"Aku nggak bisa janji nggak akan melakukan hal selain pelukan, Jelita. Jadi gimana? Masih mau aku peluk nanti malam?"
***Ucapan Dexter yang membingungkan itu masih terngiang jelas dalam pikiran Jelita yang sedang berbaring di tempat tidur.Seketika ia pun bergidik saat membayangkannya.'Kak Dexter tak bisa janji untuk tidak melakukan hal selain pelukan?Tapi... Apakah Kak Dexter pernah melakukan "hal itu" sebelumnya?''Yah, kalau dipikir-pikir usia Kak Dexter kan sudah termasuk dewasa, dua puluh satu tahun. Lagipula dia laki-laki yang sangat tampan, dari keluarga Green yang sangat terkenal dan juga kaya-raya. Pasti yang mau menjadi pacarnya juga banyak banget.'Jelita menggigit bibirnya. Di satu sisi ia ingin sekali tidur dalam dekapan Kak Dexter seperti semalam. Rasanya sangat nyaman dan tenang saat ada tubuh hangat yang seakan melindungimu, karena Jelita hampir tidak pernah mendapatkan pelukan selama ia di Panti Asuhan.Kadang-kadang saja Bu Dira memeluknya jika Jelita sedang menangis karena teringat pada orang tuanya, atau di saat dia sedang sakit.Tapi bagaimana jika nanti Dexter malah meminta "hal itu"?Tidak... tidak mungkin Jelita memberikan kehormatannya kepada Dexter!Jelita ingin menjaganya hingga kelak ia menikah, dan itu akan menjadi kado terindah yang dipersembahkan untuk suami yang mencintainya : dirinya yang utuh tanpa pernah tersentuh.Bukankah itu sangat romantis?Baiklah. Demi prinsip yang ia pegang teguh, Jelita akan menguatkan diri untuk tidak berlari ke kamar Kak Dexter dan mengemis sebuah pelukan lagi!Kehormatannya bisa terancam oleh lelaki itu, dan meskipun Kak Dexter sangat tampan dan juga pacarnya, Jelita tetap tidak akan membiarkan lelaki itu mengambil kehormatannya sebelum adanya pernikahan yang suci.***Malam ini Dexter tak bisa tidur.Otaknya terus memutar dan mengulang apa yang telah ia katakan kepada Jelita dan bagaimana gadis itu menanggapi ucapannya dengan dingin, lalu dengan tenang mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan pelukan malam ini.Hah. Hebat juga mentalnya si Jelita.Padahal Dexter tahu sekali bagaimana tersiksanya dia bila tidak dipeluk dalam tidur. Gadis itu akan bermimpi buruk, mengigau, dan tidak akan bisa terlelap.Dexter mendengus. Dengan perasaan kesal ia mengacak-ngacak rambut caramel yang sewarna matanya itu dengan perasaan gundah.Di satu sisi ia merasa bersalah karena membuat pacar kecilnya itu menjadi ketakutan, tapi di sisi lain ia juga merasa lega karena telah berkata jujur tentang hasrat yang mungkin tidak akan sanggup ia bendung lagi kepada gadis itu.Ya, rasanya memang lebih baik jika Dexter jujur pada Jelita daripada benar-benar terjadi sesuatu hal yang akan dia sesali kemudian. Karena bagaimanapun itu pasti akan menyakiti Jelita yang masih remaja enam belas tahun.Shit!! Sebenarnya apa sih yang ada dalam pikirannya? Bagaimana mungkin Dexter bisa menyukai gadis kecil belia seperti Jelita?Lelaki itu pun membuang napas keras sambil menatap langit-langit kamarnya.Jelita, gadis kecilnya yang amat manis.Dexter masih sangat ingat ketika Mom tiba-tiba menyuruhnya untuk membelikan cheesecake, karena sahabat masa kecil ibunya yang akan berkunjung ke rumah sangat menggemari makanan itu.Dexter yang sedang di jalan saat Mom meneleponnya, otomatis membelokkan setirnya ketika melihat Toko kue Cheese & Us. Dexter tidak pernah ke toko kue itu sebelumnya, namun ia berasumsi dari namanya pasti ada kue cheesecake di situ.Saat ia pertama kali masuk ke dalam toko, Dexter langsung bisa menghirup aroma keju, krim dan buah-buahan yang menyapa lembut indra penciumannya. Ada beberapa refrigerator besar yang berjejer rapi dengan berpintukan kaca, memperlihatkan beraneka macam kue dengan beraneka macam warna dan bentuk.Beberapa karyawan toko langsung menghampiri dan menyapanya dengan sangat ramah, bahkan Dexter tidak heran ketika hampir seluruh mata di situ tiba-tiba saja tertuju padanya saat ia baru melangkah memasuki toko.Ia memang sudah terlalu terbiasa menjadi pusat perhatian.Sekilas, pandangan Dexter menyapu ke seluruh ruangan toko yang tidak terlalu besar itu dan dipenuhi display kue-kue.Lalu pandangannya pun tiba-tiba tertumbuk pada gadis kecil berkaca mata yang menunduk di atas buku tebal, terlihat sangat serius dan tekun membaca.Gadis itu adalah satu-satunya orang yang tidak menatap kepada dirinya, dan entah kenapa hal itu membuat Dexter merasa senang.Ia jadi bisa mengamati lamat-lamat gadis yang menarik perhatiannya itu dengan jelas, menikmati sosoknya yang apa adanya namun sangat manis itu, sejenak sebelum memutuskan untuk mendekatinya.Lalu selanjutnya adalah cerita.Cerita tentang bagaimana Dexter terpesona, bagaimana ia ingin mengenal gadis polos berkacamata itu lebih dekat lagi, dan betapa ia ingin memiliki Jelita.Dexter menghela napas. Ia memang sudah beberapa kali berpacaran--walaupun mungkin hanya 6-7 kali selama dua puluh satu tahun hidupnya--namun baru kali ini Dexter merasakan sesuatu yang aneh tentang perasaannya kepada Jelita.Ada ketakutan yang besar bahwa dia akan menyakiti gadis itu, seperti ada sesuatu yang liar dalam diri Dexter yang ia tahan sekuat tenaga agar tidak menyerbu keluar setiap saat ketika ia melihat Jelita.Apa aku seorang pervert? Menyukai seorang gadis belia dan ingin melakukan sesuatu yang cabul dengannya?Dexter memijit pelipisnya yang berdenyut. Sepertinya kesalahan terbesarnya adalah membawa Jelita ke apartemennya.Bagaimana pun, dia adalah perempuan dan Dexter laki-laki. Dua orang yang berbeda jenis kelamin dalam satu rumah saja bisa menimbulkan rasa, apalagi dua orang yang berbeda jenis kelamin dan saling menyukai.Jam di dinding telah menunjukkan pukul satu dini hari, namun Dexter masih saja belum dapat memejamkan mata. Lelaki itu menghembuskan napas pelan dan pasrah. Sepertinya ia tidak akan bisa tidur malam ini. Dexter terlalu bergairah.Dia sedang menimbang-nimbang apakah sebaiknya ia mencari partner one night stand saja untuk menyalurkan hasrat meledak-ledak kepada Jelita yang dari tadi membuat kepalanya pusing atau tetap berusaha untuk tidur saja.Ck. Tidak. Ia tidak ingin memaksakan kehendaknya kepada gadis itu, tapi ia juga enggan bersama wanita lain selain Jelita.Huh. Makin pusing deh. Gadis kecil itu benar-benar sudah membuat otaknya menjadi kacau.Saat Dexter masih berpikir, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki ringan dari arah luar. Dexter pun pura-pura tidur dan memejamkan matanya saat pintu kamarnya terbuka dengan sangat perlahan.Demi apa pun, Dexter tidak bisa melawan hatinya yang berbunga-bunga saat menghirup aroma manis dari tubuh Jelita yang menguar memenuhi kamarnya.Namun dia masih diam dan pura-pura mendengkur pelan, meskipun jantungnya berdebar keras saat ia merasakan kasur di sampingnya melesak lembut karena tekanan tubuh Jelita.Dexter sedang berbaring telentang saat hembusan napas lembut menerpa wajahnya. Sepertinya wajah Jelita berada cukup dekat dengan wajahnya.Dexter bahkan bisa merasakan tarikan napas tercekat dari gadis itu, seakan dia sedang merasa cemas akan sesuatu."Um... Kak Dexter? Maafkan aku," bisik lirih Jelita."Untuk malam ini saja... aku mohon. Aku benar-benar tersiksa, Kak. Mimpi buruk itu terus saja datang dan makin lama makin mengerikan." suara halus Jelita terasa membelai telinga, membuat Dexter hampir saja membuka matanya.'Shit! Jangan bersuara lembut seperti itu, Jelita! Apa kau tak tahu efeknya bagi lelaki sepertiku??'Dexter terus memaki dalam hati, namun ia tak tega juga mendengar perkataan gadis itu. Apakah Jelita begitu menderita? Kenapa dia begitu terobsesi dengan sebuah pelukan?Pikiran Dexter itu pun sontak terhenti saat ia merasakan sebuah tangan lembut yang bergerak ragu untuk merengkuh pinggangnya.Gerakan tangan Jelita di pinggangnya itu begitu polos, begitu lugu dan benar-benar hanya memeluk tanpa bermaksud untuk menggoda.Tapi entah kenapa justru Dexter malah semakin tergoda. Setengah mati ia berusaha menahan hasratnya, yang ingin meraih tubuh kecil Jelita untuk melepaskan gairah liar yang telah mengaum buas di dalam dirinya.'Tenang, Dexter!' Jika Jelita telah tertidur, ia akan segera mengendap-endap keluar apartemen untuk mencari jalang yang bisa memuaskan dahaganya akan tubuh Jelita.'Bertahanlah. Tunggulah sebentar lagi. Jangan lampiaskan nafsumu yang terlalu besar itu pada gadis kecil ini. Ia tidak akan sanggup menerimanya. Ia akan terluka.'Dexter berusaha mengalihkan pikirannya dari tubuh lembut yang mulai menempel di tubuhnya, berusaha mendirikan benteng sebagai pertahanan terakhir agar dia tidak menyerang Jelita dan tubuh menggiurkannya itu.Tapi semuanya sia-sia dan hancur berantakan saat Dexter mendengar suara desah napas Jelita dan pelukannya yang semakin erat mendekap pinggangnya.Serta-merta Dexter pun membuka mata dan menunduk. Matanya menatap nyalang pada wajah Jelita yang sedang terlelap sambil menempel di lengannya.'Setelah membuat gairahku memuncak, lalu seenaknya saja dia tinggal tidur dengan begitu cepat??'"Hei, Jelita!" sentak Dexter jengkel. Dia sengaja ingin membuat gadis itu terkejut dengan suara kerasnya.Tapi dasar kebo, mata dengan berbulu mata lentik itu masih saja terpejam. Dengkur halus pun masih terdengar dari bibirnya yang penuh itu, menandakan bahwa ia sama sekali tidak terpengaruh oleh DexterMerasa makin kesal, Dexter mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Jelita. Sejenak ia menyusuri wajah gadis belia yang membuatnya panas-dingin itu. Jelita terlihat sangat rapuh dan--entah kenapa--sekaligus sangat seksi di matanya.Seksi dalam pengertian yang lain, dan itu adalah hal baru bagi Dexter. Ia tidak tahu bahwa seorang gadis berkaca mata yang sedang membaca buku tebal bisa begitu seksi.Caranya tersenyum, merengek, tertawa, dan membelalakkan mata juga sangat seksi.'Ada apa denganku? Sudah gila pastinya! Mana mungkin gadis kecil kurus dan polos begini bisa kubilang seksi??'Tiba-tiba terdengar suara Jelita mengguman dalam tidurnya, dan tawa kecil pun keluar dari bibirnya yang merah basah.Dexter hanya bisa membelalakkan mata melihat gerakan dan suara yang tanpa sadar dikeluarkan Jelita. Apa dia mengigau??That's it. Kalau dia tidak bangun juga, aku akan menciumnya sekarang juga.Dengan suara geraman rendah, Dexter mengangkat kedua tangannya untuk meraih pipi mulus seputih susu milik Jelita, dan memagut kasar bibir lembut yang sudah membuatnya benar-benar gila.Ia tidak peduli apapun lagi. Malam ini Jelita harus menjadi miliknya.***~BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA~Setelah mimpi buruknya yang semakin hari semakin mengerikan dan selalu membuatnya terbangun serta gemetar ketakutan, Jelita pun akhirnya bisa bernapas lega ketika melihat Dexter yang sudah nyenyak tertidur di kamarnya.'YES!!! Sekarang aku bisa memeluk Kak Dexter tanpa dia tahu,' pekik gembira Jelita dalam hati. Tanpa menunggu lebih lama, ia pun langsung terlelap saat tangannya telah mendekap tubuh atletis lelaki itu.Tapi... ada yang aneh.Jelita merasa sesuatu yang basah dan hangat melumat kuat bibirnya. Sakit. Perih. Dan karena dua hal itu Jelita pun akhirnya terbangun, dan membelalakkan mata saat ia menatap wajah Dexter yang begitu dekat dengan wajahnya, dengan bibir yang memagut keras bibirnya.Jelita ingin berteriak, namun suaranya bungkam oleh kecupan Dexter yang bergerak liar di bibirnya. Jelita takut sekali, tapi ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk mendorong tubuh pacarnya itu. Jelita pun akhirnya memberontak, menggerak-gerakkan kepalanya untuk
"Saya Dexter Green, wali murid dari Jelita Kanaya." Dexter memperkenalkan diri pada Kepala Sekolah Jelita, yang langsung melotot menatap sosok rupawan dan famous di Indonesia itu. Siapa sih yang tidak kenal dengan Dexter Green? Wajahnya terlalu sering terpampang di televisi!"S-selamat datang, Tuan Dexter. Saya Riana, Kepala Sekolah Brentwood Highschool. Ini Pak Hendrik wali kelas Jelita, dan ini Bu Lena guru BP," sahutnya sambil memperkenalkan diri serta dua orang guru di situ. Lidah Riana mendadak kelu mendapati anak dari orang terkaya nomor satu di Indonesia berdiri langsung di depan matanya sendiri."Jadi, Anda adalah Kakak Asuh dari Jelita Kanaya?" Dexter mengangguk, lalu matanya menatap ke arah Jelita yang duduk di depan para guru dan Kepsek. Wajahnya terlihat pucat, mungkin karena kaget melihat Dexter yang tiba-tiba berada di sekolahnya. Tadi Jelita memang diam-diam mengadu kepada lelaki itu melalui pesan whatsapp tentang situasi di sekolahnya, dan meminta nasihat apa yang
Jelita terbangun dan mengerjap-kerjapkan matanya karena mendengar suara bisik-bisik pelan di dekat ranjang besar tempatnya tidur. "Sudah bangun?"Gadis itu menoleh ke sumber suara yang menegurnya lembut, suara Dexter. Namun matanya pun membelalak kaget saat melihat sosok wanita elegan berambut pirang yang sedang duduk di sofa di samping Dexter. Wanita itu menatap wajahnya lekat-lekat."Aaaaaaaarrgghh!!" jerit Jelita sambil kembali menarik selimut menutupi wajahnya. 'Si-siapa itu?? Siapa wanita berambut pirang yang duduk di sebelah Dexter??''Tunggu sebentar. Sepertinya aku mengenal wajahnya...'Jelita meneguk ludahnya dengan susah payah. Wanita cantik berambut pirang dengan warna lmata caramel itu adalah Heaven Green, ibu dari Dexter!!Jelita menatap tubuh polosnya yang tertutup selimut, dan mengerang dalam hati.'Ya Tuhan. Kenapa aku harus bertemu wanita itu di posisi seperti ini?? Aaarghhh... rasanya ia ingin sekali menghilang ditelan bumi!!!'"Mom, please... kasihan Jelita. Dia p
Ketika Jelita mengira ia bisa selamat dari Zikri dan kelakuannya yang absurd itu, masalah baru pun datang. Bu Siska menugaskan siswanya membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang, untuk mengerjakan tugas Sosiologi dan untuk presentasi di depan kelas.Karena tidak ada yang mau menjadikan Jelita teman kelompok, maka mau tidak mau terpaksa ia pun menerima ajakan Zikri untuk bekerja sama, meskipun sebenarnya sangat enggan."Papaku punya cafe di daerah Kemang, kita kerjakan tugasnya di sana saja," Zikri mengusulkan pada Jelita yang sedang membereskan perlengkapan sekolahnya. Waktu sekolah telah usai dan para siswa berlarian keluar kelas untuk pulang.Jelita mendelik. "Mana ada ngerjain tugas di cafe? Nggak ah. Kita ke perpus aja," tolaknya sambil menarik risleting tas ranselnya. "Jangan di perpus, kita ke toko buku saja. Beli semua buku yang diperlukan, lalu mengerjakan tugas untuk presentasinya di coffeeshop di lantai dua." Jelita hendak memprotes, tapi Zikri keburu menarik tangan
"Manisnya."Heaven tidak bisa tidak mengakui hal itu saat menatap kedatangan Jelita dan Dexter yang baru saja turun dari mobil.Gadis belia itu masih mengenakan seragam SMA dan Heaven juga baru mengetahui ternyata ia memakai kaca mata berbingkai hitam yang membuatnya makin terlihat polos dan menggemaskan. Pantas saja anaknya sampai tergila-gila seperti itu. Namun wanita yang masih terlihat sangat cantik di usianya yang sudah menginjak empat puluhan itu merasa was-was. Jelita masih terlalu belia. Ia masih sekolah! Apalagi Dexter bercerita bahwa dia yatim piatu yang bahkan dibuang dari panti asuhannya sendiri. Heaven sudah mewanti-wanti anaknya agar selalu berlaku lembut pada Jelita, karena ia sudah banyak menderita. Jangan sampai Dexter menambah panjang penderitaan gadis yatim-piatu yang pasti membutuhkan kasih sayang itu.Dan entah kenapa, Heaven menyukai gadis itu sejak pertama kali melihatnya tertidur di kamar Dexter. Wajahnya yang polos dan sikapnya yang malu-malu membuat wan
*Happy reading*---Jelita sangat bahagia. Rasanya hatinya ingin meledak menjadi serpihan-serpihan yang berkerlap-kerlip dan bercahaya di udara. Ia masih tak percaya bahwa seorang Dexter Green ternyata akan bertunangan dengannya! Dirinya yang hanya seorang yatim piatu, yang bahkan telah dibuang oleh pengurus panti asuhannya sendiri, yang memiliki rasa insecure parah karena merasa tidak dicintai dan diinginkan oleh siapa pun. Namun sekarang ada seseorang yang seluarbiasa itu yang menginginkannya!Kebahagiaan yang dirasakan Jelita terasa tumpah-ruah, terlalu besar untuk ia tanggung sendiri. Sehingga akhirnya ia pun memutuskan untuk berbagi kebahagiaan ini dengan Kevin dan Kak Tania. Jelita memutuskan untuk lebih dulu menelepon Kak Tania. Ia sudah tak sabar untuk bercerita!"Halo, Kak. Ini Jelita. Apa kabar?""Jelita! Ya ampun, apa kabarmu? Aku baik-baik saja, cuma agak kesal aja karena sudah beberapa hari ini nggak punya teman ngobrol sejak kamu cuti kerja.""Jangan ngambek gitu do
"Dexter, buka pintunya!" teriak Heaven dari balik pintu. Shit. Dexter benar-benar lupa kalau malam ini ibunya menginap di sini!!Dengan terpaksa, ia membuka lock pintu kamar yang juga merupakan pintu lift karena akses satu-satunya ke lantai empat adalah lift yang langsung terbuka di kamarnya. Jelita buru-buru menutupi bagian atas tubuhnya yang tersingkap dengan selimut. Ia ingin mencari kaus pink-nya namun entah kemana Dexter membuangnya."Jelita, are you okay?" Heaven yang langsung menerebos masuk saat Dexter membuka kunci otomatis pintu lift, bergegas berjalan ke ranjang untuk menemui Jelita."Mom, Jelita baik-baik saja! Apa Mom mengira aku mau mencelakainya?" sergah Dexter kesal. Heaven mengabaikan protes anaknya itu dan tetap saja menatap Jelita dengan seksama. "Jika Dexter menyakitimu, jangan takut untuk mengatakannya kepada Tante ya?""Iya, tante," sahut Jelita. Ia sedikit jengah karena Heaven terus mengamatinya lekat-lekat, meskipun di satu sisi ada perasaan senang karena di
Bel istirahat siang berbunyi. Dan seperti biasa, Jelita tidak ikut ke kantin karena Dexter telah membekalinya makanan dari rumah yang dimasak oleh Bi Ani, asisten rumah tangga di rumah Dexter. Lelaki itu hanya ingin memastikan bahwa Jelita hanya akan memakan makanan yang bergizi dan sehat. Kevin mendatangi kelas Jelita dan melihat Zikri yang masih duduk santai di kursinya, di samping Jelita. "Kamu nggak ke kantin, Zik?" sapa Kevin sambil melirik ke arah bekal makanan Jelita yang terlihat lezat. Zikri menggeleng. "Nanti juga akan ada yang memberiku makanan," tukasnya santai sambil melipat kedua tangannya menumpu di belakang kepala. Zikri memang disukai banyak cewek di sekolah. Dia kaya dan tampan, sehingga banyak yang ingin menjadi pacarnya.Dan benar saja, tidak berapa lama kemudian dua orang cewek dari kelas lain masuk ke dalam kelas mereka, dengan malu-malu memberikan bekal makanan bento ala Jepang dan minuman boba untuk Zikri. Zikri sengaja memberikan senyum manis terbaiknya
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf