Wanita itu terus membuntuti langkah Nevan hingga ke depan ruangan, sedangkan salah satu anggota gangster menghentikan dirinya tepat di sudut dinding.
“Woi, ini dia orang aneh tadi?” sebut si anggota geng.
“Eh, elu kenapa? Gue mau ke kelas,” kelit Nevan menghindar.
Akan tetapi.
“Woi!! Elu nyadar nggak?! Nevan ini kemarin hanya kesurupan setan hutan, buktinya dia udah nolongi gue dari cowok nyebelin,” bentak si gadis berambut ikal dengan kuncir kudanya.
Ketiga kawanan geng tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh si gadis tentang Nevan yang akhirnya menunjukkan belas kasihnya.
“Eh, benerkan yang dibilang dia? Aku nggak bohong kan?” sebut Nevan dengan nada berbeda.
Semua orang malah tercenung dengan perubahan Nevan yang kembali dengan wujud aslinya. Namun, ketiga komplotan itu bahkan tidak menyadari bahwa Nevan yang sesungguhnya ada di hadapan mereka.
“Eh, elu mau ngebodohin kita, ya?!” gertak salah satu rekannya, dengan meraih kerah Nevan melempar tatapan tajam ke arahnya.
Namun, Nevan berusaha untuk mengalahkan sifat aslinya dari sifat yang baru saja dia dapatkan dari sosok gumiho masa lalu.
“Eh, Bro! Bro! ini gue, Nevan taksan. Masa elu mau ngebanting gue ke lantai? Hah?!” dengus Nevan benar-benar menampakkan wajah asli dari humorisnya. Lantas, apakah hal tersebut akan dipercaya oleh ketiga rekannya tersebut?
“Eh, lepasin nggak?! Dia udah kembali kok,” kelit si gadis hendak merampas tangan Nevan.
Namun, yang terjadi adalah ….
Pow!
Sebuah tangan yang melayang dari si pria sok hebat ke wajah Nevan dengan kuat. Tubuh Nevan terpental seketika namun tak sampai terhempas jauh. Akan tetapi, mata mulai memperlihatkan dirinya pada ketiga pria tersebut.
Tiba-tiba dari balik punggung Nevan.
“Nevan,” sapa Bellona memegang tangannya, hingga memancarkan aura hangat dari seorang gadis yang dicintainya.
Nevan yang hendak menarik kuat kekuatannya untuk melawan ketiga pria itu, akhirnya meredam akibat sentuhan lembut dari Bellona.
“Kamu ke mana aja?” tanya Bellona pelan.
“Ayo, kita ke kelas!” ajak bellona tiba-tiba.
Nevan yang terkinjat dari suara lembut itu bahkan menuruti kemauan Bellona untuk membalikkan badannya. Tapi, Bellona seketika berhenti lalu menoleh ke arah ketiga pemuda dan satu gadis.
“Mulai sekarang, kalian jangan ganggu Nevan lagi!” ketus Bellona tak acuh.
Ia pun kembali menarik tangan Nevan untuk meninggalkan sisi ruangan yang sudah tidak jauh dari kelas mereka.
Sontak, si gadis masih merasa aneh dari tingkah Nevan yang berubah-ubah dengan sangat cepat. Ketiga pemuda itu mendekati si gadis.
“Erin,” sapa dari ketiga pemuda.
Si gadis yang bersapa Erin itu menoleh, “Kenapa?” tanyanya dengan kelopak mata yang meninggi.
“Itu beneran Nevan??” sebut si pemuda bertubuh tinggi itu.
“Dio, Endi, Roki … elu betiga nggak denger apa pesan terakhir dari Bellona? Mulai sekarang, jangan ganggu Nevan lagi! Gue juga tadi diselametin sama Nevan lho!” ungkap Erin.
Erin pun menghindari ketiganya dengan melewati tubuh Dio dengan kasar. Dio—pemuda yang melemparkan pukulan ke arah Nevan dengan kuat.
“Bro, gimana? Bos kita udah pulang hari ini,” sebut si pemuda yang ada di belakangnya. Dari ketiga pemuda itu tampangnya hanya biasa-biasa saja, bisa disebut dengan kategori standar. Tidak jelek dan tidak pula tampan.
Hanya saja dari kegarangan tampak dari ciri-ciri khas mereka adalah sebuah anting yang melekat di masing-masing telinga dengan inisial ‘G’. Tubuhnya memang macho dan tinggi, rambut gaya nakal berdiri ke atas.
Anting berada di sebelah telinga kiri, dengan eye liner hitam di sekitaran mata. Sebuah pertanda bahwa mereka adalah tim gangster yang ada di kampus. Siapa yang berani dengan mereka?
Namun, melihat kejadian itu pun ketiganya berbalik arah untuk kembali ke tempat tujuan mereka.
Akan tetapi, dari ujung lorong ruangan. Keluarlah seorang pemuda yang akhirnya babak belur akibat hantaman keras dari Nevan. Langkahnya begitu gontai sambil meremas kepala perlahan.
Seseorang berdiri di muka pintu dengan memperhatikan si pemuda tersebut. Pria itu memperlihatkan dirinya di saat situasi menjadi sepi. Seorang dosen yang pernah bertemu dengan Nevan di dalam sebuah Laboratorium Arkeologi.
Pria agak tua itu tersenyum dengan lebar. Dosen itu memperlihatkan raut tua dengan kepala botak celentang yang menyisakan rambut di samping-samping kepala.
“Heuh! Cho Ye Joon,” dengusnya lalu menghilang dari posisi tersebut.
Tidak ada yang melihat bahwa dirinya menghilang tanpa aba-aba dari sana. Jika ada yang melihat, apa semua akan percaya? Lalu, siapa pria misterius itu?
***
Ruang kelas berakhir begitu saja. Nevan bergegas menghindar dari teman-temannya agar tidak dapat dibenci maupun dihujat lagi. Bellona mencari-cari sosok Nevan yang sudah menghilang dengan begitu cepatnya.
“Kamu nyari siapa, Bel?” tanya Felix penasaran.
Bellona menoleh, “Nevan ke mana ya?”
“Nevan??” singkat Felix mengelilingi penglihatannya.
“Udah balik kali,” sahutnya meyakinkan.
Kedua pemuda yang pernah menjadi rekan mereka akhirnya melewati Bellona dengan santai.
“Eh, Rendi!” cegah Bellona memekik.
Keduanya berhenti saat Bellona berusaha menghentikan langkah mereka.
“Kenapa, Bel?” tanya Rendi heran.
“Elu ada liat Nevan nggak?” tanya Bellona sedikit cemas.
“Wah, kalau dia mah bodoh amat!” ketus Rendi.
“Yuk, Drik! Kita cabut,” ajak Rendi dengan tampang raut kesalnya.
Bellona menghela napas panjangnya, “Huuuft ….”
“Udah, Bel. Mending kita pulang aja, ntar besok juga ketemu,” bujuk Felix mengkhawatirkan sahabatnya.
“Yuk lah!” putus Bellona yang hampir putus asa.
Dari sisi yang tidak terduga, Bellona tertabrak dengan seorang dosen baru tadi di balik sudut dinding perbatasan.
Brak!
“O, maafkan aku, Pak,” lirih Bellona melihat dosen itu dengan membungkuk.
Si dosen itu merundukkan pandangannya, lalu mengacungkan salah satu tangannya, “tidak apa-apa, kalian bisa melanjutkannya.”
“Bener, Bapak nggak apa-apa?” tanya Bellona khawatir.
“Tidak apa-apa,” sahut si dosen kepala celentang itu tersenyum sambil menatap Bellona.
“Oke, kalau gitu kita permisi, ya, Pak,” pamit Bellona merunduk.
Si dosen itu tersenyum miring, sambil membalikkan badannya menatap Bellona yang seakan menunjukkan sisi terang dari dalam tubuhnya.
“Kelereng rubahnya,” sebut si dosen perlahan.
Bellona membalikkan pandangannya ke arah sang dosen yang masih memperhatikan wajahnya dari ujung penglihatannya.
Sementara itu, Bellona mengerutkan keningnya.
“Itu dosen baru kan?” sebut Bellona.
“Iya, katanya sih dia datang dari jauh banget,” sahut Felix.
***
Di ujung jalanan yang sudah terlempar dari sudut bangunan kampusnya. Nevan berdiri sembari mendekati para pemuda yang berusaha menjajah seorang gadis yang dikenalnya.
“Lepasin, Erin!” perintah Nevan dengan tegas.
Bertemu lagi dengan ketiga geng yang masih belum puas menghadang dirinya. Kini, seorang gadis yang akan menjadi umpan baginya untuk menyerang.
“Eh, tunjukin kalo elu hebat!” seru Dio sambil menahan tubuh Erin dengan kuat.
Nevan merundukkan kepalanya sambil mengepalkan tangan. Aroma darah mulai tercium sangat dekat, hingga pergelangan urat terus berdenyut cepat. Di balik kelopak matanya bersinar dengan redup, hingga bola mata merah hendak diperlihatkannya.
“Woi, lu tuli ya?!” gertak Dio lagi.
Nevan pun perlahan memajukan langkahnya, dengan baju kemeja yang dibiarkan mengibar dari terpaan angin yang melayangkan ujung helaian.
“Nevan, jangan!!” teriak Erin.
Wajib taruh ke dalam rak setelah baca bagian dari cerita ini, karena apa? Semua butuh proses untuk menjadi cerita yang apik dan tertata rapi. Semua yang saya tulis demi kenyaman si pembaca yang utama. Dibutuhkan suatu dukungan dari penambahan kea rah dan juga review tentang isi dari cerita. Maka dari itu, sangatlah diharapkan untuk menjadi bagian terindah untuk kisah ini.
Follow juga I* @Rossy_stories.
Biar kamu bisa mengetahui segala karya milik Rossystories.
Tak lupa kuucapkan kata terima kasih sebanyak-banyaknya atas waktu yang diluangkan hanya dari membaca cerita recehku ini. Semoga sehat selalu dan berlimpah rezeki!
Nevan yang masih berdiri dengan sejuta kebingungannya itu, hendak mengeluarkan energi jahat dari dalam tubuhnya. “Nevan, jangan! Elu cuma sebagai bahan umpan,” ungkap Erin meronta-ronta dari genggaman Dio. Nevan yang seakan melihat para temannya hanya mematung bisu. Sementara itu, Bellona dan Felix yang hendak keluar dari gerbang malah dihentikan secara spontan oleh si dosen baru itu. “Ah, hampir saja!” sergah Bellona yang hampir menabrak lagi. Si dosen itu menyipitkan matanya sambil menatap kedua mata Bellona dengan penuh sorotan tajamnya. Tiba-tiba, waktu seakan berhenti bergerak. “Akhirnya aku menemukan dirimu!” sebut si dosen sambil memegangi tangan Bellona. Mengusap telapak tangan sebelah kirinya hingga mengeluarkan cahaya kekuningan layaknya butir cahaya Gumiho. “Kau akan dilindungi oleh kelereng rubah dan kekuatanku agar bisa menghindari dari serangan tiba-tiba,” lontar si dosen melihat semua tanpa gerakan. Semua pepohonan, manusia, bahkan semua yang terlihat olehnya me
Sore menemani keduanya mengiringi langkah pertama. Nevan yang menunjukkan sisi romantisme pada sang kekasih, akhirnya sebuah kisah kembali terlihat. Nevan meraih tangan Bellona dengan perlahan. Sontak, Bellona terpengah akibat genggaman tangan dari Nevan di antara perjalanan mereka. Masih di sisi taman kampus yang mulai menunjukkan sisi redup dari cahaya Mentari. “Makasih, Bellona,” lirih Nevan di antara langkahnya. Keduanya masih berjalan dengan santai. “Kok bilang makasih?” tanya Bellona khawatir. “Aku sempet nyakitin kamu, pikiranku seakan nggak bisa ngebedainnya,” ujar Nevan merundukkan pandangannya. “Aku bakal nganterin kamu balik,” putus Nevan melirik Bellona yang masih malu-malu. Keduanya berhenti dan saling menatap di pinggir jalanan, dimana matahari hendak pergi dalam hitungan menit. “Hari udah makin malem, sebaiknya kita balik aja yuk!” pungkas Bellona membuyarkan tatapan Nevan. “Hm, oke!” sahut Nevan mengangguk mantap. Suasana kisah cinta mereka mulai terlihat bers
Malam yang menjadi pemburu iblis dan para kejahatan kasat mata terus menyelinap ke tabir-tabir dunia gaib. Wujud Siluman dalam tubuh pemuda tampan itu terus memantau santapan untuk kekuatan barunya.Derap kaki melayang mengudara tanpa jejak kaki yang tertinggal di segala arah. Namun, energi spiritual begitu tenggelam dalam semilirnya angin menerpa.Di ujung bulu-bulu kuduk seakan berdiri tegak dengan aura dingin yang menyengat.Entakan kaki mulai terdengar di ujung daun telinga. Tepat di tengah malam di antara rembulan redup yang bersembunyi di balik awan-awan pelan.Sosok Gumiho tampan menyerupai wujud asli rupanya telah merajalela tubuh Nevan.“Cari sumber kekuatanmu! Cari jantung segar yang masih kuat.”Bisikan dalam jiwanya menghantui pikiran dan tekad. Nevan yang menyerupai sosok makhluk halus dengan cakar panjang lagi membutakan dirinya. Siluman rubah itu telah menjadi isu mitos yang terus menggema.Grrrr!Ger
#Happy readingIkuti terus kisah menariknya. Bellona yang masih mengayun kaki panjangnya terus mengiringi tepi jalanan. Tiba-tiba langkahnya terhenti begitu saja ketika terjadi satu kejanggalan yang ada pada dirinya. Tangannya meraba pakaian dan beberapa dari penampilan yang agak aneh.Memegangi tubuh yang seakan tidak biasa. Matanya seketika menjelengar ke depan jalanan kalau ia masih menggunakan Piyama tidurnya.“Aaaah! Tidaaaak!!” teriak Bellona melengking di tengah jalan.Tanpa busana yang layak, sandal jepit, rambut yang masih diikat agak berantakan. Ia pun hampir melupakan malu yang mengiringi pelarian paginya.“Eh, Neng Bellona mau ke mana aja nih pagi-pagi? Lagi olahraga ya, Neng?” tanya dari salah satu ibu-ibu, dengan menjinjing bungkusan belanjaan.Raut Bellona benar-benar memalukan ketika orang-orang yang tidak biasa melihat dirinya ada pada penampilan rumahan.
Kedua pemuda berpostur tinggi tegap itu saling berhadapan. Akan tetapi, ada perbedaan yang tidak bisa dilihat secara kasat mata oleh mereka. Seorang pemuda normal dan seorang pemuda berekor sembilan.Felix menatap raut Nevan dengan penuh tanda tanya, pertanyaan yang membuatnya penasaran. Tiba-tiba, waktu seakan berhenti sejenak diiringi dengan benda-benda yang mematung tanpa sebuah gerakan. Tetumbuhan yang semula bergoyang-goyang, kini berhenti.Hanya sosok Gumiho dari tubuh Nevan yang bisa melihat apa yang terjadi di sekitar penglihatannya.Perintah yang berasal dari aba-aba seorang pria yang berjalan mendekati mereka.Si dosen memunculkan dirinya di hadapan sosok Nevan. Meniup udara ke arah Felix dan menebarkan cahaya ke seluruh orang-orang.“Kau tidak akan bisa lari dari mereka, aku berusaha untuk mencarimu, ternyata kau bersemayam di tubuh pemuda yang serupa denganmu,” ujar si d
Bertemu, ketiganya kini saling bertemu. Dimana Nevan mungkin belum mengetahui dari kecurigaan yang ada pada Felix kepadanya. Namun, tatapan Bellona merendah sekaligus terharu dengan kehadiran sosok Nevan.Dengan langkah pelannya, dia pun menghampiri sosok pria berjiwa Gumiho itu. Memberanikan diri untuk mendekati jiwa jahat yang ada di balik tubuh Nevan. Sang kekasih baru saja kembali dengan baik.Akan tetapi, sebelum itu terjadi situasi yang sangat mengerikan.“Bellona,” sapa Nevan, terheran.Bellona beralih menoleh ke arah belakang punggungnya, sambil melambai tangan ke arah Felix.“Hei, ke sinilah! Aku pengen buktiin kalau Nevan bukan orang jahat,” sebut Bellona.Felix masih saja termangu diam ketika melihat kondisi Bellona yang tampak baik-baik saja, sedangkan Nevan pun tak lagi berbuat onar.Dengan memaksa segala rintangannya kali ini. Felix pun memajukan langkahnya mendekati Bellona dengan raut khawatir b
#Selamat membaca!Suara yang terdengar tampak tidak begitu asing. Dari balik punggung Felix, seorang pria berambut setengah botak mulai memperlihatkan dirinya. Seorang dosen baru itu menatap lurus tubuh Felix yang perlahan berbalik.“O, Pak Dosen,” sapa Felix merundukkan kepala.“Ayo, ikut aku!” ajak si dosen itu.Felix mengerutkan keningnya sambil memperhatikan jalannya si dosen memasuki lorong bangunan perkuliahan. Tanpa harus melirik lagi, si dosen itu pun membukakan pintu ruang laboratorium.Diikuti oleh rasa penasaran Felix, mulai memperhatikan seluruh ruangan yang dipenuhi oleh benda-benda antik dari zaman dulu kala.Dari beberapa kaca-kaca yang menutupi bagian benda kuno itu terpajang rapi tanpa harus berserakan.Si dosen itu pun menghentikan langkahnya tepat di sudut meja pribadinya bekerja. Ia pun segera membalikkan badan lalu menatap Felix yang mengikuti dirinya tanpa adanya basa-basi.“H
Sebuah perpindahan tubuh pun terjadi dalam waktu yang singkat. Kedua dukun—si pemburu hantu itu pun melayang-layang di antara lorong waktu yang bergelombang. Waktu yang seakan terhempas dari masa dulu menuju masa depan. Gerakan waktu itu seakan berjalan dan berhenti pada tempat yang tidak terduga. Kedua pria itu pun berubah dalam sesaat dalam wujud manusia masa sekarang. Terbaring dalam gubuk tua di atas perbukitan Jawa Barat. Terpental sangat jauh bahkan lebih dari yang dibayangkan. “Hagh!” sergah Go Joo Woo terperanjak dari tidurannya. Kedua pria itu terpelangah lebar ketika mereka tiba di tempat asing lagi aneh ini. “Di mana kita?” tanya Go Joo Woo, mengerutkan kening sembari saling memandang keheranan di samping tubuhnya. Penampilan mereka yang tadinya sangat berkasta, kini hanya tertinggal oleh pakaian model zaman sekarang. Dengan baju kemeja lusuh dengan kolor pendek seperempat kaki. Keduanya mulai saling memperhatikan ke seluruh tubuh mereka sambil meraba wajah. “Apa yang
#Happy reading. Kembali ke kota Depok. Sekumpulan teman bersama-sama kembali. Nevan menduduki kursi paling ujung bersama ketiga rekannya. Di sampingnya, Bellona melirik pelan ke wajahnya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Bellona. Nevan menggelengkan kepalanya. Mereka tiba-tiba turun dengan tanpa rasa sadar kalau perkotaan menjadi gelap kehitaman. Satu per satu menerawang gulungan awan yang menutupi langit kala itu. Nevan mulai melirik Kim Dae Jung dengan sorotan mata aneh lagi curiga. Kemudian cahaya putih terang mendatangi mereka, dimana orang-orang telah menjauh semua karena takut. Namun mereka masih berada di sana. Nevan, Bellona, Felix, dan Kim Dae Jung sendiri. Apsara itu kembali di depan mata. Sosok makhluk kayangan itu berdiri menyambut kepulangan mereka. Menatap lurus mengarah Nevan. “Kau harus melawan musuhmu di malam ini juga. Kita tidak punya waktu, kecuali kau ak
Pelarian mereka setelah menjauh dari ketiga musuh. Nevan dan Kim Dae Jung mulai memberhentikan diri di ujung pemukiman warga. Setelah bertemu banyak orang, mereka tampak lelah sekaligus gelisah. “Sepertinya kita sudah lebih aman,” tutur Nevan. Kim Dae Jung meranggul kepala, sembari melepaskan lengan Felix bersama dengan tindakan Nevan. Bellona dan Felix yang merasakan kelelahan akhirnya membungkuk sambil memegang kuat ransel besar. “Kau tidak kenapa-kenapa kan?” tanya Nevan khawatir. Bellona memegangi lutut sambil meringis kelelahan, tetapi kepalanya menggeleng. “Nggak apa-apa, Van. Aku nggak apa-apa,” sahutnya. Nevan memegangi lengan kekasihnya, membantunya bangkit dengan tegak. “Gimana kalo kita cari kos-an saja?” usul Felix. “Ide bagus!” sahut Nevan. “Kalian pergilah, aku harus membuang aroma tubuh kalian agar Go Jo Woo dan iblis itu tidak bisa menemu
Makhluk kayangan itu memperlihatkan dirinya dengan baju putih panjang. Rambut putih dengan mata bersinar cerah. Menatap lurus ke hadapan Nevan yang sekaligus menyatu dengan gumiho dari masa lalu tersebut.“Untuk apa kalian memanggilku kemari?” tanya Apsara mengerutkan kening.“Kami membutuhkan bantuanmu,” pinta Nevan mendongakkan wajahnya.Di balik dua sisi Nevan berada. Bellona dan Felix mulai terpelangah. Ketiganya mulai beranjak setelah berdekam merunduk ke hadapan Apsara tersebut.Malam yang redup ini mempertemukan mereka pada kejutan menakjubkan. Nevan mulai menegakkan tubuhnya, membusungkan dada ke depan pandangan. Tangannya mulai menunjuk dirinya sendiri.“Di dalam tubuhku ini ada dua jiwa yang menyatu,” ungkap Nevan.“Lalu, apa kalian ingin memintaku agar mengeluarkan kalian dari satu tubuh?” tanggap Apsara.Nevan
Sebuah gua yang jauh dari pemukiman warga. Akan tetapi, ditutupi oleh dedaunan menghijau dan lebat. Nevan mulai mendekati mulut gua bersama kedua temannya. Langkah pertama mereka tiba di tempat yang mereka inginkan. “Kita harus nemuin sumber Apsara itu,” putus Nevan. Felix dan Bellona pun mengikuti langkah Nevan memasuki gua tersebut. Di antara kegelapan gua menyelimuti kesepian mereka. Penglihatan mulai meredup. Akhirnya, cahaya senter terbias menyorot ke jalanan gua. “Van, apa lo yakin?” tanya Felix ragu. “Ini bukan keputusan gue, tapi si Cho Ye Joon,” sebut Nevan membalikkan badan. Wajahnya dipenuhi dengan segala rahasia yang segera terbuka. Kembali menelusuri ruangan gua yang gelap. Dipenuhi dengan kelelawar bergelantungan sekaligus berterbangan. Nevan mulai berhenti di sudut dinding ruangan. Tangannya menggenggam lonceng emas diarahkan ke depan pandangan. K
Ransel, sepatu boots hitam mengilap, dua pria menggunakan celana Tactical, satu wanita menggunakan celana denim. Dari arah bawah terlihat langkah saling menyatu dalam kebersamaan mengiringi jalan. Mulai terpampang jelas dari arah balik punggung baju kemeja berwarna kelabu di tengah. Dua pria menutupi posisi wanita di tengah. Menggunakan langkah santai mereka sembari memegangi ransel tebal. Angin melambai pesona anak muda tampan dan cantik. Sampai pada penampilan wajah-wajah mereka bertiga. Bellona melebarkan senyuman mengiringi langkah. Nevan meraih tangan Bellona dan saling menatap. Sementara Felix menari bersamaan langkah mereka. Seruan angin menyentuh pipi secara lembut. Menyentuh lebih hangat melihat pasangan yang saling menjalin hubungan terbaik mereka. Berhenti di penghujung jalan. Tak beberapa lama bus pun berhenti perlahan. Nevan melirik satu per satu orang yang ada di
Suasana yang telah diperlihatkan dengan jelas di depan pandangan batinnya. Nevan melewati malam setelah mengadakan ritual sesaat. Kini, ia pun bergegas perlahan layaknya manusia normal kembali.Nevan berhenti di sudut jalan perkotaan. Terbias lampu jalanan mengiringi langkah menyelinap di antara wajah cerianya.Rona berkilauan gemerlapnya redup malam. Dirinya mengelilingi pandangan ke seluruh pandangan mata. Seisi perkotaan menemaninya pada tujuan yang sudah ditemukan.Kedua tangannya mengepal bulat. “Go Jo Woo, kau memang cerdik dan licik!” geramnya memandangi kegeraman di kala malam menyelimuti.Langkahnya kembali tergerak menuju kepulangan. Di sisi pertemuan yang menjadi kisah akhir dari musuhnya.Senyuman miring dengan tatapan sinisnya. “Heuh! Kau pikir akan menang?” sebutnya meledek. Nadanya terdengar menyeru semangat. Menutupi malam menjadi kesenduan ke
Kedua jiwa saling mengobrol, meresapi perasaan mereka masing-masing. Dari hubungan yang pernah terjalin indah dan sempurna. Seakan runtuh, terbuai oleh satu pertanyaan kebimbangan. Wajah itu lebih terlihat menegang. Ketika mulut telah melebar, kini giliran rahangnya mengatup perlahan. Cho Ye Joon meruntuhkan segala pandangan setelah mendengar lontaran kata Nevan. Mungkin, hati lebih sensitif dari sebuah penglihatan. Perasaan sungguh lebih tertekan dengan sangat mendorong keinginan. Raga hanya menampung segala beban kekuatan. Namun, mereka tak lagi melangkah akibat sebuah lara. “Kau benar!” sahut Cho Ye Joon melusuh. “Aku mengerti,” timpal Nevan. “Kau mungkin satu raga denganku. Walau kita berbeda, kurasa kita memiliki tujuan dan kisah yang sama,” lirih Nevan merunduk lesu. “Kim Dae Jung, aku ingin bicara dengannya.” Kepalanya seakan terbawa oleh pemikiran yang jauh. Bah
Tubuh Nevan yang terjengkang di atas lantai jalan tepat di depan gerbang rumah Felix. Kedua temannya hanya menatap keheranan kenapa tubuh sekuat Nevan bisa saja jatuh pingsan. Yang tidak masuk akal terjadi. Keduanya saling menatap. Tanpa harus menunggu lama lagi, Bellona segera meraih lengan Nevan untuk membantu posisi terbaring segera terbawa. Tanpa harus ada tekanan apapun, Felix pun turut membantu. Namun, Bellona merasakan hal aneh yang bereaksi dari dalam tubuhnya. Spontan ia merasakan hal sedemikian rupanya perubahan. Kedua tangannya yang sempat menyentuh lengan Nevan kini runtuh. Terlepas dari lengan Nevan, sehingga tubuh Nevan kembali jatuh. “Aaaargh!” ringisnya dengan ekspresi yang menyakitkan. Felix menatap curiga dari perubahan tubuh Bellona. Keningnya berkerutan mellihat yang baru saja terjadi. “Bel, e lo kenapa?” tanyanya terheran. Be
Nevan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah batu giok berwarna hijau tampak biasa, tetapi lebih bersinar dari umumnya. Dalam genggaman Nevan, ia pun menunjukkannya ke depan Felix berada.“Kita cuma butuh nyatuin batu ini sama jam antik itu. Di dalam tempat itu akan memperkuat kekuatan dari dalam batu supaya bisa membuka lorong waktu sekaligus ngeluarin gumiho dari tubuh gue,” ungkap Nevan kepada Felix.Tatapan Felix masih saja memperhatika ke arah batu yang ditunjukkan oleh Nevan. Dia kembali menutupi batu tersebut dengan genggaman tangannya.Sementara Felix mendongakkan wajah menatap rupa dari sahabatnya.“Gue pasti akan bersiap!” tegas Felix meranggul sekali.*** Dari dunia yang berbeda. Dari alam yang menyatukan energi dua elemen yang tidak bisa disatukan. Satu dunia