#Happy reading.
Ikuti terus kisah menariknya setelah bab ini habis, ya.
Hutan terlarang ditumbuhi pohon tua lagi menyeramkan. Rona gelap di ujung penglihatan. Angin yang mulai bergemuruh di sela-sela dedaunan. Cakrawala membias elok warna malam kelabu tua.
Gelap tak berarti sepi, dimana hutan terlarang menjerit suara, derap kaki bersorak menggemparkan suasana. Tahun 1022, di ujung ibukota Gaegyeong, masa kerajaan Goryeo--Korea.
Laksamana hutan menyelinap bersama kawanan perang, dengan pedang panjang; panah lancip; tombak besi; beserta kegeraman para penduduk desa.
“Palli, palli!” jeritnya, salah satu perwira tinggi berseragam resmi pegawai kerajaan.
“Cepat, cepat.”
Dirundung rasa amarah. Salah satu berhenti di depan para pengikut perwira. Mengangkat satu tangan ke atas sebagai pembatas aba-aba.
Telunjuknya sudah mengarah pada seorang pria tampan bermata merah, jubah panjang hitam legam, bernada seram bercampur emosional kian membuncah.
“Menyerahlah, wahai Gumiho penggoda!!” pekik si pria di hadapannya.
“Cho Ye Joon,” sebut si pria, pemberi aba-aba itu mendekat.
Berpakaian hitam dengan rambut bergulung tinggi terikat erat, pria lima puluhan tahun, tinggi tegap, rahang luas, berdiri di hadapan seorang Gumiho—si penjaga hutan terlarang.
Grrrr!
Gumiho dengan menggeram sambil mengepalkan tangannya, “Go Joo Woo, aku akan menghabisimu!” gertaknya memajukan langkah.
“Kau sudah menghabisi wanitaku!!” serunya menggeram.
Pria bersapa Go Joo Woo menghunuskan pedang ke arah Cho Ye Joon—seorang Gumiho tampan dengan tatapan dingin.
Tiba-tiba malam menjadi sangat gelap. Semilir angin mulai berayun-ayun kuat, rona malam terlihat menggelegar, petir yang menggulung-gulung di atas langit.
Hanya seketika melewati tubuh Cho Ye Joon tanpa suara, warna putih mulai bersinar terang. Memusarkan angin yang menghempaskan semua pandangan orang-orang hingga terpental ke ujung pepohonan.
Semua terkesima dengan apa yang terjadi. Gumiho tak terlihat lagi di depan mata mereka. Lantas riuh bertanya-tanya, ke mana Gumiho itu pergi??
***
Depok, Jawa Barat—Indonesia, 2021 di ujung tepi jalanan terlihat mobil bus menepi, menunggu kehadiran para Mahasiswa yang akan pergi menuju suatu tempat. Sekumpulan anak muda mulai terlihat dari gerbang suatu Universitas Indonesia Arkeologi.
Tawa mulai menggemparkan suasana di antara pemuda jiwa Bangsa.
“Hahaha.”
“Eh, Nevan, apa kau bakal sedia ngelakuinnya tiba nanti?” tanya salah satu kawannya.
Nevan Taksan terlihat begitu menggoyangkan tubuhnya, “Aku bakal ngegali tanah, mencari benda kuno dari ribuan tahun, bakal kutunjukin ke Bellona, hahaha,” kelakarnya.
Pria bermata sipit dengan tampilan rupawan itu lebih menggoda teman-temannya daripada seorang wanita yang ada di sampingnya.
Seorang gadis cantik menyenggol tubuh Nevan dengan sangat kuat, “Jangan bikin konyol, Bodoh!” kelitnya.
“Bellona, maafkan aku!” jeritnya, memanggil si gadis mempercepat langkah menuju bus yang sedang terparkir rapi di tepi jalan.
“Bellona, maafkan aku, aku bakal cari bunga mawar hutan untukmu, aku janji!” rengeknya sembari menggoda si gadis yang mungkin pacarnya itu.
Sambil merayu, Bellona menahan senyuman di balik sebuah wajah cemberutnya yang kian terbalas geram.
Semua para Mahasiswa membawa ransel besar dan banyaknya peralatan memasuki bus. Bus itu pun bergerak menuju perjalanan, melewati perkotaan, hingga menepi di ujung hutan yang sudah melewati rute perjalanan yang sangat jauh.
Sebuah perkemahan pun dibangun, hingga malam menanti dan bersorak tawa bagi anak-anak muda yang sedang menjelajah alam bebas.
“Aduh, aku harus buang air dulu, udah nggak tahan!” keluh Nevan beranjak, ketika itu sedang asyik berkerumunan di hadapan api unggun.
Nevan berjalan mengendap-endap di ujung hutan yang sudah lumayan jauh dari perkemahan. Ia pun menuruni bukit dengan seorang diri sembari berjongkong, wajahnya dirundung rasa ketakutan yang begitu kacau.
“Aiiish, napa sih nih tempat serem banget!” gerutunya mulai bergetar lemah.
Suasana malam tiba-tiba berubah menjadi kelam, semilir angin melambai sangat dingin, matanya mulai mengelilingi seluruh pandangan ke seisi ruang hutan.
“Waduh, cahaya apaan tu?!” tunjuknya pada depan matanya.
Mulutnya membuka dengan lebar, menganga. Cahaya itu menyilaukan penglihatan Nevan. Ia pun tersungkur dan terbaring di atas tumpukan dedaunan. Pusaran angin yang berlalu membuat dirinya lemah tak berdaya di dalam hutan.
Nevan jatuh pingsan di tengah-tengah bukit yang menjulang curam. Tiba-tiba matanya terbuka dengan lebar, merah padam, dengan gigi taring mulai meraing seram. Tubuhnya terangkat dengan sangat kuat dan tangkas.
Berlari menyusuri hutan hingga ke sudut bawah bukit. Malam menjadi aura pencari target yang akan menjanjikan.
Nevan menampakkan sisi mengerikannya dengan gigi taring yang panjang. Seorang lelaki melewati hutan dengan modal senter kecil sembari memegang senapan panjang.
Grrrr!
Nevan menatapnya dari sudut tebing, lalu mengejar si lelaki dengan begitu cepatnya.
“Aaaaahhh!!!”
Slap!
Sebuah jeritan menggempar suasana tengah hutan. Semua yang sedang asyik duduk dengan ketenangan, tiba-tiba terpelangah dengan spontanitas.
“Eh, Nevan ke mana?” tanya salah satu pria.
Bellona berdiri, “Bukannya tadi dia mau buang air?” sebutnya.
“Ah, benar juga!”
Semua saling memandang dan merasa curiga dengan gema suara yang memantul ke arah mereka sedikit mengganggu pikiran bagi yang mendengar.
***
Sementara itu, Nevan berdiri dengan tubuh serta wajah berlumuran darah. Di hadapan tubuh si lelaki yang sudah tidak berdaya dan hancur itu, Nevan menatap usus yang terburai karena tercabik olehnya.
“Nevan!”
“Nevan!”
Bellona dan ketiga kawannya mencari Nevan di ujung tebing bukit. Namun, tak ada bayang-bayang maupun tanda-tanda yang terlihat dari bawah atau pun dari hadapan mereka.
“Duh, Nevan ke mana, ya?” tanya Bellona mulai gelisah.
“Jangan-jangan dicuri Kuntilanak lagi?” pikir salah satu temannya.
“Ngaco lu!” cecah Felix ke salah satu temannya.
“Felix, coba kamu telpon dia gih!” pinta Bellona.
Cahaya senter mulai mengelilingi seluruh ruang hutan tersebut.
“Hp-nya nggak aktif,” keluh Felix—sahabat Nevan memeriksa ponselnya.
“Aduh, kira-kira ke mana, ya?” sambung salah satu temannya.
Felix menggeleng dalam kebingungannya. Suasana malam seakan mencekam, menurunkan suhu di balik ubun-ubun kepala, mengantar ketakutan dalam kegelapan. Keringat dingin telah mengiringi perjalanan mereka.
Akhirnya, pencarian berhenti di ujung hutan.
***
Nevan bersembunyi ketika ia melihat para kawannya. Namun, pikirannya seakan mengarah pada santapan lezat, tetapi naluri keduanya menjadi membingungkan penglihatan.
Ia pun segera menuruni bukit menuju aliran sungai yang terlihat memanjang. Ia pun membersihkan wajahnya.
Mata merah meredam perlahan, gigi taring telah bersembunyi dan kembali menjadi manusia normal setelah jantung dan hati manusia menjadi makanan pertama.
“Haaa ….”
Nevan mendiamkan dirinya, hingga menunjukkan sifat dingin yang mulai beraksi. Tatapan mata hangatnya mengubah semua raut wajah tampannya menjadi sangat garang.
***
“Aaaah!!!”
Terdengar teriakan seorang pria tua di hadapan mayat yang sudah menganga lebar. Beberapa orang pun tercengang lemah hingga tersungkur ketika melihat mayat tersebut.
Semua orang mengurungkan niat mereka untuk berburu di tengah malam. Setelah melihat kejadian itu, suasana perkemahan menjadi riuh, dipenuhi dengan perbincangan ramai sekaligus ketakutan.
***
Nevan memunculkan dirinya di balik punggung para kawan-kawannya, sontak Bellona membalikkan tubuhnya dengan mata membeliak tegang.
"Benarkah itu Nevan?!" tunjuk Bellona tercengang.
Wajib taruh ke dalam rak setelah baca bagian dari cerita ini, karena apa? Semua butuh proses untuk menjadi cerita yang apik dan tertata rapi.
Semua yang saya tulis demi kenyamanan si pembaca yang utama. Dibutuhkan suatu dukungan dari penambahan ke rak dan juga review tentang isi dari cerita. Maka dari itu, sangatlah diharapkan untuk menjadi bagian terindah untuk kisah ini.
Follow juga I* @Rossy_stories.
Biar kamu bisa mengetahui segala karya milik Rossystories.
Tak lupa kuucapkan kata terima kasih sebanyak-banyaknya atas waktu yang diluangkan hanya dari membaca cerita recehku ini. Semoga sehat selalu dan berlimpah rezeki!
WAJIB VOTE CERITA INI SETELAH BACA!!!
Karena apa? Untuk kemajuan novel berasal dari jemari kalian dari hanya menekan tombol VOTE PADA CERITA INI.Maka dari itu, sangat dimohonkan untuk memberi VOTE setelah baca, ya.Terima kasih telah menjadi pembaca setia cerita ini, semoga sehat selalu.#Happy reading. Wajah seorang gadis—pacarnya Nevan tampak menggeliat kaget ketika kemunculan Nevan yang begitu tiba-tibanya dari balik punggung mereka berempat. Bellona menghampiri Nevan yang tampak murung lagi dingin, tetapi langkahnya terhenti ketika Bellona memperhatikan dengan jelas raut rupanya yang sangat mencolok. “Nevan, kamu kenapa?” tanya Bellona keheranan. “Hah, woi! Ke mana aja lu?!” pekik salah satu temannya ke arah Nevan. Sementara itu, Nevan malah melewati mereka dengan wajah dinginnya. Tak sama sekali menyahut ketika ditanya dari mana? Bahkan Bellona mengurungkan niat untuk mengikutinya ketika perubahan raut yang begitu berbeda. “Eh, lu ke mana aja, Bro?!” tanya dua temannya mengikuti langkah Nevan. Namun, Nevan malah berbalik dan menatap tajam kepada kedua teman yang berusaha mengikuti langkahnya. Dengan begitu tercengangnya, Felix dan Bellona saling mendekat. Bellona menarik lengan Felix sambil mengernyitkan dahi, “Ada yang aneh nggak sama si Nevan?” tanyanya
Sang dokter tercengang bukan main. Dari sana mereka berdua mulai berpikir kalau itu hanya bulu harimau tua yang tinggal lama di dalam hutan. “Tidak mungkin, mana ada Rubah hidup di sini?” keluh si dokter. “Kami juga terkejut bukan main, Dok. Rasanya mustahil melihat ini,” sahut si wanita itu merunduk. Sang dokter semakin berpikir, sedangkan si perawat semakin tak percaya, “Aneh sekali, bukan?” keluhnya menggerutu. *** Kampus Arkeologi yang masih disibukkan dengan gosip yang mulai beredar, sedangkan masalah perubahan sifat dan kelakuan Nevan berbanding seribu. Perubahan itu membuat orang lain merundung kecemasan membuas di antara pemikiran mereka. “Kurasa dia sudah dirasuki oleh iblis yang tinggal dalam hutan kemarin,” bisik dari salah satu gadis bersama dengan para kawan-kawannya. “Kurasa benar,” sahut kawannya. Nevan masih melewati para wanita yang berbisik demikian, sedangkan mereka yang berdiri sambil menatap dirinya malah menjauhi Nevan sambil mengucilnya
Kekekalan malam menjadi aura kuat bagi si pencari nafsu kelam. Aroma darah, jantung, hati yang siap menjadi santapan adalah sosok buas lagi menyeramkan. Namun, Cho Ye Joon membiarkan pemuda sekampusnya itu tersungkur lemah di bawah lantai. Sementara itu, Nevan membawa malam itu penuh dengan kebencian lagi mendendam asa. Jiwa yang meronta-ronta pasti akan menggeliat di ujung ubun-ubun kepala. “Aaaaah!!!” “Mama, cepat ke sini! Lihat kakak, lihat kakak, Ma!!” Nevan melirik pandangan sinisnya ke balik punggung yang sudah menjauh dari tembok pembatas dirinya. Di ujung pagar rumah, ia memiringkan senyum lalu bergegas gesit ke ujung jalanan. Suasana malam itu pun menjadi sejarah bagi si pemuda ketua gangster kampus yang menjadi sasaran makhluk asing lagi menyeramkan. Tidak ada yang tahu dengan aksi bejatnya bahwa ia telah melempar tubuh dengan tangan kemarahannya. Sebuah jeritan telah meramaikan suasana. Wiu! Wiu! Wiu! Ambulans beradu di jalanan setelah kejadian naas tertimpa pada seo
“A-apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Nevan meredam pusing kepala. Tubuhnya seakan perlahan berhenti dari detik merasakan perih, sedangkan hujan pun berhenti dalam sekejap. Bellona melihat situasi yang terlihat di luar jendela sudah tidak menunjukkan rintik hujan yang turun. Kini, Bellona hendak mendekati sosok Nevan dengan wujud Gumiho yang sudah perlahan menghilang. Namun, Felix menarik lengan Bellona untuk melarangnya mendekati sosok makhluk yang mengerikan itu. Felix menggelengkan kepalanya, “Jangan, Bel!” Bellona melepaskan perlahan tangan Felix dari lengannya, lalu berbalik untuk mendekati Nevan yang masih belum jelas kalau dia dirasuki atau memang wujud dari Rubah ekor sembilan itu sendiri. Nevan menatap tegang mata Bellona yang seakan mendekati dirinya. Nevan hendak meluruskan pandangan ke dua bola matanya untuk menembus rasa lupa. Namun, ia tak berhasil melakukannya. “Kenapa ini tidak berhasil?” gumamnya dalam hati. Bellona berdiri sangat dekat dengan Nevan tanpa a
“Aku yakin, kamu bisa menahan semua emosi dalam jiwa Gumihomu itu agar tidak menunjukkan emosi tinggi,” ujar Bellona meyakinkannya. Nevan masih terngiang dengan kata-kata terakhir dari sang kekasihnya. Jiwa Gumiho dalam dirinya begitu terbawa emosi jahat, sedangkan ia berusaha menahan untuk melawan roh jahat tersebut. Cho Ye Joon mulai membisikkan sesuatu ke dalam batin Nevan, “Bunuh saja mereka! Mereka bahkan pernah meremehkanmu.” “Jangan ragu-ragu, Bodoh!” Cho Ye Joon semakin merasuki jiwa lemahnya dari Nevan. Namun, rasa sakit itu menahannya saat Felix memekik ke arah mereka. “Woi!!” pekik Felix. “Apa lo?!” ucap salah satu pria songong. “Aku tidak boleh menyakiti mereka, tidak boleh terjadi,” gumamnya dalam hati untuk melawan Cho Ye Joon. Rintihan itu bahkan menusuk jantung Nevan seketika. Para Mahasiswa lainnya malah tidak jadi menindas Nevan secara brutal. Malah berpindah menjadi tatapan bingung kepada perubahan Nevan yang tiba-tiba meringis aneh. “Lho, kenapa Nevan?” tun
Wanita itu terus membuntuti langkah Nevan hingga ke depan ruangan, sedangkan salah satu anggota gangster menghentikan dirinya tepat di sudut dinding.“Woi, ini dia orang aneh tadi?” sebut si anggota geng.“Eh, elu kenapa? Gue mau ke kelas,” kelit Nevan menghindar.Akan tetapi.“Woi!! Elu nyadar nggak?! Nevan ini kemarin hanya kesurupan setan hutan, buktinya dia udah nolongi gue dari cowok nyebelin,” bentak si gadis berambut ikal dengan kuncir kudanya.Ketiga kawanan geng tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh si gadis tentang Nevan yang akhirnya menunjukkan belas kasihnya.“Eh, benerkan yang dibilang dia? Aku nggak bohong kan?” sebut Nevan dengan nada berbeda.Semua orang malah tercenung dengan perubahan Nevan yang kembali dengan wujud aslinya. Namun, ketiga komplotan itu bahkan tidak menyadari bahwa Nevan yang sesungguhnya ada d
Nevan yang masih berdiri dengan sejuta kebingungannya itu, hendak mengeluarkan energi jahat dari dalam tubuhnya. “Nevan, jangan! Elu cuma sebagai bahan umpan,” ungkap Erin meronta-ronta dari genggaman Dio. Nevan yang seakan melihat para temannya hanya mematung bisu. Sementara itu, Bellona dan Felix yang hendak keluar dari gerbang malah dihentikan secara spontan oleh si dosen baru itu. “Ah, hampir saja!” sergah Bellona yang hampir menabrak lagi. Si dosen itu menyipitkan matanya sambil menatap kedua mata Bellona dengan penuh sorotan tajamnya. Tiba-tiba, waktu seakan berhenti bergerak. “Akhirnya aku menemukan dirimu!” sebut si dosen sambil memegangi tangan Bellona. Mengusap telapak tangan sebelah kirinya hingga mengeluarkan cahaya kekuningan layaknya butir cahaya Gumiho. “Kau akan dilindungi oleh kelereng rubah dan kekuatanku agar bisa menghindari dari serangan tiba-tiba,” lontar si dosen melihat semua tanpa gerakan. Semua pepohonan, manusia, bahkan semua yang terlihat olehnya me
Sore menemani keduanya mengiringi langkah pertama. Nevan yang menunjukkan sisi romantisme pada sang kekasih, akhirnya sebuah kisah kembali terlihat. Nevan meraih tangan Bellona dengan perlahan. Sontak, Bellona terpengah akibat genggaman tangan dari Nevan di antara perjalanan mereka. Masih di sisi taman kampus yang mulai menunjukkan sisi redup dari cahaya Mentari. “Makasih, Bellona,” lirih Nevan di antara langkahnya. Keduanya masih berjalan dengan santai. “Kok bilang makasih?” tanya Bellona khawatir. “Aku sempet nyakitin kamu, pikiranku seakan nggak bisa ngebedainnya,” ujar Nevan merundukkan pandangannya. “Aku bakal nganterin kamu balik,” putus Nevan melirik Bellona yang masih malu-malu. Keduanya berhenti dan saling menatap di pinggir jalanan, dimana matahari hendak pergi dalam hitungan menit. “Hari udah makin malem, sebaiknya kita balik aja yuk!” pungkas Bellona membuyarkan tatapan Nevan. “Hm, oke!” sahut Nevan mengangguk mantap. Suasana kisah cinta mereka mulai terlihat bers
#Happy reading. Kembali ke kota Depok. Sekumpulan teman bersama-sama kembali. Nevan menduduki kursi paling ujung bersama ketiga rekannya. Di sampingnya, Bellona melirik pelan ke wajahnya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Bellona. Nevan menggelengkan kepalanya. Mereka tiba-tiba turun dengan tanpa rasa sadar kalau perkotaan menjadi gelap kehitaman. Satu per satu menerawang gulungan awan yang menutupi langit kala itu. Nevan mulai melirik Kim Dae Jung dengan sorotan mata aneh lagi curiga. Kemudian cahaya putih terang mendatangi mereka, dimana orang-orang telah menjauh semua karena takut. Namun mereka masih berada di sana. Nevan, Bellona, Felix, dan Kim Dae Jung sendiri. Apsara itu kembali di depan mata. Sosok makhluk kayangan itu berdiri menyambut kepulangan mereka. Menatap lurus mengarah Nevan. “Kau harus melawan musuhmu di malam ini juga. Kita tidak punya waktu, kecuali kau ak
Pelarian mereka setelah menjauh dari ketiga musuh. Nevan dan Kim Dae Jung mulai memberhentikan diri di ujung pemukiman warga. Setelah bertemu banyak orang, mereka tampak lelah sekaligus gelisah. “Sepertinya kita sudah lebih aman,” tutur Nevan. Kim Dae Jung meranggul kepala, sembari melepaskan lengan Felix bersama dengan tindakan Nevan. Bellona dan Felix yang merasakan kelelahan akhirnya membungkuk sambil memegang kuat ransel besar. “Kau tidak kenapa-kenapa kan?” tanya Nevan khawatir. Bellona memegangi lutut sambil meringis kelelahan, tetapi kepalanya menggeleng. “Nggak apa-apa, Van. Aku nggak apa-apa,” sahutnya. Nevan memegangi lengan kekasihnya, membantunya bangkit dengan tegak. “Gimana kalo kita cari kos-an saja?” usul Felix. “Ide bagus!” sahut Nevan. “Kalian pergilah, aku harus membuang aroma tubuh kalian agar Go Jo Woo dan iblis itu tidak bisa menemu
Makhluk kayangan itu memperlihatkan dirinya dengan baju putih panjang. Rambut putih dengan mata bersinar cerah. Menatap lurus ke hadapan Nevan yang sekaligus menyatu dengan gumiho dari masa lalu tersebut.“Untuk apa kalian memanggilku kemari?” tanya Apsara mengerutkan kening.“Kami membutuhkan bantuanmu,” pinta Nevan mendongakkan wajahnya.Di balik dua sisi Nevan berada. Bellona dan Felix mulai terpelangah. Ketiganya mulai beranjak setelah berdekam merunduk ke hadapan Apsara tersebut.Malam yang redup ini mempertemukan mereka pada kejutan menakjubkan. Nevan mulai menegakkan tubuhnya, membusungkan dada ke depan pandangan. Tangannya mulai menunjuk dirinya sendiri.“Di dalam tubuhku ini ada dua jiwa yang menyatu,” ungkap Nevan.“Lalu, apa kalian ingin memintaku agar mengeluarkan kalian dari satu tubuh?” tanggap Apsara.Nevan
Sebuah gua yang jauh dari pemukiman warga. Akan tetapi, ditutupi oleh dedaunan menghijau dan lebat. Nevan mulai mendekati mulut gua bersama kedua temannya. Langkah pertama mereka tiba di tempat yang mereka inginkan. “Kita harus nemuin sumber Apsara itu,” putus Nevan. Felix dan Bellona pun mengikuti langkah Nevan memasuki gua tersebut. Di antara kegelapan gua menyelimuti kesepian mereka. Penglihatan mulai meredup. Akhirnya, cahaya senter terbias menyorot ke jalanan gua. “Van, apa lo yakin?” tanya Felix ragu. “Ini bukan keputusan gue, tapi si Cho Ye Joon,” sebut Nevan membalikkan badan. Wajahnya dipenuhi dengan segala rahasia yang segera terbuka. Kembali menelusuri ruangan gua yang gelap. Dipenuhi dengan kelelawar bergelantungan sekaligus berterbangan. Nevan mulai berhenti di sudut dinding ruangan. Tangannya menggenggam lonceng emas diarahkan ke depan pandangan. K
Ransel, sepatu boots hitam mengilap, dua pria menggunakan celana Tactical, satu wanita menggunakan celana denim. Dari arah bawah terlihat langkah saling menyatu dalam kebersamaan mengiringi jalan. Mulai terpampang jelas dari arah balik punggung baju kemeja berwarna kelabu di tengah. Dua pria menutupi posisi wanita di tengah. Menggunakan langkah santai mereka sembari memegangi ransel tebal. Angin melambai pesona anak muda tampan dan cantik. Sampai pada penampilan wajah-wajah mereka bertiga. Bellona melebarkan senyuman mengiringi langkah. Nevan meraih tangan Bellona dan saling menatap. Sementara Felix menari bersamaan langkah mereka. Seruan angin menyentuh pipi secara lembut. Menyentuh lebih hangat melihat pasangan yang saling menjalin hubungan terbaik mereka. Berhenti di penghujung jalan. Tak beberapa lama bus pun berhenti perlahan. Nevan melirik satu per satu orang yang ada di
Suasana yang telah diperlihatkan dengan jelas di depan pandangan batinnya. Nevan melewati malam setelah mengadakan ritual sesaat. Kini, ia pun bergegas perlahan layaknya manusia normal kembali.Nevan berhenti di sudut jalan perkotaan. Terbias lampu jalanan mengiringi langkah menyelinap di antara wajah cerianya.Rona berkilauan gemerlapnya redup malam. Dirinya mengelilingi pandangan ke seluruh pandangan mata. Seisi perkotaan menemaninya pada tujuan yang sudah ditemukan.Kedua tangannya mengepal bulat. “Go Jo Woo, kau memang cerdik dan licik!” geramnya memandangi kegeraman di kala malam menyelimuti.Langkahnya kembali tergerak menuju kepulangan. Di sisi pertemuan yang menjadi kisah akhir dari musuhnya.Senyuman miring dengan tatapan sinisnya. “Heuh! Kau pikir akan menang?” sebutnya meledek. Nadanya terdengar menyeru semangat. Menutupi malam menjadi kesenduan ke
Kedua jiwa saling mengobrol, meresapi perasaan mereka masing-masing. Dari hubungan yang pernah terjalin indah dan sempurna. Seakan runtuh, terbuai oleh satu pertanyaan kebimbangan. Wajah itu lebih terlihat menegang. Ketika mulut telah melebar, kini giliran rahangnya mengatup perlahan. Cho Ye Joon meruntuhkan segala pandangan setelah mendengar lontaran kata Nevan. Mungkin, hati lebih sensitif dari sebuah penglihatan. Perasaan sungguh lebih tertekan dengan sangat mendorong keinginan. Raga hanya menampung segala beban kekuatan. Namun, mereka tak lagi melangkah akibat sebuah lara. “Kau benar!” sahut Cho Ye Joon melusuh. “Aku mengerti,” timpal Nevan. “Kau mungkin satu raga denganku. Walau kita berbeda, kurasa kita memiliki tujuan dan kisah yang sama,” lirih Nevan merunduk lesu. “Kim Dae Jung, aku ingin bicara dengannya.” Kepalanya seakan terbawa oleh pemikiran yang jauh. Bah
Tubuh Nevan yang terjengkang di atas lantai jalan tepat di depan gerbang rumah Felix. Kedua temannya hanya menatap keheranan kenapa tubuh sekuat Nevan bisa saja jatuh pingsan. Yang tidak masuk akal terjadi. Keduanya saling menatap. Tanpa harus menunggu lama lagi, Bellona segera meraih lengan Nevan untuk membantu posisi terbaring segera terbawa. Tanpa harus ada tekanan apapun, Felix pun turut membantu. Namun, Bellona merasakan hal aneh yang bereaksi dari dalam tubuhnya. Spontan ia merasakan hal sedemikian rupanya perubahan. Kedua tangannya yang sempat menyentuh lengan Nevan kini runtuh. Terlepas dari lengan Nevan, sehingga tubuh Nevan kembali jatuh. “Aaaargh!” ringisnya dengan ekspresi yang menyakitkan. Felix menatap curiga dari perubahan tubuh Bellona. Keningnya berkerutan mellihat yang baru saja terjadi. “Bel, e lo kenapa?” tanyanya terheran. Be
Nevan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah batu giok berwarna hijau tampak biasa, tetapi lebih bersinar dari umumnya. Dalam genggaman Nevan, ia pun menunjukkannya ke depan Felix berada.“Kita cuma butuh nyatuin batu ini sama jam antik itu. Di dalam tempat itu akan memperkuat kekuatan dari dalam batu supaya bisa membuka lorong waktu sekaligus ngeluarin gumiho dari tubuh gue,” ungkap Nevan kepada Felix.Tatapan Felix masih saja memperhatika ke arah batu yang ditunjukkan oleh Nevan. Dia kembali menutupi batu tersebut dengan genggaman tangannya.Sementara Felix mendongakkan wajah menatap rupa dari sahabatnya.“Gue pasti akan bersiap!” tegas Felix meranggul sekali.*** Dari dunia yang berbeda. Dari alam yang menyatukan energi dua elemen yang tidak bisa disatukan. Satu dunia