Share

Chapter 4

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2021-08-03 03:21:34

Panasnya matahari di siang bolong seperti ini menguras energi Maya yang tidak seberapa akibat baru sembuh dari luka-lukanya. Setelah pertengkarannya dengan Orlando tadi, Maya memang memutuskan untuk segera pergi dari hadapan sang AKBP. Ia capek selalu di hina-hina olehnya. Kalaupun dulu dia memang tidak ada bagus-bagusnya menjadi seorang manusia, akan tetapi tidak perlu juga bukan setiap lima menit sekali ia mengingatkannya? Masih terngiang-ngiang di kepala Maya pertengkarannya dengan Pak AKBP Orlando yang sangat menyakiti hatinya.

"Anda mau ke mana Bu Maya? Anda itu belum sembuh benar untuk bekerja. Laki-laki yang membooking Anda akan merasa bercinta dengan boneka Annabelle kalau melihat memar-memar di sekujur tubuh Anda. Anda belum layak pakai, Bu Maya.

Lagi pula orang yang mencoba membunuh Anda itu belum tertangkap. Anda tidak aman berkeliaran di jalanan tanpa perlindungan, Bu Maya."

"Orang seperti saya ini banyak musuhnya, Pak Polisi. Lagi pula manusia bekas pakai seperti saya ini tidak ada pentingnya juga untuk Anda lindungi keselamatannya bukan? Manusia seperti saya ini bahkan sangat tidak layak dilestarikan. Fokus saja dengan tugas Anda yang lebih berharga bagi bangsa dan negara ini. Anda tidak perlu menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak berguna seperti kasus saya. Permisi."

"Saya sudah disumpah untuk melindungi semua warga negara di republik tercinta ini tanpa kecuali apapun professinya. Walau saya tidak menyukai pekerjaan Anda, tetapi Anda tetap berhak mendapatkan perlindungan hukum dari saya, Bu Maya."

Maya ingat, waktu itu ia sama sekali tidak mau mendengarkan apapun kata-kata yang keluar dari mulut pedas Orlando lagi. Hewan yang tidak memiliki akal saja bisa mencari makanannya sendiri. Masa dia sebagai seorang manusia tidak bisa? Ia yakin asal dia mau bekerja insya allah pasti akan ada jalan keluarnya.

Hampir dua jam berjalan tanpa henti membuat Maya merasa sangat haus dan lapar. Ia memang tidak memiliki apapun sekarang.

Pakaiannya saja pun masih inventaris rumah sakit. Ia keluar rumah sakit hanya memakai piyama dengan tulisan nama rumah sakit di pakaiannya. Maya tersenyum gembira saat melihat ada pekerjaan galian tanah di depannya. Puluhan pekerjanya tampak sedang menikmati makan siang di bawah pohon besar jalan yang teduh. Maya menyeret dengan susah payah kedua kakinya yang rasanya sudah begitu pegal. Bungkusan nasi padang mereka membuat perut laparnya memberontak seketika. Ususnya melilit-lilit dan cacing-cacing di perutnya langsung demo seketika saat mencium harumnya aroma nasi padang.

"Selamat siang, Bapak-Bapak. Apa saya boleh ikut membantu pekerjaan Bapak-Bapak sekalian?" Maya melihat para pekerja itu saling berpandangan dengan teman-temannya. Mungkin mereka mengira ia gila. Berkeliaran dengan wajah penuh luka lebam dan seragam rumah sakit, tetapi malah meminta kerja. Aneh sekali bukan?

"Neng kan masih sakit. Kenapa malah mau kerja?" Maya melihat seorang bapak paruh baya menatapnya dengan pandangan prihatin. Dan Maya tidak menyukai pandangan mengasihani seperti itu. Ia sehat, hanya masalah waktunya saja yang belum tepat. Mungkin dua minggu lagi ia akan sehat seperti sedia kala.

"Saya memang belum seratus persen sehat, Pak. Tapi saja bisa kalau hanya melansir tanah galian itu menuju tempat pembuangannya di sudut sana. Saya juga bisa kok menggunakan kereta sorong. Bapak mau bukti? Biar saya praktekkan sekalian."

"Kalau Neng memang mau bekerja, kenapa tidak mencoba ke toko-toko saja. Pekerjaannya tidak berat. Cocok untuk anak perempuan seperti Eneng." Bapak yang sepertinya kepala proyek tadi mencoba memberi nasehat pada Maya.

"Saya sudah mencoba bertanya pada semua toko-toko itu tadi, Pak. Tetapi masalahnya mereka tidak mau menerima saat keadaan saya babak belur begini. Nanti saya malah menakuti pengunjung kata mereka. Sementara sa-saya lapar dan haus sekali, Pak. Saya butuh pekerjaan sekarang." Maya merasa wajahnya memerah saat mengakui kalau ia sedang lapar dan haus.

"Oh kalau begitu, ini Eneng ambil saja bagian Bapak dan ini air minum di plastik Bapak. Eneng makan aja, nggak usah beker-"

"Nggak bisa begitu dong, Pak. Saya tidak mau makan tanpa bekerja. Sebentar saya pindahkan bahan galian itu dulu sekuat saya, nanti baru saya makan."

Setelah mengatakan itu Maya mulai meraih sekop dan memindahkan batu dan tanah galian kedalam kereta sorong. Kemudian Maya memindahkannya ke sudut tempat pembuangan. Setelah bolak balik menggunakan kereta sorong hampir sebelas kali, Maya merasa sudah tidak sanggup lagi melakukannya. Barulah ia meraih sebungkus nasi dan memakannya dengan lahap. Ia memang lapar sekali. Bapak kepala proyek dan anak-anak buahnya pun memandangi Maya dengan tatapan aneh bercampur kagum. Walaupun dalam keadaan babak belur tapi wanita ini sangat cantik sekaligus sangat tangguh. Mereka bukannya tidak melihat bagaimana ia bersusah payah bekerja dengan tangan gemetaran karena lapar, tetapi ia tidak mau makan gratis begitu saja. Wanita ini tangguh!

Baru saja Maya membuang sampah makanannya dan bersiap untuk kembali bekerja, sebuah lengan kuat menariknya dan membuang sekopnya begitu saja. Thoriq Bratadikara!

"Lo ngapain di sini? Kalo lo emang butuh pekerjaan, ayo lo kerja di kantor gue aja. Menyedihkan amat seorang Candramaya Daniswara Bratadikara jadi tukang gali tanah jalanan. Dan kalo lo emang nggak mau pulang ke rumah Bang Naya, lo bisa tinggal balik di apartemen kita. Gue masih tinggal di sana sebelum lo tiba-tiba ninggalin gue yang masih berstatus pacar lo dan menikah dengan Bang Naya. Gue masih mencintai lo Maya, walau lo udah berjuta-juta kali nyakitin hati gue!"

"Mbak pernah tinggal sama kamu Thoriq? Kapan?" tanya Maya bingung.

"Ya saat lo jadi pacar gue lah. Kita pacaran hampir setahun saat lo tiba-tiba menikah dengan Bang Naya tanpa setahu gue yang saat itu masih ada pekerjaan di luar kota. Gue sampai sekarang bahkan nggak tahu kenapa lo ninggalin gue dan tiba-tiba nikah sama Bang Naya. Padahal lo udah janji mau berubah dan nggak jualan lagi."

Maya meremas rambutnya sendiri. Ternyata begitu buruk kelakuannya selama ini ya Allah. Maya sampai bingung sendiri bagaimana cara memperbaiki akhaqnya sendiri yang sudah kesohor buruknya ke mana-mana.

"Mbak minta maaf ya ,Thoriq kalau dulu Mbak punya banyak salah sama kamu. Maaf karena Mbak belum ingat sama sekali. Tapi mulai sekarang Mbak ingin menjalani hidup dengan cara Mbak sendiri. Permisi ya Thoriq, Mbak mau bekerja untuk membayar sebungkus nasi yang telah Mbak makan tadi."

Maya mendengar Thoriq memaki pelan dan mulai melepas jasnya. Ia juga terlihat menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. Thoriq merebut sekop begitu saja dari tangan Maya dan langsung saja bekerja. Lengan kuatnya menyekop hingga memenuhi daya tampung maksimal kereta sorong. Thoriq melakukannya hanya dalam beberapa kali saja dan pekerjaannya pun usai sudah.

"Pekerjaan lo udah gue selesaiin. Sekarang lo ikut gue pulang. Dan jangan nyebut-nyebut diri lo Mbak di depan gue. Geli kuping gue ngedenger nya. Lo itu bahkan lima tahun lebih muda dari gue. Ayo kita pulang!" Thoriq kembali menarik paksa lengan Maya.

"Mbak memang masih berstatus sebagai kakak ipar kamu walau berapa pun usia Mbak, Thoriq. Terimakasih Mbak ucapkan karena sudah membantu Mbak tadi. Tapi Mbak tetap tidak mau ikut dengan kamu. Titik."

"Kenapa? Lo mau ngarep mau balikan sama Bang Naya? Nih gue kasih tau ya, Bang Naya akan segera menikah dengan Mbak Rheina sekretarisnya setelah ketok palu dari pengadilan. Sebenernya udah lama abang gue itu ada main dengan sekretarisnya. Lo aja yang bodoh, percaya banget sama kesetiaan Bang Naya. Jadi lo nggak usah ngarep lagi sama abang gue. Dia udah nggak cinta lagi sama lo!"

"Syukur alhamdulillah kalau Mas Naya akhirnya menemukan orang yang lebih baik untuk mencintai dan dicintainya. Mbak turut berbahagia atas pernikahan mereka kelak, Dik."

Maya sengaja memanggil Thoriq dengan sebutan Dik, agar adik iparnya ini semakin sadar posisi.

"Dik? Lo manggil gue Adik? Lo emang orangnya kalo nggak dipaksa nggak bakalan nurut ya dari dulu!" Thoriq menyeret lengan Maya menuju ke arah mobilnya di parkir.

"Lepaskan Thoriq! Lepas!" Maya terus saja berupaya melepaskan cengkraman kuat Thoriq di pergelangan tangannya.

"Lepaskan dia, atau Anda akan saya tahan atas pasal ancaman kekerasan yang diatur dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP." Orlando yang sebenarnya tidak pernah melepaskan pengawasannya terhadap Maya akhirnya keluar dari tempat persembunyiannya. Thoriq yang melihat kedatangan Orlando cuma mendengus kesal dan langsung saja berjalan kearah mobilnya dan tancap gas pergi meninggalkan mereka semua. Dia paling malas kalau di suruh baku mulut dengan polisi menyebalkan ini.

"Cukup sudah tingkah menyebalkan Anda yang membuat saya setengah hari ini seperti seorang penguntit gila kurang kerjaan. Sekarang Anda ikut pulang ke rumah bersama saya, Bu Maya!"

Orlando mengangkat tubuh mungil Maya dan menyampirkannya di bahu lebarnya seperti sekarung beras saja. Dia sudah capek main kucing-kucingan dengan wanita keras kepala ini.

"Dengar ya, Pak AKBP Orlando Atmanegara. Anda juga bisa saya tuntut dengan pasal yang Anda sebutkan tadi kepada adik ipar saya. Saya tidak sudi ikut pulang ke rumah Anda dasar polisi sialan kurang belaian!"

Maya mengamuk dan memukul-mukul punggung lebar Orlando di sepanjang jalan menuju mobilnya. Tawa terdengar dari para pekerja bangunan yang melihat live show Maya Orlando yang lumayan sedikit bisa menghibur kepenatan mereka.

===================

"Selamat pagi AKBP Orlando Atmanegara, ayo silahkan dinikmati dulu kopinya. Akhir-akhir ini sepertinya kopi cocok sekali untuk menemani hari-hari kita berdua bukan?"

Atasan Orlando saat ini, KomJendPol Fatah Antariksa menyesap kopi dan menggeser secangkir kopi hitam lainnya ke arahnya.

"Seingat saya Pak KomJend baru saja menikah. Seharusnya Bapak tidak memerlukan kopi untuk malam-malam Bapak, tetapi memerlukan Ibu Rani. Maaf kalau perkiraan saya salah."

Orlando meraih kopi yang ditawarkan atasan sekaligus rivalnya ini. KomjendPol Fatah Antariksa ini memang sedang ketiban sial versinya sendiri. Setelah salah sasaran saat ingin menjebaknya dan malah dia sendiri yang terjebak, sepertinya atasannya ini sekarang sudah insyaf.

"Itu kalau mempelai wanitanya ikhlas dan rela menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Tapi kalau Rani, Anda kan sudah tahu sendiri seperti apa karakternya. Saya malah sudah dua minggu terakhir ini tidur disofa."

Fatah langsung merasa jijik sendiri karena secara tidak sengaja telah curcol kepada bawahannya.

"Itu lah kalau pernikahnnya karena digerebek orang tua sendiri dan bukannya karena niat baik atau ibadah. Niat bapak yang ingin menjebak saya, malahan menjebak bapak dalam situasi seperti ini seumur hidup bapak bukan?" Orlando hanya menanggapi datar curhat colongan atasannya.

Bermain air ya basah, bermain api ya hangus, Pak. Daripada Bapak terus menerus mengeluh, bukankah lebih baik kalau Bapak mencoba untuk kompromis terhadap keadaan?"

"Ini ceritanya Anda mau menasehati atasan Anda sendiri AKBP Orlando Atmanegara?" Fatah mendadak sadar kalau ia tengah diceramahi oleh bawahannya sendiri. Hah! mana bisa seperti itu, hilanglah nanti wibawanya.

"Pak Komjend yang terlebih dahulu membahasnya. Saya hanya menjawab curhatan Bapak sepantasnya demi kesopanan saja."

Fatah memutar bola matanya ke atas. AKBPnya ini memang menjawab apapun yang ditanyakan kepadanya secara lugas dan jujur. Tidak ada yang namanya tarik ulur dan diplomasi berlebihan di dalam sifatnya. Datar dan lurus seperti jalan tol.

"Ya sudah, lupakan. Sekarang bagaimana dengan perkembangan kasus Candramaya Daniswara?"

"Belum ada perkembangan yang berarti Pak KomJend. Beliau masih amnesia dan tidak bisa memberikan satu keterangan pun kepada saya."

"Jadi bagaimana langkah berikutnya yang akan Anda ambil?"

"Saya akan mulai menyelidikinya mungkin dari pria yang menyimpannya saat ini, si politisi. Sepertinya ada kemungkinan dia, atau kekasih lain yang cemburu pada Bu Maya mengingat reputasinya yang yah Bapak tahu sendiri seperti apa. Atau mungkin juga wanita-wanita lain yang cemburu dan sakit hati padanya karena suami-suami mereka yang telah ia rebut. Bu Maya mempunyai sembilan puluh sembilan persen musuh dan hanya satu persen teman Pak KomJend."

Orlando melihat atasannya mulai meluruskan kedua kaki panjangnya dan mengerakkan pinggangnya memutar kekanan dan kekiri sambil menguap lebar. Atasannya ini terlihat mengantuk dan kurang tidur. Tidur di sofa memang amat tidak sangat menyenangkan bagi pria-pria bertubuh besar seperti mereka.

"Lakukan apa yang menurut Anda berguna dan jangan lupa untuk mengabari saya mengenai perkembangan kasus ini. Oh ya, di mana saat ini Bu Maya tinggal?"

Orlando menarik nafas panjang dua kali dan berusaha untuk membuat ekspresinya sedatar mungkin sebelum menjawab pertanyaan atasannya.

"Dengan saya, Pak KomjendPol." Orlando melihat atasannya mulai mengerutkan dahi.

"Bukankah ia punya suami dan keluarga? Ada ayah, ibu dan kakak laki-lakinya kalau tidak salah?" Fatah merasa ada yang tidak beres disini. AKBP nya terlihat terlalu ingin menguasai Maya.

"Saya sudah menghubungi suami dan keluarganya. Tetapi mereka semua tidak ada yang bersedia menerima Bu Maya."

"Dia punya rumah mewah yang baru di belikan si politisi bukan? Dan memang dia tinggal di sana seharusnya bukan?"

"Ia akan lebih aman jika berada di bawah perlindungan saya, Pak Komjend." Orlando membalas tatapan penuh spekulasi atasannya dengan tatapan datar lurus andalannya. Orang akan susah sekali menebak pikirannya dengan ekspresi nya yang seperti ini. Fatah membiarkan aksi saling tatap mereka berlangsung agak lama. Fatah hanya ingin menguji sampai sejauh mana bawahannya ini mampu bersikap professional. Semua orang yang mengenal Candramaya Daniswara pasti tahu bahwa tidak ada pemilik hormon testosteron yang akan kebal pada pesonanya. Mereka berdua sama-sama laki-laki dan sama-sama tahu akan hal itu.

"Saya yakin bahwa saya cukup mengenal Anda, Pak AKBP. Dan saya harap Anda tidak mengambil keuntungan dari orang yang tidak sehat jiwa dan raganya bukan, Pak AKBP?"

"Saya tidak pernah memaksakan diri saya kepada orang yang tidak bersedia, Pak KomJendPol." Jawab Orlando dingin.

"Saya tidak mengatakan tentang pemaksaan secara harafiah Pak AKBP. Saya merujuk pada manipulasi, oportunisme dan rayuan jika perlu." Sahut atasannya kalem.

"Saya berjanji bahwa saya tidak akan melukai Bu Maya dalam hal apapun Pak Komjend. Saya akan bersikap professional disini sampai penjahat itu ditangkap atau ia mendapatkan ingatannya kembali. Anda bisa memegang janji saya. Satu hal lagi Pak KomJend, Bu Maya itu bukan wanita baik-baik. Dia itu wanita penghibur. Manipulasi dan rayuan adalah alat dalam menjalankan bisnisnya. Hanya karena ingatannya yang hilang tidak akan merubah fakta siapa dirinya yang sebenarnya. Arang itu, jika dibasuh dengan air mawar sekalipun, tiada akan putih kembali."

Fatah terdiam. Dia cukup mengenal baik seorang Orlando. Biasanya AKBP nya ini tidak suka menghujat apalagi menghina seseorang. Dan hari ini dia melakukan kedua hal itu sekaligus.

"Hati-hati dalam berbicara Pak AKBP. Ingat ada satu pribahasa yang baru saja saya rasakan kebenarannya."

"Apa itu Pak KomjendPol?"

"Senjata makan tuan."

Related chapters

  • The Tears I Shed   Chapter 5

    Orlando tiba di rumahnya tepat pada pukul tujuh malam. Hari ini ia lelah selelah-lelahnya. Menjadi seorang polisi telah menjadikannya setiap hari bergumul dengan para penjahat mulai dari kelas teri hingga kelas kakap. Belum lagi akhir-akhir ini dia dan team ditunjuk untuk meretas semua kabar hoax di internet. Menjelang PILPRES seperti ini banyak sekali situs-situs yang menyebarkan kabar hoax dan hate speech. Dia dan kedua belas rekannya bahu membahu meretas dan memblock situs-situs yang penuh dengan ujaran kebencian tersebut.Dia mencintai negeri ini, karena itulah ia dan rekan-rekannya yang lain berusaha sekuat tenaga menjaga, melindungi dan mempertahankan keragaman yang merupakan keindahan sejati NKRI. Demi tanah air tercinta, ia rela mengorbankan segalanya.Begitu ia menjejakkan kakinya ke dalam rumah, pandangannya secara otomatis mencari-cari keberadaan Maya. Sudah tiga hari ini Maya tinggal di rumah

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 6

    "Sa—saya, saya cuma disuruh sama Ceu E—""Keluar!!!" Maya terlompat kaget saat mendengar bentakan penuh kemarahan Orlando."Astaghfirullahaladzim! Ada apa ini, Den Orlando? Kok pagi-pagi buta udah teriak-teriak. Eceuk sampai kaget."Ceu Esih ikut terbangun karena kerasnya suara Orlando. Ceu Esih seketika mengerti apa yang terjadi, saat melihat wajah emosi majikannya dan gemetarnya tubuh Maya. Maya bahkan tidak berani mengangkat kepala, karena malu dibentak-bentak oleh Orlando didepan Ceu Esih. Ceu Esih menarik nafas panjang akibat kacaunya situasi di pagi buta begini."Aden kenapa pagi-pagi teh udah marah-marah? Masalah Neng Maya yang ada di kamar Aden? Itu teh Eceuk yang manggil si Eneng tengah malam kemarin saat Aden demam tinggi. Eceuk teh bingung harus bagaimana meredakan deman Aden. Ibu dan Non Giselle kan sedang ada di Solo. Makanya Eceuk manggil Neng Maya untuk membantu Eceuk me

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 7

    "Selamat pagi Bapak Nayaka Bratadikara dan Ibu Candramaya Daniswara Bratadikara. Tanpa banyak membuang waktu dan basa basi lagi, saya hanya ingin menanyakan sekali lagi. Apakah Anda berdua ini sudah mantap ingin bercerai, atau Anda berdua masih ingin berpikir-pikir dulu? Sesuai dengan Pasal 56 ayat 2, 65, 82, 83 dan UU Nomor 7 Tahun 1989, saya sebagai hakim di sini ingin mendamaikan Anda berdua terlebih dahulu sebelum sampai pada tahap mediasi pada sidang selanjutnya." Maya dan Nayaka saat ini tengah menghadiri sidang pertamanya."Tetapi kalau saya lihat-lihat, sepertinya Pak Naya ini masih cinta sekali ya pada Bu Maya?" Pak Hakim tersenyum simpul saat mendapati bahwa sang suami yang mengajukan gugatan, terus saja mencuri-curi pandang pada istrinya."Kalau memang masih cinta, untuk apa mengajukan gugatan perceraian Pak Naya? Dalam hal berumah tangga cek cok kecil itu kan masalah biasa. Gigi dan lidah yang se rumah dan selalu kompa

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 8

    Drtt... drtt... drtt..."Hallo, Dek Sean. Ada apa, Dek? Tumben Adek menelepon Abang?" Maya melihat wajah Orlando langsung berubah gembira. Nada bicaranya juga seketika menjadi lembut. Dek Sean? Bukankah nama itu yang diigaukannya kemarin? Berarti orang yang menelepon Orlando ini adalah wanita yang setengah mati dicintainya sekaligus juga yang membuatnya patah hati setengah gila."Oh bisa... bisa kok, Dek. Abang ada di pengadilan agama, deket kok sama restaurant. Ya udah ini sekarang Abang singgahin ke sana ya, Dek? Ahahhaha... nggak apa-apa, Dek. Apalah yang nggak buat, Dek Sean? Oke, assalamualaikum."Maya melirik Orlando menutup panggilan telepon, masih dengan sisa-sisa senyum di bibir. Sepertinya Orlando bahagia sekali setelah menerima telepon dari wanita impiannya."Pembicaraan kita belum selesai. Kita akan singgah sebentar di restaurant teman saya. Kamu cukup diam dan jangan banyak t

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 9

    "B-Bapak mau ngapain? Kok pintu kamar saya dikunci? Ini juga, ngapain Bapak pakai buka baju segala? Ingat ya, Pak. Saya ini perempuan tidak baik. Jangan sampai kesucian tubuh Bapak terkontaminiasi dengan kekotoran tubuh saya!" Maya mundur-mundur ketakutan."Anda ini kenapa sampai ketakutan seperti itu hah? Saya cuma mau minta tolong Anda untuk mengerikkan punggung saya. Biasanya Ibu saya atau Ceu Esih yang mengerikkan punggung saya, kalau saya sedang masuk angin. Berhubung ibu masih di Solo dan Ceu Esih sudah tidur, maka saya terpaksa minta tolong Anda yang mengerikkan. Anda jangan berfikir yang macam-macam !"Orlando menjentikkan kening Maya dengan kesal."Oooh... cuma minta dikerokin toh? Bilang dong dari tadi. Jangan tiba-tiba main buka baju aja." Maya mengomeli Orlando.Tetapi tak urung tangannya bekerja juga. Setelah Orlando duduk tegak di ranjangnya. Maya segera membalurkan minyak gosok ke punggung l

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 10

    "Umi, kenapa sih nama Gadis itu Gadis? Nanti kalau Gadis udah jadi nenek-nenek masak dipanggil Gadis juga. Kan nggak lucu, Umi?""Umi dan Abi itu memberikalian nama sesuai dengan jenis kelamin kalian, sayang. Karena kedua kakakmu laki-laki, maka Umi dan Abi memberikan mereka nama Putra Tirta Sanjaya dan Jaka Tirta Sanjaya. Nah, karena Gadis itu anak perempuan yang tiba-tiba saja dititipkan oleh Allah Subhanawaata'ala pada Umi dan Abi, maka kami menamakan kamu Gadis Putri Sanjaya. Yang artinya Gadis adalah putrinya Pak Sanjaya. Mengerti sayang? "Dengar, sayang. Apa pun kelak yang akan terjadi dikemudian hari, percayalah Umi dan Abi amat sangat menyayangi dan mencintai kehadiranmu di tengah-tengah kehidupan kami. "Umiii!... Abiiii!"Maya terbangun dengan tubuh basah kuyub dan dibanjiri oleh keringat. Dia bermimpi lagi tentang pembicaraan seorang a

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 11

    "A—abang saya? Sa—saya masih punya Abang?" Mata Maya bermozaik saat merasa ada keluarganya di sini. Berarti ibu dan ayah laki-laki ini adalah ibu dan ayahnya juga. Ibu dan ayah yang tidak mau lagi mengakui keberadaannya di dalam kehidupan mereka karena malu dengan perangainya. Maya terus saja menatapi laki-laki yang mengaku sebagai abangnya ini lekat-lekat. Akhirnya ada juga orang yang mengakuinya sebagai bagian dari keluarganya."Maaf ya, Bang. Maya sedang kurang sehat ingatannya. Maya... Maya melupakan banyak hal, Bang. Ayah dan i—ibu sehat?" Kali ini lelehan air mata Maya mengalir juga setelah mati-matian coba ia tahan. Maya merindukan saat-saat di mana sebuah komunitas kecil yang bernama keluarga akan memeluknya erat tanpa perlu menanyakan kebenaran atau pun kesalahannya. Bukankah dalam keluarga kita hanya mengenal cinta dan kasih sayang? Tidak peduli apakah kita itu cantik, jelek, salah mau pun benar. Mereka pasti akan saling menduku

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 12

    Drttt... drttt... drttt..."AKBP Orlando Atmanegara, segera meluncur kekomando. Jajaran 6 dan rembang-rembang menemukan bandung-bandung baru. Saya tunggu Anda sekarang juga sini."Siap laksanakan Pak KomJendpol!""Giselle, Mas ada tugas dari atasan, Mas. Kamu jaga Ibu baik-baik ya di sini?" Orlando memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan meraih tas ranselnya. Bersiap-siap ke kantor polisi."Bagaimana Ibu bisa sembuh kalau saat pulang nanti pun Ibu akan kembali melihat wajah perempuan itu lagi. Itu sama saja artinya Mas tidak ingin Ibu sembuh. Mas kan sudah tahu apa penyebab Ibu sampai kita bawa ke sini?"Giselle mendengkus kasar. Ia dongkol sekali karena melihat kakaknya lebih membela perempuan tidak bermoral itu daripada ibu kandung mereka sendiri."Kamu tidak usah memberi Mas nasehat yang tidak Mas butuhkan. Satu hal lagi, jangan m

    Last Updated : 2021-08-03

Latest chapter

  • The Tears I Shed   Extra Part

    "Mbak Gadis, melahirkan itu sakit nggak sih? Salwa takut, Mbak. Menjelang hari Hnya seperti ini, Salwa keder, Mbak. Ngeri."Gadis yang sedang menyusui Dimetrio Atmanegara, putra pertamanya mengalihkan pandangannya pada Salwa. Sahabat sekaligus partner in crimenya di restaurant dulu yang kini telah menjadi kakak iparnya. Salwa menikah dengan Putra Tirta Sanjaya, kakak sulungnya satu setengah tahun yang lalu. Kini Salwa tengah hamil tua dan tinggal menghitung hari kelahirannya. Tidak heran kalau kakak iparnya ini ketakutan memikirkan betapa menyakitkannya proses kelahiran yang harus ia lalui."Begini ya, Salwa. Mbak akan memberi gambaran dari mana muncul rasa sakit itu dulu sebelum asumsi kamu melebar kemana-mana. Salwa, dengar, penyebab sakit saat melahirkan itu biasanya adalah karena kontraksi otot. Rahim kita ini memiliki banyak otot. Otot ini akan berkontraksi dengan kuat untuk mengeluarkan bayi s

  • The Tears I Shed   Chapter 46(end)

    Rumah mewah yang terletak di pinggir pantai itu tampak mentereng dan megah. Karta Suwirya membangunnya terpisah cukup jauh dari penginapan exclusive khusus untuk para turis yang datang berkunjung. Terlihat sekali Karta menginginkan agar privacynya tidak terganggu. Dalam gelapnya malam, rumah itu bersinar layaknya cahaya mercusuar. Pantai ini sebenarnya adalah pantai daerah wisata. Sementara penginapannya terletak diseberang pulau. Jadi untuk mencapai penginapan dan akses keluar masuk pulau, para penghuninya harus menggunakan kapal ferry. Begitu pun untuk kegiatan sehari-hari. Penginapannya memang sangat mewah namun sangat terpencil. Daerah wisata seperti ini biasanya adalah destinasinya para pengantin baru yang ingin honeymoon. Karena kesan yang di tampilkan itu private dan juga intimate. Di tempat inilah Kartasuwirya biasanya menyembunyikan para selingkuhannya. Tempat yang sampai sejauh ini belum terendus oleh istrinya. M

  • The Tears I Shed   Chapter 45

    Dalam diam Gadis menajamkan pendengarannya. Pada saat matanya tidak bisa ia gunakan, maka telinganya lah yang akan ia maksimalkan. Ia sama sekali tidak mau mati konyol di sini. Ia tahu bahwa panik tidak akan memberikan manfaat apa-apa selain membuat tekanan darahnya meninggi dan kemampuan berpikir sel-sel otaknya menjadi lumpuh. Mobil berjalan cepat dan semakin lama perjalanan sepertinya semakin menurun dan berkelok-kelok. Perut Gadis seperti sedang dikocok-kocok saking mualnya. Gadis menarik nafas pelan-pelan dan menghembuskannya secara teratur. Ia tidak bisa mengeluarkannya dari mulut karena mulutnya telah di lakban. Gadis sampai mengeluarkan keringat dingin saking enegnya. Setelah perjalanan di dalam mobil yang rasanya lama sekali, akhirnya mobil yang membawanya berhenti juga. Telinga Gadis langsung menangkap suara debur kencang ombak yang memecah pantai. Berarti ia sedang diasingkan pada sebuah pantai. Benaknya mencatat baik-baik semua tanda

  • The Tears I Shed   Chapter 44

    Hujan deras diiringi suara petir yang menggelegar membuat Gadis yang ditinggal sendirian di rumah menjadi ketakutan. Dua orang ART orang tuanya yang merupakan ibu dan anak, sudah tidur sejak jam sembilan tadi. Hujan deras di malam hari memang cenderung membuat orang lebih cepat mengantuk. Sebenarnya tadi Gadis berat sekali melepas Orlando untuk bertugas. Entah kenapa malam ini hatinya resah dan perasaannya tidak enak. Gadis merasa mungkin ini semua adalah akibat dari hormon kehamilannya.Demi membunuh rasa sepi dan ketakutannya, Gadis menonton televisi sambil menunggu kantuk menghampirinya. Tetapi walaupun pandangannya mengarah kedepan, Gadis sama sekali tidak bisa menikmati apa yang disajikan didepan matanya itu. Dia sangat gelisah!Ceklek!"Arrghhhh!"Gadis menjerit kaget saat pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka. Setelah melihat dua orang Asisten Rumah Tangga orang tuanya masuk

  • The Tears I Shed   Chapter 43

    Disepanjang perjalanan pulang Orlando berkali-kali melirik Gadis yang duduk diam bagai arca di sampingnya. Dia yang modelnya lempeng dan tidak mengerti cara merayu ini bingung harus mencari topik apa untuk membuka obrolan. Bayangkan saja, dia yang sehari-hari cuma menginterogasi dan menekan para bandit dan juga penjahat, kini di paksa harus menjadi Sudjiwo Tejo. Orlando khawatir kata-kata indah yang sudah susah-susah dirangkainya bukannya terkesan mesra tetapi malah lebih mirip Berita Acara Pemeriksaan lah ujung-ujungnya. Kan bisa gawat jadinya."Abang memang orang yang kaku dan tidak bisa melakukan apapun dengan benar, tapi satu hal yang perlu kamu ketahui sayang. Abang sangat mencintai kamu. Tolong maafkan kebodohan Abang yang sudah membuat kamu sedih dan sakit hati. Maaf jika selama ini mungkin Abang kurang perhatian kepada kamu. Karena jujur Abang sering kali bingung saat harus membagi waktu antara harus ngangenin kamu atau miki

  • The Tears I Shed   Chapter 42

    Selama menunggu atasannya membawa pulang istrinya ke rumah kediaman Antariksa, Orlando menunggu di pintu gerbang. Ia terus berjalan hilir mudik sehingga membuat SATPAM di pos jaga ikut stress melihatnya. Dibenaknya terus saja mengulang-ulang adegan di wajah basah penuh air mata istrinya tengah tertidur pulas dalam pelukan atasannya. Orlando sungguh tidak terima karena ia bahkan tidak pernah menyentuh kulit Rani kecuali hanya untuk bersalaman. Ia menghormati Rani sebagai seorang perempuan sekaligus juga istri atasannya. Bagaimana ia tidak emosi jiwa membayangkan kalau istrinya dirangkul-rangkul dan dipeluk-peluk laki-laki lain?Padahal Orlando tidak tahu saja kalau penampakan di photo itu hanyalah pencitraan publik semata. Fatah melakukannya untuk membalas rasa kesalnya pada Orlando. Orlando pasti tidak tahu cobaan seperti apa yang ia dapatkan behind the scene photo itu ia kirimkan.Ceritanya akibat Gadis yang terus menerus menangi

  • The Tears I Shed   Chapter 41

    Orlando berlari menuruni tangga darurat saat melihat istrinya dan atasannya menutup lift. Masih terbayang di matanya pemandangan kecewa atasannya. Dan yang paling memerihkan hatinya adalah kala melihat air mata sakit hati yang terbias dari bola mata istrinya. Shit! Dia sama sekali tidak menduga kalau istrinya bisa ada di sini. Siapa yang memberitahukannya? Atasannya juga. Mengapa mereka bisa datang secara bersamaan? Pertanyaan mengapa dan mengapa, terus berkecambuk di benaknya.Orlando tiba di basement dan langsung berlari kencang menuju ke parkiran. Bersiap-siap menghadang, apabila atasan dan istrinya akan meninggalkan apartement. Matanya menatap tajam setiap orang yang berlalu lalang di sana. Harap-harap cemas semoga istrinya ada di antara mereka.Namun harapannya tidak terkabul. Setelah hampir dua puluh menit menunggu, ia tidak juga menemukan bayangan keduanya. Orlando terduduk lemas di lantai parkiran. Ia bingung, cem

  • The Tears I Shed   Chapter 40

    Gadis terbangun saat merasa ada sesuatu sedang mengelus-elus pipinya. Begitu matanya terbuka, ia langsung kaget saat dihadapkan pada wajah Orlando yang hanya berjarak sejengkal dari wajahnya sendiri. Dan sesuatu yang mengelus-elus pipinya itu adalah telapak tangan suaminya."Selamat pagi istriku. Nyenyakkah tidurmu semalam sayang? Apakah kamu memimpikan Abang dalam tidurmu, hmmm?" Kini Orlando malah mencium-cium gemas pipinya dengan suara cup cup yang terdengar keras. Gadis buru-buru memalingkan wajahnya. Dia masih amat sangat marah dan kecewa pada Orlando yang ternyata tega membohonginya."Kamu ini kenapa sih sayang? Dari semalam Abang kamu judesin terus sampai Abang nggak berani minta jatah. Ada apa sih? Cerita dong biar Abang tahu salah Abang itu di mana, dan bisa memperbaikinya."Mata Gadis membulat saat merasakan tangan Orlando masuk melalui bawah piyama satinnya dan mengelus bulatan empuk didadanya.

  • The Tears I Shed   Chapter 39

    "Saya terima nikah dan kawinnya Gadis Putri Sanjaya binti Candra Daniswara dengan mas kawin 111 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!"Orlando dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" Tanya Pak Penghulu."Sahhhh!""Alhamdullilahhhh."Akhirnya setelah melalui perjalanan yang singkat namun penderitaan dan kesakitan yang panjang dalam arti yang harafiah, Orlando kini bisa menepuk dada dengan bangga. Dokter cantik ini akhirnya resmi menjadi istrinya. Tidak sia-sia ia berdarah-darah digebukin kakak-kakak Gadis kalau hasil akhirnya ternyata seindah ini. Hasil memang tidak akan pernah menghianati usaha insya allah. Mungkin selama ini orang mengira bahwa d

DMCA.com Protection Status