Bianca dan Matt duduk bersisian menghadap ayahnya yang tak bergerak sama sekali. Tatapan mereka penuh kesedihan. Seperti satu sayap mereka patah, rasanya tidak percaya kalau John bisa terbaring tak berdaya seperti itu.
“Apa yang kalian lakukan pada wanita itu?” tanya Matt dengan tatapan kosong mengarah pada ayahnya.
“Selena membunuhnya,” jawab Bianca dengan suara pelan.
“Bagus lah! Dia memang harus mati,” imbuh Matt lagi. Dia tidak mempermasalahkan sama sekali wanita itu mati di tangan siapa.
“Sebenarnya … aku sangat ingin membakar wanita itu hidup-hidup,” lirih Bianca lalu menyandarkan kepalanya di bahu Matt. “Tapi, Selena tidak dapat menahan keinginannya untuk membunuh dengan cepat.”
Tangan Matt mengelus kepala Bianca dengan lembut. Membiarkan gadis itu mencari sandaran walaupun sebenarnya dirinya sendiri butuh hal itu juga.
“Apa yang akan kita lakukan, Matt? Bagaiman
Tawa Arion membahana mengisi ruang tamu ketika melihat kedatangan tamu yang tak diundang. Kakinya melangkah menuruni anak tangga dengan wajah penuh kemenangan karena salah satu korban seperti menyerahkan diri padanya.“Aku ke sini tidak hanya ingin mendengar suara tawamu,” kata Henry yang masih berdiri di ambang pintu terbuka.“Ah, tentu saja tidak. Bukankah kamu ke sini ingin menyerahkan hidupmu padaku?” sindir Arion.“Jangan besar kepala dulu. Aku ke sini ingin meminta pengakuan dosamu.”“Pengakuan dosa? Hahahaha. Anak ini benar-benar lucu,” tawa Arion yang semakin menjadi-jadi. Bahkan ia memegangi perutnya seolah itu adalah hal terlucu yang pernah dia dengar.“Kau yang sudah memanfaatkan Danna untuk mencelakai ayah ‘kan?” tanya Henry dengan tangan mengepal kuat.Arion lantas mengangguk dan membenarkan. Tak ingin dia berkilah untuk hal yang menurutnya sangat menyenangkan ket
Sebelumnya …Rain berlari menuju kediaman Walter’s. Bianca merasakan kehadiran vampir lain di rumahnya, langsung keluar dan memasang sikap siaga.“Hey, ini aku!” kata Rain mengangkat tangannya.Bianca merasa lega kalau ternyata yang masuk ke dalam rumahnya bukanlah Arion atau vampir lainnya. Ia langsung mendekati Rain yang ada di ruang tamu.“Ada apa, Rain? Kupikir kau sedang bersama Selena,” kata Bianca dengan heran.“Selena sedang mengejar Henry yang menuju rumah Arion,” jelas Rain tanpa membuang waktu.“What?!” pekik Bianca tidak percaya.Mendengar nada tinggi Bianca, Matt langsung keluar dari kamar John dan memastikan apa yang terjadi. “Bianca!” teriaknya dengan waswas lalu melihat Rain yang membalas tatapannya. “Rain? Ada apa?” heran Matt lalu mendekat.“Henry dan Selena sekarang dalam perjalanan menuju rumah Arion. Bisakah kalian me
Matt termenung di dalam kamarnya. Sejak menyelamatkan Henry, ia hanya membaringkan adik bungsunya di atas tempat tidur dalam kamar. Setelahnya ia membiarkan Bianca yang merawat Henry, sementara dirinya memilih kembali ke kamar.Apa yang dikatakan oleh Arion benar-benar mengganggu pikirannya. Sekuat tenaga ia berusaha untuk menggali kembali kenangannya sewaktu masih menjadi manusia. Tetapi, tak sedikit pun ia ingat. Seolah ingatan itu sudah hilang karena berlalu beratus-ratus tahun lamanya atau karena sengaja dihapus oleh John.Matt tidak tahu jawaban dan kenyataan yang benar seperti apa. Dia tak ingin percaya pada Arion tapi sampai detik ini dirinya sendiri memang lupa bagaimana cara orang tuanya meninggal. Yang dia tahu hanyalah cerita dari John bahwa lelaki itu menyelamatkan dirinya saat kecelakaan mobil dan tak sempat menyelamatkan kedua orang tua Matt.Tak beberapa lama, terdengar pintu kamar Matt yang terbuka. Seorang gadis masuk ke dalam dan langsung berja
Rain berpindah tempat dari rumahnya menjadi ke sebuah tempat yang asing dan begitu gelap. Di sampingnya ada Selena yang duduk di sebuah kursi kayu, tangannya berlipat rapi di atas meja. Hanya ada satu lampu gantung yang rendah persis di atas meja.“Ini di mana?” tanya Rain yang masih kebingungan dan melihat kiri kanannya. Gelap. Tak ada siapa pun kecuali seorang lelaki setengah baya yang duduk berhadapan dengan mereka.“Tenanglah,” kata lelaki itu dengan suara berat.Rain memicingkan mata dan berusaha menangkap siapa lelaki itu. Meski sudah melihat wajah keriput dengan rambut memutih karena uban, tetap saja dia tidak mengenali.“Kamu siapa? Kenapa tiba-tiba aku ada di sini? Apa sebenarnya yang telah terjadi?” cecar Rain dengan beberapa pertanyaan.“Aku … Stefan,” ujar beliau.Rain mengernyit dan berusaha mengenali nama tersebut. “Stefan?” ulangnya.“Beliau kakek
Stefan tampak sangat serius mengobati luka di tubuh John. Ia cukup mendekatkan telapak tangannya di atas luka-luka itu dan ajaibnya, luka menganga langsung tertutup dengan sendirinya. Satu persatu ia melakukan hal yang sama sehingga semuanya habis tertutup dan tubuh John menjadi sempurna kembali.Bianca yang terus menggenggam erat tangan Matt terus memerhatikan apa yang dilakukan Stefan, begitu pula dengan Rain. Sementara Selena masih belum ada di rumah itu. Stefan tidak memberitahu ada di mana kekasihnya sekarang. Walau pun sangat cemas, ia tak ingin bertanya lebih lanjut pada Stefan. Cukup lelaki tua itu menyebutkan bahwa Selena baik-baik saja, maka hatinya sedikit tenang.Hampir satu jam Stefan mengobati John kemudian beralih pada Henry. Tidak perlu memakan waktu lama untuk menyadarkan Henry kembali. Ia hanya memegang dada anak muda yang terbaring di atas tempat tidur dan seolah mentrafser energi yang dimilikinya, Henry langsung membuka matanya kemudian.
Beberapa jam sebelumnya.Selena berlari mengejar Henry yang dengan gegabah menuju rumah Arion dengan niat membunuh. Ia harus menyelamatkan Henry yang dilanda rasa benci, emosi dan murka pada vampir jahat itu. Harus menjelaskan dan menenangkan adik bungsunya agar tidak berlaku bodoh sekarang.“Henry, stop!” bisik Selena, berusaha memeperingati Henry lewat telepati persaudaraan mereka. Tetapi, sia-siap saja. Henry tak mungkin mendengar sekarang.Sial! maki Selena dalam hati dan mempercepat langkahnya.Sambil terus berlari dengan kecepatan angin, tiba-tiba saja Selena mendengar suara seseorang yang berbisik tepat di samping telinganya.“Berhenti!” seru suara yang didengar Selena. Anehnya gadis itu benar-benar menghentikan langkahnya seketika dan berdiri terpaku tak dapat bergerak di posisinya.“Siapa kamu?!” tanya Selena dengan nada tinggi, sementara netranya memindai sekitar untuk mencari tahu sumber suara.
Dalam sekejap mata, Rain langsung menghampiri Arion dengan tangan sudah mencekik leher lelaki di hadapannya. Matanya yang merah menyala karena begitu marah ketika sang kekasih disentuh oleh Arion, membuat dirinya benar-benar ingin menghabisi Arion detik ini juga.“Kau akan mati di tanganku, bajingan!” desis Rain sambil menatap tajam kedua bola mata Arion.Sementara Arion sendiri hanya bisa menendang-nendang udara ketika tubuhnya diangkat oleh Rain hanya dengan satu tangan. Sebuah kejutan yang membuatnya tidak menyangka bahwa sejak awal bertemu dengan Rain, hanya lelaki itu yang mampu menandingi dirinya.“Percuma kau berontak! Tak akan mungkin kau lepas dariku,” kata Rain dengan senyum seringainya. Kedua gigi taring panjangnya mencuat.“Ekh!! Eekhh!” Arion terus mencoba melepaskan cekikan yang dilakukan oleh Rain. Ia juga mencoba meraih kepala Rain agar bisa melawan, tetapi tak bisa.Arion tidak tahu bahwa dirinya
“Hentikan semuanya … aku tidak ingin melihat pertarungan apapun lagi sekarang!” tegas Selena.Baik Rain maupun Arion langsung terdiam. Mereka hanya memerhatikan Selena yang mneurunkan kedua kakinya ke lantai dan berjalan mendekati mereka berdua. Tatapan dingin gadis itu membuat mereka tidak bisa membaca apa yang tengah dipikirkannya.“Selena,” kata Rain sembari meraih tangan Selena dan memegang dengan kedua tangannya. “Kamu baik-baik saja?” tanya dia sekali lagi.Selena hanya menatap sepintas pada Rain kemudian mengalihkan pandangan pada Arion yang menghadiahinya dengan senyuman. Lantas, Selena tidak membalas senyuman itu. Dia berjongkok kemudian melayangkan telapak tangannya hingga mengenai pipi Arion. Plak!Rain terkejut melihat apa yang dilakukan Selena. Ia menarik tangan kekasihnya agar kembali berdiri. Sementara Arion hanya berdecih sambil memegang pipinya yang ditampar Selena.“Apa yang kau lak