Pengorbanan Hati sang Ibu Angkat

Pengorbanan Hati sang Ibu Angkat

last updateLast Updated : 2023-10-13
By:  Dayura Dalidayulia  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
17Chapters
647views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Srini (30) belum menemukan pria yang ia cintai meski terkenal cantik. Oleh sebab itu, orang tuanya yang ingin segera memiliki cucu, menjodohkan Srini dengan lelaki yang sudah beristri. Seperti takdir, ia pun bertemu dengan Kembang (10), budak perempuan yang segera dijadikan anak angkat agar ayahnya memiliki "cucu". Namun, keputusannya ini membuat keduanya diusir dan harus memulai hidup baru di luar desa. Meski demikian, mereka bahagia. Hanya saja ... setelah 11 tahun berlalu, sebuah hal besar terjadi! Rumor mengatakan bahwa Srini dan Kembang jatuh cinta pada pria yang sama! Lantas bagaimana kisah keduanya? Apakah keduanya akan menjadi asing atau akhirnya ada yang mengalah? Dan, siapakah pria yang dimaksud itu?

View More

Latest chapter

Free Preview

1. Membeli Budak

"Bersiaplah untuk nanti malam.".Perempuan yang tengah duduk sambil meminum teh di ruang tamu, menatap ayahnya. "Bersiap untuk apa, Ayah?""Putra Juragan sawah, akan ke mari untuk melamarmu." Sang Ayah—Bahar, ikut duduk di kursi kosong di hadapan Si Perempuan."Apa? Ayah akan menjodohkanku lagi? Setelah 4 laki-laki yang kutolak kemarin? Apa Ayah yakin ... tidak akan malu lagi, bila nanti aku menolak Pria itu juga?" Srini meletakan gelas tehnya, ia tidak jadi menyesap karena sudah kadung tidak berselera."Srini!" Bahar berdiri,"turuti saja apa kata Ayah! Kamu ini sudah dewasa umurmu sudah 30 tahun .... kamu seharusnya sudah punya anak 3 tapi ini malah masih asik-asikan melajang. Apa kamu pikir, Ayah tidak menginginkan seorang cucu?!"Srini mengembuskan napas kasar, dia ikut berdiri. "Aku tau, aku paham ... tapi bagaimana jika aku belum menemukan jodoh yang baik untukku, Ayah?""Tau apa kamu tentang jodoh! Setiap laki-laki yang Ayah jodohkan padamu itu adalah orang baik, pilihan terbaik

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
17 Chapters

1. Membeli Budak

"Bersiaplah untuk nanti malam.".Perempuan yang tengah duduk sambil meminum teh di ruang tamu, menatap ayahnya. "Bersiap untuk apa, Ayah?""Putra Juragan sawah, akan ke mari untuk melamarmu." Sang Ayah—Bahar, ikut duduk di kursi kosong di hadapan Si Perempuan."Apa? Ayah akan menjodohkanku lagi? Setelah 4 laki-laki yang kutolak kemarin? Apa Ayah yakin ... tidak akan malu lagi, bila nanti aku menolak Pria itu juga?" Srini meletakan gelas tehnya, ia tidak jadi menyesap karena sudah kadung tidak berselera."Srini!" Bahar berdiri,"turuti saja apa kata Ayah! Kamu ini sudah dewasa umurmu sudah 30 tahun .... kamu seharusnya sudah punya anak 3 tapi ini malah masih asik-asikan melajang. Apa kamu pikir, Ayah tidak menginginkan seorang cucu?!"Srini mengembuskan napas kasar, dia ikut berdiri. "Aku tau, aku paham ... tapi bagaimana jika aku belum menemukan jodoh yang baik untukku, Ayah?""Tau apa kamu tentang jodoh! Setiap laki-laki yang Ayah jodohkan padamu itu adalah orang baik, pilihan terbaik
Read more

2. Budak dari mana

Sesampinya di rumah, Srini mengambil beberapa baju lamanya di lemari. Baju-baju yang sudah lama karena bekas Srini waktu masih kecil. Dia mencari baju kebaya dan bawahan yang terbuat dari kain jarik yang sekiranya muat untuk di pakai Kembang. Setelah menemukan, dia berbalik dan menghampiri Kembang yang sedang duduk di sisi ranjang tidurnya."Mandilah, setelah itu kita makan," kata Srini."Ba-baik, B-bu ...."Srini tersenyum, saat Kembang memanggilnya 'Ibu'. Hatinya tersentuh, dan seperti inilah mungkin rasanya bila memiliki anak.Srini menunggu Kembang selesai mandi, sambil duduk di sisi ranjang. Melihat ke arah tumpukan baju yang tadi ia ambil dari lemari tergeletak di kasur, tak jauh darinya. Baju-baju itu sedikit berantakan, mungkin karena tadi Srini mengambilnya dengan semangat lalu sempat menilap acak jadilah seperti itu. Dengan kemauan hatinya, ia meraih tumpukan pakaian itu dan melipatnya. Agar saat Kembang mengambilnya sudah rapi.****"Ini, ayo makanlah ... aku tau kau suda
Read more

3. Tetap memilih pergi

Satem hendak melangkahkan kaki menghampiri putrinya, dia sangat khawatir. Tetapi, tak bisa karena Bahar sudah mencengkal kuat lengannya."Kau Srini! Sudah mempermalukanku! Pergilah kau dari sini! Enyahlah anak durhaka!"JDAR!Bagai petir, bagai ledakan tak terduga. Bahar akhirnya mengusir putri semata wayangnya. Satem menutup mulut, kepalanya menggeleng perlahan menatap Srini dan matanya kabur karena cairan yang menumpuk di pelupuk mata. Kembang mendelik tak percaya.Sementara Srini perlahan mulai tersenyum, menyeringai menatap Sang ayah dengan kecewa. Alih-alih mendengarkan keinginan hati dan perasaanya, ayahnya justru memilih mengusirnya."Ayah mengusirku? ... baik, itu artinya aku bebas? ... baik, aku pergi," kata Srini, dia berbalik menangis dengan senyuman yang sebenarnya senyum penutup amarah. Tak lupa, ia juga menarik tangan Kembang supaya ikut dengannya."Apa yang kau lakukan! Dia anak kita satu-satunya!?" Satem berteriak tak terima putrinya diusir. Sedangkan Bahar, terus m
Read more

4. Distrik Waringin

Srini dan Kembang turun dari kereta delman."Ini Paman, sesuai perjanjian awal. 1 koin perak." Srini memberikan 1 benda bulat yang ukurannya sebesar tutup botol tapi lebih tipis lagi. Tukang delman itu menerima dengan senang."Terimakasih."Srini tersenyum. "Tidak, aku yang harusnya berterimakasih."Saat Tukang delman memasukan koin itu ke dalam saku baju, Srini dan Kembang memperhatikan sesaat."Ah iya, Paman ... sebentar lagi akan petang. Apa kau akan kembali sekarang?""Iya, saya akan langsung pulang lagi ke Distrik Kates. Mungkin sampai sana akan malam, tetapi tidak terlalu malam juga.""Baiklah, hati-hati di jalan ... semoga perjalanmu lancar sekali lagi terima kasih."."Sama-sama, ya sudah ... saya pamit dulu." Srini mengangguk sembari tersenyum simpul. Tukang delman menaiki delmannya, lalu membuat kuda-kudanya berbalik arah dan mulai mencambuk pant4t kudanya. Kemudian melambaikan tangan pada Srini dan Kembang. Mereka pun mengangkat tangan, membalas lambaian sembari senyum.
Read more

5. Tawaran menginap

Mereka selesai makan, Srini sudah membayar makannya dan keluar bersama Bu Ami juga Pandu. "Ibu sendiri habis dari mana bawa pakaian banyak seperti itu?" tanya Srini melihat kantung besar bewarna merah, yang dibuntal seperti menggendong bayi. Secuil kain terlihat menyembul keluar dari mulut kantung, membuat Srini mengetahui itu adalah pakaian. "Ibu habis dari rumah Paman. Dia sakit sudah 2 minggu, jadi Ibu harus menjenguknya. Sempat menginap 4 hari di sana karena Paman ingin Ibu menginap.""Ooh, kalau boleh tau ... Paman Ibu sakit apa?""Dia jatuh, tergelincir dari hutan saat mencari kayu.""Aaah ... bagaimana kondisinya sekarang?""Kakinya kesleo, dia masih kesulitan berjalan, tetapi sudah jauh lebih baik.""Sukurlah ....""Kau sudah tau, kan? Rumah teman Ibumu itu?"Srini membuang napas berat. "Belum, saya harus mencarinya dulu. Mungkin malam ini saya akan mencari penginapan dulu.""Menginaplah di rumahku kalau begitu," tawar Bu Ami. Srini terkejut. "A-apa? Menginap di rumah Ibu?
Read more

6. Petik rambutan

Obrolan terus berlanjut sampai beberapa menit, sampai Pandu kembali. "Ayo Kembang, main denganku sebentar saja," katanya lagi. Kembang kembali gelisah. Namun, kesempatan kali ini tidak berpihak padanya. "Mainlah Kembang, akrabkan dirimu dengan teman barumu, sepertinya mulai detik ini, kita akan tinggal di distrik ini juga." Srini berbisik di dekat telinga gadis itu. Kembang menoleh, ia dan Srini saling pandang sampai Srini tersenyum dan mengangguk meyakinkan.Akhirnya, Kembang harus menerima ajakan Pandu walau dengan sangat terpaksa. "Kau mau mengajakku ke mana?" tanya Kembang. Setelah cukup lama terus membisu sejak pertama kali bertemu, akhirnya dia berani angkat bicara pada Pandu. Malam-malam. Mereka berdua tengah berjalan di jalan tanah berbatu di desa itu, melewati beberapa rumah orang lain dengan lampu putih dan ada juga lampu cahaya orangeAlih-alih menjawab pertanyaan Kembang, Pandu malah tersenyum padanya."Kembang, kau sangat cantik ... aku suka padamu."Seketika Kembang
Read more

7. Ke mana Bu Ami

Kembang berjalan di belakang Pandu yang terus memakan rambutan, meninggalkan banyak kulit rambutan di sepanjang jalan yang sudah mereka lewati. Baju Pandu yang besar, mampu menjadi kantong untuk wadah rambutan yang banyak. Anak itu membawanya dengan cara memeluknya di depan perut. Di belakang, Kembang hanya diam memerhatikan anak laki-laki gempal yang terus melempar kulit, dan biji rambutan ke sembarang arah.Pandu dengan sengaja melambatkan langkah kakinya, membuat Kembang tanpa sadar berjalan di belakang Pandu dengan jarak 1 meter. Dekat sekali."Apa kau belum kenyang?" Kembang bertanya. "Belum, kenapa? Kau mau?" Pandu berhenti dan berbalik, menampakan mulutnya yang sedikit terbuka, juga sebelah pipinya lebih besar sebelah. Itu karena sebiji rambutan langsung dia simpan di sisi gigi, lantaran saat ia akan mengunyahnya Kembang malah bertanya. "Tidak. Aku masih kenyang," jawab Kembang. Pandu kembali berbalik, dan lanjut berjalan. "Apa setiap hari kau selalu mencuri rambutan itu
Read more

8. Sahabat Ibunya

Seorang wanita masuk ke dalam rumah, Bu Ami. Ia membawa rantang putih dan memanggil-manggil nama Bu Ami. "Ami ...!"Srini yang mendengarnya bergegas ke keluar untuk menemui orang tersebut. Begitu ia keluar, wanita itu tanpak bingung. "Kau siapa?" tanya wanita yang lebih tua dari Bu Ami. Usinya 44 tahun.Srini tersenyum. "Maaf, aku Srini, sore kemarin bertemu Bu Ami di rumah makan." Srini pun akhirnya menceritakan awal mula ia bisa ada di rumah bu Ami. Wanita itu tampak ramah, dia mendengarkan Srini dan mengangguk. "Oh, jadi kau dari Distrik Kates? itu adalah tempat kelahiran kami," kata wanita itu. "Iya, tadi aku terbangun karena mencium bau bawang. Saat aku ke dapur, Bu Ami tidak ada, yang ada hanyalah kuali yang mengepul di atas tungku dan bawang goreng yang sudah gosong."Mendengar itu, wanita tersebut terkejut. "Ami ini dasar ceroboh ....""Mbak Ati?" Bu Ami kembali, sembari membawa piring plastik yang penuh dengan cabai."Ami, kau dari mana saja. Meninggalkan bawang di kuali
Read more

9. Boleh Ikut?

"Kenapa kau ingin membangun rumah kecil dan itu dari kayu?" tanya Bu Latih. "Aku ingin hidup sederhana mulai sekarang, aku ingin suatu hari menjadi seperti bu Latih yang berhasil karena kegigihan sendiri, memanfaatkan peluang dan juga tidak lupa balas budi," jawabnya. Bu latih tersenyum mendengarnya. "Kau bukan hanya cantik, Srini. Tetapi, sangat menarik."Srini tersenyum. Bu Latih memiliki 2 anak, yang pertama laki-laki, bernama Tirta usianya 15 tahun. Dan yang kedua perempuan, bernama Hera usinya 8 tahun. "Ibumu punya anak berapa?" tanya bu Latih. "Hanya aku saja," jawab Srini. "Sudah lebih dari 15 tahun aku belum sempat ke Distrik Kates lagi, terakhir aku ke sana, saat bersama Hera itupun berkunjung sebentar, sampai saat ini, jujur aku sangat merindukannya.""Mainlah ke sana, Ibu pasti akan senang sekali melihat sahabatnya lagi," ucap Srini. "Aku pasti akan sangat bahagia bisa bertemu dengannya, jika nanti ada waktu apa kau mau menemaniku bertemu Ibumu, Srini"Srini terdiam,
Read more

10. Hal manis

"Ada. Aku tadi baru saja melihatnya.""Itu bukan seperti apa yang kamu pikirkan, Mahesa. Aku tidak sengaja hampir jatuh, kalau saja Pandu tidak sigap menangkapku tadi!" Kembang, gadis itu menjelaskan dengan serius, menampik pikiran Mahesa. "Heeeum ...." Mahesa memajukan mulutnya, mengejek dan tidak yakin pada apa yang sudah dijelaskan Kembang. Kedua tangan bersedekap dada, sambil menunjukan raut wajah tidak percaya. "Is! Kau ini!" Kembang menyenggol pinggang Pandu menggunakan sikutnya. "Benar, kan, Pandu? Apa yang aku jelaskan?" Pandu tampak terkejut, sempat tergagap menjawab, sampai akhirnya ia mengiyakan. "I-Iya, Mahesa. Lagipula, kita ini sahabat, tidak bisa mesra-mesraan.""He'em!" Kembang berkacak pinggang, menatap Mahesa setelah Pandu mengatakan itu. "Aah! Sudah sudah, terserah kalian saja ...." Anak itu berjalan pergi. "Jam berapa sekarang?" tanya Kembang tiba-tiba, setelah kepergian Mahesa. Pandu melihat ke arah matahari terbenam, lalu ia melihat bayangan mereka berdua.
Read more
DMCA.com Protection Status