Share

Sindrom Ludens

Author: Jurnal Sore
last update Last Updated: 2021-03-13 01:03:21

Perempuan yang berdiri di depan Jimi dan Afif mengenakan setelah serba hitam, rambutnya pendek menutupi kedua daun telinganya, warnanya hitam legam. Kakinya jenjang ditutupi stocking dan rok rimpel pendek di bawah lutut yang seluruhnya berwarna kehitaman. Di tangannya yang kokoh menahan dorongan gading gajah monster itu terbalut rangkaian cincin besar berwarna kehitaman mengkilap. cincing itu terlalu besar untuk sebuah cincin dan ia gunakan di seluruh jemarinya kecuali jempol.

"Ok. Kalau kalian ga apa-apa, tolong pergi menjauh. Terak[1] ini terlampau berat untuk ditahan sendiri, he he," ujarnya sambil sedikit gemetar menahan dorongan gajah itu. Efek suara tawa kecil di ujung kalimatnya menandakan dirinya tidak begitu percaya diri dengan apa yang sudah ia katakan.

Afif yang sadar lebih dahulu segera menarik lengan Jimi dan berlari sejauh mungkin melewati sisi gedung sekolah. Jimi yang berlari di belakang berteriak kepada Afif, memintanya kembali karena ia sudah menemukan sosok makhluk yang dicari. Afif terkejut saat tahu Jimi serius dan memilih berhenti di tengah jalan.

"Bangsaat! kalau lo masih ingin tahu semuanya, lebih baik selamatkan diri dulu baru kita tanya esok hari!" seru Afif. Belum sempat Afif menjemput Hilmi, monster Gajah tersebut mengamuk dan berhasil lepas dari pegangan perempuan tersebut.

"Hei kalian! sori lepas! lari yang jauh ya!" teriak perempuan itu sambil melambai kepada mereka berdua.

Monster gajah itu sudah lepas, lari seperti kesetanan dan menabrak tembok hingga gedung sekolah bergetar hebat. Jimi dan Afif kembali panik, mereka mengambil langkah seribu ke arah pagar. Ujung sisi gedung sekolah ini berjarak tidak jauh lagi.

"Kok malah dilepas! cewek sialan!" caci Afif.

"Fif! lo kenal sama cewek tadi?" tanya Jimi yang sudah berlari di samping Afif.

"Aneh! lo aneh! kenapa tanya begituan sekarang!?".

"Lo yang lebih aneh, sudah tahu keluar malam malah pakai kacamata!?" balas Jimi yang santai mengatur nafasnya. Afif benar-benar heran melihat Jimi yang sama sekali tidak terengah-engah.

Saat mencapai ujung sisi samping gedung, mendadak ada dua orang yang berdiri di depan mereka. Afif dan Jimi berhenti, mereka berfikir telah terpergok penjaga sekolah, namun mereka keliru. Kedua sosok itu berlari ke arah mereka sambil mengacungkan tinju, Afif dan Jimi dengan cepat menghindar ke masing-masing sudut.

Gagah perkasa, dua orang yang melewati Afif dan Jimi menahan pergerakan monster gajah itu dengan memukul tubuh gajah ke samping hingga menghantam dinding. Secara bergantian mereka memukuli tubuh besar monster, namun suara yang muncul dari pukulan tersebut bukan suara pukulan benda lunak, melainkan karena memukul benda keras.

"Duag! Krak! Duag! Krak!" suara pukulan dan retakan terdengar bergantian.

Monster itu melolong keras dan memekakan telinga. Afif dan Jimi menutup telinga mereka untuk menahan nyaringnya lolongan itu. Monster gajah itu beralih menggunakan belalai ketimbang gadingnya. Seakan beradaptasi, belalai tersebut dapat menyesuaikan diri yang awalnya lentur menjadi kaku layaknya tiang beton.

"Hilmi! cabut kita!" seru Afif, kali ini ia sungguh ketakutan.

"Engga! kita harus bantu mereka, Fif!" balas Jimi. Afif menggeram mendengar jawaban Jimi, ia tahu akan mendengarnya namun, ia juga masih berharap nalar Jimi bekerja pada situasi genting ini.

Serangan pecutan belalai monster gajah itu telak mengenai salah satu orang yang membantu mereka. Tubuhnya terpelanting dan menghantam keras dinding. Sementara orang satunya masih berusaha keras mengincar sesuatu di atas kepalanya, namun pertahanan monster gajah tersebut seperti tanpa celah dan mulai menguras stamina orang itu. Jimi akhirnya mengambil inisiatif menghampiri orang yang terlempar dan mengeceknya, ia pingsan.

Jimi melepas cincin-cincin besar yang melingkar di jemari orang yang pingsan itu. jumlahnya ada delapan buah, digunakan kecuali di ibu jari. Jimi bergerak cepat dan mengenakan kedelapan cincing tersebut. Tidak seperti kelihatannya, cincing tersebut berat dan saat dipakai mengepal ada magnet yang merekatkan cincin tersebut satu sama lain.

"Hilmi! Lo gila!" jerit Afif yang sudah berada di samping Jimi. Ia memegangi kepalanya karena harus menghadapi pilihan antara meninggalkan Jimi atau tetap di sini.

"Bro! tolong lo bawa orang ini ke tempat aman!" ujar Jimi sambil berlari meninggalkan Afif yang masih terbengong.

"Cih! Anak sialan itu!" Afif karena akhirnya tidak memiliki pilihan lain selain membantu orang ini pergi.

"Tasrif, kan?" suara orang itu terdengar pelan namun berhasil didengar Afif. Panggilan itu jelas mengagetkan Afif, bagaimana mungkin ada yang mengetahui namanya di kesempatan seperti ini.

"Gue Soca, temen sekelasnya lo. Ngapain ke sekolah pas purnama?" Tanya orang itu sambil sesekali terbatuk.

"Aduh, lo lagi masih sempet tanya motif gue disini. sekarang kasih tau gue kemana tempat yang aman!" Balas Afif sembari memapah orang bernama Soca ini.

Jimi berlari kencang ke arah monster gajah yang sudah mulai mengamuk dan acak pola serangannya. Melihat incaran orang yang masih melawan berusaha menggapai sesuatu di atas kepala gajah, Jimi sebisa mungkin mencari celah untuk mencapai kepala gajah tersebut. memanfatakan empat buah gading yang berbentuk seperti pijakan melompat, Jimi mengambil kesemapatan melompat dengan bertolak dari gading tersebut saat belalai gajah menyerang ke arah lain.

Melihat kesempatan yang diberikannya berhasil diambil Jimi, orang tersebut segera berlari rendah untuk mengincar kaki besar gajah tersebut. Serangan kuat yang cukup membuat keseimbangan gajah tersebut goyah dan akhirnya memilih fokus menginjak-injak tanah. Dalam kesempatan yang tipis itu di sela-sela injakan yang mengancam nyawa, orang tersebut berhasil merosot ke bagian ekor gajah.

Jimi berhasil tiba di atas kepala namun ia tidak menemukan apapun yang dapat diserang, kecuali bagian tempurung yang terlihat lebih mengkilap dan keras. Jimi sadar monster ini mengelabui semua orang dengan membuat anggapan jika menyerang bagian kepala dapat mengalahkannya. Namun, Jimi berusaha membuktikan teorinya dengan beberapa kali memukul bagian tempurung tersebut.

Jimi lengah, karena gelap malam meski ada cahaya rembulan tidak cukup membantu penglihatan Jimi pada gerakan yang cepat. Belalai monster gajah mengayun kencang ke arah Jimi. Saatnya pergi pikirnya, namun sesat ia melihat sesuatu di sekitar ujung belalai tersebut. Dengan sigap, Hilmi Menangkap dan menahan ujung belalai itu diketiaknya. Begitu menoleh ke belakang, ia melihat sesuatu berwarna kekuningan bersinar di dalam ujung belalainya.

"Pasti ini yang mereka berdua cari!" pikir Jimi. Namun belalai itu meronta dan mengangkat Jimi tinggi-tinggi. Nafas Jimi tertahan saat tahu ia terangkat sangat tinggi hingga mencapai lantai tiga bangunan.

"Hei! kamu temukan inti teraknya!?" terdengar teriakan perempuan yang tadi menolong Jimi. Ia berlari dari kejauhan, sepertinya setelah urusannya selesai, ia kembali mengejar monster gajah ini.

"Di sini! ujung belalainya bersinar!" balas Jimi dengan teriakan, berharap teriakannya mencapai perempuan itu.

"Bagus! Ari, bantu gue! terus ambil posisi di bawah!" Perempuan itu memberi instruksi kepada orang yang tadi memberi Jimi kesempatan.

Orang yang perempuan panggil Ari itu kemudian berdiri sampil merapatkan kedua tangannya di depan pinggang agar dapat dijadkan pijakan perempuan itu. Begitu memijak, perempuan tersebut melompat sangat tinggi hingga melebihi posisi Jimi. Namun, monster gajah itu sadar dan segera mengayunkan belalainya ke tanah, ia akan membanting Jimi keras-keras.

"Sial! Tahan belalainya! Jangan dilepas!" Perempuan itu kurang cepat tiba dan reaksi monster gajah itu mendahuluinya.

"Maksud lo apa!? gue mau dibantiiiingg!" jeritan Jimi terbawa hingga saat tubuhnya ikut diayun kencang oleh belalai gajah tersebut.

Jimi tidak ingin menyerah dengan keadaan, dari posisinya yang masih menahan belalai itu di ketiaknya, ia kemudian mengubah posisi. Jimi melepas ujung belalai tersebut dan berusaha memukulnya. Namun, sebelum pukulannya dilancarkan, ia merasakan sesuatu yang kuat menjalar di lengannya. Begitu tinjunya mengenai ujung belalai tersebut, muncul dentuman seperti gempa yang menjalar ke sekitar.

Dentuman itu membuat gajah itu seperti terdiam, saat itulah Ari mengambil kesempatan dengan memotong ujung belalai itu dan tepat mengenai bagian yang menyala tersebut. Jimi terjatuh keras ke tanah bersamaan dengan monster gajah tersebut yang kemudian seluruh tubuhnya berubah warna menjadi hitam legam, bagian garis yang berwarna kuning menyala perhalan meredup dan mati.

"Aduh! Aduh! sakit banget!" Jimi merintih seraya menungging, karena ia tadi mendarat dengan punggungnya.

"Hei, lo kuat juga, sampai bisa menggunakan shrapnel milik Soca." perempuan itu sudah mendarat dan berjalan perlahan mendekati Jimi.

"Nama gue Jimi, bukan hei. dan terima kasih sudah nolong gue tadi," balas Jimi ketus.

Jimi menoleh kebelakang, melihat monster gajah yang sudah menghitam dan pecah seperti hamparan batu bara. Ari, yang tadi sudah membelah inti terak di ujung belalai juga kemudian menghampiri Jimi. Ia menjulurkan tangannya seolah meminta sesuatu. Perempuan itu tersenyum dan meminta Jimi melepaskan seluruh cincin yang berada di jemarinya. Kesal karena dimintai secara tidak sopan, Jimi hanya menggerutu saat menyerahkan kedelapan cincin tersebut.

"He he, sudah santai saja. Jimi, sekarang ikut gue sebantar. By the way, nama gue Gina, Gina Laju Tedang, nama lengkap lo siapa?" ujar perempuan itu seraya mendahului Jimi ke arah depan depan sekolah.

Dari belakang sebenarnya Jimi tidak keberatan didahului oleh Gina, karena menurutnya cara berjalan Gina anggun meskipun menggunakan sepatu boots. Sementara itu, Ari berjalan ke arah lapangan belakang sekolah.

"Nama gue, Jimi Bandri, anak baru di sekolah ini. Kenapa gue harus ikut lo, Gina?" tanya Jimi yang kemudian menjadi agak waspada dengan orang asing.

"Jawabannya adalah karena lo merupakan salah satu dari kami. Warna mata kuning cerah di salah satu bola mata lo adalah bukti kalau lo mengidap sindrom ludens".

"Sindrom Ludens?".

"Iya, sama seperti istilah Homo Ludens[2]. Mereka yang memiliki sindrom ini memang dipilih untuk bergabung dengan Agora Beak."

"Dipilih? Agora Beak? Gina, siapa lo sebenarnya?".

Mendengar pertanyaan itu, Gina berhenti berjalan dan tersenyum. Ia menutup mata sebelah kiri dan kemudian berbalik arah memandang Jimi yang masih menaruh curiga. Begitu ia membuka tangan yang menutupi matanya, Jimi terkejut melihat orang lain yang berani menunjukkan warna mata yang sama dengannya.

"Gue adalah Gina, anggota Agora Beak dari Biro Mangata," Ucap Gina dengan senyum dan tatapan lurus ke arah jimi yang seolah menyihir dirinya untuk terpaku diam.

---

Glosarium;

[1] Terak; adalah ampas berupa batu yang terlepas dari bijih baku logam saat logam yang diinginkan sudah terlepas.

[2] Homo Ludens; adalah konsep yang memahami manusia merupakan seorang pemain yang andil dalam memainkan permainan

Related chapters

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Triamur Tasrif

    "Biro Mangata?" ucap Jimi yang masih tidak yakin dengan apa yang didengarnya."He he, sudah jangan sakiti diri lo sendiri. Dimana teman yang datang bareng lo itu?" tanya Gina."Hmm.. Gue ga tau, Gina. Tadi gue minta tolong Afif untuk membantu teman lo yang jatuh karena serangan gajah tadi" jawab Jimi setengah tidak acuh."Kalau gitu, dia sekarang sudah bareng teman-teman gue di lapangan depan. Ayo sekarang kita kesana" Gina mengajak Jimi untuk mengikutinya. Gina sekilas seperti remaja ceria yang mudah berteman dengan siapa saja.Mereka berdua kembali berjalan menyusuri sisi gedung sekolah tersebut, angin kemudian kembali berhembus. Gina berseloroh, jika salah satu indikator kemenangan melawan Terak adalah kembali berhembusnya angin malam. Jimi mengangguk dan berdehem membandingkan kondisi saat ia di lapangan belakang, memang angin kembali berhembus dan atmosfir kembali normal.Tepat sebelum memasuki lapangan depan, Gina menyodorkan tangannya dan me

    Last Updated : 2021-03-17
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Orientasi Sekolah Kedua

    "Astaga! masa ada hantu di belakang kita! Bangsat betul!" Afif mencaci dalam hatinya, namun ia tidak bisa langsung membalikkan badan kebelakang.Perlahan ia melihat ke arah Jimi yang sudah melihat dirinya namun bukan dengan pandangan takut melainkan penasaran. Tangan Jimi sudah dikepalkan seolah bersiap memberi pelajaran bagi orang yang berusaha menakutinya.Jimi kemudian menoleh cepat kebelakang, seakan ikut ditarik, Afif juga turut menoleh kebelakang dan tiap detiknya ia sesali keputusan mengikuti Jimi itu. Namun begitu mereka berdua melihat ke arah belakang mereka kaget bukan karena melihat hantu, melainkan seseorang yang berdiri di belakang mereka mengenakan topeng cirebon - topeng panji berwarna putih dengan senyum seringai yang memperlihatkan gigi."Hei, kalian tuli ya? apa seperti ini?" terdengar suara tanya itu lagi, namun kali ini lebih terdengar halus seperti suara perempuan.Jimi dan Afif masih menahan nafas melihat pemandangan yang anomali itu

    Last Updated : 2021-03-19
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Cukup sampai disitu!

    Pertanyaan macam apa itu? jawabannya sudah jelas kan, kegiatan kalian asik, pukul-pukulan dengan monster. Lagipula kalian menggali sesuatu dari tanah, jelas ada yang kalian kumpulkan. Hal misterius itu akan menarik siapa saja untuk bergabung, bukan? Afif menggerutu dalam kepalanya, ini juga yang menjadi landasan kenapa ia enggan mengikuti ekskul yang garis birokrasinya cenderung kaku."Saya tidak ingin melihat anak lain menjadi yatim piatu karena ulah Terak" Jawab Jimi singkat.Mendengar jawabannya itu, Listu tidak segera merespon dan melirik ke arah Afif. Bersilangan dengan Jimi, Afif bukan pria yang begitu saja menyebutkan resolusi diri hanya karena antusias sesaat. Namun jawaban Jimi juga yang perlahan membuka hati Afif untuk berterus terang dan tidak sekedar ikut-ikutan."Saya tidak ingin dianggap penyakit oleh adik perempuan saya karena sindrom ini" akhirnya Afif turut menjawab singkat."Hah. naif juga kalian" balas Listu. Ucapan yang menyakitkan, na

    Last Updated : 2021-03-21
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Standar Esensi

    Oktober 2004, Presiden ke-enam Republik Indonesia dilantik, diawali dengan pelantikan anggota DPR dan diakhiri dengan Pelantikan kabinet Republik Indonesia Bersatu. Tersirat harapan dari Presiden baru tersebut karena beberapa minggu sebelumnya, pejuang HAM, Munir tewas di dalam pesawat. Penerbangan tujuan Singapur menuju Amsterdam tersebut menjadi penerbangan terakhir Munir. Pada bulan-bulan tersebut, kondisi ekonomi sosial nasional tergolong stabil namun diintai lingkaran bencana.Bulan itu tergolong kering dan siang hari merupakan waktu yang tepat untuk menjemur pakaian. Namun demikian, awal bulan Oktober merupakan peralihan ke awal musim penghujan, sehingga sempat beberapa kali hujan dengan intensitas ringan, kondisi inilah yang menambah hawa lembab dan panas, terutama di dalam kelas."Hilmi, hawa panas begini dan lo masih berseragam lengkap dengan ujung kemeja dimasukkan celana" Afif berkomentar sambil meletakkan kepalanya di atas meja."Ini mata pelajaran f

    Last Updated : 2021-03-22
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Registrasi Ulang

    Pembicaraan empat orang tersebut kini menjadi lebih intens. Jimi menduga Afif ingin mundur selangkah agar mengetahui tujuan dari pembagian pilihan yang terlalu dini dilakukan. Namun, dalam kepala Afif muncul pikiran yang lain. Ia Harus mampu mengeluarkan informasi terbaik yang dapat digunakan mereka berdua, karena pembagian dua biro dengan tugas dan fungsi yang terlalu bertolak belakang tersebut dapat menambah beban pikiran mereka nanti. "Penyebab kematian?" tanya Afif lagi. "Ini pertanyaanmu yang terakhir, jika tidak puas juga, gue bakal cabut dari sini" ujar Damar dengan seringai di wajahnya. "Kematian mangata seluruhnya disebabkan luka serius karena pertarungan dengan Terak, sementara kematian penambang dikarenakan paparan radiasi yang timbul saat ekskavasi" jelas Damar lagi. "Baiklah, kita tidak dapat membuang waktu lebih lama lagi. Anggota lain memiliki waktu hingga tujuh hari untuk memutuskan, namun tidak dengan kalian yang hanya memiliki sisa w

    Last Updated : 2021-03-26
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   First Assignment

    Jimi sudah hampir selesai mengenakan seluruh cincin shrapnel yang lubangnya besar itu. jika digunakan bersamaan sejajar, akan membentuk jajaran besi hitam dengan garis kuning yang berwarna terang. Sesuai dugannya, cincin tersebut cukup berat namun ada sensasi kekuatan yang mengalir ke tubuhnya."Bagaimana perasaanmu? ada perubahan?" Tanya Herman dengan wajah penuh kebanggaan. Kini seringai itu hampir berubah menjadi sombong."Kesemutan, tapi luar biasa bang!" Jimi kegirangan dan langsung membenturkan shrapnel tersebut sama lain.Melihat kondisi tersebut, raut wajah Herman berubah 180 derajat. Ada seutas bengis yang hadir di air wajahnya. Afif lebih cepat menyadarinya saat Jimi akan membenturkan senjata itu. Saat Herman bangkit dari duduk, membentangkan kedua lengannya dan menunjuk dengan telunjuk dan jari tengah, persis posisi menembak, Afif berusaha menghentikan keduanya.Afif menyilangkan tangannya, namun sebelum bersilang, salah satu cincin shrapnelnya

    Last Updated : 2021-03-27
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   "Nova Class" Encounter

    Jimi dan Afif kini jatuh dalam posisi yang berjauhan. Mereka terhenyak mendapati pukulan telak. Herman masih berdiri tegak dan meminta mereka untuk bangun. Malam itu waktu sudah menunjukkan pukul 21.10, dan hawa dingin datang bersamaan dengan cahaya purnama sudah menyeruak. "Afif. Gue cukup terkejut lo bisa berpindah ke belakang gue, pertahankan. Jimi, atur nafas lo. Kita mulai lagi" Komentar Herman layaknya pelatih. Jimi berlari kencang ke arah Herman, mungkin ia mencoba peruntungannya lagi. Pukulan yang ia kerahkan kini lebih rendah, mungkin mengincar perut. Herman menangkis pukulan tersebut dengan teratur dan santai. Melihat celah lagi, Herman melakukan pose pistol lagi, Afif merespon gerakan tersebut. Afif berusaha menduplikasi gerakannya dengan menyilang lengan sambil menggesekkan shrapnel. Sesuai perhitungannya, Ia memang berpindah namun lokasinya yang berbeda. Kini ia justru berada satu meter di belakang Jimi. Belakangan, Afif akan jauh memperbaiki ini

    Last Updated : 2021-03-29
  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Under Siege [1]

    Selesai mantra itu diucapkan, Jimi menangkis serangan Shabnock dengan tangan kosong. Aura Jimi berubah drastis, seolah-olah ada yang merasukinya. Shabnock sempat kaget namun tidak gentar dan kembali meluncurkan serangan-serangan fisik kepada Jimi, namun lagi-lagi Jimi dapat menahan serangan tersebut. Evan terpental untuk menyelamatkan dua orang penambang, kemudian bangkit dan meminta mereka berdua pergi menuju El-dorado. Evan kemudian membuka tangannya dan menutup pandangan pada dua buah objek, satu penambang yang tertusuk tombak Shabnock dan satu lagi sebuah pot tanaman yang tergeletak di tengah jalan. Saat kedua objek tersebut tertutup oleh telapak tangan evan, ia lantas menggeraan kedua lengganya bersilangan. Hasilnya, kedua objek tersebut saling bertukar tempat. Kekuatan Evan adalah "Swipe", memperbolehkannya menukar tempat dua buah objek yang dapat ditutupi kedua telapak tangannya. Evan cekatan memindahkan seluruh korban di lapangan, terutama yang terlal

    Last Updated : 2021-04-07

Latest chapter

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Sewer Politic I

    [Lapangan Belakang Sekolah]Benso sebenarnya berada di posisi sadar dan tidak sadar, karena bagaimanapun akhir pertarungannya dengan Sriti tidak begitu baik. Namun saat ia bangun kesekian kali dengan menggunakan seluruh kekuatannya, ia melihat situasi yang pelik. Di dekatnya berdiri Glori yang dengan cekatan menggunakan jemarinya mengontrol robot besar dengan remot pengendali."Siapa perempuan ini? Dia lagi bertarung? .. itu Tulus dan Arin.. yang terluka parah?" Kesadarannya semakin pulih. Ia juga menyadari Sriti yang terbaring diam di balik balutan shimurgh miliknya."Jangan mati, jangan mati, jangan mati," ucap Benso berkali-kali saat ia membuka balutan shimurgh tersebut. Sriti mengalami luka bakar dan kulitnya melepuh.Benso kemudian mendekatkan telinya ke hidung dan mulut Sriti, berharap menemukan tanda-tanda kehidupan. Angin yang berhembus dan turunnya hujan hitam sempat menyulitkannya menemukan tanda tersebut. Hingga akhirnya ia per

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Soca Damun Arsa

    Ujang menjerit sejadinya saat sebuah tombak trisula menembus pahanya. Awalnya ia kaget melihat benda bulat raksasa yang dapat dihentikan dengan mudah oleh penjaga sekolah yang mendadak sebagian tubuhnya berubah menjadi robot. Namun ia tidak menyangka jika salah satu temannya malah melesatkan tombak trisula kearahnya. Pegangan tangannya di rambut Indri yang sedang ia jambak lantas mengendur."Upgrade!" ucap indri seraya menggenggam trisula tersebut.Batang besi trisula tersebut berubah warna menjadi keputihan, namun yang mencolok adalah bobotnya yang menjadi lebih berat. Seketika membuat Ujang terjatuh karena tidak kuat menahan sakit dan beban trisula. Mendapati dirinya terbebas dari Ujang, Indri mengusap hidupnya yang sedari tadi mengeluarkan darah karena dihajar Ujang."Bocah brengsek! Lo apain besinya sampai menjadi berat banget! Bangsat!" Umpat Ujang yang masih saja menyerang Indri.Mendengar celotehan itu, Indri bergeming dan menikmati jeritan Ujang.

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Moret & Igar

    [Lapangan depan El-Dorado]Listu sudah berdiri berhadapan dengan terak besar yang terus menyebut dirinya sebagai Moret. Terak berbentuk terenggiling berdiri tersebut cukup banyak bicara namun ia belum juga menyerang Listu, kecuali berdiri mengamankan sesuatu. Sembari mengulur waktu, Listu membaca situasi dan lingkungannya."Sebelum menggunakan shrapnel, gue memang merasa mampu menggunakan kekuatan turunan tanpa shrapnel. Tapi setelah gue pakai, kondisi tubuh gue lebih stabil, telinga gue terlalu pengang.." gumam Listu. Perlahan namun pasti, rasa sakit ditubuhnya menghilang seiring dengan regenerasi."Buff!"Listu berteriak dan mengubah penampilan yang dikelilingi dengan lingkaran, mantra dan cahaya. Moret terkesima dan segera menutup matanya karena awalnya silau melihat perubahan tersebut. Listu menggenggam sebuah tongkat yang ia gunakan sebagai senjatanya, seluruh buff support diarahkan kepada dirinya. konsentrasi daya yang besar pada sa

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Boneless

    [Bangsal Perawatan] "Yunita, hei yunita. Bangun," panggil suara seorang laki-laki ke arah Yunita yang masih terbaring di ranjang lengkap tertutup selimut. Suaranya yang awalnya samar tersebut perlahan terdengar jelas. Kepalanya pengar, matanya begitu berat untuk dibuka, namun Yunita terus berusaha. Pandangannya akhirnya mulai terlihat, ia mendapati Teja dan Herman berdiri di samping ranjang. Sekilas ia melihat Teja yang wajahnya dipenuhi plester dan beberapa bagian tubuhnya dibalut perban. "Gue baru tau, anggota Fraksi bisa bermalas-malasan di atas ranjang," seloroh Teja. ".. Diam, sudah lama gue tidur?" tanya Yunita perlahan, ia berkali-kali mengedipkan mata untuk mengatur cahaya yang masuk ke matanya. "Lumayan mba, kami memindahkan ranjangmu dari ruangan sebelumnya karena si anak baru masih memiliki radiasi," ujar Herman yang masih memegang kruk di lengan sebelahnya. "Jimi? oh.. apa dampaknya?" "Pemulihan lo

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Separuh Sisanya

    [Gudang barang bekas] Seseorang berjalan perlahan sambil sesekali melihat ke arah Soca meninggalkan gudang. Orang itu adalah seorang perempuang yang mengenakan seragam sekolah. Saat mengetahui tempat tumpukan barang bekas yang ia tuju berada di dalam wadah besar berdinding cukup tinggi, ia kemudian melihat sekeliling dan menemukan barang bekas lain yang dapat dijadikan pijakan naik. Tidak lama terdengar suara demtuman dari arah luar gudang. Perempuan tersebut menghentikan sejenak langkahnya, ia yakin ada masalah besar yang timbul dari arah sekolah. Setelah sampai di puncak tumpukan barang bekasi ia lanjutkan dengan berjalan meniti dan mencari pijakan yang kuat. Karena perempuan itu menggunakan rok maka langkahnya cukup panjang mencapai pijakan yang cukup jauh. "Ah! di situ rupanya!" gumam perempuan tersebut saat melihat jejak darah yang mengarah ke satu titik. Di titik itu juga ia melihat kaki yang terjuntai lengkap dengan sepatu kets dan kao

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Separuh lainnya

    Pancuran asap yang membumbung tinggi itu juga mengingatkan ingatan Linda. Sesaat ia berserah pasrah apabila kepalanya lepas tiba-tiba akibat serangan mendadak mangata. Misinya menghancurkan sirkulasi energi mineral yang ditimbun organisasi Agora Beak sudah usai. Namun mendadak ingatan masa lalunya muncul. Ada anak lain selain Soca yang mendapat berkah lebih dan ia berada di sisi yang terang, bukan sisinya."Getanama ceri.. harusnya kamu ikut dihakimi disini.." ucap Linda perlahan, kepalanya yang awalnya dingin mendadak mendidih."Kamu menuruti perintah Papa dan Mama namun setelah terak itu datang mencerahkan.. kamu pergi dan membela kebenaran.. Munafik.. Oportunis.. Apa mungkin tugasku belum selesai disini hingga seluruh penghuni Rumah Basaria memilih sisi yang benar.." renung Linda.Dari semburan itu tiba-tiba tanah seolah sobek dan membuka sebuah portal layaknya portal di malam purnama. Dua sosok berwarna hitam dengan tinggi hampir mencapai 3 meter muncul meng

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Separuh

    [Lapangan Belakang Sekolah] [Benso vs Sriti] Pertarungan Benso dan Sriti terhenti sebentar setelah semburan asap hitam yang menjulang tinggi. Benso segera melirik ke arah Sriti, berharap kemarahannya kepada para pemberontak benar terbukti dengan wajah puas mereka. Namun, Benso tidak menemukan ekspresi itu wajah Sriti. Air mukanya bukan puas, meyeringai atau tersenyum bangga. Apa yang dilihat Benso adalah wajah gadis yang pasrah dan tidak menikmati satu detikpun hidupnya. Sriti memang dikenal pendiam dan memiliki nada bicara yang unik, namun perempuan yang satu angkatan dengan Benso tersebut lebih sering menyendiri dan bergaul dengan Linda atau Glori, sifat umumnya penderita ludens. "Sudah puas!? Kita selesaikan sekarang, Sriti!" seru Benso bengis. Sriti terkejut dan kembali mengendalikan dirinya yang sempat terbawa suasana. "Lo engga mengerti arti usaha Linda," balas Sriti yang kemudian melayang kembali.

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Hitung Mundur Restorasi

    [Lorong penyimpanan Biro Penambang]"Mba, lo merasakan itu juga?" tanya Afif yang bersandar di dinding. Ia merasakan kekuatan di dalam tubunya keluar masuk dengan perlahan sehingga tidak stabil."Ini jauh lebih besar daripada kekuatan kita semalam. Mba Linda sepertinya sudah bergerak," jawab Gina berdiri sambil memandangi langit-langit."Tapi, terima kasih karenanya badan gue perlahan-lahan membaik," ucap Afif yang perlahan merambat berdiri."Kita harus keluar. Labirin milik Bang Cecep harusnya sudah permanen mati, kita bisa langsung menuju lantai atas," ajak Gina yang mencoba melompat berkali-kali."Mba, lo engga perlu berputar saat melompat. Celana dalam berenda hanya pantas digunakan Tari," celetuk Afif yang tidak sengajak memperhatikan gerakan Gina."Lo juga Tari Fans Club!? awalnya gue pikir fans Tari yang cowo itu normal sampai gue tahu kalian memperhatikan detail penampilan dan pakaian Tari.. Menjijikan," balas Gina y

  • The Undying Tales of AGORA BEAK   Memburu Pilar

    [Sebuah Gudang Barang Bekas di Luar Sekolah] [Herna Mischa vs Soca Damun Arsa] "Lo punya kekuatan yang gue engga tahu apa kemampuannya. Engga mau membuat pertarungan ini adil?" tanya Mischa dengan senyum. Ia masih tenang dan menganggap enteng pertarungannya dengan Soca. "Ten folds. Kemampuan yang terlalu berbahaya bahkan bagi seorang Umbu sekalipun," jawab Soca datar. "Hei bocah. jangan membandingkan kemampuan gue dengan Umbu. Tidak adil. Dia terlalu lemah untuk gue". "Maka, jangan jadikan alasan adil sebagai caramu untuk menang, Mishca," Soca kemudian memutar sebuah tutup botol tersebut untuk membuka isinya. Mischa bergerak cepat dengan mencengkram sebuah kipas duduk bebas yang terserak dan melemparnya ke arah Soca. Soca terkejut namun refleksnya menangkis benda tersebut, yang tidak Soca antisipasi adalah saat kipas tersebut adalah debu dan beberapa benda kecil bertebaran menghalangi pandangan Soca. M

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status