Anak-anak yang berada di mobil jemputan sekolah bercengkerama sambil menyanyikan lagu-lagu anak-anak yang baru terbit.
Sebagian menyanyikannya sambil makan Chiki, ada juga yang sambil makan permen Sugus. Aku jadi ingat bahwa di masa ini aku lebih suka makan Anak Mas.
Pak Toto sang supir yang gemar mencari perhatian, nampak sedang kambuh keinginannya untuk diperhatikan. Ia mulai menyanyikan lagu ciptaannya sendiri yang diberinya judul “Lemper Setan”.
Bila perutku lapar, hatiku galau
Minta saja ketan
Berikan irisan ayam
Jadi lemper setan...
Ia menyanyikannya keras-keras dan setengah memaksa agar anak-anak di mobil jemputannya ikut bernyayi. Seperti halnya di kehidupan pertamaku, ia juga menjanjikan besok akan memberi setiap anak sebuah kaset lagu lemper setan. Aku juga tahu bahwa hingga akhir masa sekolah kami di sini, janji itu tidak pernah ia penuhi.
“Mana kaset lemper
Besoknya telah menjadi hari yang baru.Jam pelajaran pagi dimulai, anak-anak yang dikomandoi oleh ketua kelas memberi salam kepada wali kelas yang baru masuk.“Sikap! Beri salam!” teriak ketua kelas.“Seeeelaaaaamaaaattt....pagiiiiii....Buuuuu....!!!!!” Salam dengan irama yang seolah merupakan sebuah lagu, rutin kami lakukan setiap hari sekolah, sampai enam tahun ke depan.Seperti yang kuduga, Rendy dan Gacok masih bermain bersamaku, seperti tidak pernah terjadi perkelahian. Mereka memang benar-benar masih anak kecil. Tidak seperti jika perkelahian kemarin terjadi sepuluh tahun dari sekarang, kejadian kemarin sangat bersih dari dendam. Kami bermain bola, ucing-sumput, galasin, dan lainnya. Bedanya, aku adalah pemimpin mereka sekarang.Aku memimpin permainan ucing-sumput dengan strategi yang brilian. Ini adalah permainan petak-umpet versi anak-anak Bandung. Seorang anak yang terkena giliran menjadi “uc
Seiring dengan waktu berlalu, pertumbuhanku semakin pesat. Rasanya tubuhku sekarang lebih besar dibandingkan dengan saat aku berada di usia ini pada kehidupanku yang sebelumnya. Ini menyebabkan mobil jemputan sekolah menjadi lebih sempit karena menampungku.Suasana mobil jemputan ini, seperti biasa, selalu ramai. Letak rumahku membuat namaku selalu berada di daftar paling akhir pengantaran pulang. Anak-anak berkelahi dengan menirukan gaya ksatria baja hitam dan Saint Seiya. Adalah impian bagi anak-anak di masa kini untuk bisa menjadi jagoannya saat tumbuh dewasa.Di kehidupanku yang sebelumnya pun aku sama seperti mereka, ikut berkelahi hingga jungkir balik di dalam mobil jemputan yang sedang berjalan.Pak Toto kelihatannya tidak terlalu peduli. Ia hanya menyetir mengantarkan anak-anak ke rumah masing-masing.Di kehidupanku sekarang aku selalu memilih kursi paling pojok di mobil Pak Toto. Itu kulakukan agar tidak terkena dampak perkelahian anak-anak. Yang
“Terima kasih, Pak Praditya. Tadi itu sangat mengagumkan, pihak Boeing pasti setuju dan akan segera mengembangkan prototype pesawat ini,” kata Irwansyah, rekan Papa yang menjadi dosen ITB dan membantu Papa dalam mempresentasikan pesawat rancanganku kepada Boeing.“Sama-sama, Pak. Semoga kerjasama ini terus berlanjut,” jawab Papa.“Tentu saja, Pak. Dan paten pesawat ini telah terdaftar atas nama Bapak,”Papa tersenyum, mengucapkan terima kasih sekali lagi, lalu beranjak pergi bersamaku dari kampus ITB.Sekian puluh pertemuan, dimulai dari Papa menghubungi teman lamanya semasa kuliah di ITB. Teman Papa tersebut sekarang sedang menjadi dosen muda di ITB, dan menghubungkan Papa dengan Irwansyah.Setelah itu Papa mempresentasikan desain dan rencana bisnis pesawatku. Semua detil telah kuberitahukan kepada Papa. Termasuk proyeksi bisnis tahun 2000 hingga 2020 di mana dunia akan membutuhkan lebih dari sepuluh ri
Setiap hari kuhabiskan waktu sore hingga jalanan menjadi gelap dengan berjalan-jalan untuk menghilangkan ketegangan. Bulan ini, pesawat yang kunamakan B-250 karena berkapasitas lima puluh penumpang, telah mulai dibangun dan diujicoba di pabrik pengembangan Boeing. Sejumlah hasil uji akan kekuatan dan ketahanan pesawat pasti selalu kutunggu kabarnya.Sementara selama aku berkeliling berjalan-jalan, masih sering terdengar suara ibu-ibu yang menakuti anak-anaknya dengan “kalong wewe” agar segera pulang.“Ayo pulang, nanti kalong wewe-nya keluar!”“Nanti digondol kalong wewe lhooo...!”Hantu yang diceritakan gemar menculik anak-anak yang masih berada di luar rumah masih populer pada tahun ini. Konon ia adalah hantu dari seorang perempuan yang dibunuh warga karena menghabisi nyawa suaminya. Juga beredar cerita bahwa suaminya telah berselingkuh.Sejak itu Kalong Wewe bergentayangan menculik anak-anak. Tapi ia tidak jah
“Anak angkasa 12 nyerang kita!!!” Gacok berteriak di suatu pagi.“Apa? Ada apa?” tanyaku.Aku ke luar kelas dan mendapati beberapa anak dari sekolah seberang berkacak pinggang di depan kelas kami. Sedikit-banyak aku ingat kejadian ini. Mereka adalah preman-preman kecil. Lebih tepatnya anak-anak yang ingin menjadi preman. Anak-anak ingusan yang ingin berkuasa.Sebagai ketua kelas, aku maju.“Mau apa kalian?” tanyaku.Mereka saling berpandangan.“Aku tanya mau apa?”“Kami... mau lapangan sepakbola ini cuma kami yang boleh main!” kata salah satu di antaranya.“Kalian tahu Pak Cipto?” tanyaku.Mereka kembali saling berpandangan.Pak Cipto adalah lurah yang sangat disegani di kelurahan dekat sekolah kami. Aku tahu anak-anak sekolah Angkasa 12 hampir semuanya tinggal di sana. Pak Cipto sangat dihormati dan mengenal semua warganya. Tidak ada ya
Tahun 1993 ini aku memasuki kelas tiga.Semua serial televisi favoritku telah ditayangkan kembali. Selain Knight Rider dan Macgyver, Airwolf, dan Time Trax juga mulai mengudara. Aku sudah menonton semuanya, bahkan memiliki koleksi MP4 serial-serial tersebut di tahun 2020.Tapi menyaksikannya langsung di televisi pada zamannya membuatku lebih puas.Sementara di luar, setiap hari kusaksikan banyak sekali anak-anak bermain kelereng. Aku ingat pada masa ini terdapat jenis-jenis kelereng, di antaranya kelereng bening, kelereng putih, dan kelereng keramik. Level kemahiran bermain kelereng ditentukan dari jenis-jenis kelereng tersebut.Yang menyaingi popularitas kelereng adalah SEGA dan Nintendo, konsol permainan sebelum maraknya Playstation dan Xbox. Teman-teman biasa bermain di rumah tetangga yang memiliki SEGA dan Nintendo.Mereka yang bermusuhan dengan tetanggaku itu terpaksa mencari hiburan di tempat Dingdong, menyiapkan uang logam seratus rupi
Aku tercekat.“Tahu bagaimana, Bu?”“Kamu bukan Ferre yang sebenarnya. Bukan Ferre yang seharusnya ada di sini. Ini kali kedua bukan?”“I...Ibu...bagaimana bisa?”“Ferre...Ibu juga seorang...” ia terbatuk-batuk sebelum bisa melanjutkan kalimatnya.“Ibu sama sepertimu...”Napasku terhenti sejenak.“Ibu...kita sama-sama....?”“Ya,” katanya. “Dan setelah ini, sepertinya saya harus kembali, mengulangi lagi semuanya,”“Ibu...sungguh-sungguh?”Bu Neneng terbatuk-batuk lagi.“Ya,”“Bagaimana Ibu bisa tahu...?”“Mudah sekali, Ferre. Tulisan tanganmu bukan lagi tulisan cakar ayam. Itu saja sudah cukup untuk mengetahuinya. Di sekian banyak siklus kehidupanku sebelumnya, tulisanmu tidak pernah berubah.”“Jadi...memang semua ini telah terjadi...berkal
Pengganti Bu Neneng di caturwulan kedua, Bu Mujiwati, dulu adalah mimpi buruk bagi kami. Tidak hanya bagiku, tapi bagi semua murid laki-laki. Entah kenapa ia seperti memiliki dendam kepada setiap pria. Tidak adanya guru pria di sekolahku (kecuali guru olahraga) membuatku tidak bisa menilai apakah ia juga bersikap kejam dan ketus kepada pria dewasa.Setahuku ia sudah menikah dan memiliki anak yang juga bersekolah di sekolahku. Berdasarkan informasi yang kudapat jauh setelah aku lulus sekolah, saat mengajar kami Bu Mujiwati baru saja bercerai dari suaminya. Ternyata perceraian juga sudah marak di awal masa 90-an. Padahal ekonomi saat ini masih sangat stabil, negeri ini juga dapat dikatakan makmur.Mujiwati sangat menganakemaskan murid-murid perempuan. Dulu maupun sekarang, ia tidak pernah memarahi para siswi. Nike, Selfi, Sinta, Retno, dan lainnya sering kali bergurau saat Mujiwati menerangkan di depan kelas. Mujiwati tidak pernah satu kali pun memarahi mereka. Bahkan ia