Seiring dengan waktu berlalu, pertumbuhanku semakin pesat. Rasanya tubuhku sekarang lebih besar dibandingkan dengan saat aku berada di usia ini pada kehidupanku yang sebelumnya. Ini menyebabkan mobil jemputan sekolah menjadi lebih sempit karena menampungku.
Suasana mobil jemputan ini, seperti biasa, selalu ramai. Letak rumahku membuat namaku selalu berada di daftar paling akhir pengantaran pulang. Anak-anak berkelahi dengan menirukan gaya ksatria baja hitam dan Saint Seiya. Adalah impian bagi anak-anak di masa kini untuk bisa menjadi jagoannya saat tumbuh dewasa.
Di kehidupanku yang sebelumnya pun aku sama seperti mereka, ikut berkelahi hingga jungkir balik di dalam mobil jemputan yang sedang berjalan.
Pak Toto kelihatannya tidak terlalu peduli. Ia hanya menyetir mengantarkan anak-anak ke rumah masing-masing.
Di kehidupanku sekarang aku selalu memilih kursi paling pojok di mobil Pak Toto. Itu kulakukan agar tidak terkena dampak perkelahian anak-anak. Yang
“Terima kasih, Pak Praditya. Tadi itu sangat mengagumkan, pihak Boeing pasti setuju dan akan segera mengembangkan prototype pesawat ini,” kata Irwansyah, rekan Papa yang menjadi dosen ITB dan membantu Papa dalam mempresentasikan pesawat rancanganku kepada Boeing.“Sama-sama, Pak. Semoga kerjasama ini terus berlanjut,” jawab Papa.“Tentu saja, Pak. Dan paten pesawat ini telah terdaftar atas nama Bapak,”Papa tersenyum, mengucapkan terima kasih sekali lagi, lalu beranjak pergi bersamaku dari kampus ITB.Sekian puluh pertemuan, dimulai dari Papa menghubungi teman lamanya semasa kuliah di ITB. Teman Papa tersebut sekarang sedang menjadi dosen muda di ITB, dan menghubungkan Papa dengan Irwansyah.Setelah itu Papa mempresentasikan desain dan rencana bisnis pesawatku. Semua detil telah kuberitahukan kepada Papa. Termasuk proyeksi bisnis tahun 2000 hingga 2020 di mana dunia akan membutuhkan lebih dari sepuluh ri
Setiap hari kuhabiskan waktu sore hingga jalanan menjadi gelap dengan berjalan-jalan untuk menghilangkan ketegangan. Bulan ini, pesawat yang kunamakan B-250 karena berkapasitas lima puluh penumpang, telah mulai dibangun dan diujicoba di pabrik pengembangan Boeing. Sejumlah hasil uji akan kekuatan dan ketahanan pesawat pasti selalu kutunggu kabarnya.Sementara selama aku berkeliling berjalan-jalan, masih sering terdengar suara ibu-ibu yang menakuti anak-anaknya dengan “kalong wewe” agar segera pulang.“Ayo pulang, nanti kalong wewe-nya keluar!”“Nanti digondol kalong wewe lhooo...!”Hantu yang diceritakan gemar menculik anak-anak yang masih berada di luar rumah masih populer pada tahun ini. Konon ia adalah hantu dari seorang perempuan yang dibunuh warga karena menghabisi nyawa suaminya. Juga beredar cerita bahwa suaminya telah berselingkuh.Sejak itu Kalong Wewe bergentayangan menculik anak-anak. Tapi ia tidak jah
“Anak angkasa 12 nyerang kita!!!” Gacok berteriak di suatu pagi.“Apa? Ada apa?” tanyaku.Aku ke luar kelas dan mendapati beberapa anak dari sekolah seberang berkacak pinggang di depan kelas kami. Sedikit-banyak aku ingat kejadian ini. Mereka adalah preman-preman kecil. Lebih tepatnya anak-anak yang ingin menjadi preman. Anak-anak ingusan yang ingin berkuasa.Sebagai ketua kelas, aku maju.“Mau apa kalian?” tanyaku.Mereka saling berpandangan.“Aku tanya mau apa?”“Kami... mau lapangan sepakbola ini cuma kami yang boleh main!” kata salah satu di antaranya.“Kalian tahu Pak Cipto?” tanyaku.Mereka kembali saling berpandangan.Pak Cipto adalah lurah yang sangat disegani di kelurahan dekat sekolah kami. Aku tahu anak-anak sekolah Angkasa 12 hampir semuanya tinggal di sana. Pak Cipto sangat dihormati dan mengenal semua warganya. Tidak ada ya
Tahun 1993 ini aku memasuki kelas tiga.Semua serial televisi favoritku telah ditayangkan kembali. Selain Knight Rider dan Macgyver, Airwolf, dan Time Trax juga mulai mengudara. Aku sudah menonton semuanya, bahkan memiliki koleksi MP4 serial-serial tersebut di tahun 2020.Tapi menyaksikannya langsung di televisi pada zamannya membuatku lebih puas.Sementara di luar, setiap hari kusaksikan banyak sekali anak-anak bermain kelereng. Aku ingat pada masa ini terdapat jenis-jenis kelereng, di antaranya kelereng bening, kelereng putih, dan kelereng keramik. Level kemahiran bermain kelereng ditentukan dari jenis-jenis kelereng tersebut.Yang menyaingi popularitas kelereng adalah SEGA dan Nintendo, konsol permainan sebelum maraknya Playstation dan Xbox. Teman-teman biasa bermain di rumah tetangga yang memiliki SEGA dan Nintendo.Mereka yang bermusuhan dengan tetanggaku itu terpaksa mencari hiburan di tempat Dingdong, menyiapkan uang logam seratus rupi
Aku tercekat.“Tahu bagaimana, Bu?”“Kamu bukan Ferre yang sebenarnya. Bukan Ferre yang seharusnya ada di sini. Ini kali kedua bukan?”“I...Ibu...bagaimana bisa?”“Ferre...Ibu juga seorang...” ia terbatuk-batuk sebelum bisa melanjutkan kalimatnya.“Ibu sama sepertimu...”Napasku terhenti sejenak.“Ibu...kita sama-sama....?”“Ya,” katanya. “Dan setelah ini, sepertinya saya harus kembali, mengulangi lagi semuanya,”“Ibu...sungguh-sungguh?”Bu Neneng terbatuk-batuk lagi.“Ya,”“Bagaimana Ibu bisa tahu...?”“Mudah sekali, Ferre. Tulisan tanganmu bukan lagi tulisan cakar ayam. Itu saja sudah cukup untuk mengetahuinya. Di sekian banyak siklus kehidupanku sebelumnya, tulisanmu tidak pernah berubah.”“Jadi...memang semua ini telah terjadi...berkal
Pengganti Bu Neneng di caturwulan kedua, Bu Mujiwati, dulu adalah mimpi buruk bagi kami. Tidak hanya bagiku, tapi bagi semua murid laki-laki. Entah kenapa ia seperti memiliki dendam kepada setiap pria. Tidak adanya guru pria di sekolahku (kecuali guru olahraga) membuatku tidak bisa menilai apakah ia juga bersikap kejam dan ketus kepada pria dewasa.Setahuku ia sudah menikah dan memiliki anak yang juga bersekolah di sekolahku. Berdasarkan informasi yang kudapat jauh setelah aku lulus sekolah, saat mengajar kami Bu Mujiwati baru saja bercerai dari suaminya. Ternyata perceraian juga sudah marak di awal masa 90-an. Padahal ekonomi saat ini masih sangat stabil, negeri ini juga dapat dikatakan makmur.Mujiwati sangat menganakemaskan murid-murid perempuan. Dulu maupun sekarang, ia tidak pernah memarahi para siswi. Nike, Selfi, Sinta, Retno, dan lainnya sering kali bergurau saat Mujiwati menerangkan di depan kelas. Mujiwati tidak pernah satu kali pun memarahi mereka. Bahkan ia
Masa-masa kelas tiga yang indah bersama Mujiwati telah berakhir. Kenaikan kelas kami ke kelas empat meninggalkan pengalaman yang tidak terlupakan. Pengalaman yang belum pernah kualami sebelumnya.Mujiwati yang begitu berbeda.Tidak jarang aku mengunjungi rumahnya untuk menanyakan kabar. Baru kuketahui bahwa ia adalah penggemar bulu tangkis sehingga seringkali aku menemaninya bermain.Ya, Bulu Tangkis adalah olahraga yang sangat populer di masa ini. Hampir di setiap jalanan komplek perumahan ada orang yang memainkannya. Baik anak-anak, lalu asisten rumah tangga yang menunggu tuan rumahnya pulang, atau gabungan keduanya. Olahraga ini cukup bersaing dengan sepakbola jalanan.Betapa tidak, masa keemasan Bulu Tangkis Indonesia memang sedang jaya-jayanya.Atlet seperti Susi Susanti, Mia Audina, dan Alan Budikusuma adalah nama-nama yang sering menghiasi layar televisi. Popularitasnya menyaingi berita-berita Liga Italia. Pada masa ini, Piala Thomas d
Dengan berdebar kunantikan penerbangan pertama B-250. Semua desain dan proposal bisnis yang kubuat sebelumnya, telah terdaftar atas nama Papa. Desain yang telah disetujui dan diterima oleh Boeing telah melalui serangkaian uji coba.Ini merupakan suatu pagi yang penting.Aku tidak meragukan B-250 akan terbang di kesempatan perdana. Malah aku yakin ia akan terbang dengan mulus. Pesawat ini sudah pernah terbang sebelumnya, di kehidupan yang lain.Tentu saja banyak pihak yang meragukannya. Ini pertama kalinya pesawat dengan kapasitas lima puluh penumpang dibuat. Sejumlah teror mental telah ditiupkan berbagai pihak, yang kuketahui berasal dari para pesaing Boeing.Jika mereka benar, maka nama Papa dan almamaternya menjadi taruhan. Demikian juga sahabat Papa yang mempromosikan desain ini. Papa bisa kehilangan nama baik, bahkan mungkin pekerjaannya.Isu tersebut kurang lebih juga memberikan ketegangan pada diriku. Bagaimanapun investasi yang ditanamkan un
Starla memang jarang menunjukkannya, tapi aku tahu bahwa dia juga memikirkan masa depan Adam. Butuh waktu cukup lama bagiku meyakinkan dirinya sampai ia setuju metode pendidikan yang akan kami terapkan pada Adam.Saat ini aku menikmati masa-masa Adam bermain dengan ceria. Kulitnya yang ditimpa sinar matahari pagi dan sore. Keringatnya saat bermain sepakbola, juga caranya meneguk air putih dalam jumlah banyak usai lelahnya bertanding.“Gimana permainanku, Ayah?”“Kamu melakukannya dengan sangat baik, Adam. Kamu hebat,”“Ayah selalu bilang gitu,” Adam tertawa.“Itu kenyataannya, Ayah nggak mengada-ada,” kataku sambil mengacak-acak rambutnya.Lalu kami pulang, seiring adzan magrib yang mulai berkumandang.Adam memantul-mantulkan bolanya ke jalanan selama kami menuju rumah.Mobil-mobil mulai berdatangan dari mereka yang baru saja menyelesaikan harinya.Aku membiarkan Adam masuk terlebih dahulu dan menyuruhnya untuk segera mandi, sementara kusaksikan matahari terbenam dengan indah.Sebenta
Alarm ponselku.Perlahan kubuka mata.Starla masih ada dalam dekapanku.Ini masih kamar kami. Bukan kamar Mama dan Papa.Ini masih 2020, bukan 1989.Kuperhatikan sekujur tubuhku, tak puas, lalu aku beranjak menuju cermin.Aku, masih diriku, diriku yang berusia tiga puluh empat tahun.“Sayang?” suara lembut Starla memanggilku.Aku menoleh, tanpa sadar air mataku telah berlinang.“Kamu...kenapa?”Jawabanku adalah menghambur ke arahnya, dan memeluknya.“Re?” katanya sambil balas memelukku.“Sayang...”“Apa yang sudah terjadi? Apakah yang kamu bilang semalam....?”“Nggak..nggak sayang! Nggak!”“Maksudmu?”“Aku nggak tahu apa yang harus kubilang. Nggak ada yang harus kuceritakan. Yang pasti adalah...semua baik-baik saja,”“Jadi semua misterimu masih akan menjadi misteri?”“Kuharap selamanya,”Starla menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.Kami melanjutkan hidup kami.Aku membeli sejumlah bangunan di Selatan ibu kota, tempat kami tinggal sekarang. Kuratakan mereka dan kudirikan kom
Pesawat Starla telah tiba, aku menjemputnya, lalu membawakan bagasinya, setelah sebelumnya memeluknya erat-erat.Kugenggam tangannya sambil kami berjalan, jauh lebih erat daripada biasanya.Ia adalah hartaku yang paling berharga.Lalu di sanalah kulihat sosok itu. Di tengah keramaian bandara, ia berdiri, menatapku.Sosoknya seperti tidak terpengaruh oleh orang lain yang berlalu-lalang di sekitarnya. Semula otakku masih berusaha memproses tentang sosok ini.Lama kelamaan aku mulai menyadarinya.Rambut dan janggutnya yang putih sangat kuingat.Ia adalah bapak tua yang membelaku saat aku disidang karena menghajar Dimas. Dan dia tidak tampak berubah sama sekali, bahkan pakaian yang dikenakannya pun masih pakaian yang kulihat puluhan tahun silam.Yaitu saat ia muncul di depan kelas.Kurasa ia tersenyum ke arahku.Kupercepat langkahku untuk menghampirinya. Aku yakin ia bukan orang biasa. Bahkan aku punya firasat bahwa ia memiliki jawaban atas banyak pertanyaan yang berputar di benakku. Ten
2023Pandemi virus Corona telah berakhir satu tahun silam. Keadaan dunia telah kembali seperti semula. Pemandangan orang-orang yang mengenakan masker di jalanan telah lama hilang.Aku dan Starla juga bisa leluasa pergi ke mana pun kami mau. Karena aku menjadi orang yang memberi petunjuk kepada Dr. Hobson untuk vaksin virus Corona, maka aku dan keluargaku mendapatkan prioritas pertama untuk mendapatkan vaksin.Kubawa Starla menyaksikan El Classico, Derby De La Madonnina, dan Derby Manchester. Kami mengenakan seragam AC Milan saat pertandingan di Milan. Aku mengamatinya berteriak, meniup peluit ejekan kepada tim lawan, dan menyanyikan lagu Curva Sud. Kami pergi berkeliling dunia, beberapa kali dengan sistem backpacking. Namun lebih sering kami menginap di hotel mewah. Walaupun demikian, kami menyusuri jalan-jalan di Paris, Munich, Madrid, Barcelona, dan Zurich. Trotoar demi trotoar kami lalui, dan kami hanya menggunakan satu buah payung jika hari hujan.Starla sendiri tidak ingin berg
Tidak cukup banyak hal menarik yang terjadi setelah 2010, karena semua fenomena di dunia bisnis yang terjadi setelah tahun itu telah kuambil alih. Telah kukuasai dunia, dan kusebar semuanya di berbagai perusahaan. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa kekayaanku hanya bisa didekati oleh Bill Gates.Dekade setelah tahun 2010 adalah waktu untuk bermunculannya perusahaan-perusahaan startup. Semua telah kuantisipasi.Kudirikan inkubator bisnis di setiap kampus papan atas dunia. Ide-ide dan inovasi bermunculan dari sana.Para pegiat startup pun berbondong-bondong mengajukan proposal.Kuseleksi semua dokumen yang mereka berikan, dan kukucurkan dana berdasarkan kualitas bisnis yang menurutku paling baik.Bagi proposal yang kurang menarik, kuminta mereka untuk mengembangkan diri dan menerima pelatihan. Bagaimanapun aku yakin bahwa tidak ada ide inovasi mereka yang akan sia-sia.Aku belajar dari penyesalan para konglomerat yang menolak membiayai Whatsapp, Instagram, dan lain sebagainya. Tidak a
Aku dan Starla telah lulus di tahun 2008 ini.Krisis akibat kredit perumahan yang macet di Amerika Serikat mulai merambah ke seluruh dunia. Tahun-tahun mencekam melanda hampir semua negara. Ini adalah krisis yang sangat buruk, bahkan bisa disetarakan dengan Great Depression pada tahun 1930-an.Bank-bank di Amerika Serikat bertumbangan, disusul oleh bank-bank di negara G-8. Begitupun dengan pasar saham. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat perusahaan-perusahaan gulung tikar. Sudah kubeli saham-saham dalam jumlah banyak untuk memanfaatkan keadaan ini. Di masa depan, harga-harga saham ini akan kembali naik.Starla sedang berdinas ke Amerika Serikat untuk pelatihan awal pekerjaannya.Aku pun memutuskan untuk berlibur ke Eropa.Seorang perempuan Inggris yang dikabarkan merupakan pemandu wisataku menyambut kedatanganku di bandara.Ia seorang perempuan berwajah Kaukasian berambut pendek blonde pixie. Ia jenjang, tapi tidak kurus.“Halo Mr. Praditya, perkenalkan, saya Rachel Arlington dar
Aku dan Starla telah lulus di tahun 2008 ini.Krisis akibat kredit perumahan yang macet di Amerika Serikat mulai merambah ke seluruh dunia. Tahun-tahun mencekam melanda hampir semua negara. Ini adalah krisis yang sangat buruk, bahkan bisa disetarakan dengan Great Depression pada tahun 1930-an.Bank-bank di Amerika Serikat bertumbangan, disusul oleh bank-bank di negara G-8. Begitupun dengan pasar saham. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat perusahaan-perusahaan gulung tikar. Sudah kubeli saham-saham dalam jumlah banyak untuk memanfaatkan keadaan ini. Di masa depan, harga-harga saham ini akan kembali naik.Starla sedang berdinas ke Amerika Serikat untuk pelatihan awal pekerjaannya.Aku pun memutuskan untuk berlibur ke Eropa.Seorang perempuan Inggris yang dikabarkan merupakan pemandu wisataku menyambut kedatanganku di bandara.Ia seorang perempuan berwajah Kaukasian berambut pendek blonde pixie. Ia jenjang, tapi tidak kurus.“Halo Mr. Praditya, perkenalkan, saya Rachel Arlington dar
Aku tidak pernah memberi Starla hadiah apa pun. Ini adalah karena aku tahu karakternya bukanlah perempuan yang terkesan dengan hadiah.Starla perempuan yang lebih menghargai pembuktian.Selama dua tahun terakhir aku telah melatih kemampuanku memainkan raket, dan hasilnya tidak memalukan. Sesekali aku bermain dengannya, bahkan menjadi pasangannya di ganda campuran.Dan ada yang tidak berubah dari kehidupanku, yaitu para sahabat sejati.Mereka yang menjadi teman dekatku di kehidupan sebelumnya, kembali menempati ruang mereka di kehidupanku kali ini. Bagaimanapun persahabatan kami tanpa pamrih. Mereka tidak ternilai dengan uang. “Jadi, gimana Starla?” tanya Adri, salah satu dari mereka.“So far good,”“Udah jadian belum?”“Belum,” aku tersenyum.“Lah, terus tiap malem Minggu itu ngapain?”“Dri, hangout di malem Minggu bukan berarti pacaran, kan?”“Normalnya sih pacaran,”“Normalnya, tapi lo tau kalo gua bukan orang normal kan?”“Sejak kali pertama gua ketemu lo,”“Jadi, nggak usah aneh
Jumat malam, aku dan Nova telah berada di Stasiun Bandung. Percaloan tiket masih marak. Pedagang kaki lima masih bisa memasuki peron kereta. Pemandangan ini tidak akan lama lagi berlangsung. Dalam beberapa tahun ke depan, PT KAI akan menertibkan semuanya melalui direktur utama mereka yang baru.Setiba di Stasiun Yogyakarta, kami hanya perlu berjalan sekitar empat menit untuk mencapai Wake Up Homestay. Harga hotel ini hanya lima puluh ribu rupiah untuk satu malam. Aku dan Nova masing-masing mengambil satu kamar.“Beneran, aku nggak nyangka bisa dapet penginapan kayak gini. Mana udah termasuk sarapan lagi.”“Enak kan? Lalu di tiap kota wisata juga ada yang kayak gini.”“Luar biasa.”“Ya udah kita istirahat dulu. Nanti agak siangan kita jalan sambil foto-foto ya.”“Oke, selamat istirahat.”Kami masuk ke kamar masing-masing.Esok siangnya, Yogyakarta memberikan cuaca panas dan terik. Itu yang kami rasakan saat kami pergi ke luar. Di sekitar kami tercium aroma segar dedaunan dan harum bung