Katakan aku egois dengan menjemputnya ke duniaku. Memang bukan untuk menyakitinya,melainkan menyelamatkan diriku sendiri.
~Astro Climton~
***
“Ti, sorry gue juga lupa.” Ilham terus berlutut di hadapan Tiara yang dalam mode ngambek.
Capek hati Tiara mendengar dari ribuan alasan yang bisa digunakan Ilham, hanya kata lupa yang selalu dilontarkannya. Dan kejadian seperti ini tidak hanya sekali dua kali, hampir setiap event Ilham tidak pernah cakap menjadi manajer.
“Gue pesen pizza deh setelah acara, tapi please ... produser acara minta lo tampil langsung.”
“Lo tuh egois, Ham. Gue udah bilang di awal kontrak, nggak ada acara gue tampil langsung. Gue mau sosok Tiran tetap misterius! Terserah lo, lo yang nanggung semuanya.”
“Permisi-permisi ....” Backstage menjadi heboh dengan rombongan orang membawa sesuatu yang tampak besar.
Itu adalah kostum dinausaurus, tepatnya Tiranosaurus berwarna hijau dengan perut berwarna magenta.
“My baby Tiara ... jangan ngambek gitu ah! Nih Madam membawakan solusi dari kegalauanmu.” Wanita berpenampilan nyentrik yang memanggil dirinya sendiri Madam adalah CEO dari penerbit tempat Tiara menerbitkan buku pertamanya. Madam Asri, itulah namanya.
“Wah Madam ....” Tiara berbinar melihatnya sambil bertepuk tangan, tapi tiba-tiba berubah datar dan menunjukkan rasa tidak sukanya. “Anda gila? Maksud Anda saya harus jadi badut gitu? Tidak sekalian saja Anda undang anak TK di konfersi pers kali ini.”
Sungguh marketing yang sangat konyol. Pernah di awal mereka promosi karya debut Tiara, ia diharuskan membeli novelnya sendiri untuk menaikkan rating pembelian agar best seller dan di pajang di rak utama toko buku. Walau cara ini berhasil, tapi Tiara tahu ini cara yang salah.
“Hahaha ... kamu kok bicara formal gitu.” Tatapan Madam Asri berubah tajam, menandakan dia tidak suka dengan cara bicara Tiara. “Sayang, ini bukan badut. Namanya adalah karakter, dimana kamu bisa lebih dekat dengan fans. Aku sudah membuat fandom official untuk fans-mu bernama Tiranosaurus. Itu nama dari mereka loh. Katanya karyamu itu seperti predator kelas atas saat ini. Memanfaatkan itu, kita buat service yang diberikan penulis kepada pembaca,” jelas Madam Asri.
“Madam, itu mah cara idol ke fans-nya. Aku ini penulis, bukan idol atau boneka yang dipajang dan dipakaikan kostum aneh kayak gitu.”
“Sstt ... udah nurut aja kenapa, sih? Madam udah memajukan waktu transfer royalti ke rekning kamu plus bonusnya loh. Nanti setelah ini, Madam akan kasih lebih lagi untuk acara konfersi pers, gimana?” Madam Asri selalu tepat sasaran. Untuk uang Tiara tidak bisa menolak.
“Ok! Ham, cepat siapkan apa yang harus gue lakukan.”
Di belakang Tiara, Ilham berterima kasih dengan Madam Asri selaku tantenya sendiri. Keteledorannya mengurusi Tiara memang sangat membahayakan image Tiran di depan publik. Hampir saja.
***
Tiara tidak menyangka antusias dari fansnya yang datang begitu menggentarkan hatinya. Ia bisa merasakan yang namanya dukungan, hingga membuatnya ingin menangis selama sesi wawancara.
“Mengenai ending novel Theós of Authority, banyak pembaca yang sepertinya kecewa. Kenapa pemeran Astro hanya dipenjara? Ini keluhan para pembaca, saya hanya menyampaikan. Kami ingin tahu pendapat dari sudut pandang penulis.” Awal wawancara, Tiara langsung diserang pertanyaan sulit dari salah satu wartawan.
Namun, Tiara mengangguk santai sebagai respon. “Aku sedang tersenyum di balik kostum ini loh,” ucap Tiara mengundang tawa. Suasana yang mulai tegang kembali cair. “Kalau aku bilang akan dikembalikan kepada pembaca gimana? Kesel nggak?”
Tiara berdiri di depan panggung, berpose tengah berpikir dengan kostumnya, “Em ... Jadi Tiran pas lagi nulis ending itu hanya sampai saat Ammon naik tahta sebagai Dewa Agung. Tapi pasti mengundang tanya dengan nasib Astro, karena tidak ada keterangan apa yang akan terjadi setelah terkena kekuatan kehidupan Ammon. Jadinya untuk epilog, Tiran menceritakan keadaan Astro yang sedang dalam pensucian,”
“Tapi, Tiran, setelah adu kekuatan itu, kenapa Astro masih tetap hidup? Bukankah kematian Astro akan lebih baik? Apa lagi setelah kejahatannya itu.” Salah satu dari fans Tiran menambahkan pertanyaanya. Sebenarnya satu pertanyaan itu mewakili seluruh fans yang merasa novel terbaik seperti Theós of Authority kenapa diakhiri dengan rasa gemas yang sulit diterima.
“Hahaha ... sepertinya kalian terlalu benci ya dengan Astro? Kalau kalian memiliki rasa seperti itu, apa bedanya kalian dengan Astro?” pertanyaan Tiran membuat semua yang mendengarnya tersentak tidak percaya.
“Gini, karakter Astro itu adalah sisi gelap kehidupan. Secara logika, dibanding harus membunuh sisi gelap itu, lebih baik kita menerimanya bukan? itulah yang dilakukan Ammon. Astro menjadi Iblis karena ia memilih mengikuti sisi gelapnya yang penuh dengan dengki dan kebencian. Ammon melakukan pensucian untuk mengontrol kekuatan Astro agar tidak kembali meledak seperti perang terakhir mereka. Sedangkan Ammon, membutuhkan kekuatan Astro itu untuk keseimbangan dunia, karena Astro adalah Dewa Kematian.”
Semua tertegun dengan pernyataan Tiran. Decak kagum tidak bisa mereka tahan sampai membuat sesi wawancara cukup ramai dengan pujian.
“Kami merasa lega dengan penjelasan Anda barusan. Karekter Ammon memang idola semua orang, alasan yang Anda berikan sangat pas dengan karakter Ammon. Lalu, untuk rencana pembuatan novel kedua Anda, kalau boleh tahu apa yang sedang dipersiapkan?” tanya wartawan lainnya beralih topik.
“Di era digital dan moderenisasi ini, kami berencana membuat novel prabayar di aplikasi resmi T&J publishing dan kalian dapat mengaksesnya secara online. Dan novel kedua aku akan di publish eksklusif di platform T&J yang akan launching dalam waktu dekat ini.” Tiara sudah menghafalkan skripnya mengenai pertanyaan ini, tidak sulit untuk menjawabnya.
Pertanyaan berlanjut dari wartawan lainnya. “Lalu untuk novel kedua ini ada rumor, kalau itu adalah season dua dari novel yang pertama. Apa itu benar? Jika iya, bisa berikan sedikit bocoran seperti apa cerita yang akan Anda sampaikan? Karena saya selaku pembaca novel Anda merasa penasaran, akan seperti apa jika dibuat season duanya.”
Deg! Ini tidak ada dalam skrip.
Untung saja Tiara menggunakan kostum yang tidak memperlihatkan jika ia sudah panas dingin. “Em ... Sebelumnya terima kasih telah membaca karyaku yang sebelumnya. Dan untuk projek kedua ini, aku sendiri belum terpikirkan akan membuatnya seperti apa. Yang sudah pasti, masih ada misteri dari kisah Ammon dan Astro yang belum aku ungkap di novel pertama.”
Madam mulai panik dengan jawaban Tiara. Novel keduanya memang sudah mereka rencanakan, tapi Tiara sendiri mengaku belum membuat persiapan apapun, karena itu akan terbit secara berkala.
“Lalu bagaimana Anda yakin dengan kualitas novel kedua ini jika Anda belum memikirkannya? Padahal Anda mengundang kami untuk mengumumkan projek terbaru Anda,” cerca wartawan yang merasa belum mendapatkan jawaban yang diinginkan.
“Em ... maaf, sepertinya ini sudah di luar konteks pembicaraan.“ Madam Asri mencoba membatasi pembicaraan
“Tentu aku akan memperhatikannya.” Seketika Tiara teringat dengan obrolan-obrolan samar yang selalu ia dengar di kamarnya. “Season kedua ini adalah alasan dibalik novel pertama itu. Jika kalian sulit memahaminya, aku akan gambarkan seperti film Frozen 3 yang menceritakan alasan Elsa memiliki kekuatan es. Di novel kedua juga seperti itu, tapi untuk lebih rincinya, saya tidak bisa menjelaskan secara detail,” jelas Tiara sudah keluar dari skrip yang sudah dibuat.
Ilham hanya memijat pundak Madam Asri yang terduduk lemas mendengar pernyataan Tiara. Tidak biasanya Tiara berbicara sesuka hatinya seperti orang kesurupan.
Para wartawan saling berbisik heboh, sebelum akhirnya mereka mengakhiri sesi tanya jawab mereka. “Baiklah Tiran, terima kasih banyak. Kami berekspetasi besar terhadap karyamu selanjutnya. Kami benar-benar mendapat banyak kejutan hari ini, selain dengan kostum yang menggambarkan fandom official anda, lalu season dua dari Theós of Authority. Akan kami tunggu kabar baiknya.”
Mereka merasa puas dan kagum dengan jawaban Tiara. Mereka yang sebagaian besar penggemar novel debut Tiara pun sudah membuka pikiran akan seperti apa cerita yang dibawakan. Dan hal besar ini entah bisa menjadi anugrah atau musibah baginya.
***
Tiara sedang berada di kantin kampus. Dia terpaksa ke tempat ramai itu di tengah dirinya yang mengantuk berat. Ini semua karena paksaan Sisca yang menyuruhnya untuk cepat ke kantin karena ada sesuatu yang membuatnya tidak akan mengantuk. Betapa terkejutnya ia saat melihat Bayu dari jauh yang sedang duduk di sebelah Sisca. 'Awas aja tuh orang nikung!' batinnya.
“Hallo!” sapanya mengambil duduk di depan Bayu. Sungguh pemandangan yang menyegarkan melihat ketampanan Bayu yang berwajah serius seperti itu.
“Lihat deh, Ti. Menurut lo gimana? Lo kok dihubungin nggak bisa sih? Sayang loh nggak lihat kegemasan Tiran pakai konstum dari fandom,” seru Sisca yang tampak berbunga-bunga.
“Menurut lo Tiran itu menggemaskan?” tanya Tiara memastikan
“Bukan, kostumnya itu sangat pas untuk tubuh kecilnya. Gue rasa Tiran itu gadis imut.” Kini Bayu yang berkomentar sambil menempeli stiker Tiranosaurus di buku dan ATK miliknya.
Betapa senangnya Tiara dipuji langsung oleh pujaan hati. “Ilham mana?” Tiara tidak melihat sahabatnya satu itu, padahal ia ingin sekali rasanya berterima kasih atas kostum Tiranosaurus itu.
“Katanya habis kerja sama Tiran dia pulang malam banget, jadi nggak masuk,” jelas Sisca yang diberi kabar oleh Ilham pagi-pagi sekali. “Kayaknya kita harus kasih Ilham sesuatu juga deh. Berkat dia para fans Tiran dikasih wadah jadi official loh! Nggak salah dia jadi manajer Tiran.”
“T&J publishing juga emang oke sih, selalu mendekatkan penulis dengan pembacanya. Dan service kecil seperti kostum dan merchandise udah kehormatan banget buat kita, kan?” Bayu benar-benar senang di balik wajah datarnya.
Benar kata Bayu, Tiara jadi merasa berhutang terima kasih pada Madam Asri. Kekonyolannya memang selalu berhasil dan akurat. “Gue kayaknya harus pergi duluan deh, ada urusan.” Tiara bangkit dari bangkunya. Namun berhenti sebentar karena ingin mengatakan sesuatu. “Bay, jangan lupa tempel stikernya di hati, karena Tiran selalu mencintaimu.” Ia langsung lari karena malu. Padahal ini sudah kesekian kalinya ia mengatakan cinta pada Bayu.
Bayu dan Sisca hanya bertukar pandang mentap keanehan Tiara.
“Kayaknya tuh bocah ngehalu jadi Tiran deh.” Sisca menggeleng-gelengkan kepalanya akibat kelakukan Tiara.
Namun, Bayu jadi teringat sesuatu. Mumpung orang yang ingin ia tanyakan sudah pergi. “Sis, lo tahu nggak kenapa Tiara akhir-akhir ini kelihatan kecapaian banget? Seperti kurang tidur.”
“Pak Dokter, jangan terlalu sensitif deh. Tiara itu anak kalong, demennya bergadang, tidur jam tiga subuh, bangun jam enam pagi. Jadi nggak usah terlalu dipikirkan.”
Bayu juga sempat berpikir seperti itu. Hanya saja, Tiara lebih tertutup belakangan ini. Ya ... walaupun tidak pernah absen dengan ungkapan cinta untuknya.
***
Memasuki kamarnya, tanpa menyalakan lampu Tiara langsung menyalakan laptop yang sudah ia hafal letaknya. Melempar asal tas selempangnya, membuka kaos kaki di taruhnya asal, dan melepas satu-persatu kancing kemejanya. Kipas kecil yang berada di sebelah laptopnya memang tidak pernah mati walau ia sedang keluar sekalipun, dan ia duduk di kursi kerjanya yang empuk dan mahal itu.
“Ah ... hari ini melelahkan.” Senyumnya tidak pudar mengingat Bayu yang terus memuji Tiran, walau Bayu tidak mengetahui jika Tiran adalah dirinya.
Projek kedua yang telah ia umumkan di konfersi pers harus segera ia persiapkan. Namun, di lembar word yang masih tertera kertas putih, tidak ada satu kata pun bisa Tiara tulis.
“Sialan! Kenapa gue bisa asal ngomong kemarin?” Tiara mengacak rambutnya frustasi mengingat dirinya yang bicara dengan percaya diri saat wawancara.
Tok tok tok
Dengan cepat Tiara menengok pada pintu kamarnya. Terlihat bayangan sapasang kaki dari celah di bawahnya. “Apa ada orang di luar?”
“Tuan, dia itu hanya wanita bodoh.”
Suara ini, lagi-lagi Tiara mendengarnya. Hawa dingin yang tiba-tiba berhembus pun mengakibatkan reaksi tubuh Tiara tidak bisa dihindari lagi, ia gemetar sekaligus menggigil. 'Jangan lagi,' harapnya.
Itu memang kesengajaanmu.Tapi semua merupakan bagian dari takdir pertemuan kita. ~ Tiara Alyana~ *** Sudah cukup beberapa hari belakangan Tiara merasa terguncang dengan teror ini. Tiara hampir tidak pernah bisa tidur karena rasa takutnya hingga membuatnya harus terjaga sepanjang malam. Tiara kembali melihat celah di depan pintu, sudah tidak terlihat bayangan apapun. “Sudah pergi?” gumamnya. “Diamlah Omili, aku ingin tahu seberapa berguna dirinya untuk kita manfaatkan.” Deg! Entah kenapa Tiara merasa kesal dengan isi percakapan kali ini, seakan ‘Dia’ yang dimaksud suara tanpa wujud ini adalah dirinya. Dan Omili? itu adalah nama peliharaan tokoh karakter antagonis di novelnya. Tiara yakin, jika yang ia dengar ini nyata. “Tuan Astro, tidak ada waktu. Anda harus bertindak.” Oke, disini Tiara berusaha realistis. Mungkin yang dikatakan Ilham
Aku pantas sebagai pemeran antagonis,karena aku datang hanya membawa luka untukmu.~ Astro Climton~***Dunia Manusia disebut sebagai dunia ketiga yang dianggap sebagai mitologi bagi dua dunia Suku Murni, Suku Dewa dan Suku Iblis. Karena dunia Manusia dianggap sebagai dunia penyimpangan, dipercaya surga dan neraka bertimpang tindih, kebenaran dan kesalahan bahkan sulit dikategorikan.Dan manusia sendiri memiliki sifat alami yang terdiri dari sisi gelap dan terang, sampai mereka bisa menjadi jahat melebihi Iblis atau menjadi baik melebihi Dewa. Maka beresiko sangat besar jika Suku Murni datang ke dunia Manusia. Namun, Astro telah mempertaruhkan hidupnya pergi ke dunia Manusia untuk menculik Tiara. Demi keadilan, ia ingin menuntut kebenaran dalam hidupnya.Dunia Suku Murni perbedaan dimensi dengan dunia Manusia, tercipta dari sebuah imajinasi penulis dan para pembacanya yang sangat kuat. Seperti mimpi yang bisa menjad
Sebanyak apapun aku mengetahuinya.Sangat sulit untuk memahamimu, aku memang bodoh.~Tiara Alyana~***Kejadian sebelum makan malam.Tiara yang ditinggal Omili di pasar kebingungan dengan jalan menuju istana. Ia mencoba mengingat apa yang pernah ia tulis di dalam novel tentang dunia Suku Iblis, dan akhirnya teringat dengan satu petunjuk. Ada bagian di dalam ceritanya, saat pertama kali Astro ke dunia Suku Iblis, ia tersesat. Saat itu Astro menemukan kolam air mancur berdarah yang terbuat dari emas dan permata di pusat kota, di sana terdapat patung panther yang menghadap ke arah utara. Dengan nalurinya, Astro berjalan mengikuti arah patung itu menghadap dan ternyata itu adalah jalan menuju istana.Dengan berusaha keras, Tiara berkeliling pasar sendirian untuk mencari kolam air mancur berdarah. Namun, ternyata tidak semudah yang ia tuliskan. Padahal saat Astro tersesat, ia membuat jalan ke tempat air m
Aku memang penjahat yang sewaktu-waktu bisa menyakitimu.Terima kasih sudah mencoba mengerti diriku.~ Astro Climton~***“Btw, ada yang ingin aku tanyakan lagi. Kenapa kamu terlihat tampan? Aku tidak mendeskripsikanku secara detail, kecuali ciri-ciri umum. Seperti ini, 'kulit putih bak Dewa yang selembut awan, dan kontras warna rambut layaknya tinta pada kertas'.”'Apa benar hanya membayangkannya, maka terjadi sesuatu di dunia ini?' Tiara memejamkan matanya dan mulai berimajinasi, apa yang akan menjadi pemicu dari awal cerita barunya.'Mungkin akan menarik jika cerita berawal dari hilangnya Astro dari penjara Dewa, karena diculik Dewi Pencipta. Perjalanan awal Astro membuktikan keadilan, kebenaran di mata Suku Iblis tidak sepenuhnya salah, ini akan menjadi premis yang bagus. Maka, tubuh Astro seharusnya sudah berada di sebelahku sekarang!'Inilah
Aku mencoba yang terbaik, tapi sepertinya kamu tidak bisa mendengar dan melihatnya. Aku tidak tahu sampai mana bisa bertahan.~ Tiara Alyana ~***Brak! DUAR!Tiara dikejutkan dengan suara gebrakan meja dan ledakan dari tubuh Astro secara bersamaan. Ia sampai terbatuk-batuk dari kebulan debu yang dihasilkan, pandangan pun menjadi kabur. Tiara melihat keadaan sekitar saat kabut sudah menipis, hal pertama yang ditemukan adalah tubuh Astro menjadi sangat besar seperti raksasa. Tiara menganga dan matanya membulat, ia tahu persis jika itu adalah wujud Astro sebagai Raja Iblis.Saat bertarung dengan Ammon di novel Theós of Authority, wujud inilah yang Astro gunakan. Sulit menenangkannya jika seperti ini, karena Astro sudah terpengaruh dengan roh jahat, hingga menutup semua perasaannya dalam dendam yang begitu besar.Setelah mengetahui itu, Tiara tidak melarikan diri dan malah mengamati Astro dengan seksama.
Ya, aku salah ... maaf. Aku tidak coba merubahnya, karena aku tidak bisa. Jika berkenan, mau kita memulainya lagi dari awal bersama?~ Tiara Alyana ~***“AKH!”Tiara terpental sangat jauh. Berakhir dengan dirinya terbentur pohon besar kering tanpa dedaunan, dan batang pohon hangus akibat terbakar kekuatan Astro.“Uhuk! Uhuk!”Tiara bisa merasakan sakit di punggungnya. Rasa sakit yang terus merambat tiap inci membuat tenggorokannya tercekat, rasanya ia seperti tersedak dengan darahnya sendiri yang tidak bisa ia muntahkan. Dengan mata yang masih sanggup ia buka, dirinya menatap nanar Astro yang jauh di sana. Di pikirannya saat ini, untuk segera menyadarkan Astro.Tiara berusaha membangkitkan tubuhnya yang terasa begitu ngilu dan menusuk. Semakin lama pandangannya menjadi kabur dan terasa berat, tapi ia berusaha untuk tetap sadar dan mencoba berbicara pada Astro apa yang sebenarnya sudah ia lakukan.&ldquo
Aku memberikanmu kesempatan untuk kesampatan bagi diriku sendiri yang telah menyesal. Maaf ... tapi kita mulai dari awal lagi, tak apa, kan? ~ Tiara Alyana ~ *** Tiara diselimuti rasa iba pada Astro dengan wujud raja iblisnya. Tanpa sadar air matanya menetes, dadanya sangat sesak, dan hatinya seperti diremas kuat hingga remuk. Ia tidak menyangka jika terjadi seperti ini. Hati Tiara seperti ditusuk ribuan belati, dengan rasa bersalah yang bercampur aduk. Ia baru menyadari kebodohannya yang asal membuat cerita yang menarik, tanpa mempertimbangkan segala sisi dari pemerannya. Walau hanya sekedar cerita dalam novel, jika dunia yang ia buat menjadi nyata, ternyata kekacauanlah yang ia ciptakan. Dan itu berati Tiara lah pemeran antagonisnya di sini. Tiara tidak sanggup melihat pertarungan besar ini secara langsung. Ia merasa tidak berguna, padahal dirinya seorang Dewi Pencipta di dunia ini. Penyesalan yang tersisa untuknya seperti mimpi buruk.
Untuk Dewa Kematian, Raja Iblis, Astro. Gelarmu banyak juga ya, hmm ... Aku kan Dewi Pencipta nih, seharusnya kamu tahu bagaimanapun aku cuma manusia biasa yang banyak melakukan kesalahan. Dan kebodohanku itu manusiawi. Aku hanya gadis 20 tahun yang baru memulai kuliah di semester barunya, entah bagaimana imajinasiku dapat menciptakan dunia kalian. Aku minta maaf karena aku- kamu menderita sampai akhir cerita. Tapi yang aku tahu, kamu iblis yang baik Astro. Itu sebabnya aku menurunkan ego untuk memberimu kesempatan. Aku sudah pasrah jika memang harus menetap di dunia novel, tapi untung saja Ammon bisa membawaku kembali ke duniaku. Aku akan membuat cerita untukmu, pada season kedua kali ini. Aku janji akan membuatkan cerita happy ending untukmu. Salam hangat, Si bodoh Tiara, Dewi Pencipta Tiran ^^ ~*~ “Kesempatan kata Nona?” Senyum miring mengembang membaca surat perpisahan dari Tiara. Kertas yang sudah lecak di
Setelah membawa Tiara pergi dari perkenalan resmi, Astro memerintahkan Omili untuk melayani dan mengawasinya gadis itu. Astro yakin kerubutan tidak hanya pada Bangsawan Suku Iblis, Dewa Petinggi pun pasti tidak akan tinggal diam. Hingga situasinya saat ini Tiara menjadi tidak aman karena dianggap sebagai objek yang tidak biasa. “Hormat saya Tuan Astro.” Ograien datang ke kamar Astro, namun ia tidak sendiri. Sosok dengan energi Dewa ikut hadir. “Salam hormat kepada Dewa kami, Dewa Kematian.” “Golden?” Sosok yang sudah lama tidak Astro temui. Bukannya tidak sama sekali, dalam beberapa kesempatan Dewa Golden memang hadir saat lima Dewa Petinggi berkumpul, namun itu hanyalah bayangannya. Bayangan adalah salah satu kekuatan Dewa Golden yang dapat memecah diri dalam bentuk bayangan. Dan setiap bayangan dengan memiliki sekian persen dari kesadaran aslinya. Dewa Golden yang disapa santai oleh Astro tersenyum. “Saya pikir Anda tidak menyadarinya, terima kasih sudah mengenali saya.” Astro
“Ini bukan pertemuan pertama kami dengan Sang Dewi. Salam hormat dan kemuliaan tertinggi untuk Dewi Pencipta Tiran. Saya Dewa Hati, Gefsi, salah satu Dewa Petinggi. Senang dapat memperkenalkan diri secara resmi kepada Dewi Pencipta Tiran dengan keadaan sehat.” Sebenarnya Tiara gugup dengan penghormatan seperti itu. Masih terasa tidak nyata, apa lagi dirinya menjadi orang yang tidak biasa menyandang peran Dewi Pencipta. “Okey, terima kasih Dewa Gefsi. Salam kenal.” Astro bernapas lega dengan Tiara yang tidak mengacau dan hanya menjawab seadanya saat diberikan salam penghormatan. Untuk penilaian awal, jawaban seperlunya menunjukkan dominasi dan harga diri dalam posisi yang tinggi. Walau Astro tahu jika Tiara menjawab seperti itu pun, karena tidak tahu harus menjawab seperti apa. Dan alasan itu tidak penting saat ini. Sedangkan Ammon, tubuhnya gemetar berusaha keras menahan tawa. Kegugupan Tiara sangat terlihat dari ekspresinya, ya ... tidak ada bawahan yang berani memandang ke atas,
Ukh, Tiara benci pakaian formal dunia Suku Iblis. Harus seberapa terbuka lagi untuk mengekspos bagian tubuhnya? “Ini namanya pelecehan, bagaimana caranya gue minta pertanggung jawaban Astro sialan!” Tidak henti-hentinya Tiara menggerutu sebelum ada yang menjemput. Kerudung yang katanya sebagai penutup diri jika Tiara malu, tidak membantu sama sekali karena transparan. Kini gadis itu hanya memeluk dirinya sendiri berjaga-jaga siapapun yang masuk ke kamarnya nanti. Tolong jangan tanyakan kenapa Tiara mau saja menggunakan pakaian seperti itu, hal itu bisa terjadi jika memang ia bisa menolak. Apa lagi pakaiannya yang dari rumah sudah dibuang. “Tiara! Tidakkah ini keterlaluan jika membuat semua menunggu-“ “KYAAAA!” Tiara tidak merasakan kehadiran seseorang, kemunculan Astro yang tiba-tiba membuatnya terkejut. Apa lagi suara dalam Astro yang terdengar halus hingga pikiran horor tidak dapat dihindari. Mendengar teriakan Astro langsung bersiaga. “Ada masalah?” “Aish~” Tiara bangkit dar
Ternyata tidak butuh berjalan lebih lama, Ograien dengan kereta kadal yang dibawanya datang sengaja menjemput Tiara. Banar, kadal bukan kuda sebagai kendaraan pengangkut barang. Terlihat seperti buaya dengan sisik yang tajam, tetapi sebesar Komodo. Apapun itu sekarang Tiara sudah berada di kamar Astro dan berguling-guling ria diawasi oleh Omili. Tiara disuruh istirahat dan itulah yang dilakukan, entah sudah berapa lama ia terjebak di lapang rumput tanpa batas itu hingga membuatnya begitu lelah. “Hormat Yang Mulia Raja Iblis Astro.” Salam Omili dengan suara kecil, agar Tiara tidak terbangun. Namun Tiara langsung duduk memperlihatkan dirinya sudah tidak tidur lagi. Ia melihat kedatangan Astro bersama Ograien di belakangnya membawa sesuatu. “Kamu tidak tidur?” tanya Astro yang mengira Tiara sedang tidur. “Aku sudah bangun.” Mungkin sudah terbiasa berbagi kamar dengan Astro sampai Tiara tidak memperdulikan penampilannya yang berantakan saat ini. “Aku akan memanggilkan pelayan untuk
Angin bertiup bagai badai bersama cahaya kehidupan yang menyoroti Tiara, dua kekuatan bertolak belakang yang saling berpadu tanpa perlawanan. Dua Dewa yang menjegal Tiara seketika menegang tak dapat berkutik pada tekanan intimidasi yang dahsyat dari kedua kekuatan besar tersebut. Senjata mereka jatuh, kaki mereka menjadi lemas, sampai bersujud tanpa mampu mengangkat kepala. Ammon yang merasa bertanggung jawab menghampiri Tiara lebih dulu untuk melihat bawahannya lebih dekat. Ia tidak percaya jika para Dewa bisa se-tidak sopan itu bahkan dalam menghakimi seseorang dengan kecurigaan semata. “Huaaa Ammon!” Tiara yang ketakutan menerjang sang Dewa Agung, memeluknya. Tangisannya pecah setelah merasa lega, akibat terguncang dengan apa yang dialaminya saat ini. Ammon mengerti lemahnya Dewi Pencipta Tiran sebagai manusia. Selain itu ia mengernyitkan kening, saat merasakan presensi besar dalam diri Tiara. Sesuatu yang tidak ia rasakan di pertemuan terakhir mereka. “Tidak apa Dewi, mereka b
Tiara menganga melihat gerbang besar entah dari mana. Dua jam yang lalu, Tiara sudah putus asa berjalan tanpa ujung dan tidak menemukan apapun. Hanya hamparan rumput yang luas dan awan kelabu yang tinggi dengan kilat sesekali membelah langit. Perutnya sudah lapar, tidak tahu berapa lama ia berjalan tapi cahaya sekitar masih sama. Tidak lebih terang bertanda siang, ataupun lebih gelap waktunya malam. Dengan ingatan yang penuh Tiara tahu jika tidak memiliki makanan, tapi ia tetap merogoh saku berharap masih ada sesuatu yang bisa ia kunyah. Nyatanya tetap memang tidak ada, hanya sisa uang dari pemberian Ovid saja. Bisa dibilang kaki Tiara yang terus berjalan sudah mati rasa, karena rasa sakit telah ia abaikan. Pikirannya membayangkan jika berhenti sejenak mungkin tidak masalah, tapi Tiara takut. Kecemasan menyusup hatinya. Jika Tiara berhenti berjalan, maka semakin lama ia bertemu dengan Astro dan semakin lama untuknya pulang. Tiara ingin pulang. Keberadaanya di dunia asing itu, se
Seakan telah puas tertidur, Tiara bangun tanpa beban, tanpa mimpi. Banar bukan? Tidur tanpa mimpi itu adalah kualitas istirahat terbaik. Mengedarkan pandangannya, Tiara keheranan dengan alas rumput yang empuk dan hamparan hijau luas sejauh mata memandang. Di atas langit pun terlihat cerah dengan awan tebal, hingga keabu-abuan. Jika digambarkan, cuaca sama saat bumi akan hujan. “Bumi? Kayaknya ini bukan bumi. Gue ada di dunia novel, kan?” Secara langsung Tiara ingat perjalanannya, jika ia berada di dunia novel untuk mencari Astro. Entah kenapa secara bersamaan seperti ada yang terlupakan, pikirannya terasa kosong. Alasan Tiara tertidur ... Karena kelelahan? “Ini dunia Suku Dewa? Tunggu, gue urut satu-satu daerah mana aja yang sudah gue jelajahi.” Tiara mengeluarkan peta di saku jubahnya, peta yang didapatkan dari Ovid ... tapi bukan itu masalahnya. Antara ingatan, pikiran, dan kerja otaknya tidak singkron. Bukan lagi masalah hati dan pikiran, tapi satu fungsi yang sama kendalin
Tiara kecil mendengar begitu banyak cerita yang seakan mengerti, ‘Dewa itu’ juga masih menggedongnya. Mengajak Tiara kecil berkeliling sambil memakan jajanan pasar. Tiba di sebuah ujung jurang dari sebuah bukit ‘Dewa itu’ menurunkan Tiara kecil, dengan kekuatan yang keluar dari ujung jarinya merubah wujud Tiara kembali ke semula. Kontrol kesadaran dan gerak tubuh Tiara pun berangsur pulih, yang sebelumnya bergerak dengan sendirinya. “Kamu kah Dewa? Tapi siapa? Aku tidak pernah menulis sosokmu di dalam novel?” Walau begitu Tiara tetap tidak bisa mengendalikan ucapannya (keceplosan), kali ini karena sifatnya yang impulsif. ‘Dewa itu’ tersenyum. “Sungguh? Sepertinya kamu menulis tentangku walau tidak banyak. Em, biar aku ingat perkataan Istriku mengenai ramalan itu.” “Ramalan?” Tiara bertanya seakan baru mendengarnya, padahal sepanjang ia bersama dengan ‘Dewa itu’ membicarakan banyak hal, termasuk ramalan. “Ah, di bab satu sebagai pembuka. Kamu mengisahkanku seperti seorang pahlawan
Seperti bagian di dalamnya, Tiara bisa mencium aroma makanan yang sangat sedap, rasa yang menyenangkan dan tidak mengganggu sama sekali, suasana yang padat namun terasa damai. Bisa Tiara lihat orang-orang begitu ramah satu sama lain, menyambut dengan senyuman dan minim kejahatan, kecuali anak kecil yang jahil dan mencuri beberapa camilan di toko. Namun semua teratasi dengan baik oleh orang tua mereka yang akhirnya membayar, penjualnya pun berekspresi marah (bercanda) untuk anak-anak saja. Terasa hangat, kedekatan, dan toleransi yang kuat. Mengingatkan Tiara pada suasana kampung halaman, bangunan yang masih berbahan dasar kayu dan dihiasi kain warna-warni, aneka penerangan juga bagian dari karya yang kreatif. Saat matanya tanpa sadar berpapasan dengan yang lain, mereka akan tersenyum lebih dulu yang membuat Tiara sungkan dan menganggukkan kepalanya. Seperti berada di rumah. Orang-orang dengan kulit kecokelatannya berpenampilan manis dan sederhana. Tidak jarang banyak pendatang den