mendampingi Damar terbelalak dan saling bertatapan, mereke kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Damar."Kapten tiga orang yang bersembunyi di dalam ruang kelas saat Shabnock keluar portal," bisik salah satu penambang."Astaga! lo serius!?" Damar terkejut seraya melihat ke arah gedung yang sebagian besar dindingnya sudah retak besar."Dona pasti sudah mengaktifkan kemampuan turunannya. Kita tidak bisa sembarangan keluar dari kastil ini. Cek di ruang evakusasi, apa ada Pras di sana." Damar memberikan instruksi yang langsung dipatuhi kedua orang penambang tersebut, mereka segera beranjak menuju ruang bawah tanah.Damar begitu cemas mendengar laporan kedua orang tersebut, bertambahnya kor
Kekuatan Gita adalah binding. Kemampuan turunan yang membuatnya dapat membuat rangkaian rantai untuk menahan sesuatu. Ia dibekali delapan cincin shrapnel, namun hanya dua yang ia kenakan di masing-masing telunjuk. Saat ia mengaktifkan kemampuannya, keenam sisa cincin sharpel akan membebntuk ratus mata rantai yang memanjang, masuk ke tanah, keluar dari tanah di dekat lokasi target dan mengikatnya. "Arghh!!" Gita menahan tekanan yang kuat akibat Afif dan Inge yang menerjang kuat Donni dan Nora. Puluhan rantai muncul dari tanah dan menangkap mereka berempat. Gita menahan kuda-kuda agar lengannya kuat menahan tarikan tersebut. Begitu mereka berempat jatuh akibat rantai Gita. sebuah lembing menabrak medan tameng, menancap sekitar 5 centimeter dan berhenti total. Medan tameng tersebut kemudian menghancur lembing tersebut berkeping-keping. "Dona! kerja bagus!" teriak Danti kepada Dona yang masih duduk di dalam lingkaran. Tatapannya yang awalnya mengantuk me
"Nama saya Regita Widyanata, panggil saja Gita!" Seru Gita saat memperkenalkan dirinya pertama kali di depan pertemuan pertama Agora Beak bagi murid baru. Gita kembali mengingat masa lalunya hingga bagaimana harga diri menjadi bagian hidup si Silver Chain mangata.***Selesai memperkenalkan diri, kami, anak kelas 1 diminta ikut ke ruangan yang berisi loker, di ujungnya ada sebuah ruang rapat yang rupanya dapat diatur kapasitas pesertanya. Saat itu, Aku dan 12 anak lain yang memilih menjadi mangata akan menjadi tes kecocokan shrapnel. Namaku selalu dipanggil lebih dahulu karena bertubuh kecil dan berwajah manis, orang selalu melakukan itu sejak aku kecil dulu, hal itu sungguh mengganggu.Di depan sebuah meja berdiri seorang laki-laki, matanya berwarna coklat, tinggi dan berambut pendek bergelombang. Sambil tersenyum ia terus memberikan arahan akan pentingnya penggunaan shrapnel bagi seorang mangata. Aku yang sedari tadi merasa diistimewakan tidak begitu
[Lapangan Belakang Sekolah]Benso sebenarnya berada di posisi sadar dan tidak sadar, karena bagaimanapun akhir pertarungannya dengan Sriti tidak begitu baik. Namun saat ia bangun kesekian kali dengan menggunakan seluruh kekuatannya, ia melihat situasi yang pelik. Di dekatnya berdiri Glori yang dengan cekatan menggunakan jemarinya mengontrol robot besar dengan remot pengendali."Siapa perempuan ini? Dia lagi bertarung? .. itu Tulus dan Arin.. yang terluka parah?" Kesadarannya semakin pulih. Ia juga menyadari Sriti yang terbaring diam di balik balutan shimurgh miliknya."Jangan mati, jangan mati, jangan mati," ucap Benso berkali-kali saat ia membuka balutan shimurgh tersebut. Sriti mengalami luka bakar dan kulitnya melepuh.Benso kemudian mendekatkan telinya ke hidung dan mulut Sriti, berharap menemukan tanda-tanda kehidupan. Angin yang berhembus dan turunnya hujan hitam sempat menyulitkannya menemukan tanda tersebut. Hingga akhirnya ia per
Ujang menjerit sejadinya saat sebuah tombak trisula menembus pahanya. Awalnya ia kaget melihat benda bulat raksasa yang dapat dihentikan dengan mudah oleh penjaga sekolah yang mendadak sebagian tubuhnya berubah menjadi robot. Namun ia tidak menyangka jika salah satu temannya malah melesatkan tombak trisula kearahnya. Pegangan tangannya di rambut Indri yang sedang ia jambak lantas mengendur."Upgrade!" ucap indri seraya menggenggam trisula tersebut.Batang besi trisula tersebut berubah warna menjadi keputihan, namun yang mencolok adalah bobotnya yang menjadi lebih berat. Seketika membuat Ujang terjatuh karena tidak kuat menahan sakit dan beban trisula. Mendapati dirinya terbebas dari Ujang, Indri mengusap hidupnya yang sedari tadi mengeluarkan darah karena dihajar Ujang."Bocah brengsek! Lo apain besinya sampai menjadi berat banget! Bangsat!" Umpat Ujang yang masih saja menyerang Indri.Mendengar celotehan itu, Indri bergeming dan menikmati jeritan Ujang.
[Lapangan depan El-Dorado]Listu sudah berdiri berhadapan dengan terak besar yang terus menyebut dirinya sebagai Moret. Terak berbentuk terenggiling berdiri tersebut cukup banyak bicara namun ia belum juga menyerang Listu, kecuali berdiri mengamankan sesuatu. Sembari mengulur waktu, Listu membaca situasi dan lingkungannya."Sebelum menggunakan shrapnel, gue memang merasa mampu menggunakan kekuatan turunan tanpa shrapnel. Tapi setelah gue pakai, kondisi tubuh gue lebih stabil, telinga gue terlalu pengang.." gumam Listu. Perlahan namun pasti, rasa sakit ditubuhnya menghilang seiring dengan regenerasi."Buff!"Listu berteriak dan mengubah penampilan yang dikelilingi dengan lingkaran, mantra dan cahaya. Moret terkesima dan segera menutup matanya karena awalnya silau melihat perubahan tersebut. Listu menggenggam sebuah tongkat yang ia gunakan sebagai senjatanya, seluruh buff support diarahkan kepada dirinya. konsentrasi daya yang besar pada sa
[Bangsal Perawatan] "Yunita, hei yunita. Bangun," panggil suara seorang laki-laki ke arah Yunita yang masih terbaring di ranjang lengkap tertutup selimut. Suaranya yang awalnya samar tersebut perlahan terdengar jelas. Kepalanya pengar, matanya begitu berat untuk dibuka, namun Yunita terus berusaha. Pandangannya akhirnya mulai terlihat, ia mendapati Teja dan Herman berdiri di samping ranjang. Sekilas ia melihat Teja yang wajahnya dipenuhi plester dan beberapa bagian tubuhnya dibalut perban. "Gue baru tau, anggota Fraksi bisa bermalas-malasan di atas ranjang," seloroh Teja. ".. Diam, sudah lama gue tidur?" tanya Yunita perlahan, ia berkali-kali mengedipkan mata untuk mengatur cahaya yang masuk ke matanya. "Lumayan mba, kami memindahkan ranjangmu dari ruangan sebelumnya karena si anak baru masih memiliki radiasi," ujar Herman yang masih memegang kruk di lengan sebelahnya. "Jimi? oh.. apa dampaknya?" "Pemulihan lo
[Gudang barang bekas] Seseorang berjalan perlahan sambil sesekali melihat ke arah Soca meninggalkan gudang. Orang itu adalah seorang perempuang yang mengenakan seragam sekolah. Saat mengetahui tempat tumpukan barang bekas yang ia tuju berada di dalam wadah besar berdinding cukup tinggi, ia kemudian melihat sekeliling dan menemukan barang bekas lain yang dapat dijadikan pijakan naik. Tidak lama terdengar suara demtuman dari arah luar gudang. Perempuan tersebut menghentikan sejenak langkahnya, ia yakin ada masalah besar yang timbul dari arah sekolah. Setelah sampai di puncak tumpukan barang bekasi ia lanjutkan dengan berjalan meniti dan mencari pijakan yang kuat. Karena perempuan itu menggunakan rok maka langkahnya cukup panjang mencapai pijakan yang cukup jauh. "Ah! di situ rupanya!" gumam perempuan tersebut saat melihat jejak darah yang mengarah ke satu titik. Di titik itu juga ia melihat kaki yang terjuntai lengkap dengan sepatu kets dan kao
Pancuran asap yang membumbung tinggi itu juga mengingatkan ingatan Linda. Sesaat ia berserah pasrah apabila kepalanya lepas tiba-tiba akibat serangan mendadak mangata. Misinya menghancurkan sirkulasi energi mineral yang ditimbun organisasi Agora Beak sudah usai. Namun mendadak ingatan masa lalunya muncul. Ada anak lain selain Soca yang mendapat berkah lebih dan ia berada di sisi yang terang, bukan sisinya."Getanama ceri.. harusnya kamu ikut dihakimi disini.." ucap Linda perlahan, kepalanya yang awalnya dingin mendadak mendidih."Kamu menuruti perintah Papa dan Mama namun setelah terak itu datang mencerahkan.. kamu pergi dan membela kebenaran.. Munafik.. Oportunis.. Apa mungkin tugasku belum selesai disini hingga seluruh penghuni Rumah Basaria memilih sisi yang benar.." renung Linda.Dari semburan itu tiba-tiba tanah seolah sobek dan membuka sebuah portal layaknya portal di malam purnama. Dua sosok berwarna hitam dengan tinggi hampir mencapai 3 meter muncul meng
[Lapangan Belakang Sekolah] [Benso vs Sriti] Pertarungan Benso dan Sriti terhenti sebentar setelah semburan asap hitam yang menjulang tinggi. Benso segera melirik ke arah Sriti, berharap kemarahannya kepada para pemberontak benar terbukti dengan wajah puas mereka. Namun, Benso tidak menemukan ekspresi itu wajah Sriti. Air mukanya bukan puas, meyeringai atau tersenyum bangga. Apa yang dilihat Benso adalah wajah gadis yang pasrah dan tidak menikmati satu detikpun hidupnya. Sriti memang dikenal pendiam dan memiliki nada bicara yang unik, namun perempuan yang satu angkatan dengan Benso tersebut lebih sering menyendiri dan bergaul dengan Linda atau Glori, sifat umumnya penderita ludens. "Sudah puas!? Kita selesaikan sekarang, Sriti!" seru Benso bengis. Sriti terkejut dan kembali mengendalikan dirinya yang sempat terbawa suasana. "Lo engga mengerti arti usaha Linda," balas Sriti yang kemudian melayang kembali.
[Lorong penyimpanan Biro Penambang]"Mba, lo merasakan itu juga?" tanya Afif yang bersandar di dinding. Ia merasakan kekuatan di dalam tubunya keluar masuk dengan perlahan sehingga tidak stabil."Ini jauh lebih besar daripada kekuatan kita semalam. Mba Linda sepertinya sudah bergerak," jawab Gina berdiri sambil memandangi langit-langit."Tapi, terima kasih karenanya badan gue perlahan-lahan membaik," ucap Afif yang perlahan merambat berdiri."Kita harus keluar. Labirin milik Bang Cecep harusnya sudah permanen mati, kita bisa langsung menuju lantai atas," ajak Gina yang mencoba melompat berkali-kali."Mba, lo engga perlu berputar saat melompat. Celana dalam berenda hanya pantas digunakan Tari," celetuk Afif yang tidak sengajak memperhatikan gerakan Gina."Lo juga Tari Fans Club!? awalnya gue pikir fans Tari yang cowo itu normal sampai gue tahu kalian memperhatikan detail penampilan dan pakaian Tari.. Menjijikan," balas Gina y
[Sebuah Gudang Barang Bekas di Luar Sekolah] [Herna Mischa vs Soca Damun Arsa] "Lo punya kekuatan yang gue engga tahu apa kemampuannya. Engga mau membuat pertarungan ini adil?" tanya Mischa dengan senyum. Ia masih tenang dan menganggap enteng pertarungannya dengan Soca. "Ten folds. Kemampuan yang terlalu berbahaya bahkan bagi seorang Umbu sekalipun," jawab Soca datar. "Hei bocah. jangan membandingkan kemampuan gue dengan Umbu. Tidak adil. Dia terlalu lemah untuk gue". "Maka, jangan jadikan alasan adil sebagai caramu untuk menang, Mishca," Soca kemudian memutar sebuah tutup botol tersebut untuk membuka isinya. Mischa bergerak cepat dengan mencengkram sebuah kipas duduk bebas yang terserak dan melemparnya ke arah Soca. Soca terkejut namun refleksnya menangkis benda tersebut, yang tidak Soca antisipasi adalah saat kipas tersebut adalah debu dan beberapa benda kecil bertebaran menghalangi pandangan Soca. M