"Manisnya."
Heaven tidak bisa tidak mengakui hal itu saat menatap kedatangan Jelita dan Dexter yang baru saja turun dari mobil.Gadis belia itu masih mengenakan seragam SMA dan Heaven juga baru mengetahui ternyata ia memakai kaca mata berbingkai hitam yang membuatnya makin terlihat polos dan menggemaskan.Pantas saja anaknya sampai tergila-gila seperti itu.Namun wanita yang masih terlihat sangat cantik di usianya yang sudah menginjak empat puluhan itu merasa was-was.Jelita masih terlalu belia. Ia masih sekolah! Apalagi Dexter bercerita bahwa dia yatim piatu yang bahkan dibuang dari panti asuhannya sendiri.Heaven sudah mewanti-wanti anaknya agar selalu berlaku lembut pada Jelita, karena ia sudah banyak menderita.Jangan sampai Dexter menambah panjang penderitaan gadis yatim-piatu yang pasti membutuhkan kasih sayang itu.Dan entah kenapa, Heaven menyukai gadis itu sejak pertama kali melihatnya tertidur di kamar Dexter.Wajahnya yang polos dan sikapnya yang malu-malu membuat wanita itu yakin bahwa Jelita bukanlah seorang jalang.Tapi Dexter-lah yang menjadikannya seperti itu."Halo, Sayang," Heaven merengkuh tubuh Jelita dan memeluknya hangat.Rasanya seperti memiliki anak perempuan yang hampir saja ia miliki bertahun-tahun yang lalu. Jika saja Destiny hidup, mungkin usianya tidak terpaut jauh dari Jelita.Jelita tertegun, sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan pelukan erat dari Heaven."Ha-halo, Ma'am..." dengan kaku dan terbata ia membalas pelukan serta sapaan dari ibunda Dexter.Heaven tersenyum. "Panggil saya tante saja, Jelita.""Uhm... iya... tante... A-apa kabar, tante?"Heaven terkekeh melihat Jelita yang gugup. Dengan santai, ia memeluk bahu gadis itu untuk membawanya masuk ke dalam rumah Dexter.Karena masih sore dan belum waktunya makan malam, maka Jelita minta ijin dulu untuk mandi dan berganti pakaian di kamar."Oke. Setelah mandi langsung turun ke sini ya. Kita ngobrol sambil minum teh," ucap Heaven yang dibalas dengan anggukan dari Jelita.Gadis itu pun segera melangkahkan kakinya menuju lift untuk naik ke lantai empat, kamarnya Dexter.Heaven menahan lengan anak laki-laki semata wayangnya itu ketika melihatnya ingin menyusul Jelita ke dalam lift."Mau kemana?" tanya Heaven sambil menatap tajam anaknya."Demi Tuhan, Dexter! Jelita masih lelah setelah pulang dari sekolah. Biarkan dia mandi dan istirahat! Jangan terus mengganggunya."Dexter mendesah pelan. Sangat tidak menyenangkan jika mamanya ini mulai ikut campur dalam kehidupan pribadinya!"Mom, aku hanya mau membantunya. Jelita masih bingung dengan tata letak bajunya di walk-in closet," Dexter beralasan sambil tersenyum dan mencium lembut jemari ibunya."Boleh, ya?" rayunya dengan mata puppy eyes.Sekarang malah ganti Heaven yang mendesah. Rayuan Dexter memang selalu dapat meruntuhkan amarahnya, dan pada akhirnya membuat Heaven luluh.Dexter pun tersenyum menang dan mengecup pipi mamanya sebelum berlari ke arah lift.***Jelita sedang mengguyur seluruh tubuhnya di bawah shower dan sama sekali tidak menyadari saat Dexter memasuki kamar mandi dengan perlahan.Lelaki itu memang sengaja merusak kunci kamar mandi agar dia bisa leluasa masuk ke dalam dan bisa menikmati tubuh indah Jelita seperti sekarang ini.Gairahnya langsung memuncak melihat Jelita yang sedang menyabuni seluruh tubuhnya sambil bersenandung pelan.Tubuh mulus itu telihat licin dan berkilau karena air, membuat Dexter benar-benar terpesona dan mulai menanggalkan bajunya satu-persatu.Entah kenapa ia begitu tergila-gila dengan tubuh Jelita yang belia, ia tidak bisa untuk tidak menyentuhnya setiap saat karena begitu mencanduinya.Naluri hewan dalam diri Dexter seakan mengaum dengan buas melihat punggung halus dan lekuk cantiknya, membuat lelaki itu ingin segera menuntaskan rasa lapar yang hanya bisa dipuaskan oleh tubuh Jelita.Gadis itu memekik kaget ketika sepasang tangan kekar memeluk pinggang rampingnya dari belakang."Kak Dexter?!" Jelita terkejut saat melihat Dexter di belakangnya, menghujani kecupan penuh gairah di leher dan punggungnya yang polos.Tangannya sudah menjamah tubuh Jelita kemana-mana, dengan sengaja memberikan sensasi kenikmatan untuk dirinya dan juga gadisnya yang menggiurkan ini."Aku kelaparan dan kehausan, Jelita. Ingin memakan dan meminummu sekaligus. Boleh kan?" tanya lelaki itu dengan mata caramel indahnya yang bersinar cemerlang menatap Jelita.Dan di bawah shower itu, Dexter mengangkat tubuh Jelita, dengan keras menghujamkan miliknya yang telah menegang ke dalam lembah kehangatan gadisnya yang cantik ini.Gairah benar-benar telah mengambil alih segala logika, menyisakan hasrat liar yang terus mengalir dengan derasnya.Dexter terus memacu tanpa henti, semakin lama semakin cepat sehingga Jelita pun tak sanggup membendung gelombang yang meletup-letup di seluruh tubuhnya, lalu pecah dan berhamburan di perutnya.Teriakan Jelita yang memanggil namanya membuat Dexter semakin gila.Shit!! Gadisnya ini seksi sekali saat sedang mendapatkan pelepasan.Dan cukup dengan melihat Jelita yang menyandarkan tubuhnya yang lemas dan puas di bahunya, Dexter pun akhirnya juga mendapatkan pelepasan yang sama hebatnya.Untunglah Dexter hanya menyetubuhi Jelita satu kali, karena kakinya tidak akan bisa menapak jika lelaki itu melakukannya berkali-kali seperti yang biasa ia lakukan.Apalagi kalau memakai borgol kulit seperti tadi pagi, bisa-bisa Jelita langsung pingsan kelelahan karena Dexter yang tidak bisa berhenti melahapnya.Dan sekarang Jelita, Dexter dan Heaven sedang duduk di taman belakang yang sangat luas. Bahkan Jelita terkejut saat menyadari ada kolam renang besar di halaman belakang.Juga ada beberapa kursi malas untuk berjemur dan payung warna putih untuk menahan sinar matahari.Heaven menyesap chamomile tea-nya sambil terus menatap Jelita yang asik mengunyah biskuit mentega home made rasa jeruk.Tanpa merasa jengah, Dexter duduk di belakang Jelita sambil memeluk tubuh gadis itu dan menaruh dagunya di bahu Jelita. Mereka terlihat seperti pasangan yang sedang kasmaran.Ralat, HANYA DEXTER yang terlihat kasmaran.Sementara Jelita... entahlah. Dia seperti Alice yang terjebak di Wonderland, sebuah dunia baru yang aneh dan mencengangkan bagi jiwanya yang masih polos, berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang membingungkan ini.Heaven merasa kasihan dengan Jelita. Oh, gadis itu memang sangat menyukai Dexter sudah pasti.Hanya saja sorot mata lugu itu seperti tersesat dan terperangkap. Ya Tuhan. Dexter pasti telah membuat gadis polos itu dewasa sebelum waktunya."Jelita," Heaven memanggilnya sambil menaruh cangkir teh di dalam tatakannya di atas meja. "Apa cita-citamu?" tanya wanita itu.Jelita menelan biskuit lezat ke dalam tenggorokannya sebelum menjawab pertanyaan ibunda Dexter itu."Uhm... jujur saya belum yakin mengenai cita-cita, tapi saya suka membaca tentang hukum internasional dan hukum perdata, Tante," sahut Jelita dengan mata berbinar-binar.Bola mata Heaven pun membulat. "Wow, kamu menyukai hukum? Itu bagus sekali! Lalu apa kamu sudah memutuskan untuk kuliah dimana?"Jelita menggeleng. "Saya sudah memasukkan aplikasi beasiswa untuk kuliah di Harvard dan Yale, tapi rasanya pesimis bisa tembus, hehe..." tukas Jelita sambil nyengir.Dexter yang mendengar ucapan Jelita langsung menegakkan kepalanya. "Kenapa pesimis? Kamu tidak perlu mengandalkan beasiswa, Jelita! Biar aku yang membiayai kuliahmu dimana pun kamu mau. Tugasmu hanya belajar yang rajin agar bisa lulus tes masuknya saja," tukas Dexter panjang lebar.Jelita terlihat kaget dan langsung menundukkan wajahnya yang merona karena perkataan Dexter barusan.Sambil membenarkan letak kaca mata, Jelita pun bertanya-tanya. Apa benar pacarnya itu mau membiayai kuliahnya? Serius? Ah, rasanya Jelita seperti sedang bermimpi!Heaven tertawa pelan melihat sikap malu-malu Jelita yang menggemaskan itu. "Dexter benar. Dia bisa membiayai kuliahmu nanti dimana pun kamu mau, Jelita. Ngomong-ngomong, apa kamu sudah tahu apa pekerjaan Dexter selama ini?"Jelita mengangkat wajahnya dan menggeleng kepada Heaven. Ia baru menyadari bahwa sedikit sekali yang ia ketahui tentang Dexter, sementara lelaki itu mengetahui hampir semuanya tentang Jelita.Ya ampun. Jelita merasa benar-benar egois!Tiba-tiba Heaven menggeplak kepala anaknya dengan keras. "Kamu ini! Masih saja suka sok misterius," sungutnya."Pukul aja terus Mom. Pukul. Anggap saja kepalaku ini samsak!" gerutu Dexter sambil cemberut.Jelita sebenarnya kasihan dengan Dexter, tapi ia tertawa juga melihat keakraban antara anak dan ibunya ini.Heaven berdecih, lalu ia menatap Jelita dengan wajah serius. "Kamu tahu kalau ayahnya Dexter adalah CEO Alpha Green Company?" tanyanya.Jelita mengangguk. Tentu saja ia tahu. Siapa sih yang tidak mengenal sepak terjang seorang William Green dan perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan itu?"Sayangnya hingga saat ini Dexter sama sekali tidak tertarik untuk melanjutkan usaha keluarga kami. Dia menyukai kebebasan dengan bermain saham," terang Heaven sambil mendengus dan menoyor pelan kepala anaknya."Entah bagaimana keberuntungan bisa terus menyertainya. Semoga nasib buruk tidak menimpamu, nak. Kamu tahu kan, banyak trader saham yang bangkrut?""Itu karena mereka tidak secerdas aku, Mom. I'm smart. Jangan samakan aku dengan mereka," Dexter menimpali sambil memainkan rambut Jelita yang dikuncir.Jelita baru mengetahui kalau Dexter seorang trader saham, pantas saja ia tidak terlihat bekerja di kantor. Tapi, bukankah usianya baru 21 tahun? Berarti dia seharusnya masih berstatus mahasiswa, bukan?Dexter tersenyum melihat Jelita yang menatapnya dengan ekspresi heran. "Aku masih kuliah di Aussie, tapi sedang mengambil cuti saat ini," tukasnya, seakan bisa membaca apa yang dipikirkan Jelita."Berarti Kak Dexter akan kembali lagi ke Aussie?" tanya Jelita.Ada rasa nyeri yang terselip di hatinya saat membayangkan Dexter yang akan pulang ke Australia untuk melanjutkan kuliahnya."Hei." Dexter mencubit pipi Jelita dengan gemas saat melihat Jelita seperti melamun."Kenapa? Takut aku tinggalin ke Aussie ya?""Memangnya cutimu sampai kapan, Dex?" Heaven mencomot sepotong biskuit lemon dan mengunyahnya perlahan sambil menatap anaknya."Masih lama, Mom," jawab Dexter singkat.Jelita ingin bertanya berapa lama tepatnya, mungkin agar ia bisa menyiapkan hati jika Dexter berniat meninggalkannya dengan dalih kuliah.Tapi ia memilih untuk menahan diri, nanti saja ia tanya tanpa ada Heaven di antara mereka."Meskipun masih lama, tapi aku ingin mengikat Jelita sekarang juga," sambung Dexter tiba-tiba."Languange, Dex!" sentak Heaven sambil mendelik pada anaknya.Dexter tertawa lepas. "Mom, what are you thinking? I mean, 'mengikat' dalam artian bertunangan, Mom!" sergah Dexter, yang sontak membuat Jelita membelalak kaget."Bertunangan?" tanyanya sambil menggigit bibir. Apa ia tidak salah dengar? Dexter ingin bertunangan dengannya??Dexter memandang Jelita dengan tatapan teduh. Satu tangannya terangkat untuk menyelipkan helai rambut halus yang jatuh di kening ke telinga Jelita."Maaf kalau nggak romantis. Nanti aku akan menyiapkan engagement proposal yang proper buat kamu, Sayang," ucapnya lembut sambil mengecup ringan pipi Jelita, seringan sayap kupu-kupu, namun begitu manis semanis madu.****Happy reading*---Jelita sangat bahagia. Rasanya hatinya ingin meledak menjadi serpihan-serpihan yang berkerlap-kerlip dan bercahaya di udara. Ia masih tak percaya bahwa seorang Dexter Green ternyata akan bertunangan dengannya! Dirinya yang hanya seorang yatim piatu, yang bahkan telah dibuang oleh pengurus panti asuhannya sendiri, yang memiliki rasa insecure parah karena merasa tidak dicintai dan diinginkan oleh siapa pun. Namun sekarang ada seseorang yang seluarbiasa itu yang menginginkannya!Kebahagiaan yang dirasakan Jelita terasa tumpah-ruah, terlalu besar untuk ia tanggung sendiri. Sehingga akhirnya ia pun memutuskan untuk berbagi kebahagiaan ini dengan Kevin dan Kak Tania. Jelita memutuskan untuk lebih dulu menelepon Kak Tania. Ia sudah tak sabar untuk bercerita!"Halo, Kak. Ini Jelita. Apa kabar?""Jelita! Ya ampun, apa kabarmu? Aku baik-baik saja, cuma agak kesal aja karena sudah beberapa hari ini nggak punya teman ngobrol sejak kamu cuti kerja.""Jangan ngambek gitu do
"Dexter, buka pintunya!" teriak Heaven dari balik pintu. Shit. Dexter benar-benar lupa kalau malam ini ibunya menginap di sini!!Dengan terpaksa, ia membuka lock pintu kamar yang juga merupakan pintu lift karena akses satu-satunya ke lantai empat adalah lift yang langsung terbuka di kamarnya. Jelita buru-buru menutupi bagian atas tubuhnya yang tersingkap dengan selimut. Ia ingin mencari kaus pink-nya namun entah kemana Dexter membuangnya."Jelita, are you okay?" Heaven yang langsung menerebos masuk saat Dexter membuka kunci otomatis pintu lift, bergegas berjalan ke ranjang untuk menemui Jelita."Mom, Jelita baik-baik saja! Apa Mom mengira aku mau mencelakainya?" sergah Dexter kesal. Heaven mengabaikan protes anaknya itu dan tetap saja menatap Jelita dengan seksama. "Jika Dexter menyakitimu, jangan takut untuk mengatakannya kepada Tante ya?""Iya, tante," sahut Jelita. Ia sedikit jengah karena Heaven terus mengamatinya lekat-lekat, meskipun di satu sisi ada perasaan senang karena di
Bel istirahat siang berbunyi. Dan seperti biasa, Jelita tidak ikut ke kantin karena Dexter telah membekalinya makanan dari rumah yang dimasak oleh Bi Ani, asisten rumah tangga di rumah Dexter. Lelaki itu hanya ingin memastikan bahwa Jelita hanya akan memakan makanan yang bergizi dan sehat. Kevin mendatangi kelas Jelita dan melihat Zikri yang masih duduk santai di kursinya, di samping Jelita. "Kamu nggak ke kantin, Zik?" sapa Kevin sambil melirik ke arah bekal makanan Jelita yang terlihat lezat. Zikri menggeleng. "Nanti juga akan ada yang memberiku makanan," tukasnya santai sambil melipat kedua tangannya menumpu di belakang kepala. Zikri memang disukai banyak cewek di sekolah. Dia kaya dan tampan, sehingga banyak yang ingin menjadi pacarnya.Dan benar saja, tidak berapa lama kemudian dua orang cewek dari kelas lain masuk ke dalam kelas mereka, dengan malu-malu memberikan bekal makanan bento ala Jepang dan minuman boba untuk Zikri. Zikri sengaja memberikan senyum manis terbaiknya
"Dexter, stop..." Jelita merasa melayang dan mendesah dengan penuh hasrat, namun di saat yang bersamaan ia sadar kalau ini tidak benar. Mereka sedang bermesraan di pinggir jalan raya yang penuh dengan lalu lalang kendaraan! Meskipun kaca Maserati ini sangat gelap, tetap saja bercinta di mobil sangat berisiko ketahuan dan pelakunya pun pasti akan dipermalukan. Jelita menjambak kuat rambut caramel lebat milik Dexter yang sedang berada di dadanya, membuat kepala lelaki itu sedikit menjauh dari bukit lembut milik Jelita yang terpampang terbuka dan sedang ia manjakan tadi."Stop, please. Ini di jalan raya," pinta Jelita dengan napas yang masih terengah akibat belaian lidah Dexter yang liar menjelajahi dadanya.Dexter tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya melihat wajah Jelita yang merona. Ia mengecup singkat dua puncak pink basah yang menggemaskan itu sebelum mengangkat pinggang Jelita dan meletakkan tubuhnya kembali ke kursi penumpang di sampingnya."Kamu benar, Sayang. Lagipula ki
Dexter memasuki The Coffee Craved, sebuah coffeeshop langganannya dimana pemiliknya adalah Putra, teman SMU-nya dulu. Ia sudah mengenal para barista dan waitress, bahkan telah memiliki spot tersendiri yang khusus disediakan Putra hanya untuk Dexter.Cukup lama juga ia tidak ke sini. Terakhir kalinya adalah waktu Dexter sedang kesal karena Jelita lebih memilih mengobati luka Kevin daripada pergi dengannya, dan ia hanya bisa duduk di sini sambil mengawasi GPS ponsel Jelita yang masih tidak bergerak dari pantai waktu itu.Sayang sekali temannya Putra hari ini tidak bisa datang dan menemani Dexter di cofeeshop, sehingga ia pun memutuskan untuk menikmati secangkir espresso sendirian sambil mengamati grafik pergerakan saham serta melakukan financial analysis. Ya, Dexter memang berbohong tadi saat mengatakan kepada ibunya bahwa ia hendak bertemu teman. Sebenarnya Dexter hanya memberikan waktu kepada Heaven untuk ngobrol santai dengan Jelita. Ia tahu kalau ibunya menyayangi Jelita dan suda
"Ayo dibuka mulutnya, aaa...." Dexter mengulurkan sesendok sup ayam ke bibir Jelita yang cemberut. Tetapi gadis itu malah semakin memalingkan wajahnya menjauh dari sendok maupun dari wajah Dexter.Dexter menghela napas. Sudah setengah jam ia membujuk Jelita agar mau makan, namun gadis itu sama sekali tidak menurutinya. Jelita kesal padanya gara-gara cerita Heaven tentang Wiona. Tadi ibunya itu mengatakan bahwa ia telah menceritakan soal Wiona kepada Jelita, tak lama sebelum gadis itu terserang maag. Mungkin Jelita stres karena memikirkan itu.Akhirnya Dexter pun meletakkan sendok itu di atas piring, dan menaruh piringnya di atas meja kecil di dekat ranjang. "Sayang, aku harus bagaimana supaya kamu mau makan?" Jelita terdiam mematung sejenak di posisinya, namun beberapa detik kemudian ia memutar kepalanya kembali menghadap Dexter. "Aku mau kamu jujur," ucapnya kemudian.Dexter pun memaki dalam hati. Sialan! Pasti dia mau bertanya soal Wiona! Kenapa Mom harus menceritakan wanita iblis
Hari Minggu besoknya, ternyata Jelita sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter. Dexter membereskan barang-barang Jelita dan memasukkan semuanya ke dalam mobil, lalu ia kembali ke dalam kamar untuk membawa Jelita yang masih menggunakan kursi roda.Saat ia mendorong kursi roda Jelita hingga ke pintu depan kamar, tiba-tiba Dexter baru menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dari Jelita."Dimana kalungmu?" tanya Dexter sambil menatap leher Jelita yang polos.Hah? Refleks, Jelita meraba lehernya yang terasa kosong. Kalung rose gold liontin kupu-kupu yang semalam Dexter hadiahkan untuknya tidak ada di sana!"Uhm... apa mungkin ketinggalan di kamar mandi ya?" tanya Jelita bingung sambil menatap Dexter."Oke. Aku cari dulu sebentar ya. Kamu tunggu di sini saja," ucap Dexter sambil memasang rem di kursi roda Jelita, lalu pria itu pun menghilang kembali masuk ke dalam kamar.Jelita mengernyit. Aneh, rasanya tadi ia sama sekali tidak melepaskan kalungnya itu saat mandi. Atau ia yang lupa?"Permis
Jelita menatap Zikri seakan teman sebangkunya itu sudah gila. "Udah belum halunya? Aku ini sudah bertunangan, Zikri! Dexter bisa memukulmu jika ia sampai tahu hal ini!" tukas gusar Jelita. Zikri tertawa samar. "Tunanganmu itu tidak akan berani melakukannya. Dia tahu siapa aku." Zikri mendengus dan kembali mendekatkan bibirnya, membuat Jelita kesal dan serta merta memalingkan wajah."Lihat saja, besok sekolah akan geger dengan berita ini jika kamu tidak menuruti perintahku!" bisik tajam lelaki itu sebelum ia berjalan santai ke arah meja buffet. Jelita menatap punggung Zikri sambil melontarkan sejuta makian dalam hati. Huh, dia tidak akan berani mengatakannya pada teman-teman di sekolah! 'Awas saja. Akan kuadukan hal ini kepada Dexter!''Tapi ngomong-ngomong, dimana sih Dexter?' Kenapa tunangannya itu mendadak menghilang setelah acara?Tatapan mata Jelita bersirobok pada Kevin, Tania dan Bu Dira yang asik mengobrol sambil menikm
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf