Share

Chapter 6

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-03 03:22:20

"Sa—saya, saya cuma disuruh sama Ceu E—"

"Keluar!!!" Maya terlompat kaget saat mendengar bentakan penuh kemarahan Orlando.

"Astaghfirullahaladzim! Ada apa ini, Den Orlando? Kok pagi-pagi buta udah teriak-teriak. Eceuk sampai kaget."

Ceu Esih ikut terbangun karena kerasnya suara Orlando. Ceu Esih seketika mengerti apa yang terjadi, saat melihat wajah emosi majikannya dan gemetarnya tubuh Maya. Maya bahkan tidak berani mengangkat kepala, karena malu dibentak-bentak oleh Orlando didepan Ceu Esih. Ceu Esih menarik nafas panjang akibat kacaunya situasi di pagi buta begini.

"Aden kenapa pagi-pagi teh udah marah-marah? Masalah Neng Maya yang ada di kamar Aden? Itu teh Eceuk yang manggil si Eneng tengah malam kemarin saat Aden demam tinggi. Eceuk teh bingung harus bagaimana meredakan deman Aden. Ibu dan Non Giselle kan sedang ada di Solo. Makanya Eceuk manggil Neng Maya untuk membantu Eceuk merawat Aden. Neng Maya yang semaleman menyeka badan Aden yang demam tinggi. Belum lagi memberi obat dan bolak balik mengganti air kompresan Aden sampai si Eneng nggak tidur-tidur. Aden teh harusnya berterima kasih sama Neng Maya. Bukannya ngebentak-bentak begitu. Lagipula yang bukain baju

Aden itu teh Eceuk, Den. Bukan Neng Maya." Ceu Esih berusaha menjelaskan situasi yang terjadi kemarin malam.

"Saya—saya permisi dulu." Maya yang sudah tidak dapat menahan air mata, memutuskan untuk mengalirkannya di tempat yang lain saja. Ia tidak suka mencari simpati orang lain lewat deraian air mata. Untuk orang seputih Orlando Atmanegara, air matanya itu adalah air mata buaya yang sama sekali tidak ada harganya. Mungkin tembok kamarnya malah lebih mengerti dan sedikit bersimpati pada penderitaannya.

Matanya yang sudah perih sedari tadi karena menahan air mata ditumpahkannya di dalam kamar mandi. Maya membuka keran air sederasnya dan mulai meraung-raung di sana. Dia bingung harus bersikap bagaimana. Dia sungguh-sungguh tidak mengerti bagaimana kehidupan sebelumnya yang dijalaninya. Dia juga tidak tahu kalau ternyata begitu banyak penolakan dari orang-orang atas dirinya.

Dimulai dari keluarganya, suaminya dan bahkan aparat yang seharusnya bersikap netral pun menyimpan begitu banyak penghinaan padanya. Bagaimana ia harus bersikap ya, Allah? Karena bahkan nafasnya sendiri pun kini seperti membenci paru-parunya. Di mana tempat yang seharusnya bisa ia tinggali dengan penuh rasa damai dan cinta ya, Allah? Karena di sini bahkan hanya bernafas pun ia sudah dianggap salah oleh para penghuninya.

Ibu Rahma memang tidak pernah mengatakan apa-apa yang menyinggungnya. Tetapi perlakuannya amat sangat kentara kalau ia memberi jarak padanya. Bu Rahma tidak pernah mau duduk semeja bersamanya. Bila mereka ada di ruangan yang sama, Bu Rahma tidak pernah menganggapnya ada. Dia dianggap seperti pajangan dinding. Terlihat namun tidak cukup berharga untuk sekedar diajak bertegur sapa.

Giselle lebih parah lagi. Adik Orlando yang sepertinya sebaya dengannya itu tidak pernah menganggapnya manusia. Saat berpapasan pun, jangankan menyapa. Sekedar melihat wajahnya saja ia tidak sudi. Apalagi saat pacarnya datang mengunjungi. Ia sampai memperingati pacarnya untuk tidak usah masuk ke dalam rumah. Karena di dalam sana ada ular berbisa yang siap membelit siapa saja yang berkantong tebal dan menyemburkan bisa, katanya. Giselle mengatakan hal itu tepat di hadapannya. Seolah-olah ia adalah mahkluk tak kasat mata.

Sementara Orlando. Maya tidak dapat lagi mendeskripsikan, saking tidak sanggup mengulang potongan-potongan kejadian yang selama beberapa hari ini diterimanya. Puncaknya adalah tadi. Betapa tidak berhatinya Orlando mengatainya bahwa tangan yang semalaman mengompresnya berjam-jam, kotor karena telah dipakai untuk memuaskan banyak orang. Rasa sakitnya sampai tak terucapkan. Walaupun ia amnesia. Tapi dia manusia. Punya hati dan rasa sama seperti dirinya. Orlando ibarat mengiris kecil-kecil terlebih dahulu hatinya dan baru kemudian mencampakkannya. Dua kali rasa sakitnya bukan? Setelah ia mencampakkan hatinya, kini Maya merasa jiwanya begitu kosong dan hampa. Hanya Ceu Esih dan Iman anaknya yang tetap menganggapnya sebagai seorang manusia. Ternyata di rumah ini, akhlaq para pembantu rumah tangga bahkan lebih tinggi daripada para majikannya.

Tok! Tok! Tok!

Ada apa lagi ini? Tidak bisakah mereka semua membiarkannya untuk membalut lukanya sebentar saja? Karena ketukan terus terdengar semakin kencang, Maya meraih handuknya dan membelitkannya asal ke tubuh telanjangnya. Paling ini Ceu Esih yang memanggilnya untuk sarapan pagi.

Ceklek!

"Anda tidak perlu memamerkan paha dan dada bekas pakai Anda itu kepada saya, Bu Maya. Karena bagi saya, paha dan dada ayam potong di pasar sana itu bahkan jauh lebih berharga dari pada semua asset kepunyaan Anda."

Sambutan yang luar biasa bukan?

"Boleh tidak saya mengajukan satu pertanyaan saja pada Anda, pak polisi?" Maya tidak tahan juga apabila tidak mengajukan satu pertanyaan yang sebenarnya sangat ingin di tanyakannya dari jauh-jauh hari.

"Silahkan saja. Asal Anda jangan bertanya untuk yang kedua kalinya, kalau Anda ingin menjadikan saya sebagai sapi perahan Anda berikutnya. Maaf saya tidak berminat pada barang bekas milik orang banyak."

"Pak AKBP Orlando Atmanegara yang terhormat. Saya ingin bertanya, daripada Bapak terus saja menghina saya, mencemooh saya, menjatuhkan saya, bahkan terus saja memperolok saya akan masa lalu saya yang kelam.  Bukankah akan lebih baik kalau Bapak itu mendoakan saya saja? Doa kan saja agar saya ke depannya bisa menjadi seorang manusia yang lebih baik. Bukankah saling mendoakan itu akan jauh lebih baik daripada sikap Bapak yang terus saja menghina saya selama ini? Apa sebenarnya yang Bapak dapatkan dari semua sikap-sikap tidak terpuji Bapak terhadap saya? Ada rasa puas tersendiri kah? Senang melihat saya susah dan susah apabila saya senang begitu, Pak?"

"Sudah?" decih Orlando datar.

Maya mengangguk. Memang cuma itu yang ingin dia tanyakan dari saat pertama kali mereka bertemu.

"Sekarang mari kita bahas pertanyaan Anda satu persatu. Pertama saya tidak pernah menghina, mencemooh, memperolok apalagi menjatuhkan Anda. Tetapi Anda sendirilah yang membuat diri Anda itu dihina, dicemooh, diperolok dan sebagainya. Mau bukti? Bahkan orang tua kandung Anda pun tidak sudi lagi mengakui Anda sebagai anaknya. Tetapi Anda malah menuduh saya dan memusuhi semua orang yang kebetulan tidak sefaham dan seideologi dengan Anda. Sikap Anda itu bahasa gaulnya adalah playing victim. Kalau dalam pribahasa adalah buruk rupa cermin dibelah. Jelas Bu Maya?

Kedua, Anda minta saya mendoakan Anda? Anda kan belum jadi mayit? Masa mau saya doakan? Kecuali kalau percobaan pembunuhan terhadap Anda minggu lalu itu berhasil. Baru Anda akan saya doakan dengan ikhlas mayit Anda. Mengerti?!

Sekarang silahkan Anda mempersiapkan diri Anda. Hari ini adalah sidang pertama perceraian Anda dengan Pak Nayaka. Dan saya yang akan mengantarkan Anda kepengadilan agama. Saya tunggu Anda dalam waktu lima belas menit. Kalau dalam kurun waktu lima belas menit Anda masih belum siap juga, saya akan menyeret Anda dari dalam kamar ini dan membawa Anda ke pengadilan dalam keadaan Anda apa adanya. Mengerti Bu Maya?"

"Tapi Anda kan masih dalam keadaan sakit pak polisi?" Maya melihat Orlando menaikkan satu alisnya dengan ekspresi mengejek.

"Mengkhawatirkan saya, Bu Maya?"

"Bukan. Saya hanya takut saat Anda pingsan di jalan nanti. Saya tidak kuat saat harus menyeret tubuh besar Anda ke rumah sakit. Saya takut nanti tubuh suci bapak jadi tercemar akibat kotornya tangan saya."

"Saya tunggu di mobil. Saya tidak punya waktu untuk mendengarkan sindiran unfaedah Anda. Ah saya lupa, lain kali siapapun yang mengetuk pintu kamar Anda, harap Anda berpakaian yang layak sebelum membukanya. Tidak semua laki-laki berfikiran sehat seperti saya yang kebetulan hanya berminat kepada barang orisinil. Ada sebagian besar laki-laki yang memang doyan makan sampah karena habis itu biasanya dilepehin. Ingat itu!"

Maya lagi-lagi hanya bisa mengelus-elus dadanya. Ia hanya memohon diberi kesabaran lebih banyak oleh Yang Maha Kuasa. Iya yakin, di setiap cobaan yang di berikan olehNYA, pasti suatu saat akan ada jalan keluarnya, insya Allah.

===================

Kilatan lampu blitz terus saja menyambar-nyambar wajahnya, saat Maya menginjakkan kaki di pengadilan agama. Mulai dari saat pertama ia keluar dari mobil Orlando, para pewarta yang sebagian besar adalah dari media infotaiment ini, terus saja mendesaknya untuk menjawab berbagai macam pertanyaan mengenai sebab musabab perceraiannya. Selain itu Maya juga merasa begitu tidak nyaman dan juga gerah karena tubuhnya terus saja terdorong ke sana ke mari oleh banyaknya para pewarta.

Orlando pun sama sekali tidak terlihat membantu. Bukannya menghalau mereka, ia malah terlihat seakan-akan sangat menikmati semua kesusahannya. Memang dasar polisi keparat!

"Apakah penyebab utama Pak Nayaka menceraikan Anda, Bu Maya?"

"Benarkah Anda adalah wanita simpanan Pak Siswoyo Soeryo Sumarno?"

"Apakah setelah Anda bercerai dengan Pak Naya Anda akan segera meresmikan hubungan anda dengan Pak Siswoyo? Mengingat Pak Siswoyo juga baru saja menceraikan istri sahnya? Benar begitu Bu Maya?"

Maya kebingungan saat pertanyaan demi pertanyaan terus ditanyakan secara keroyokan oleh para pewarta. Belum lagi tubuhnya yang terus saja di desak kesana kemari oleh mereka semua. Maya sampai nyaris jatuh kalau saja Orlando tidak menahan kuat bahunya.

Krakkk!!! Aduh!!!

Maya kaget saat Orlando tiba-tiba saja memutar pergelangan tangan seorang kameramen. Suasana pun menjadi semakin heboh seketika. Banyak pewarta yang marah karena mereka menganggap Orlando telah melakukan tindak pidana karena sudah menghalang-halangi tugas mereka.

"Anda bilang saya melakukan tindak pidana? Jadi bagaimana dengan yang di lakukan oleh kameramen ini? Kameramen kurang ajar ini ingin memegang payudar* Ibu Maya. Apakah itu bukan suatu tindak pidana juga? Dan apakah saya dan kita semua akan diam saja saat ada orang yang dilecehkan di depan mata kita? Kalau Anda merasa itu bukan urusan Anda ya, itu sah-sah saja. Akan tetapi bagi saya tindakan itu tidak bisa dibiarkan. Saya polisi, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab saya untuk melindungi semua warga negara. Kalau Anda tidak percaya, ini saya bahkan sudah memvideokan niat busuknya. Tanya saja langsung pada oknumnya.

Minta maaf pada Bu Maya, atau Anda akan saya pidanakan atas tindakan percobaan pelecehan seksual terhadap, Bu Maya. Jadi lah seorang laki-laki sejati dengan berani mengaku salah dan meminta maaf!"

"Sa—saya minta maaf Bu Maya. Saya khilaf." Kameramen itu meminta maaf dengan wajah merah padam. Dia sama sekali tidak menyangka kalau perbuatan isengnya yang sempat ingin dilakukannya telah direkam oleh seorang polisi. Daripada urusannya menjadi bertambah panjang, maka dia berpikir lebih baik ia meminta maaf saja.

"Mengenai Anda mengatakan saya menghalang-halangi pekerjaan saudara-saudara sekalian. Bagain mana dari tindakan saya yang menghalang-halangi? Saya bahkan membiarkan Bu Maya, saudara- saudara sekalian kerubuti seperti segerombolan hewan menggonggong yang sibuk memperebutkan sepotong tulang. Saudara-saudara sekalian ini kalau berbicara hati-hati ya? Karena kalau saudara-saudara ini salah bicara, kalian semua bisa meringkuk di balik dingin dan pengapnya sel penjara. Saya hargai saudara-saudara bekerja. Tetapi ingat, pakai juga kode etik jurnalistik Anda. Jangan hanya pintar berkoar-koar untuk menuntut hak-hak Anda saja, tetapi kalian malah bersikap abai dengan aturan-aturan yang yang menyertainya. Sekarang saya akan membawa Ibu Maya ke ruang persidangan, silahkan Anda semua menyingkir terlebih dahulu!"

Dan Orlando pun mulai merangkul bahu Maya dan melindungi tubuh mungilnya dari serbuan para nyamuk-nyamuk pewarta. Maya menghembuskan nafas lega. Dia tadi bingung sekali saat di keroyok beramai-ramai seperti itu.

"Tumben sekali Anda takut kepada para wartawan infotainment itu, Bu Maya? Biasanya Anda senang sekali kalau bertemu dengan mereka walau hanya sekedar untuk menebarkan pesona kecantikan Anda sambil dadah- dadah manja."

"Saya—"

"Maya. Kamu tidak apa-apa? Mana orang mau melecahkan kamu itu? Biar Mas laporkan saja dia ke polisi. Mas tidak terima kalau istri Mas di perlakukan secara tidak hormat seperti itu!"

Nayaka Bratadikara!

"Sudahlah Mas, orangnya juga udah minta maaf kok. Namanya juga orang khilaf. Nggak usah di panjang-panjangin begitu urusannya. Eh ada Ibu juga. Apa kabar Bu Khadijah?" Maya menyalami suaminya sekaligus juga mertuanya. Bagaimanapun berantakannya hubungan mereka di masa lalu, setidaknya ia ingin sedikit memperbaikinya.

"Kamu nggak apa-apa, May? Ibu dengar ada kameramen yang melecehkan kamu?" Kedua mata Maya bermozaik mendengar betapa khawatirnya ibu mertuanya pada keadaan dirinya. Mertua yang begini baik, telah disakitinya terus menerus dengan tingkah bejatnya dulu. Betapa berdosanya dirinya ini ya Allah. Apalagi saat ini Bu Khadijah terlihat memeriksa keadaaan seluruh tubuhnya.

"Bu, Maya boleh tidak memeluk ibu sebentarrrr saja. Boleh tidak Bu?"

Maya yang untuk pertama kalinya merasa ada orang yang tulus menyayanginya dan tidak mengganggap kotor dirinya mendadak seperti menemukan tempat bersandar. Saat ini dia ingin sekali menyandarkan sebentar semua beban berat yang dihadapinya sejak ia membuka matanya dalam keadaan amnesia dan dihujat kanan kiri oleh semua orang. Dia butuh satu pelukan yang menenangkan dan yang mampu menguatkannya untuk terus melangkah kedepan. Semoga saja ibu mertuanya ini mengizinkan tubuhnya dijadikan sandarannya sebentar.

"Tentu saja boleh Maya. Sini Nak sini, biar ibu peluk." Bu Khadijah mengembangkan kedua tangannya yang langsung seketika membuat Maya menghambur kedalam pelukan hangatnya. Untuk pertama kalinya Maya menumpahkan semua kesedihan dan ketakutannya menghadapi dunia yang mendadak tidak dikenalnya ini ke dalam pelukan hangat mertuanya. Maya seperti punya tempat pulang sekarang.

Nayaka Bratadikara merasa matanya memanas melihat istri dan ibunya saling bertangisan dan berpelukan erat. Ibunya memang sebaik dan secantik namanya, Khadijah. Sangat mudah bagi ibunya yang baik dan besar hati ini untuk menerima Maya. Makanya dulu ibunya tidak menentangnya untuk menikahi Maya. Menurut ibunya setiap orang berhak diberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki diri.

Dia dulu memang jatuh cinta setengah mati dengan kecantikan tidak tercela Maya. Cinta yang hanya berazaskan nafsu dan keindahan ragawi semata. Akan tetapi lama kelamaan sifat asli Maya mulai keluar. Dia sangat liar dan semakin lama Maya pun semakin tidak bisa ia kendalikan. Ia akhirnya putus asa dan mengajukan gugatan perceraiannya. Dia berpikir ya sudah lah, mungkin mereka memang tidak berjodoh.

Tetapi entah mengapa kali ini dia merasa istrinya tampak begitu berbeda. Naya merasa sekali ini dia malah jatuh cinta kembali pada istrinya dikarenakan  pada kepribadiannya. Maya yang ini membuatnya kembali panas dingin seperti mengalami euphoria pada saat-saat masa remajanya. Jatuh cinta walau hanya dengan saling berpandangan saja. Satu hal yang dia suka pada Maya yang ini. Maya yang sekarang bila ditatap lama, maka dia akan menunduk dengan wajah memerah. Menggemaskan sekali bukan? Kalau Maya yang dulu, saat ditatap lama, maka dia akan balas menatap tak kalah berani dan tajam juga.

Mengenai hubungannya dengan Rheina, sekretaris nakalnya. Itu hanya selingan karena Rheina juga melakukannya dengan pria-pria lainnya. Dia memang jualan. Jadi siapa saja bisa memilikinya asal harganya cocok. Dia laki-laki, dan dia tidak munafik. Saat libidonya tinggi dan istrinya tidak ada disisi, dia membelinya pada Rheina. Dan itu semua ia bayar mahal. Tidak ada azas manfaat di sini. Yang ada hanyalah win win solution. Tetapi pada istrinya, ia merasakan hatinya berdesir-desir sejak seminggu yang lalu, ketika menjenguk istrinya di rumah sakit. Entah mengapa jantungnya berdebar-debar seperti saat pertama sekali ia jatuh cinta. Nayaka akhirnya mengambil suatu keputusan besar. Dia akan mencabut gugatannya, dan akan membawa pulang kembali istrinya ke rumahnya dan kembali menjadi miliknya.

Bab terkait

  • The Tears I Shed   Chapter 7

    "Selamat pagi Bapak Nayaka Bratadikara dan Ibu Candramaya Daniswara Bratadikara. Tanpa banyak membuang waktu dan basa basi lagi, saya hanya ingin menanyakan sekali lagi. Apakah Anda berdua ini sudah mantap ingin bercerai, atau Anda berdua masih ingin berpikir-pikir dulu? Sesuai dengan Pasal 56 ayat 2, 65, 82, 83 dan UU Nomor 7 Tahun 1989, saya sebagai hakim di sini ingin mendamaikan Anda berdua terlebih dahulu sebelum sampai pada tahap mediasi pada sidang selanjutnya." Maya dan Nayaka saat ini tengah menghadiri sidang pertamanya."Tetapi kalau saya lihat-lihat, sepertinya Pak Naya ini masih cinta sekali ya pada Bu Maya?" Pak Hakim tersenyum simpul saat mendapati bahwa sang suami yang mengajukan gugatan, terus saja mencuri-curi pandang pada istrinya."Kalau memang masih cinta, untuk apa mengajukan gugatan perceraian Pak Naya? Dalam hal berumah tangga cek cok kecil itu kan masalah biasa. Gigi dan lidah yang se rumah dan selalu kompa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 8

    Drtt... drtt... drtt..."Hallo, Dek Sean. Ada apa, Dek? Tumben Adek menelepon Abang?" Maya melihat wajah Orlando langsung berubah gembira. Nada bicaranya juga seketika menjadi lembut. Dek Sean? Bukankah nama itu yang diigaukannya kemarin? Berarti orang yang menelepon Orlando ini adalah wanita yang setengah mati dicintainya sekaligus juga yang membuatnya patah hati setengah gila."Oh bisa... bisa kok, Dek. Abang ada di pengadilan agama, deket kok sama restaurant. Ya udah ini sekarang Abang singgahin ke sana ya, Dek? Ahahhaha... nggak apa-apa, Dek. Apalah yang nggak buat, Dek Sean? Oke, assalamualaikum."Maya melirik Orlando menutup panggilan telepon, masih dengan sisa-sisa senyum di bibir. Sepertinya Orlando bahagia sekali setelah menerima telepon dari wanita impiannya."Pembicaraan kita belum selesai. Kita akan singgah sebentar di restaurant teman saya. Kamu cukup diam dan jangan banyak t

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 9

    "B-Bapak mau ngapain? Kok pintu kamar saya dikunci? Ini juga, ngapain Bapak pakai buka baju segala? Ingat ya, Pak. Saya ini perempuan tidak baik. Jangan sampai kesucian tubuh Bapak terkontaminiasi dengan kekotoran tubuh saya!" Maya mundur-mundur ketakutan."Anda ini kenapa sampai ketakutan seperti itu hah? Saya cuma mau minta tolong Anda untuk mengerikkan punggung saya. Biasanya Ibu saya atau Ceu Esih yang mengerikkan punggung saya, kalau saya sedang masuk angin. Berhubung ibu masih di Solo dan Ceu Esih sudah tidur, maka saya terpaksa minta tolong Anda yang mengerikkan. Anda jangan berfikir yang macam-macam !"Orlando menjentikkan kening Maya dengan kesal."Oooh... cuma minta dikerokin toh? Bilang dong dari tadi. Jangan tiba-tiba main buka baju aja." Maya mengomeli Orlando.Tetapi tak urung tangannya bekerja juga. Setelah Orlando duduk tegak di ranjangnya. Maya segera membalurkan minyak gosok ke punggung l

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 10

    "Umi, kenapa sih nama Gadis itu Gadis? Nanti kalau Gadis udah jadi nenek-nenek masak dipanggil Gadis juga. Kan nggak lucu, Umi?""Umi dan Abi itu memberikalian nama sesuai dengan jenis kelamin kalian, sayang. Karena kedua kakakmu laki-laki, maka Umi dan Abi memberikan mereka nama Putra Tirta Sanjaya dan Jaka Tirta Sanjaya. Nah, karena Gadis itu anak perempuan yang tiba-tiba saja dititipkan oleh Allah Subhanawaata'ala pada Umi dan Abi, maka kami menamakan kamu Gadis Putri Sanjaya. Yang artinya Gadis adalah putrinya Pak Sanjaya. Mengerti sayang? "Dengar, sayang. Apa pun kelak yang akan terjadi dikemudian hari, percayalah Umi dan Abi amat sangat menyayangi dan mencintai kehadiranmu di tengah-tengah kehidupan kami. "Umiii!... Abiiii!"Maya terbangun dengan tubuh basah kuyub dan dibanjiri oleh keringat. Dia bermimpi lagi tentang pembicaraan seorang a

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 11

    "A—abang saya? Sa—saya masih punya Abang?" Mata Maya bermozaik saat merasa ada keluarganya di sini. Berarti ibu dan ayah laki-laki ini adalah ibu dan ayahnya juga. Ibu dan ayah yang tidak mau lagi mengakui keberadaannya di dalam kehidupan mereka karena malu dengan perangainya. Maya terus saja menatapi laki-laki yang mengaku sebagai abangnya ini lekat-lekat. Akhirnya ada juga orang yang mengakuinya sebagai bagian dari keluarganya."Maaf ya, Bang. Maya sedang kurang sehat ingatannya. Maya... Maya melupakan banyak hal, Bang. Ayah dan i—ibu sehat?" Kali ini lelehan air mata Maya mengalir juga setelah mati-matian coba ia tahan. Maya merindukan saat-saat di mana sebuah komunitas kecil yang bernama keluarga akan memeluknya erat tanpa perlu menanyakan kebenaran atau pun kesalahannya. Bukankah dalam keluarga kita hanya mengenal cinta dan kasih sayang? Tidak peduli apakah kita itu cantik, jelek, salah mau pun benar. Mereka pasti akan saling menduku

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 12

    Drttt... drttt... drttt..."AKBP Orlando Atmanegara, segera meluncur kekomando. Jajaran 6 dan rembang-rembang menemukan bandung-bandung baru. Saya tunggu Anda sekarang juga sini."Siap laksanakan Pak KomJendpol!""Giselle, Mas ada tugas dari atasan, Mas. Kamu jaga Ibu baik-baik ya di sini?" Orlando memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan meraih tas ranselnya. Bersiap-siap ke kantor polisi."Bagaimana Ibu bisa sembuh kalau saat pulang nanti pun Ibu akan kembali melihat wajah perempuan itu lagi. Itu sama saja artinya Mas tidak ingin Ibu sembuh. Mas kan sudah tahu apa penyebab Ibu sampai kita bawa ke sini?"Giselle mendengkus kasar. Ia dongkol sekali karena melihat kakaknya lebih membela perempuan tidak bermoral itu daripada ibu kandung mereka sendiri."Kamu tidak usah memberi Mas nasehat yang tidak Mas butuhkan. Satu hal lagi, jangan m

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 13

    "Angkat tangan dan rapatkan tubuh Anda ke tembok!"Untuk meminimalisir resiko, Orlando menarik si penyusup dan merapatkannya ke tembok dengan posisi tangan kiri terangkat ke udara. Tangan kanannya tidak kuasa diangkat, karena sudah terlebih dahulu dipatahkan oleh Orlando.Dengan gerakan cepat pula Orlando menggeledah sekujur tubuh si penyusup, untuk mencari kalau-kalau ada senjata tajam atau senjata api lain yang tertinggal, sebelum kemudian memborgolnya. Tangan kanan Orlando meraih HT dan terlihat melakukan panggilan."Kepada Bripda Sahat harap meluncur ke Timor Kupang Pati. Ada anak kijang 33 10-2 Nikmat Rasa. Kordinasikan semua team via buntut tikus. Bandung bandung ada. Segera bawa anak kijang ke komando. Patah tangan bawa ke Rembang Solo. Ganti 813!Orlando kemudia memaksa si penyusup untuk berdiri dan memborgolnya pada jerj

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • The Tears I Shed   Chapter 14

    "Ini kamar kamu, Gadis. Kamu suka tidak? Kalau kamu tidak suka, besok biar Abang ganti semua dekorasi kamar ini sesuai dengan selera kamu."Gadis memandangi interior kamar yang begitu mewah, yang dan didominasi dengan nuansa coklat cream yang memberi kesan begitu hangat dan akrab. Dindingnya dihiasi dengan wallpaper abstrak bermotif serat kayu. Pandangan Gadis mengembara pada lantai yang dipijaknya. Saking kilatnya, Gadis sampai merasa ia bahkan bisa berkaca di sana. Ditambah dengan karpet bulu dan ranjang berkanopi, Gadis seolah-olah merasa sedang terlempar pada keanggunan pada masa victorian era.Semua dekorasi dan ornamen-ornamen yang menghiasinya terlihat klasik dan antik. Sepertinya kakaknya ini suka pada hal yang berbau-bau classy dan elegant. Ruangan ini seolah-olah meneriakkan satu kata, yaitu mahal!"Oalah Bang... Bang... Gadis aja sampai nggak tega ini mau nginjek karpetnya, saking takutnya meru

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03

Bab terbaru

  • The Tears I Shed   Extra Part

    "Mbak Gadis, melahirkan itu sakit nggak sih? Salwa takut, Mbak. Menjelang hari Hnya seperti ini, Salwa keder, Mbak. Ngeri."Gadis yang sedang menyusui Dimetrio Atmanegara, putra pertamanya mengalihkan pandangannya pada Salwa. Sahabat sekaligus partner in crimenya di restaurant dulu yang kini telah menjadi kakak iparnya. Salwa menikah dengan Putra Tirta Sanjaya, kakak sulungnya satu setengah tahun yang lalu. Kini Salwa tengah hamil tua dan tinggal menghitung hari kelahirannya. Tidak heran kalau kakak iparnya ini ketakutan memikirkan betapa menyakitkannya proses kelahiran yang harus ia lalui."Begini ya, Salwa. Mbak akan memberi gambaran dari mana muncul rasa sakit itu dulu sebelum asumsi kamu melebar kemana-mana. Salwa, dengar, penyebab sakit saat melahirkan itu biasanya adalah karena kontraksi otot. Rahim kita ini memiliki banyak otot. Otot ini akan berkontraksi dengan kuat untuk mengeluarkan bayi s

  • The Tears I Shed   Chapter 46(end)

    Rumah mewah yang terletak di pinggir pantai itu tampak mentereng dan megah. Karta Suwirya membangunnya terpisah cukup jauh dari penginapan exclusive khusus untuk para turis yang datang berkunjung. Terlihat sekali Karta menginginkan agar privacynya tidak terganggu. Dalam gelapnya malam, rumah itu bersinar layaknya cahaya mercusuar. Pantai ini sebenarnya adalah pantai daerah wisata. Sementara penginapannya terletak diseberang pulau. Jadi untuk mencapai penginapan dan akses keluar masuk pulau, para penghuninya harus menggunakan kapal ferry. Begitu pun untuk kegiatan sehari-hari. Penginapannya memang sangat mewah namun sangat terpencil. Daerah wisata seperti ini biasanya adalah destinasinya para pengantin baru yang ingin honeymoon. Karena kesan yang di tampilkan itu private dan juga intimate. Di tempat inilah Kartasuwirya biasanya menyembunyikan para selingkuhannya. Tempat yang sampai sejauh ini belum terendus oleh istrinya. M

  • The Tears I Shed   Chapter 45

    Dalam diam Gadis menajamkan pendengarannya. Pada saat matanya tidak bisa ia gunakan, maka telinganya lah yang akan ia maksimalkan. Ia sama sekali tidak mau mati konyol di sini. Ia tahu bahwa panik tidak akan memberikan manfaat apa-apa selain membuat tekanan darahnya meninggi dan kemampuan berpikir sel-sel otaknya menjadi lumpuh. Mobil berjalan cepat dan semakin lama perjalanan sepertinya semakin menurun dan berkelok-kelok. Perut Gadis seperti sedang dikocok-kocok saking mualnya. Gadis menarik nafas pelan-pelan dan menghembuskannya secara teratur. Ia tidak bisa mengeluarkannya dari mulut karena mulutnya telah di lakban. Gadis sampai mengeluarkan keringat dingin saking enegnya. Setelah perjalanan di dalam mobil yang rasanya lama sekali, akhirnya mobil yang membawanya berhenti juga. Telinga Gadis langsung menangkap suara debur kencang ombak yang memecah pantai. Berarti ia sedang diasingkan pada sebuah pantai. Benaknya mencatat baik-baik semua tanda

  • The Tears I Shed   Chapter 44

    Hujan deras diiringi suara petir yang menggelegar membuat Gadis yang ditinggal sendirian di rumah menjadi ketakutan. Dua orang ART orang tuanya yang merupakan ibu dan anak, sudah tidur sejak jam sembilan tadi. Hujan deras di malam hari memang cenderung membuat orang lebih cepat mengantuk. Sebenarnya tadi Gadis berat sekali melepas Orlando untuk bertugas. Entah kenapa malam ini hatinya resah dan perasaannya tidak enak. Gadis merasa mungkin ini semua adalah akibat dari hormon kehamilannya.Demi membunuh rasa sepi dan ketakutannya, Gadis menonton televisi sambil menunggu kantuk menghampirinya. Tetapi walaupun pandangannya mengarah kedepan, Gadis sama sekali tidak bisa menikmati apa yang disajikan didepan matanya itu. Dia sangat gelisah!Ceklek!"Arrghhhh!"Gadis menjerit kaget saat pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka. Setelah melihat dua orang Asisten Rumah Tangga orang tuanya masuk

  • The Tears I Shed   Chapter 43

    Disepanjang perjalanan pulang Orlando berkali-kali melirik Gadis yang duduk diam bagai arca di sampingnya. Dia yang modelnya lempeng dan tidak mengerti cara merayu ini bingung harus mencari topik apa untuk membuka obrolan. Bayangkan saja, dia yang sehari-hari cuma menginterogasi dan menekan para bandit dan juga penjahat, kini di paksa harus menjadi Sudjiwo Tejo. Orlando khawatir kata-kata indah yang sudah susah-susah dirangkainya bukannya terkesan mesra tetapi malah lebih mirip Berita Acara Pemeriksaan lah ujung-ujungnya. Kan bisa gawat jadinya."Abang memang orang yang kaku dan tidak bisa melakukan apapun dengan benar, tapi satu hal yang perlu kamu ketahui sayang. Abang sangat mencintai kamu. Tolong maafkan kebodohan Abang yang sudah membuat kamu sedih dan sakit hati. Maaf jika selama ini mungkin Abang kurang perhatian kepada kamu. Karena jujur Abang sering kali bingung saat harus membagi waktu antara harus ngangenin kamu atau miki

  • The Tears I Shed   Chapter 42

    Selama menunggu atasannya membawa pulang istrinya ke rumah kediaman Antariksa, Orlando menunggu di pintu gerbang. Ia terus berjalan hilir mudik sehingga membuat SATPAM di pos jaga ikut stress melihatnya. Dibenaknya terus saja mengulang-ulang adegan di wajah basah penuh air mata istrinya tengah tertidur pulas dalam pelukan atasannya. Orlando sungguh tidak terima karena ia bahkan tidak pernah menyentuh kulit Rani kecuali hanya untuk bersalaman. Ia menghormati Rani sebagai seorang perempuan sekaligus juga istri atasannya. Bagaimana ia tidak emosi jiwa membayangkan kalau istrinya dirangkul-rangkul dan dipeluk-peluk laki-laki lain?Padahal Orlando tidak tahu saja kalau penampakan di photo itu hanyalah pencitraan publik semata. Fatah melakukannya untuk membalas rasa kesalnya pada Orlando. Orlando pasti tidak tahu cobaan seperti apa yang ia dapatkan behind the scene photo itu ia kirimkan.Ceritanya akibat Gadis yang terus menerus menangi

  • The Tears I Shed   Chapter 41

    Orlando berlari menuruni tangga darurat saat melihat istrinya dan atasannya menutup lift. Masih terbayang di matanya pemandangan kecewa atasannya. Dan yang paling memerihkan hatinya adalah kala melihat air mata sakit hati yang terbias dari bola mata istrinya. Shit! Dia sama sekali tidak menduga kalau istrinya bisa ada di sini. Siapa yang memberitahukannya? Atasannya juga. Mengapa mereka bisa datang secara bersamaan? Pertanyaan mengapa dan mengapa, terus berkecambuk di benaknya.Orlando tiba di basement dan langsung berlari kencang menuju ke parkiran. Bersiap-siap menghadang, apabila atasan dan istrinya akan meninggalkan apartement. Matanya menatap tajam setiap orang yang berlalu lalang di sana. Harap-harap cemas semoga istrinya ada di antara mereka.Namun harapannya tidak terkabul. Setelah hampir dua puluh menit menunggu, ia tidak juga menemukan bayangan keduanya. Orlando terduduk lemas di lantai parkiran. Ia bingung, cem

  • The Tears I Shed   Chapter 40

    Gadis terbangun saat merasa ada sesuatu sedang mengelus-elus pipinya. Begitu matanya terbuka, ia langsung kaget saat dihadapkan pada wajah Orlando yang hanya berjarak sejengkal dari wajahnya sendiri. Dan sesuatu yang mengelus-elus pipinya itu adalah telapak tangan suaminya."Selamat pagi istriku. Nyenyakkah tidurmu semalam sayang? Apakah kamu memimpikan Abang dalam tidurmu, hmmm?" Kini Orlando malah mencium-cium gemas pipinya dengan suara cup cup yang terdengar keras. Gadis buru-buru memalingkan wajahnya. Dia masih amat sangat marah dan kecewa pada Orlando yang ternyata tega membohonginya."Kamu ini kenapa sih sayang? Dari semalam Abang kamu judesin terus sampai Abang nggak berani minta jatah. Ada apa sih? Cerita dong biar Abang tahu salah Abang itu di mana, dan bisa memperbaikinya."Mata Gadis membulat saat merasakan tangan Orlando masuk melalui bawah piyama satinnya dan mengelus bulatan empuk didadanya.

  • The Tears I Shed   Chapter 39

    "Saya terima nikah dan kawinnya Gadis Putri Sanjaya binti Candra Daniswara dengan mas kawin 111 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!"Orlando dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" Tanya Pak Penghulu."Sahhhh!""Alhamdullilahhhh."Akhirnya setelah melalui perjalanan yang singkat namun penderitaan dan kesakitan yang panjang dalam arti yang harafiah, Orlando kini bisa menepuk dada dengan bangga. Dokter cantik ini akhirnya resmi menjadi istrinya. Tidak sia-sia ia berdarah-darah digebukin kakak-kakak Gadis kalau hasil akhirnya ternyata seindah ini. Hasil memang tidak akan pernah menghianati usaha insya allah. Mungkin selama ini orang mengira bahwa d

DMCA.com Protection Status