Share

Chapter 8

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2021-08-03 11:46:33

Drtt... drtt... drtt...

"Hallo, Dek Sean. Ada apa, Dek? Tumben Adek menelepon Abang?" Maya melihat wajah Orlando langsung berubah gembira. Nada bicaranya juga seketika menjadi lembut. Dek Sean? Bukankah nama itu yang diigaukannya kemarin? Berarti orang yang menelepon Orlando ini adalah wanita yang setengah mati dicintainya sekaligus juga yang membuatnya patah hati setengah gila.

"Oh bisa... bisa kok, Dek. Abang ada di pengadilan agama, deket kok sama restaurant. Ya udah ini sekarang Abang singgahin ke sana ya, Dek? Ahahhaha... nggak apa-apa, Dek. Apalah yang nggak buat, Dek Sean? Oke, assalamualaikum."

Maya melirik Orlando menutup panggilan telepon, masih dengan sisa-sisa senyum di bibir. Sepertinya Orlando bahagia sekali setelah menerima telepon dari wanita impiannya.

"Pembicaraan kita belum selesai. Kita akan singgah sebentar di restaurant teman saya. Kamu cukup diam dan jangan banyak tingkah di sana. Mengerti?"

Maya menggangguk pelan. Mobil kemudian melaju ditengah kepadatan arus lalu lintas siang hari. Di perempatatan jalan Thamrin, mobil berbelok ke sebuah rumah makan khas nusantara dengan tulisan Nikmat Rasa. Maya menyukai design restaurant yang berkesan sangat indonesiawi sekali. Bermacam seni budaya khas negeri tercinta ada di sana. Ukiran-ukiran dinding ala Jepara dan Bali. Ulos asal Sumatera Utara yang terpajang dipintu masuk. Topeng-topeng khas daerah Papua semua ada di sana. Mandau yang merupakan senjata dari daerah Kaliamantan, rencong, sikin panyang, peurise awe, peurise teumaga, siwah, geuliwang dan peudeueng yang berasal dari Nangroe Aceh Darussalam juga tampak terpajang rapi di dinding restaurant. Belum lagi banyaknya lukisan-lukisan abstrak yang bertebaran di sana-sini. Maya seolah-olah begitu dimanjakan dengan miniatur pulau-pulau yang ada di negara tercinta.

"Eh Bang Lando udah datang? Ini Bang, ikan kerapu tom yamnya udah Ochi siapkan. Kemarin Tante Rahma makan di sini. Terus si tante ingin memesan menu ikan kerapu masak tom yam ini, Bang. Tetapi kebetulan habis pula. Makanya hari ini Ochi khusus masakin untuk Tante Rahma. Semoga aja Tante Rahma suka ya, Bang? Ini Ochi juga memasak ikan asam manis kesukaan Abang. Abang makan siang dulu sebelum bertugas kembali ya, Bang?"

Maya memandangi wanita cantik dengan perut membukit yang keluar dari arah dapur. Dengan tangan menenteng dua plastik besar yang sepertinya berisi makanan, ia menyambut kedatangan Orlando dengan gembira. Wanita ini tampak begitu lembut dan santun. Bahasa tubuhnya begitu enak untuk dilihat. Setiap ia berbicara selalu diiringi dengan senyum manis. Wanita ini mengisyaratkan wanita baik-baik yang pasti berbanding terbalik dengan tingkah lakunya selama ini. Baik adalah nama tengah yang cocok bagi wanita ayu ini. Ia saja yang seorang wanita saja senang melihatnya, apalagi laki-laki bukan?

"Kamu 'kan sedang hamil besar, Dek. Kenapa repot-repot pakai masak sendiri segala? Nanti Pak Badai marah lho. Lagian kok Adek yang di sini? Bukannya biasanya Cakra dan Annisa ya yang di sini? Ah Abang lupa, mereka sedang bulan madu ya? Hahahaha..."

Maya melihat Orlando tertawa dengan hatinya. Jika biasa Orlando tersenyum saja susah. Kali ini dia bahkan sampai tergelak dan terkekeh-kekeh gembira. Beda sekali perlakuannya apabila sedang bersamanya.

"Iya, Bang. Karena mereka berdua tidak ada, jadi Mbak Senja dan Ochi yang di sini kalau siang. Kalau malam sih gantian antara Pak Sabda dengan Bang Badai, kalau si abang sedang tidak ada tugas mendesak. Apalagi malam ini akan ada gathering para aliansi pengusaha antar kota. Kami sampai harus menyewa free lance waitress untuk membantu-bantu menyajikan hidangan, Bang."

Mata Maya bersinar saat mendengar wanita bernama Ochi ini membutuhkan banyak waitress. Syukur-syukur kalau dia diterima bekerja sehingga ia bisa mempunyai penghasilan sendiri.

"Boleh tidak saya bekerja sebagai waitress di sini, Bu?" tanya Maya takut-takut.

Maya memindai wanita itu terdiam sejenak dengan mata membelalak, sebelum  menandanginya lekat-lekat. Maya gugup dipandangi dengan seintens itu. Apakah wanita ini juga pernah disakitinya di masa lalu? Atau ia curi pasangannya? Maya menjadi paranoid dan ketakutan sendiri.

"Candramaya Daniswara Bratadikara? Astaga Anda ternyata lebih cantik aslinya daripada di photo ya, Bu Maya? Mau tidak ibu memegang perut saya? Supaya bila nanti anak saya perempuan  insyaallah ia akan secantik Anda. Dan kalau pun laki-laki ia kan memiliki elokan fisik seperti Anda, insya allah." Astaga wanita ini baik sekali ternyata. Cantik wajah dan cantik pula hatinya. Pantas saja Orlando sangat mencintainya.

"Tentu saja boleh, Bu Ochi. Saya akan senang sekali kalau boleh mengelus perut lucu Anda ini."

Baru saja Maya ingin menyentuh perut buncit Ochi, Orlando sudah terlebih dahulu menepis kasar tangannya.

"Anda jangan berani-berani menyentuh perut suci Ochi dengan tangan kotor menjijikan Anda, Bu Maya!!" Orando begitu murka membayangkan bayi suci anak Ochi dan Badai disentuh oleh seorang wanita manipulatif tidak bermoral seperti Maya. Nanti menurun pula semua sifat-sifat jahatnya. Amit-amit jabang bayi!

PLAKKK!

Ochi menjerit kaget saat melihat Maya menampar keras pipi Orlando. Maya berani menampar pipi seorang perwira polisi. Bayangkan!

"Apakah Bu Maya tahu kalau dalam KUHP ada pasal yang mengatur mengenai kekerasan yang dilakukan terhadap aparat yang diatur dalam Pasal 212 KUHP. Orang yang melakukan kekerasan terhadap aparat yang sedang melakukan tugas yang sah dapat dihukum penjara paling lama 1 tahun 4 bulan. Anda tau itu, Bu Maya?!!"

Orlando mendesis pelan. Tetapi Maya melihat kalau selebar wajah polisi ini sudah merah seakan-akan hendak meledak. Suasana dapur yang memang panas menjadi semakin panas karena emosi dari mereka berdua yang sepertinya mulai tidak terkontrol.

"Hanya karena saya tidak mengerti dengan pasal-pasal KUHP, itu tidak menjadikan Anda serta merta bisa melecehkan diri saya dengan begitu semena-mena Pak Polisi! Saya juga punya harga diri?!" Maya memandang Orlando dengan ekspresi antara marah, sakit hati dan tersinggung yang sudah tidak bisa lagi ia sembunyikan.

"Harga diri Anda? Memangnya Anda punya? Saya malah curiga kalau Anda itu tidak tahu apa itu artinya harga diri dan kehormat-- aduh!"

Kali ini Mayalah yang menjerit kesakitan. Orlando menarik tangannya yang sudah terangkat tinggi di udara karena ingin menampar polisi tidak tahu sopan santun itu sekali lagi. Polisi satu ini memang sudah amat sangat keterlaluan menghinanya.

"Jangan pernah main tangan lagi pada saya ya, Bu Maya? Cukup satu kali saja tangan tidak higienis Anda itu menyentuh pipi saya. Dan supaya tangan Anda tidak geratil lagi, sebaiknya tangan Anda ini saya borgol saja, sementara saya masih ada urusan dengan Bu Sean," desis Orlando geram.

Orlando benar-benar memborgol tangan kanan Maya dengan pegangan tangga yang terbuat dari bahan stainlessteel. Ia kemudian meninggalkan Maya begitu saja di tengah protes tidak setuju Ochi.

"Bang Lando kok bersikap kasar begitu sih pada, Bu Maya? Nggak baik lo Bang menghina orang seperti itu. Makanya Bu Maya jadi marah dan menampar Abang kan?" Ochi tidak tega sementara mereka enak-enak makan, Maya malah diborgol dalam posisi berdiri pada pegangan tangga dapur. Di sana pengap dan panas. Ochi merasa kasihan pada Maya. Orlando telah menceritakan kalau Maya amnesia. Makanya ia kasihan pada Maya.

"Maaf ya, Dek Sean. Abang sedang ingin makan dengan tenang. Tolong berhenti membahas-bahas soal perempuan itu, oke?" Orlando menutup pembahasan soal Maya saat Ochi mulai menyiapkan makanan untuknya. Ia ingin makan dengan tenang. Sebenarnya harga diri Orlando begitu terluka saat Maya ternyata menjadikan dirinya sebagai barang taruhan. Minggu lalu dia sempat mengira kalau Maya itu benar-benar menyukainya sehingga menawarinya sebagai penopangnya berikutnya. Tetapi ternyata dia salah besar! Wanita manipulatif itu hanya menjadikannya sebagai monyet taruhan rupanya! Kurang ajar! Lihat saja siapa yang akhirnya akan menjadi budak yang sebenarnya. Sesungguhnya siapa yang tertawa paling akhirlah pemenang yang sesungguhnya.

"Bang Lando, itu Bu Mayanya boleh ya kerja di sini? Selain Ochi memang sedang butuh waitress, kan kita jadi berbuat baik juga Bang dengan memberikan Bu Maya pekerjaan yang halal. Boleh ya Bang ya? Kasian, tadi Ochi liat wajahnya Bu Maya itu lo, melas banget. Coba Abang bayangkan seorang Candramaya bersedia jadi waitress. Itu kan bisa masuk delapan keajaiban dunia versi on the spot!"

Ochi masih terus berupaya membujuk Orlando. Entah mengapa di lubuk hatinya, Ochi merasa kalau Maya itu orang baik. Seandainya pun dulu dia tidak baik, kita sebagai sesama manusia juga wajib untuk mendukungnya yang ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik bukan?

"Nggak bisa, Dek Sean. Bu Maya itu masih diincar oleh pembunuh yang masih berkeliaran. Nyawanya masih terancam. Abang nggak bisa membiarkannya dirinya tanpa perlindungan seperti itu di sini. Terlalu riskan bagi keselamatan Bu Maya itu sendiri."

Ochi mengulum senyum. Orlando tidak sadar kalau ternyata dia sudah menunjukkan kalau dia itu sebenarnya amat sangat perduli pada keadaan Maya. Mungkin saja Orlando sedikit menyukai Maya, hanya saja Orlando tidak bisa menerima masa lalu Maya yang memang cukup mencengangkan.

"Abang mencemaskan keselamatan Bu Maya ya, Bang?" Ochi iseng menggoda Orlando. Bang Lando ini malu-malu tapi mau rupanya

"Tentu saja! Eh maksud Abang, Abang kan punya kewajiban untuk melindungi semua rakyat Indonesia ini, siapapun itu orangnya, Dek. Tidak ada perlakuan yang istimewa di sini."

Orlando menjawab secara diplomatis. Dia tahu kalau sebenarnya Ochi itu menertawainya dalam hati. Sialan!

"Ya tapi kan Bu Maya itu perlu pergantian suasana, supaya Bu Maya tidak stress. Siapa tahu dengan bekerja dan bertemu dengan banyak orang aja akan mempercepat ingatannya kembali lagi, Bang. Ochi janji deh, kami semua akan menjaga dan melindungi Bu Maya semaksimal mungkin. Lagian Bu Maya kalau di sini kan banyak orang, Bang. Itu penjahat juga mikir-mikir kali kalau ingin melakukan tindak kriminal di sini," bujuk Ochi lagi.

Orlando terdiam. Dia sudah tidak memiliki alasan untuk menolak usul Ochi. Ya sudahlah, demi Ochi ia akan meloloskan permintaannya.

"Baiklah. Abang izinkan Bu Maya bekerja di sini dengan syarat, Adek dan semua staff Adek harus bertanggung jawab terhadap keselamatannya. Jaga Bu Maya semaksimal mungkin. Jangan pernah membiarkan Bu Maya berbicara dengan orang asing, dan jangan biarkan dia terlibat interaksi intens dengan orang lain yang tidak ia kenal. Karena bisa saja, mereka itulah pelaku kejahatan yang sebenarnya. Sanggup menerima persyaratan Abang, Dek?"

Lagi-lagi Ochi mengulum senyum. Katanya aja tuntutan pekerjaan. Tapi kok ia merasa sepertinya Orlando ini lebih mirip pacar yang posesif dari pada pengawal yang bertugas melindungi saksi. Badai jilid dua ini mah!

"Siap 86!" Ochi menjawab dengan cara militer pertanyaan Orlando yang dihadiahi selentikan sayang di keningnya.

Sementara Maya yang disandera dan diborgol di tangga, mulai merasa kehausan dan sedikit lapar. Tapi pagi ia tidak sempat sarapan. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Belum lagi kandung kemihnya terasa penuh karena belum sempat ia kosongkan sedari tadi. Polisi sialan itu makan atau latihan baris berbaris sih? Kok lama bener makannya?

Ceklek!

Pintu penghubung dapur akhirnya terbuka. Orlando melihat sekujur tubuh Maya sudah basah oleh keringat. Dia meninggalkan wanita ini terlalu lama rupanya. Wajahnya juga tampak merah karena kepanasan. Dalam diam Orlando melepas borgolnya.

"Mulai hari ini Anda saya izinkan bekerja di sini. Jam tujuh malam nanti Anda akan saya jemput pulang. Kerja yang benar dan jangan mulai mencari mangsa  di sini. Saya ke Mabes dulu." Orlando meninggalkan Maya begitu saja yang terlihat sedikit pusing karena dehidrasi dan kegerahan.

===================

Maya menata meja satu persatu dengan rapi dan cermat. Ia memang menyukai kerapian. Sedari tadi dia memang tidak henti-hentinya bekerja. Maya tahu teknik pengalihan pikiran yang paling efektif dan positif adalah bekerja. Oleh karena itu ia berusaha untuk membuat dirinya sibuk sesibuk-sibuknya.

"Mbak Maya, bisa tolongin saya nggak, Mbak." Salwa, salah seorang waitress yang baru masuk hari ini seperti dirinya membisikinya.

"Tentu saja bisa Salwa. Tapi dengan catatan kalo Mbak bisa menjawab ya? Ada apa Sal?"

"Ini ada orang asing yang minta makanan khas Indonesia. Tapi saya tidak tahu istilah menyebutkan lontong sayur beserta jajaran teman-temannya dalam bahasa inggris, Mbak. Lontong, sayur lodeh, serundeng, empal, sambal terasi dan urap ini apa sih bahasa inggrisnya, Mbak?" Orlando yang memang sudah datang sedari tadi untuk menjemput Maya pulang, mendengus dalam hati disamping pilar restaurant. Maya ditanya bahasa inggris tahu apa dia coba?

"Lontong itu disebut rice rolls. Sayur lodeh itu vegetables cooked in coconut milk. Serundeng itu baked coconut toping. Empal itu sweet fried beef. Sambal terasi disebut shrimp paste sambal dan urap itu vegetables with grated coconut." Jawab Maya lancar.

Mata Salwa melebar mendengar penjelasan menyeluruh Maya. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Maya ternyata bisa menjawab seluruh pertanyaannya. Jangankan Salwa, Orlando pun sedikit terkejut mendengar penjelasan Maya. Ternyata ia cukup berotak juga.

"Kalau siomay Bandung, dan pepes telor ikan, Mbak?" Seorang waitress ikut bertanya.

"Steamed dumplings Bandung style dan steamed fish roe."

"Kalau otak-otak bandeng dan arem-arem?" Makin ramai saja waitress yang ingin bertanya pada Maya.

"Stuffed milkfish dan stuffed rice rolls."

Semua waitress-waitress free lance itu bertepuk tangan mendengar jawaban-jawaban Maya.

"Mbak Maya pinter banget euy! Nggak nyangka saya. Eh tapi biasanya mereka kan juga suka nanya apa makanan kegemaran kita. Kalau dia nanya apa makanan favorit saya, apa yang harus saya jawab, Mbak?"

"Kamu suka makanan apa emangnya, Sal?"

"Rendang, Mbak."

"Oh kalau begitu bila ditanya bilang aja begini, my favorite food is spicy coconut beef. Indonesian people call it as a rendang. It is the most delicious food in the world. Gampang kan, Sal?" Maya mengedipkan sebelah matanya pada waitress yang masih abege itu.

"Ah siap, Mbak Maya!" Maya dan Salwa pun sama-sama tertawa. Hari ini Maya sangat gembira. Ia bisa bekerja dengan kedua tangannya dan bahkan bisa membantu orang lain seperti Salwa tadi misalnya. Maya sangat senang bisa dianggap berguna. Dia capek terus saja dihina-hina oleh orang-orang disekelilingnya saat ini.

Wajahnya sedikit berubah saat Orlando tiba-tiba muncul dari balik pilar. Memberi isyarat padanya untuk segera pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Ini waktunya Maya untuk pulang dan tugasnya akan diganti oleh waitress shift kedua. Maya malas sekali jika ia di ingatkan kalau dia harus pulang dan kembali kerumah para orang-orang suci itu.

===================

Tok! Tok! Tok!

Maya membuka matanya dengan malas. Ada apa lagi ini? Apakah Orlando kembali sakit karena dipaksa sudah masuk kantor padahal tubuhnya belum sehat betul? Maya sebenarnya malas sekali membukakan pintu untuk Ceu Esih. Dia masih trauma karena di maki-maki oleh Orlando semalam.

"Iya sebentar." Mau tidak mau Maya membuka pintu juga. Bagaimana pun dia cuma orang yang menumpang tinggal di sini. Ia harus tahu diri dan siap siaga jika dimintai pertolongan.

"Ada apa Ceu E--Pak Orlando? Ada apa Bapak kesini? Bapak masih sakit?" Maya berjinjit dan menyentuhkan punggung tangannya pada dahi dan leher Orlando. Sedikit panas memang. Tetapi tidak sepanas semalam yang mencapai suhu 40 derajat celcius. Mungkin dengan minum obat dan istirahat yang cukup suhu tubuh Orlando mudah-mudahan akan bisa kembali normal.

"Tubuh Bapak memang masih sedikit panas. Itu terjadi mungkin karena Bapak belum sehat benar tapi sudah kembali melakukan aktifitas fisik, apalagi di luar ruangan. Makanya demamnya kembali lagi. Bapak minum obat penurun panas dan istirahat yang cukup saja, mudah-mudahan besok pagi Bapak sudah sembuh seperti sedia kala. Mau saya ambilkan obat deman?" Maya bermaksud keluar dan mengambilkan obat untuk Orlando.

"Saya sudah mengukur suhu tubuh saya sendiri. Tiga puluh delapan derajat Celcius kurang dua derajat. Dan saya juga sudah minum obat."

"Baguslah kalau begitu. Berarti Bapak tinggal beristirahat saja minimal delapan jam sehari. Tidurlah, Pak Polisi." Maya bermaksud mengusir Orlando secara halus. Dia risih saat Orlando ada di dalam kamarnya tengah malam buta seperti ini.

"Oke. Kalau begitu mari kita tidur."

"Hah? Mak--maksud Bapak itu a--apa?" Maya membulatkan matanya saat Orlando terlihat menutup pintu kamarnya dan menguncinya sekaligus. Pelan namun pasti darah ditubuh Maya mulai seperti terserap habis karena kecemasan dan kekhawatirannya. Ini situasi yang tidak pernah ia harapkan.

Maya dan Salwa

Comments (1)
goodnovel comment avatar
yenyen
ngakak baca menu nya hahahaha
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • The Tears I Shed   Chapter 9

    "B-Bapak mau ngapain? Kok pintu kamar saya dikunci? Ini juga, ngapain Bapak pakai buka baju segala? Ingat ya, Pak. Saya ini perempuan tidak baik. Jangan sampai kesucian tubuh Bapak terkontaminiasi dengan kekotoran tubuh saya!" Maya mundur-mundur ketakutan."Anda ini kenapa sampai ketakutan seperti itu hah? Saya cuma mau minta tolong Anda untuk mengerikkan punggung saya. Biasanya Ibu saya atau Ceu Esih yang mengerikkan punggung saya, kalau saya sedang masuk angin. Berhubung ibu masih di Solo dan Ceu Esih sudah tidur, maka saya terpaksa minta tolong Anda yang mengerikkan. Anda jangan berfikir yang macam-macam !"Orlando menjentikkan kening Maya dengan kesal."Oooh... cuma minta dikerokin toh? Bilang dong dari tadi. Jangan tiba-tiba main buka baju aja." Maya mengomeli Orlando.Tetapi tak urung tangannya bekerja juga. Setelah Orlando duduk tegak di ranjangnya. Maya segera membalurkan minyak gosok ke punggung l

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 10

    "Umi, kenapa sih nama Gadis itu Gadis? Nanti kalau Gadis udah jadi nenek-nenek masak dipanggil Gadis juga. Kan nggak lucu, Umi?""Umi dan Abi itu memberikalian nama sesuai dengan jenis kelamin kalian, sayang. Karena kedua kakakmu laki-laki, maka Umi dan Abi memberikan mereka nama Putra Tirta Sanjaya dan Jaka Tirta Sanjaya. Nah, karena Gadis itu anak perempuan yang tiba-tiba saja dititipkan oleh Allah Subhanawaata'ala pada Umi dan Abi, maka kami menamakan kamu Gadis Putri Sanjaya. Yang artinya Gadis adalah putrinya Pak Sanjaya. Mengerti sayang? "Dengar, sayang. Apa pun kelak yang akan terjadi dikemudian hari, percayalah Umi dan Abi amat sangat menyayangi dan mencintai kehadiranmu di tengah-tengah kehidupan kami. "Umiii!... Abiiii!"Maya terbangun dengan tubuh basah kuyub dan dibanjiri oleh keringat. Dia bermimpi lagi tentang pembicaraan seorang a

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 11

    "A—abang saya? Sa—saya masih punya Abang?" Mata Maya bermozaik saat merasa ada keluarganya di sini. Berarti ibu dan ayah laki-laki ini adalah ibu dan ayahnya juga. Ibu dan ayah yang tidak mau lagi mengakui keberadaannya di dalam kehidupan mereka karena malu dengan perangainya. Maya terus saja menatapi laki-laki yang mengaku sebagai abangnya ini lekat-lekat. Akhirnya ada juga orang yang mengakuinya sebagai bagian dari keluarganya."Maaf ya, Bang. Maya sedang kurang sehat ingatannya. Maya... Maya melupakan banyak hal, Bang. Ayah dan i—ibu sehat?" Kali ini lelehan air mata Maya mengalir juga setelah mati-matian coba ia tahan. Maya merindukan saat-saat di mana sebuah komunitas kecil yang bernama keluarga akan memeluknya erat tanpa perlu menanyakan kebenaran atau pun kesalahannya. Bukankah dalam keluarga kita hanya mengenal cinta dan kasih sayang? Tidak peduli apakah kita itu cantik, jelek, salah mau pun benar. Mereka pasti akan saling menduku

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 12

    Drttt... drttt... drttt..."AKBP Orlando Atmanegara, segera meluncur kekomando. Jajaran 6 dan rembang-rembang menemukan bandung-bandung baru. Saya tunggu Anda sekarang juga sini."Siap laksanakan Pak KomJendpol!""Giselle, Mas ada tugas dari atasan, Mas. Kamu jaga Ibu baik-baik ya di sini?" Orlando memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan meraih tas ranselnya. Bersiap-siap ke kantor polisi."Bagaimana Ibu bisa sembuh kalau saat pulang nanti pun Ibu akan kembali melihat wajah perempuan itu lagi. Itu sama saja artinya Mas tidak ingin Ibu sembuh. Mas kan sudah tahu apa penyebab Ibu sampai kita bawa ke sini?"Giselle mendengkus kasar. Ia dongkol sekali karena melihat kakaknya lebih membela perempuan tidak bermoral itu daripada ibu kandung mereka sendiri."Kamu tidak usah memberi Mas nasehat yang tidak Mas butuhkan. Satu hal lagi, jangan m

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 13

    "Angkat tangan dan rapatkan tubuh Anda ke tembok!"Untuk meminimalisir resiko, Orlando menarik si penyusup dan merapatkannya ke tembok dengan posisi tangan kiri terangkat ke udara. Tangan kanannya tidak kuasa diangkat, karena sudah terlebih dahulu dipatahkan oleh Orlando.Dengan gerakan cepat pula Orlando menggeledah sekujur tubuh si penyusup, untuk mencari kalau-kalau ada senjata tajam atau senjata api lain yang tertinggal, sebelum kemudian memborgolnya. Tangan kanan Orlando meraih HT dan terlihat melakukan panggilan."Kepada Bripda Sahat harap meluncur ke Timor Kupang Pati. Ada anak kijang 33 10-2 Nikmat Rasa. Kordinasikan semua team via buntut tikus. Bandung bandung ada. Segera bawa anak kijang ke komando. Patah tangan bawa ke Rembang Solo. Ganti 813!Orlando kemudia memaksa si penyusup untuk berdiri dan memborgolnya pada jerj

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 14

    "Ini kamar kamu, Gadis. Kamu suka tidak? Kalau kamu tidak suka, besok biar Abang ganti semua dekorasi kamar ini sesuai dengan selera kamu."Gadis memandangi interior kamar yang begitu mewah, yang dan didominasi dengan nuansa coklat cream yang memberi kesan begitu hangat dan akrab. Dindingnya dihiasi dengan wallpaper abstrak bermotif serat kayu. Pandangan Gadis mengembara pada lantai yang dipijaknya. Saking kilatnya, Gadis sampai merasa ia bahkan bisa berkaca di sana. Ditambah dengan karpet bulu dan ranjang berkanopi, Gadis seolah-olah merasa sedang terlempar pada keanggunan pada masa victorian era.Semua dekorasi dan ornamen-ornamen yang menghiasinya terlihat klasik dan antik. Sepertinya kakaknya ini suka pada hal yang berbau-bau classy dan elegant. Ruangan ini seolah-olah meneriakkan satu kata, yaitu mahal!"Oalah Bang... Bang... Gadis aja sampai nggak tega ini mau nginjek karpetnya, saking takutnya meru

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 15

    "Kenapa Bapak sekarang mau mencium saya? Padahal tiga hari yang lalu Bapak masih begitu alergi kalau dekat-dekat saya. Nggak takut apa kalau kesucian jiwa raga Bapak akan terkontaminasi dengan kekotoran diri saya?" tukas Gadis ketus. Saat ini mereka telah berada di dalam mobil. Dan Gadis masih mempertanyakan keinginan ajaib Orlando."Anda kan bukan Maya. Jadi tidak masalah kalau saya berdekatan dengan Anda. Lain halnya kalau Anda itu Maya. Saya tidak sudi berdekatan dengan wanita bekas pakai dan menjadi tempat muntahan orang banyak itu. Apalagi saudara kembar Anda itu menjajakan diri dan berpenghasilan dari sana. Jijik saya."Orlando menjawab dengan raut wajah yang benar-benar mencerminkan semua kata-kata yang di ucapkannya. Sepertinya dia memang begitu anti pati dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Maya."Begitu? Berarti Bapak seharusnya juga jijik dong dengan saya? Saya kan juga

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 16

    Gadis menaiki undakan tangga. Menuju pintu samping restaurant yang merupakan jalur khusus untuk para staff dan karyawan, saat sebuah suara bariton memanggilnya mesra."Apa kabar, Gadisku?" Gadis dan Orlando saling berpandangan. Gadis sama sekali tidak merasa mengenal sosok tinggi besar berseragam pilot ini. Laki-laki ini siapa? Gadis refleks mendesakkan tubuhnya ke arah Orlando, saat sosok gagah itu terlihat berjalan mendekatinya. Gadis merasa tidak nyaman saat ada orang asing yang mendekatinya. Sejak pria asing kemarin mencoba melukainya, Gadis trauma."Selamat pagi. Maaf Anda ini siapa?" Orlando memberi gerakan hormat sopan ala polisi pada sang pilot. Tetapi bahasa tubuhnya waspada seketika."Oh ya, Anda pasti pengawal Gadis saat ini. Bapak Orlando Atmanegara ya?" Sang pemuda berseragam pilot bermaksud menyalaminya. Namun Orlando tidak menyambut uluran tangannya. Orlando hanya mengangguk singkat. Ia menjaga sega

    Last Updated : 2021-08-03

Latest chapter

  • The Tears I Shed   Extra Part

    "Mbak Gadis, melahirkan itu sakit nggak sih? Salwa takut, Mbak. Menjelang hari Hnya seperti ini, Salwa keder, Mbak. Ngeri."Gadis yang sedang menyusui Dimetrio Atmanegara, putra pertamanya mengalihkan pandangannya pada Salwa. Sahabat sekaligus partner in crimenya di restaurant dulu yang kini telah menjadi kakak iparnya. Salwa menikah dengan Putra Tirta Sanjaya, kakak sulungnya satu setengah tahun yang lalu. Kini Salwa tengah hamil tua dan tinggal menghitung hari kelahirannya. Tidak heran kalau kakak iparnya ini ketakutan memikirkan betapa menyakitkannya proses kelahiran yang harus ia lalui."Begini ya, Salwa. Mbak akan memberi gambaran dari mana muncul rasa sakit itu dulu sebelum asumsi kamu melebar kemana-mana. Salwa, dengar, penyebab sakit saat melahirkan itu biasanya adalah karena kontraksi otot. Rahim kita ini memiliki banyak otot. Otot ini akan berkontraksi dengan kuat untuk mengeluarkan bayi s

  • The Tears I Shed   Chapter 46(end)

    Rumah mewah yang terletak di pinggir pantai itu tampak mentereng dan megah. Karta Suwirya membangunnya terpisah cukup jauh dari penginapan exclusive khusus untuk para turis yang datang berkunjung. Terlihat sekali Karta menginginkan agar privacynya tidak terganggu. Dalam gelapnya malam, rumah itu bersinar layaknya cahaya mercusuar. Pantai ini sebenarnya adalah pantai daerah wisata. Sementara penginapannya terletak diseberang pulau. Jadi untuk mencapai penginapan dan akses keluar masuk pulau, para penghuninya harus menggunakan kapal ferry. Begitu pun untuk kegiatan sehari-hari. Penginapannya memang sangat mewah namun sangat terpencil. Daerah wisata seperti ini biasanya adalah destinasinya para pengantin baru yang ingin honeymoon. Karena kesan yang di tampilkan itu private dan juga intimate. Di tempat inilah Kartasuwirya biasanya menyembunyikan para selingkuhannya. Tempat yang sampai sejauh ini belum terendus oleh istrinya. M

  • The Tears I Shed   Chapter 45

    Dalam diam Gadis menajamkan pendengarannya. Pada saat matanya tidak bisa ia gunakan, maka telinganya lah yang akan ia maksimalkan. Ia sama sekali tidak mau mati konyol di sini. Ia tahu bahwa panik tidak akan memberikan manfaat apa-apa selain membuat tekanan darahnya meninggi dan kemampuan berpikir sel-sel otaknya menjadi lumpuh. Mobil berjalan cepat dan semakin lama perjalanan sepertinya semakin menurun dan berkelok-kelok. Perut Gadis seperti sedang dikocok-kocok saking mualnya. Gadis menarik nafas pelan-pelan dan menghembuskannya secara teratur. Ia tidak bisa mengeluarkannya dari mulut karena mulutnya telah di lakban. Gadis sampai mengeluarkan keringat dingin saking enegnya. Setelah perjalanan di dalam mobil yang rasanya lama sekali, akhirnya mobil yang membawanya berhenti juga. Telinga Gadis langsung menangkap suara debur kencang ombak yang memecah pantai. Berarti ia sedang diasingkan pada sebuah pantai. Benaknya mencatat baik-baik semua tanda

  • The Tears I Shed   Chapter 44

    Hujan deras diiringi suara petir yang menggelegar membuat Gadis yang ditinggal sendirian di rumah menjadi ketakutan. Dua orang ART orang tuanya yang merupakan ibu dan anak, sudah tidur sejak jam sembilan tadi. Hujan deras di malam hari memang cenderung membuat orang lebih cepat mengantuk. Sebenarnya tadi Gadis berat sekali melepas Orlando untuk bertugas. Entah kenapa malam ini hatinya resah dan perasaannya tidak enak. Gadis merasa mungkin ini semua adalah akibat dari hormon kehamilannya.Demi membunuh rasa sepi dan ketakutannya, Gadis menonton televisi sambil menunggu kantuk menghampirinya. Tetapi walaupun pandangannya mengarah kedepan, Gadis sama sekali tidak bisa menikmati apa yang disajikan didepan matanya itu. Dia sangat gelisah!Ceklek!"Arrghhhh!"Gadis menjerit kaget saat pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka. Setelah melihat dua orang Asisten Rumah Tangga orang tuanya masuk

  • The Tears I Shed   Chapter 43

    Disepanjang perjalanan pulang Orlando berkali-kali melirik Gadis yang duduk diam bagai arca di sampingnya. Dia yang modelnya lempeng dan tidak mengerti cara merayu ini bingung harus mencari topik apa untuk membuka obrolan. Bayangkan saja, dia yang sehari-hari cuma menginterogasi dan menekan para bandit dan juga penjahat, kini di paksa harus menjadi Sudjiwo Tejo. Orlando khawatir kata-kata indah yang sudah susah-susah dirangkainya bukannya terkesan mesra tetapi malah lebih mirip Berita Acara Pemeriksaan lah ujung-ujungnya. Kan bisa gawat jadinya."Abang memang orang yang kaku dan tidak bisa melakukan apapun dengan benar, tapi satu hal yang perlu kamu ketahui sayang. Abang sangat mencintai kamu. Tolong maafkan kebodohan Abang yang sudah membuat kamu sedih dan sakit hati. Maaf jika selama ini mungkin Abang kurang perhatian kepada kamu. Karena jujur Abang sering kali bingung saat harus membagi waktu antara harus ngangenin kamu atau miki

  • The Tears I Shed   Chapter 42

    Selama menunggu atasannya membawa pulang istrinya ke rumah kediaman Antariksa, Orlando menunggu di pintu gerbang. Ia terus berjalan hilir mudik sehingga membuat SATPAM di pos jaga ikut stress melihatnya. Dibenaknya terus saja mengulang-ulang adegan di wajah basah penuh air mata istrinya tengah tertidur pulas dalam pelukan atasannya. Orlando sungguh tidak terima karena ia bahkan tidak pernah menyentuh kulit Rani kecuali hanya untuk bersalaman. Ia menghormati Rani sebagai seorang perempuan sekaligus juga istri atasannya. Bagaimana ia tidak emosi jiwa membayangkan kalau istrinya dirangkul-rangkul dan dipeluk-peluk laki-laki lain?Padahal Orlando tidak tahu saja kalau penampakan di photo itu hanyalah pencitraan publik semata. Fatah melakukannya untuk membalas rasa kesalnya pada Orlando. Orlando pasti tidak tahu cobaan seperti apa yang ia dapatkan behind the scene photo itu ia kirimkan.Ceritanya akibat Gadis yang terus menerus menangi

  • The Tears I Shed   Chapter 41

    Orlando berlari menuruni tangga darurat saat melihat istrinya dan atasannya menutup lift. Masih terbayang di matanya pemandangan kecewa atasannya. Dan yang paling memerihkan hatinya adalah kala melihat air mata sakit hati yang terbias dari bola mata istrinya. Shit! Dia sama sekali tidak menduga kalau istrinya bisa ada di sini. Siapa yang memberitahukannya? Atasannya juga. Mengapa mereka bisa datang secara bersamaan? Pertanyaan mengapa dan mengapa, terus berkecambuk di benaknya.Orlando tiba di basement dan langsung berlari kencang menuju ke parkiran. Bersiap-siap menghadang, apabila atasan dan istrinya akan meninggalkan apartement. Matanya menatap tajam setiap orang yang berlalu lalang di sana. Harap-harap cemas semoga istrinya ada di antara mereka.Namun harapannya tidak terkabul. Setelah hampir dua puluh menit menunggu, ia tidak juga menemukan bayangan keduanya. Orlando terduduk lemas di lantai parkiran. Ia bingung, cem

  • The Tears I Shed   Chapter 40

    Gadis terbangun saat merasa ada sesuatu sedang mengelus-elus pipinya. Begitu matanya terbuka, ia langsung kaget saat dihadapkan pada wajah Orlando yang hanya berjarak sejengkal dari wajahnya sendiri. Dan sesuatu yang mengelus-elus pipinya itu adalah telapak tangan suaminya."Selamat pagi istriku. Nyenyakkah tidurmu semalam sayang? Apakah kamu memimpikan Abang dalam tidurmu, hmmm?" Kini Orlando malah mencium-cium gemas pipinya dengan suara cup cup yang terdengar keras. Gadis buru-buru memalingkan wajahnya. Dia masih amat sangat marah dan kecewa pada Orlando yang ternyata tega membohonginya."Kamu ini kenapa sih sayang? Dari semalam Abang kamu judesin terus sampai Abang nggak berani minta jatah. Ada apa sih? Cerita dong biar Abang tahu salah Abang itu di mana, dan bisa memperbaikinya."Mata Gadis membulat saat merasakan tangan Orlando masuk melalui bawah piyama satinnya dan mengelus bulatan empuk didadanya.

  • The Tears I Shed   Chapter 39

    "Saya terima nikah dan kawinnya Gadis Putri Sanjaya binti Candra Daniswara dengan mas kawin 111 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!"Orlando dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" Tanya Pak Penghulu."Sahhhh!""Alhamdullilahhhh."Akhirnya setelah melalui perjalanan yang singkat namun penderitaan dan kesakitan yang panjang dalam arti yang harafiah, Orlando kini bisa menepuk dada dengan bangga. Dokter cantik ini akhirnya resmi menjadi istrinya. Tidak sia-sia ia berdarah-darah digebukin kakak-kakak Gadis kalau hasil akhirnya ternyata seindah ini. Hasil memang tidak akan pernah menghianati usaha insya allah. Mungkin selama ini orang mengira bahwa d

DMCA.com Protection Status