Home / Urban / The Real Successor / 23 | Tunangan Ben

Share

23 | Tunangan Ben

Author: Azra Tyas
last update Last Updated: 2021-07-30 10:11:04
"Tuh kan, pelan-pelan dong, Mas! Belepotan kan jadinya?" riuh Afrina menyuapi aku. Sudah beberapa hari ini ia selalu menemaniku sepulang kerja. Bahkan hari ini ia sengaja mengambil libur untuk menemaniku keluar dari rumah sakit. Kami kian dekat saja dari hari ke hari.

"Aku pingin cepat selesai. Aku mau ketemu Ben dulu sebelum pulang." sahutku sembari menyedot susu hangatku di gelas hingga tandas.

"Tadi aku lihat ada perempuan masuk kamar Ben pas lewat di depannya." balas Afrina sembari mengelap tangannya lalu duduk di sebelahku, "Apa itu tunangannya? Akhirnya dia muncul juga."

"Kok kamu sih yang jadi penasaran?" aku meringis heran.

"Habis, masa katanya tunangannya, tapi Ben diterkam orang sampai luka parah, nggak nongol sama sekali? Apa itu namanya?"

Lucu sekali gadis ini, aku tidak bisa menahan gelakku jadinya. Aku mengelus lembut rambut hitam mengkilat milik Afrina, "Rin, tidak semua hal itu seperti kelihatannya. Kita tidak tahu apa yang dilakukan tun
Azra Tyas

cerita baru saya sudah upload satu bab ya kak, dengan judul PANGERAN NAGA DAN LONCENG CAKRA EMAS<<< bisa diikuti juga kiasahnya yang masih kental dengan budaya tanah Jawa. Mungkin ada yang belum tahu jika di Indonesia pun ada legenda tentang Naga

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • The Real Successor   24 | Di Belakang Ben

    Taman di rumah sakit ini begitu bagus, dihiasi juga dengan air mancur dari patung berbentuk peri keselamatan. Suara gemericik airnya begitu membuat teduh pasien yang di rawat di sini. Kami bertiga mengambil duduk di salah satu barisan kursi taman yang didesainnya serba putih ini. "Andrew, maafkan sikap kekanak-kanakan Sisca, ya! Semenjak kehilangan kedua orang tuanya dia menjadi seperti itu." jelas Ben di saat kami berada di taman rumah sakit, di bawah pohon rindang. "Ya, kami bisa memaklumi, dia memang sangat mengkhawatrikan kamu, Ben!" balasku menutupi rasa kesalku terhadap sikap congkak Sisca tadi. "Tapi Sisca itu, tunangan, sepupu, atau adik kamu?" Afrina yang sedari tadi sudah gatal memaksaku menanyakan itu, aku tidak menggubris saat ia berbisik di telingaku tentang hal itu. "Owh itu? Sisca itu tunanganku, kami sudah dua tahun ini bertunangan. Tadinya kami mau menikah tahun ini, tapi harus ditunda karena harus menunggu sampai dia menyelesaikan S-duanya." terang

    Last Updated : 2021-08-02
  • The Real Successor   25 | Balkon Rumah Afrina

    "Hay Mas! Syukur Alhamdulillah, Mas Andy sudah pulang." sambut Romi begitu aku memasuki ruang tamuku. Aku tersenyum lebar, lega rasanya bisa kembali ke rumah lagi, "Kamu di sini juga, Lex? Aku nggak lihat mobilmu ada di depan tadi." "Mobilku ada di depan gang, Mas! Aku nggak tega aja lihat keadaan dia Mas, tapi tangan Romi sudah jauh lebih baik kok! Tempo hari aku pernah sekali antar dia terapi." jelas Alex sembari mengambil alih tas bawaanku dan membantuku duduk di sofa yang telah terkoyak-koyak kain pembungkusnya. "Mas Alex juga sering antar makanan buat aku, Mas!" terang Romi sembari mengambil duduk di dekatku. "Oh, ya? Terima kasih ya, Lex!" "Coba lihat ini, Mas Andy! Romi memperlihatkan pergelangan tangannya yang sudah pulih, "Tuh kan, sudah bisa diputar-putar lagi tanganku, Mas! Sudah bisa diajak bekerja lagi ini!" "Alhamdulillah, aku ikut senang Romi!" "Iya aku juga punya kabar, kalau ada perusahan teman aku yang butuh OB yang jujur bisa

    Last Updated : 2021-08-03
  • The Real Successor   26 | Keraguan

    Entah bagaimana bisa, dari teras depan, kini kami sudah berada di atas sofa ruang tamu Afrina. Bibir kami beradu tanpa bisa dihentikan. Aku tak bisa menolak bibir manisnya. Aku rasa setelah kejadian ini, bibir cantik ini akan menjadi candu buatku. Tanganku juga mulai berani bergerilya kian turun ke punggung Afrina, membelai di sana dan menelusuri tiap inci tubuh hangat itu dari leher hingga ke ujung kaki. "Brengsek!!!" aku jengkel sekali, "AAARRHHH!!" aku menolak gejolak ini hingga hampir mati rasanya. "Mas An kenapa?" Afrina bertanya sembari masih terengah-engah, "Mas nggak suka sama Af?" "Bukan begitu, Af! Maafkan aku! Jangan teruskan! Aku bisa merusakmu!" aku mengaitkan rambut yang menutupi sebagian pipi Afrina ke telinganya. Rautnya mengguratkan rasa pilu. Rasa bersalah segera menyeruak di hatiku. Sebenarnya aku tak tega mengabaikannya dengan cara begini, tapi aku sungguh menyayanginya. Aku tidak ingin dia tersakiti lagi dengan hinaan Fenno kepadanya. "Dasar

    Last Updated : 2021-08-09
  • The Real Successor   27 | Perebutan Kekuasaan

    "Sial!" umpatku tatkala mereka mengeluarkan bola-bola bergerigi mereka dan mereka lemparkan ke arah mobil Alex. Tak akan aku biarkan melukai mobil mahal ini. Aku meliukkan jalan kendaraan ini ke kanan dan ke kiri menghindari serangan bola-bola rantai itu yang mereka hantamkan bertubi-tubi ke atap dan juga body mobil. "Lebih cepat lagi, Mas! Kita hampir sampai jalan raya! Banyak Polisi di sana! Aku rasa mereka tidak akan berani mengejar lagi jika sampai di jalan besar!" seru Alex sembari berpegangan pada gagang tumpuan yang ada di atas pintu di dekatnya. "Lihat saja apa mereka masih berani jika sudah berada di jalanan umum? Aku yakin mereka akan menyerah!" gelakku begitu puas sambil menyetir dengan begitu keras sehingga akhirnya kami bisa melintasi gang di belakang Pasar Besar itu. Diiringi teriakan kemenangan dari Alex juga Romi secara bersahutan. Susah payah sudah kami menghindari kejaran geng motor yang begitu brutal mengincar kami tadi. Hingga tak terasa darah banya

    Last Updated : 2021-08-10
  • The Real Successor   28 | Nyonya Margareth

    "Anda mengenal Papa saya?" ada getaran meresik di dalam dadaku, "Dari mana Anda bisa tahu kalimat itu? Itu kalimat yang sering diajarkan dalam keluarga saya?" "Aku sangat mengenalmu, Andrew, sangat!" aku bisa merasakan penekanan dari kata-kata Nyonya Margareth itu, "Untuk itulah aku sengaja mengundangmu datang ke butikku agar kita bisa bertemu lagi." ia melanjutkan sembari mengerling, membuat rasa penasaranku semakin bertambah. "Lalu apa hubungan Anda dengan saya juga Papa saya?" aku kian mendesak. "Hubunganku dengan Papamu?" Ia berpikir sejenak, "Sulit untuk dijelaskan, tapi jika kamu bertanya tentang ibumu maka aku akan menjawabnya. Aku ini sepupu dari ibumu. Kakekku dan kakek ibumu merupakan orang yang sama." terang Nyonya Margareth dengan tenang lalu berjalan mendekatiku, tapi sungguh ini belum mematikan rasa penasaranku. "Aku tahu kita tidak pernah bertemu sebelum ini, jadi wajar jika kamu merasa asing kepadaku. Terakhir aku menemuimu kamu masih berusia

    Last Updated : 2021-08-11
  • The Real Successor   29 | Barang Bukti

    Hingga sampailah kami ke jalan menuju ke kontrakanku. Dengan segala bujukan Romi akhirnya aku mengijinkan Alina juga ibunya untuk menginap beberapa hari di rumahku. Aku pun mengalah tidur di luar rumah. Setelah sampai di rumahku, kami menyempatkan mengobrol kecil di teras rumah sambil menyantap makanan kecil khas daerah asal keluarga Romi, oleh-oleh yang dibawakan oleh ibu Romi. Setelah itu pun kantuk tak bisa lagi terelakkan. Tubuhku juga terlalu lelah untuk tetap terjaga. Tepat sebelum aku merebahkan diri, Alina menatapku dalam-dalam sebelum ia menutup pintu rumah. Sambil berdiri di ambang pintu, dengan ragu ia memberikan senyuman kepadaku. Entahlah apa arti senyumannya, aku hanya mengangguk dan meneruskan menyelimuti tubuhku. Tak lama berselang terdengar pintu rumah sudah di tutup dan dikunci oleh Alina. ** Udara semakin pagi semakin menggigilkan tubuhku. Udara malam yang menusuk membuatku terbangun. Aku dengar juga suara-suara ribut sekali terdengar dari rumah-rumah w

    Last Updated : 2021-08-18
  • The Real Successor   30 | Menantang Fenno

    "Siapa dalang dibalik semua ini sudah pasti PT. Dewandaru Grup, mereka kan yang getol bener buat pindahin kita dari wilayah ini?" sahut warga lainnya. "Iya, bener! Nggak ada lagi selain mereka yang ingin menguasai tanah ini!" sahut seorang wanita dengan penuh keyakinan. "Siapa lagi jika bukan orang-orang dana PT. Dewandaru Karya Abadi? Mereka yang gencar ingin membeli tanah kita dengan iming-iming bisa mengendalikan dan mengatur pembangunan lokasi pembuangan sampah agar bisa dimanfaatkan dengan lebih baik lagi! Tapi semua itu tipu daya untuk memperlacar penggusuran wilayah pemukiman kumuh kami ini secara halus!" timpal warga lain yang lebih menyesakkan dada. "Menurut isu yang berkembang, hanya sebuah bujukan dari mereka jika akan membangun hutan kota dan taman satwa mini sumbangan dari perusahaannya itu. Tapi sebenarnya mereka akan mengembangkan pemukiman elit dan apartemen di daerah ini, tentu saja berupaya membangun pemandangan yang bagus untuk apartemen mewahnya

    Last Updated : 2021-08-19
  • The Real Successor   31 | Tania dan Karina

    Hingga malam tiba, aku yang masih tinggal di dalam tenda-tenda pengungsian masih belum pasti akan melangkah kemana. Sungguh kasihan melihat Romi yang terlanjur membawa ibunya jauh-jauh datang dari desa tapi di sini malah terlantar seperti ini. "Aku akan mencari kontrakan yang baru besok, Rom!" celetukku sembari menikmati kopi panas buatan Si Mbok Romi, "Hidup harus terus berjalan." "Aku gak ada uang sama sekali, Mas! Aku belum sempat kerja setelah dirawat di rumah sakit kemarin," Romi mendengus dan merasa begitu resah, "Buat makan hari-hari ke depan saja aku bingung." Tidak mungkin kami terus menerus tinggal di tenda bantuan ini. Belum lagi menengok dompetku yang merinding tak berpenghuni. Di kantong hanya celanaku tinggal selembar uang sepuluh ribu rupiah saja. Darimana aku bisa mengontrak rumah dengan uang segini saja? "Mas ada yang mencari!" seru salah seorang tetangga di depan tanda kami, dan aku buru-buru keluar. "Bu Asih?" sebutku dengan terkejut.

    Last Updated : 2021-08-26

Latest chapter

  • The Real Successor   59 | Bukan Menyerang Dahan, Tapi Akar #2

    Aku geram, Alex banyak sekali melontarkan alasan untuk ngotot ikut denganku di penangkaran. Sudah ku katakan keadaan di sana masih berbahaya. Sedangkan aku sangat membutuhkan dia di kantor pusat. Produk kosmetik tante ku sedang gencar-gencarnya dicari di pasaran. Bagaimana ia bisa mengabaikan begitu saja perintahku. Bersikap santai seolah-olah tidak terjadi bahaya yang mengintai di penangkaran kami."Siapa yang dari dari tadi mengikuti kita di belakang?" tanyaku heran, sudah lebih dari setengah jam mobil di belakangku mengekor tanpa henti bahkan kecepatan mobil itu menyesuaikan dengan mobil yang ku kendarai."Gondes, aku lihat mas Andrew kukuh tidak mau mengajakku jadi ya buat menambah kewaspadaan kita, aku membawa gondes beserta grupnya." cengenges Alex membanggakan apa yang telah dilakukannya."Lex, tau apa yang sudah kamu lakukan? Tindakanmu justru akan memancing kemarahan mereka! Kenapa kamu bisa seceroboh ini? Bantuan mereka aku abaikan, kita malah membawa bantuan semacam ini!"

  • The Real Successor   58 | Bukan Menyerang Dahan, Tapi Akar

    "Kamu harus makan dengan banyak, jangan lupakan makan siang! Musuhmu mudah melemahkanmu di saat kamu lapar!" sergah Tante Margareth mengagetkanku, beliau tiba-tiba berada di depan meja kerja ku sembari menyodorkan kotak makan bersusun yang terbuat dari kaca dengan ornamen indah pada tutup dan pegangannya."Terima kasih, Tante untuk makan siangnya! Maaf aku tidak ikut dalam peluncuran produk kita, aku malah menyerahkan semua kepada Tante!" aku mengiba karena wajah tanteku tampak lelah sekali siang ini."Aku paham kamu sedang banyak masalah di penangkaran. Mengurusi mutiara, mengurusi karyawan yang kena musibah, belum lagi perbaikan laboratoriummu. Justru aku senang bisa membantumu, Nak!""Apalah aku tanpa Tante! Tante sudah makan? Ayo makan bersamaku!""Setelah lounching produk kita, aku sangat bersemaangat karena respon masyarakat yang bagus kepada kita! Gabungan antara mutiara premium, bluberry dan yuju orange. Mereka sangat tertarik dengan kombinasi produk kita itu! Saking senangnya

  • The Real Successor   57 | Mereka Geng Yang Sama

    Aku segera mendatangi lokasi penangkaran yang diserang itu, "Berapa orang yang datang?" aku menanyai beberapa security yang bertugas siang ini. Mereka hanya bisa menunduk dan gemetar, ruang kemanan terlihat rusak parah. Kantor bagian depan dan tengah juga bernasib sama. Semua akuarium besar pun tak luput dari sepakan-tendangan dan penghancuran geng bengal itu. Pos penjagaan saja serusak itu, bisa ku bayangkan bagaimana keadaan orang-orang di dalamnya. Mereka sengaja terlebih dulu menghancurkan CCTV, sebelum menyerang ruang tengah sebagai sasaran utama mereka. Sengaja agar wajah dan tindak tanduk mereka tidak terbaca. Menurut cerita yang kudapat dari security yang bertugas, dengan sekali tebas menggunakan parang yang mereka bawa, mereka bisa meremukkan alat perekam itu hingga menjadi kepingan yang kini aku saksikan puingannya berceceran di atas lantai."Menurut rekan kami, mereka berjumlah sekitar lima puluhan orang, Pak! Menyerang dari depan dan memporak-porandakan semua, pak!" teran

  • The Real Successor   56 | Gangguan Datang

    Akhirnya aku bisa kembali ke kantorku. Masih lekat di ingatanku, betapa lucunya wajah Fenno menahan sakit. Tapi gadis itu, bagus juga pertahanan dirinya. Dia bisa membuat Fenno tak berkutik kepadanya. Lumayan untuk sebuah hiburan. Aku mulai melajukan mobilku keluar dari tempat parkir dan bersiap menuju jalan utama. Namun, ... Cyiiittt! Hampir saja aku menabrak seorang wanita yang melintas di depan mobilku tiba-tiba. Hijab hitam menutupi kepalanya. Dan gaun kuning emas itu, itu gadis yang sama yang tadi memberi pelajaran untuk Fenno. "Cepat lajukan mobilnya!" perintahnya setelah dengan cepat ia memasuki mobilku. Tanpa menengok ke arah belakang atau lainnya, aku menuruti saja permintaannya itu. Lagipula aku juga harus segera kembali ke kantor. Napas gadis itu berantakan, masih memandangi belakang dan spion. Ia terlihat resah jika masih ada yang mengikuti. Apa mungkin Fenno masih mengikutinya? "Kamu sudah aman!" entah mengapa aku keluarkan kata-kata itu. "Kamu nggak paham orang

  • The Real Successor   55 | Membela Diri

    "Hello kakak? Sedang bersantai di sini juga rupanya? Kebetulan sekali!" ujar Zico dengan senyuman miring angkuhnya, dengan langkah kakinya yang dibuat searogan mungkin, ia semakin mendekati aku. "Mari bergabung ke meja kami! Kami sedang mengadakan pertemuan dengan orang penting jadi mungkin Anda tertarik untuk menambah daftar kolega! Mumpung kami memberikan kesempatan!" ajak besar mulut Zico sembari menyerahkan minuman dingin berwarna putih bening itu kepadaku. "Kebetulan kami punya urusan yang harus diselesaikan, jadi lain waktu saja aku bergabung!" jawabku sembari memundurkan kursi hendak beranjak dari hadapan pemuda tengil ini. "Eits! Mengapa harus terburu-buru!" Zico menahan lenganku membuatku menghentikan langkah, "Tidak baik mengabaikan waktu pertemuan dengan saudara laki-lakimu, Kak. Lagi pula kita jarang punya waktu berbincang, ada baiknya Kakak ikut memberi saran dengan cara kerja kami mengelola perusahaan yang baru diberikan kepada kami ini." Lanjut Zico dengan

  • The Real Successor   54 | Siap Untuk Bertempur

    "Semua pembiayaan sudah siap, sample juga sudah lolos uji. Aku akan segera menghubungi ibu Margareth dengan kabar baik ini." terang Alex sumringah di sela-sela rapat tertutup kami membicarakan rencana besar ku untuk mulai meruntuhkan Fenno. "Lengkapi semua dokumen biar dia juga bisa mengecek kekurangan produk ini ada di mana. Kita akan siap bekerjasama dengan perusahaan tante ku itu, aku yakin beliau tidak akan menduga jika itu kita." timpalku sembari menandatangani dokumen yang terakhir. "Ya untungnya Belva menyambut baik teleponku, aku tidak menyangka dia bekerja di perusahaan Ibu Margareth," ada nada aneh saat Alex mengatakan ini, tapi aku rasa ada sesuatu terjadi dengannya dan Belva, "Tapi tidak mengapa, dengan begini kita mendapatkan jalan pintas dan kolega yang terpercaya." "Apapun itu yang terjadi padamu dan Belva jangan sampai mempengaruhi pekerjaan!" sindirku ku bubuhi dengan senyuman. "Ah, nggak masalah, aku hanya tidak menyangka bertemu lagi dengan kawan

  • The Real Successor   53 | Auction

    Pagi ini di sinilah aku berada. Di ruang auction milik bank, untuk mengantongi properti pertamaku. "Aku masih tidak percaya Anda kukuh sekali dengan rumah ini, padahal aku sudah menawarkan lokasi lain yang lebih luas, tapi tetap saja pilihan Anda tidak berubah." keluh Pak Suherman begitu mengambil duduk di sebelahku. "Lokasi ini paling cocok dengan ku, Pak! Jaraknya cukup dekat dengan pasar besar, anak buahku dengan mudah bisa sampai ke sana setiap saat!" ujarku sambil menangkap keresahan di matanya. "Ayolah nak Andrew, pilihan yang ku berikan bahkan lebih dekat dengan pasar itu! Tapi sudahlah, aku percaya saja pada intuisi mu!" senyuman pungkas diberikan Pak Suherman padaku, akhirnya beliau menyerah sambil telunjuknya mengetuk di atas file properti yang akan dilelang hari ini, "Mari bekerja, kita dapatkan rumah ini!" Aku suka gaya optimisnya ini, dia selalu memenangkan banyak kasus, ya memang beliau cukup selektif, tidak semua kasus yang datang, mau ia tangani. Tapi untuk kasus-ka

  • The Real Successor   52 | Menagih Janji

    Pelatuk glock itu ditarik, mata pria itu berkedip, tatapannya seolah berbicara : menghentikanku ... atau mati. "Bajingan dari neraka mana kamu datang, hah?" pekau ku padanya. Benar, si bajingan itu adalah Mario. "Berandalan brengsek! Sudah begitu lama ku tunggu tapi kamu tidak juga menemuiku!!" balasnya kemudian, Aku meraba ada celah kelengahan di sela-sela ceracaunya itu, aku gunakan kesempatan sempit itu untuk menendanng sekuatnya pergelangan pria arogan itu karena hanya aku yang boleh arogan di ruangan ini, dan DARRR! Tembakan itu mengenai dinding di samping kananku. Shitt! Dia benar-benar ingin membakku! Saat ia hendak berbalik mengarah padaku, secepat kilat aku meraih leher dan tanganya yang lain. Aku lipat tangan kirinya ke belakang. Ku cekik leher pria ini dengan gemas di antara lipatan siku kananku dengan seluruh tenaga. Sedangkan ujung glock yang masih di pegangnya, ku jauhkan dari diriku. "Aku harus menghabisi mu!" ujar Mario dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan di

  • The Real Successor   51 | Jangan Meredup

    "Kemudian Andrew, bisa kamu jelaskan kepadaku tentang semua yang sudah kamu lakukan?" ini pasti karena laporan dari Alex, sehingga Tante Margareth siap mencecar penjabaran kepadaku. Senyum Tante kali ini membuat bulu kudukku merinding. "Aku?" tanyaku resah sembari menelan ludah. Lalu aku mengambil duduk di salah satu kursi di samping kanan Tanteku itu, "... Alex menceritakan apa saja kepada Tante?" sambungku bingung harus mulai dari mana. Karena sudah banyak yang terjadi semenjak kebebasan ku dari penjara. "Pertama geng-geng apa itu...? Aku mendengar dari Romi soal geng itu! Jelaskan kepadaku apa gunanya kamu bergabung dengan mereka!" tanya Tante Margaret dengan intonasi agak tinggi daan cepat, "Alex juga menceritakan banyak sekali hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan hidupmu itu! Apa kamu melakukan semuanya tanpa pikir panjang, hah?" sambil masih menggenggam garpunya, Tante mulai menggebrak jengkel ke atas meja. Kamu tidak lagi hidup di jalanan, kamu pasti paham itu kan,

DMCA.com Protection Status