"Saya Dexter Green, wali murid dari Jelita Kanaya." Dexter memperkenalkan diri pada Kepala Sekolah Jelita, yang langsung melotot menatap sosok rupawan dan famous di Indonesia itu.
Siapa sih yang tidak kenal dengan Dexter Green? Wajahnya terlalu sering terpampang di televisi!"S-selamat datang, Tuan Dexter. Saya Riana, Kepala Sekolah Brentwood Highschool. Ini Pak Hendrik wali kelas Jelita, dan ini Bu Lena guru BP," sahutnya sambil memperkenalkan diri serta dua orang guru di situ.Lidah Riana mendadak kelu mendapati anak dari orang terkaya nomor satu di Indonesia berdiri langsung di depan matanya sendiri."Jadi, Anda adalah Kakak Asuh dari Jelita Kanaya?"Dexter mengangguk, lalu matanya menatap ke arah Jelita yang duduk di depan para guru dan Kepsek. Wajahnya terlihat pucat, mungkin karena kaget melihat Dexter yang tiba-tiba berada di sekolahnya.Tadi Jelita memang diam-diam mengadu kepada lelaki itu melalui pesan w******p tentang situasi di sekolahnya, dan meminta nasihat apa yang harus ia lakukan.Namun Jelita benar-benar tidak menyangka jika Dexter malah benar-benar mendatangi sekolahnya!"Apa ada masalah dengan Jelita?" tatapan tajam dan mengintimidasi ditujukan Dexter kepada semua yang ada di situ, terkecuali Jelita."Tidak... tidak," Riana mulai berusaha untuk menjaga kembali wibawanya setelah tadi hilang sejenak karena kedatangan Dexter yang fenomenal."Sama sekali tidak ada masalah, Tuan Dexter. Hanya sedikit kesalahpahaman dan sudah diluruskan sekarang," tukasnya sambil tersenyum."Bagus," ucap Dexter dengan wajah lega. "Kalau begitu saya hanya ingin memberikan ini," ia menyerahkan selembar kertas cek kepada Riana yang terkejut tidak menyangka."Sedikit donasi untuk pengembangan kegiatan belajar di sekolah."Mata Riana terbelalak lebar saat membaca nominal yang tertera di cek tersebut. Dexter Green memberi donasi sebanyak 10 milyar? Wow!!"Terima kasih atas kebaikan hati Anda, Tuan Dexter. Saya memang ingin menambah jumlah beasiswa untuk murid berprestasi yang tidak mampu. Dengan donasi dari Anda, maka hal itu akan segera dapat terwujud," ucap Riana tanpa menutupi rasa gembiranya."Sama-sama Bu Riana. Saya juga berharap Jelita bisa belajar dengan baik di sini, mohon bimbingan dari para guru semua untuk mendidik Adik Asuh saya," balas Dexter sambil tersenyum dan melirik Jelita yang dari tadi hanya tertunduk sambil meremas-remas jemarinya, terlihat cemas."Jelita murid kami yang sangat cerdas, Tuan Dexter. Selama bersekolah di sini selalu meraih peringkat pertama. Dia juga peraih juara umum lomba pidato bahasa inggris selama dua tahun berturut-turut. Anda pasti sangat bangga memiliki Adik Asuh sepintar Jelita," ucap Riana.Kali ini Dexter menatap lekat Jelita yang malah makin menunduk dengan wajah memerah karena malu. Menggemaskan sekali pacar kecilnya ini!Dexter tahu dia pintar, tapi tidak menyangka jika sepintar itu. Ah, rasanya ia ingin sekali mencium bibir manis Jelita dan mengulang percintaan mereka semalam."Ya, saya sangat bangga dengan prestasi Jelita. Saya pastikan Adik Asuh saya ini akan makin tekun belajar mulai sekarang, Bu Riana. Namun saya mohon ijin untuk membawa Jelita karena ada keperluan sebentar. Apakah boleh?"Jelita mengangkat wajahnya yang mengernyit untuk menatap Dexter heran. Keperluan? Keperluan apa?"Tentu, Tuan Dexter. Silahkan jika memang ada keperluan yang mendesak," sahut Riana sambil tersenyum."Terima kasih. Kalau begitu saya dan Jelita pamit dulu." Dexter pun berdiri dan mengangguk pada guru BP dan Pak Hendrik Wali Kelas Jelita yang sedari tadi hanya diam menatapnya.Jelita ikut berdiri dan buru-buru pamit sambil mencium tangan tiga orang yang dia hormati itu sebelum berlari mengejar Dexter."Kak, kenapa datang ke sini?" tanya Jelita dengan terengah, yang berusaha menjajari langkah lebar Dexter.Dexter menatap Jelita dengan mata caramelnya yang bersinar-sinar. "Bukannya kamu tadi bilang sedang bingung? Aku hanya ingin membantumu, Jelita. And by the way, aku suka dengan alasan Kakak Asuh itu. Smart Girl," tukas Dexter sambil tertawa pelan dan membukakan pintu Maserati-nya untuk Jelita."Dan aku juga sangat menyukai gadis yang pintar," bisiknya penuh arti di telinga Jelita, saat gadis itu berjalan melewatinya untuk masuk ke dalam mobil.Jelita pun hanya diam sambil menggigit bibirnya dengan wajah yang merona."Terus, kita mau kemana?" tanya Jelita lagi saat mobil mereka sudah melaju keluar dari gerbang sekolah."Ke rumahku," sahut Dexter pendek.Mata Jelita seketika membulat. "Rumah? Maksudnya, apartemen Kak Dexter?"Lelaki itu menggeleng sambil terus fokus menatap jalanan di depannya. "Bukan apartemen. Mulai sekarang kita tinggal di rumahku, Jelita. Rumah yang juga nantinya akan menjadi milikmu."***Jelita masih tercengang mengagumi rumah super mewah empat lantai milik Dexter, saat lelaki itu malah menarik tubuhnya ke dalam lift dan menggigit bibirnya dengan lembut setelah pintu lift itu tertutup."Kak Dexter...," bisik Jelita tercekat, saat tangan Dexter menyusuri dan mengelus paha mulus Jelita yang masih terbalut rok sekolah."Sst... jangan menolak, Baby. Aku benar-benar tidak sanggup menahannya lebih lama lagi," ucap Dexter dengan suara serak penuh hasrat. Jarinya mulai bergerak membuka kancing baju seragam Jelita, sementara mata caramel-nya mengunci tatapan pada mata bening gadisnya yang berlapis lensa.Saat terdengar nada "ting" pelan, pintu lift itu pun terbuka langsung di lantai empat, lantai dimana kamar pribadi Dexter berada. Kamar yang juga dilengkapi dengan walk-in closet yang luas, bioskop pribadi, dapur bersih, ruang kerja, perpustakaan dan gym.Dexter menggendong tubuh Jelita keluar dari lift tanpa melepaskan pagutannya dari bibir gadis itu, sementara baju seragamnya terlihat kusut dengan seluruh kancing yang terbuka akibat perbuatan Dexter.Hati kecil Jelita sesungguhnya ingin menolak semua sentuhan provokatif Dexter yang akan berujung pada percintaan panas dan gila-gilaan seperti semalam, namun ia terlalu takut.Ia takut Dexter akan meninggalkannya. Ia takut ditinggalkan sendirian. Ia takut Dexter mencampakkannya seperti yang dilakukan Bu Dira pada Jelita. Ia takut dibuang seperti tissue bekas yang tidak berharga.Selain itu, sebenarnya ia sangat menyukai dekapan hangat yang diberikan Dexter setiap kali mereka selesai bercinta. Dekapan yang entah kenapa selalu membuat hatinya tenang dan damai, meskipun seluruh tubuhnya serasa remuk.Maka Jelita pun membiarkannya. Membiarkan apapun yang dilakukan oleh Dexter padanya.Bahkan saat ia melotot kaget saat Dexter mengeluarkan borgol dari kulit berwarna hitam, yang dipasang di leher dan menyatu dengan tangan dan kakinya. Jelita merasa kikuk karena posisi tubuhnya sekarang begitu aneh, dengan tubuh yang telungkup di kasur dan tangannya terlipat dekat leher. Sementara kakinya terlipat ke bagian belakang tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalam merah muda."Shit!! Kamu seksi sekali, Jelita!" bisik tajam Dexter. Gairahnya yang meluap-luap bagaikan air bah yang terpantul dari matanya yang menyorot penuh damba pada seluruh tubuh gadis kecilnya."Sekarang aku akan menutup matamu, Jelita. Nikmati saja perjalanan ini," ucap Dexter lembut sebelum menutup mata Jelita dengan blindfold.Jelita baru mengenal bercinta semenjak Dexter yang mengenalkannya.Ia masih terlalu belia dan polos untuk hal-hal yang berbau kenikmatan duniawi seperti itu, namun terlalu segan untuk menolak Dexter yang terlihat begitu bersemangat menjelajahi dan menyusuri setiap lekuk tubuhnya, seakan dirinya adalah wahana yang menyenangkan untuk tempat lelaki itu berpetualang.Jelita yang lugu dan sangat minim pengalaman itu justru semakin membuat birahi Dexter meledak-ledak tak tertahankan.Berulang kali Dexter mencambuk tubuh Jelita dengan cambuk kulit yang meninggalkan rona kemerahan di kulitnya yang seputih pualam, membuat gadis itu merintih menahan perih. Jelita tidak dapat berbuat apa-apa, karena leher, tangan dan kaki yang diborgol.Ia hanya menjadi pihak submisif yang pasif dan hanya bisa menerima. Sementara Dexter adalah dominan, yang memiliki kekuasaan dan kendali penuh dalam kegiatan intim mereka.Entah sudah berapa kali Dexter mendapatkan pelepasannya, dengan tubuh Jelita sebagai tempat ia melepaskan cairannya hingga membuat seluruh tubuh gadis itu basah. Dexter tidak pernah merasakan sebergairah ini kepada perempuan sebelumnya.Dan ketika gairah itu perlahan menurun, Dexter pun melepaskan borgol kulit dari tubuh Jelita, meninggalkan bekas kemerahan di kulit putihnya.Dexter tersenyum, dan mengecup pelan bibir seksi yang membengkak akibat ulahnya. "Terima kasih, Baby. Aku akan memandikanmu sekarang," ucapnya lembut sambil membawa tubuh Jelita yang lemas tanpa tenaga tersisa ke dalam kamar mandi.***Jelita masih tertidur di kamar Dexter karena kelelahan yang amat sangat. Dexter sendiri sedang duduk di bioskop pribadinya untuk menonton film, saat lift menuju kamarnya berdenting dan pintunya pun perlahan terbuka.Seorang wanita cantik berambut pirang dan bermata caramel memasuki kamar Dexter. Ia adalah Heaven, mantan supermodel dan ibunda Dexter yang berniat memberi kejutan dengan mendatangi kediaman pribadi putra tercintanya.Mata yang sama dengan mata Dexter itu sempat membulat sempurna, saat mendapati seorang gadis belia yang tertidur telungkup di ranjang Dexter. Punggungnya polosnya tersingkap, menampakkan kulit putih sehalus porselen.Jantungnya berdetak begitu kencang saat wanita berusia empat puluhan itu berjingkat-jingkat mendekati ranjang untuk memperhatikan wajah gadis belia itu dengan lebih seksama.'Damned it, Dexter! Dia masih sangat kecil!!'Heaven bersungut-sungut dalam hati sambil memaki anak semata wayangnya yang pervert. Bagaimana mungkin Dexter meniduri gadis sekecil ini???!!Dengan langkah lebar namun sangat pelan, Heaven berjalan ke seluruh ruangan untuk mencari anaknya yang sudah tidak waras itu.Dan akhirnya Heaven menemukan Dexter yang sedang tertawa-tawa menonton film komedi di ruang bioskop mini. Serta-merta, wanita itu mengendap-endap dari belakang untuk menjewer keras telinga anaknya."Aaaaawww!!! Mom! What are you doing?? Aaawww!!! Stop it, Mom!" jerit Dexter saat Heaven menjewernya tanpa ampun."Dexter!! Are you crazy?? Kenapa wanita pertama yang kamu bawa ke rumah adalah gadis sekecil itu, hahh??!!! Dia masih sangat kecil, Dex!!!" jerit Mamanya dengan mata berkilat-kilat penuh kemarahan.Uh-oh. Gawat.Sepertinya Mom sudah melihat Jelita.***Jelita terbangun dan mengerjap-kerjapkan matanya karena mendengar suara bisik-bisik pelan di dekat ranjang besar tempatnya tidur. "Sudah bangun?"Gadis itu menoleh ke sumber suara yang menegurnya lembut, suara Dexter. Namun matanya pun membelalak kaget saat melihat sosok wanita elegan berambut pirang yang sedang duduk di sofa di samping Dexter. Wanita itu menatap wajahnya lekat-lekat."Aaaaaaaarrgghh!!" jerit Jelita sambil kembali menarik selimut menutupi wajahnya. 'Si-siapa itu?? Siapa wanita berambut pirang yang duduk di sebelah Dexter??''Tunggu sebentar. Sepertinya aku mengenal wajahnya...'Jelita meneguk ludahnya dengan susah payah. Wanita cantik berambut pirang dengan warna lmata caramel itu adalah Heaven Green, ibu dari Dexter!!Jelita menatap tubuh polosnya yang tertutup selimut, dan mengerang dalam hati.'Ya Tuhan. Kenapa aku harus bertemu wanita itu di posisi seperti ini?? Aaarghhh... rasanya ia ingin sekali menghilang ditelan bumi!!!'"Mom, please... kasihan Jelita. Dia p
Ketika Jelita mengira ia bisa selamat dari Zikri dan kelakuannya yang absurd itu, masalah baru pun datang. Bu Siska menugaskan siswanya membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang, untuk mengerjakan tugas Sosiologi dan untuk presentasi di depan kelas.Karena tidak ada yang mau menjadikan Jelita teman kelompok, maka mau tidak mau terpaksa ia pun menerima ajakan Zikri untuk bekerja sama, meskipun sebenarnya sangat enggan."Papaku punya cafe di daerah Kemang, kita kerjakan tugasnya di sana saja," Zikri mengusulkan pada Jelita yang sedang membereskan perlengkapan sekolahnya. Waktu sekolah telah usai dan para siswa berlarian keluar kelas untuk pulang.Jelita mendelik. "Mana ada ngerjain tugas di cafe? Nggak ah. Kita ke perpus aja," tolaknya sambil menarik risleting tas ranselnya. "Jangan di perpus, kita ke toko buku saja. Beli semua buku yang diperlukan, lalu mengerjakan tugas untuk presentasinya di coffeeshop di lantai dua." Jelita hendak memprotes, tapi Zikri keburu menarik tangan
"Manisnya."Heaven tidak bisa tidak mengakui hal itu saat menatap kedatangan Jelita dan Dexter yang baru saja turun dari mobil.Gadis belia itu masih mengenakan seragam SMA dan Heaven juga baru mengetahui ternyata ia memakai kaca mata berbingkai hitam yang membuatnya makin terlihat polos dan menggemaskan. Pantas saja anaknya sampai tergila-gila seperti itu. Namun wanita yang masih terlihat sangat cantik di usianya yang sudah menginjak empat puluhan itu merasa was-was. Jelita masih terlalu belia. Ia masih sekolah! Apalagi Dexter bercerita bahwa dia yatim piatu yang bahkan dibuang dari panti asuhannya sendiri. Heaven sudah mewanti-wanti anaknya agar selalu berlaku lembut pada Jelita, karena ia sudah banyak menderita. Jangan sampai Dexter menambah panjang penderitaan gadis yatim-piatu yang pasti membutuhkan kasih sayang itu.Dan entah kenapa, Heaven menyukai gadis itu sejak pertama kali melihatnya tertidur di kamar Dexter. Wajahnya yang polos dan sikapnya yang malu-malu membuat wan
*Happy reading*---Jelita sangat bahagia. Rasanya hatinya ingin meledak menjadi serpihan-serpihan yang berkerlap-kerlip dan bercahaya di udara. Ia masih tak percaya bahwa seorang Dexter Green ternyata akan bertunangan dengannya! Dirinya yang hanya seorang yatim piatu, yang bahkan telah dibuang oleh pengurus panti asuhannya sendiri, yang memiliki rasa insecure parah karena merasa tidak dicintai dan diinginkan oleh siapa pun. Namun sekarang ada seseorang yang seluarbiasa itu yang menginginkannya!Kebahagiaan yang dirasakan Jelita terasa tumpah-ruah, terlalu besar untuk ia tanggung sendiri. Sehingga akhirnya ia pun memutuskan untuk berbagi kebahagiaan ini dengan Kevin dan Kak Tania. Jelita memutuskan untuk lebih dulu menelepon Kak Tania. Ia sudah tak sabar untuk bercerita!"Halo, Kak. Ini Jelita. Apa kabar?""Jelita! Ya ampun, apa kabarmu? Aku baik-baik saja, cuma agak kesal aja karena sudah beberapa hari ini nggak punya teman ngobrol sejak kamu cuti kerja.""Jangan ngambek gitu do
"Dexter, buka pintunya!" teriak Heaven dari balik pintu. Shit. Dexter benar-benar lupa kalau malam ini ibunya menginap di sini!!Dengan terpaksa, ia membuka lock pintu kamar yang juga merupakan pintu lift karena akses satu-satunya ke lantai empat adalah lift yang langsung terbuka di kamarnya. Jelita buru-buru menutupi bagian atas tubuhnya yang tersingkap dengan selimut. Ia ingin mencari kaus pink-nya namun entah kemana Dexter membuangnya."Jelita, are you okay?" Heaven yang langsung menerebos masuk saat Dexter membuka kunci otomatis pintu lift, bergegas berjalan ke ranjang untuk menemui Jelita."Mom, Jelita baik-baik saja! Apa Mom mengira aku mau mencelakainya?" sergah Dexter kesal. Heaven mengabaikan protes anaknya itu dan tetap saja menatap Jelita dengan seksama. "Jika Dexter menyakitimu, jangan takut untuk mengatakannya kepada Tante ya?""Iya, tante," sahut Jelita. Ia sedikit jengah karena Heaven terus mengamatinya lekat-lekat, meskipun di satu sisi ada perasaan senang karena di
Bel istirahat siang berbunyi. Dan seperti biasa, Jelita tidak ikut ke kantin karena Dexter telah membekalinya makanan dari rumah yang dimasak oleh Bi Ani, asisten rumah tangga di rumah Dexter. Lelaki itu hanya ingin memastikan bahwa Jelita hanya akan memakan makanan yang bergizi dan sehat. Kevin mendatangi kelas Jelita dan melihat Zikri yang masih duduk santai di kursinya, di samping Jelita. "Kamu nggak ke kantin, Zik?" sapa Kevin sambil melirik ke arah bekal makanan Jelita yang terlihat lezat. Zikri menggeleng. "Nanti juga akan ada yang memberiku makanan," tukasnya santai sambil melipat kedua tangannya menumpu di belakang kepala. Zikri memang disukai banyak cewek di sekolah. Dia kaya dan tampan, sehingga banyak yang ingin menjadi pacarnya.Dan benar saja, tidak berapa lama kemudian dua orang cewek dari kelas lain masuk ke dalam kelas mereka, dengan malu-malu memberikan bekal makanan bento ala Jepang dan minuman boba untuk Zikri. Zikri sengaja memberikan senyum manis terbaiknya
"Dexter, stop..." Jelita merasa melayang dan mendesah dengan penuh hasrat, namun di saat yang bersamaan ia sadar kalau ini tidak benar. Mereka sedang bermesraan di pinggir jalan raya yang penuh dengan lalu lalang kendaraan! Meskipun kaca Maserati ini sangat gelap, tetap saja bercinta di mobil sangat berisiko ketahuan dan pelakunya pun pasti akan dipermalukan. Jelita menjambak kuat rambut caramel lebat milik Dexter yang sedang berada di dadanya, membuat kepala lelaki itu sedikit menjauh dari bukit lembut milik Jelita yang terpampang terbuka dan sedang ia manjakan tadi."Stop, please. Ini di jalan raya," pinta Jelita dengan napas yang masih terengah akibat belaian lidah Dexter yang liar menjelajahi dadanya.Dexter tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya melihat wajah Jelita yang merona. Ia mengecup singkat dua puncak pink basah yang menggemaskan itu sebelum mengangkat pinggang Jelita dan meletakkan tubuhnya kembali ke kursi penumpang di sampingnya."Kamu benar, Sayang. Lagipula ki
Dexter memasuki The Coffee Craved, sebuah coffeeshop langganannya dimana pemiliknya adalah Putra, teman SMU-nya dulu. Ia sudah mengenal para barista dan waitress, bahkan telah memiliki spot tersendiri yang khusus disediakan Putra hanya untuk Dexter.Cukup lama juga ia tidak ke sini. Terakhir kalinya adalah waktu Dexter sedang kesal karena Jelita lebih memilih mengobati luka Kevin daripada pergi dengannya, dan ia hanya bisa duduk di sini sambil mengawasi GPS ponsel Jelita yang masih tidak bergerak dari pantai waktu itu.Sayang sekali temannya Putra hari ini tidak bisa datang dan menemani Dexter di cofeeshop, sehingga ia pun memutuskan untuk menikmati secangkir espresso sendirian sambil mengamati grafik pergerakan saham serta melakukan financial analysis. Ya, Dexter memang berbohong tadi saat mengatakan kepada ibunya bahwa ia hendak bertemu teman. Sebenarnya Dexter hanya memberikan waktu kepada Heaven untuk ngobrol santai dengan Jelita. Ia tahu kalau ibunya menyayangi Jelita dan suda
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf