“Hentikan semuanya … aku tidak ingin melihat pertarungan apapun lagi sekarang!” tegas Selena.
Baik Rain maupun Arion langsung terdiam. Mereka hanya memerhatikan Selena yang mneurunkan kedua kakinya ke lantai dan berjalan mendekati mereka berdua. Tatapan dingin gadis itu membuat mereka tidak bisa membaca apa yang tengah dipikirkannya.
“Selena,” kata Rain sembari meraih tangan Selena dan memegang dengan kedua tangannya. “Kamu baik-baik saja?” tanya dia sekali lagi.
Selena hanya menatap sepintas pada Rain kemudian mengalihkan pandangan pada Arion yang menghadiahinya dengan senyuman. Lantas, Selena tidak membalas senyuman itu. Dia berjongkok kemudian melayangkan telapak tangannya hingga mengenai pipi Arion. Plak!
Rain terkejut melihat apa yang dilakukan Selena. Ia menarik tangan kekasihnya agar kembali berdiri. Sementara Arion hanya berdecih sambil memegang pipinya yang ditampar Selena.
“Apa yang kau lak
Rain tercenung sesaat setelah Stefan pamit pulang. Dia tidak bertanya kemana lelaki itu akan pulang. Apakah kembali ke rumah Arion atau memiliki rumah yang lain dan hanya tinggal sendirian.Lelaki itu berdiri di depan rumah dan melihat bulan yang masih menampakkan dirinya walau sudah pukul empat subuh. Sambil mengantongi kedua tangannya, ia terus kepikiran apa yang dikatakan oleh Stefan tentang Selena dan Arion.“Rain,” sapa Selena dari ambang pintu.Rain memutar tubuhnya dan melihat kekasihnya yang tak berubah sedikit pun sikapnya. “Ya?” jawab Rain tak lupa dengan senyumannya.“Sedang apa kamu di sini?” tanya Selena menghampiri Rain dan segera menautkan jemarinya ke jari Rain lalu mengecup lembut bibir lelaki itu.Rain membalas ciuman itu sepintas kemudian melepaskan. “Aku sedang menenangkan pikiran,” jawab Rain tak berbohong.Kening Selena langsung mengernyit. Matanya menatap netra biru langi
Bianca memeluk Matt dengan penuh kasih dan kepedulian yang besar. Ia mendengar cerita masa lalu Matt dari mulut lelaki itu sendiri. Dirinya tidak percaya bahwa Matt tidak mendapatkan kasih sayang sedikit pun dari kedua orang tuanya sendiri.“Masa lalu letaknya di belakang. Tak perlu kita mengingat hal bisa menyakiti hati kita,” bisik Bianca sambil mengelus lengan Matt.Lelaki itu hanya menganggukkan kepala. Ia paham bahwa tak boleh berlarut pada kejadian yang sudah terjadi selama beberapa ratus tahun lamanya. Akan tetapi, dia hanya menyayangkan perlakuan orang tuanya kepada dirinya sendiri. Sebagai anak tunggal, seharusnya dia disayangi. Bukan malah ingin dimanfaatkan seolah bukan darah daging sendiri.“Aku tidak menyesal karena ayah tak menyelamatkan mereka,” lirih Matt.Bianca yang melingkarkan tangannya di lengan Matt sembari menyandarkan kepala di bahu lelaki itu, hanya mengangguk membenarkan. “Mereka sudah mendapatkan ba
Bukan Rain yang berjalan mendekati Selena, melainkan Arion. Sama seperti Selena sebelumnya, Rain juga sangat terkejut dengan kehadiran Arion yang tiba-tiba saja berjalan melewati dirinya. Pertanyaannya juga sama seperti Selena, bagaimana bisa Arion ada di sekolah.“Selamat pagi, Selena,” sapa Arion dengan senyumnya.Selena bergeming. Matanya menatap tajam Arion lalu bertanya, “Apa yang kau lakukan di sini?”“Aku?” tanya Arion sambil memegang dadanya. Ekspresinya yang sangat innocent itu membuat Selena muak.Melihat kehadiran Arion yang mendekati Selena, detik itu juga Matt, Henry, Bianca dan John menghampiri. Mereka memasang wajah tenang tapi terus waspada.Arion melihat John dan Henry yang tampak sehat dan baik-baik saja. Sekilas dia merasa aneh karena jarang ada yang bisa selamat dari serangannya kecuali orang itu benar-benar memiliki kekuatan hebat.“Oh, hai … selamat pagi, Kakak.” Ar
Henry dan Bianca yang satu kelas, sekarang duduk bersisian. Guru masih belum masuk sehingga mereka bisa mengobrol dengan berbisik.“Menurutmu, apa benar dia akan jadi guru kita?” bisik Bianca pada Henry.“Mungkin,” jawab Henry seraya mengeluarkan buku-buku dari dalam tas.Bianca tampak gelisah. Ia mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja hingga membuat suara. Sementara matanya menatap keluar jendela yang mengarah pada lapangan sekolah. “Kira-kira dia akan menjadi guru apa?” tanya Bianca lagi.Henry mengedikkan bahu. “Kenapa tidak kamu tanya saja tadi?” sindirnya dan berhasil mendapat satu pukulan pelan di lengannya.“Aku yakin kalau itu hanya alasan dia saja untuk menjadi guru di sekolah kita,” kata Bianca.Henry memutar bola mata dengan malas. “Semuanya juga tahu tujuannya hanya karena ingin mengganggu Selena. Kenapa kamu baru saja sadar?” gemas lelaki itu sambil melihat
Selena dan Rain kembali lagi berdiri di sebuah ruangan yang mana tempat itu pernah dikatakan Selena seperti harta karun karena menyimpan banyak sekali jenis buku lama. Berada di belakang sekolah dan semua orang mengira itu adalah gudang yang terbengkalai. Di sana juga lah mereka berdua pernah membuat momen manis saat Rain masih menjadi manusia. Kalau mengingat kembali hal itu, Selena selalu tersenyum sendiri karena perasaannya kembali hangat.Namun, sekarang mereka berada di sana bukan untuk mengukir kenangan manis. Melainkan mereka ingin membicarakan sesuatu hal yang sangat penting.Rain yang duduk di kursi, menyibukkan tangannya membuka lembaran demi lembaran buku usang. Dia seperti sedang menghindari kontak mata dengan pacarnya. Hal itu tentu saja membuat Selena semakin bingung.“Rain … kenapa kamu begitu dingin?” tanya Selena dengan lembut. “Kalau kamu marah karena kejadian tadi pagi … aku minta maaf,” ucapnya tulus.
“Selamat siang semuanya. Perkenalkan, saya Guru Sejarah kalian yang baru. Panggil saya Mr. Arion,” kata seorang lelaki yang berdiri di depan papan tulis putih sambil menghadap murid-murid di kelasnya.Hampir semua murid mengagumi betapa tampannya guru baru mereka. Ini adalah pertama kalinya mereka memiliki seorang guru yang memiliki visual tidak bosan dipandang. Tidak seperti guru-guru yang lainnya, rata-rata sudah berkeluarga bahkan ada beberapa juga guru senior laki-laki yang kepalanya sudah botak.Akan tetapi ada tiga orang yang sama sekali tidak terpana dan tak terkejut sama sekali dengan ketampanan guru baru tersebut. Siapa lagi kalau bukan Selena, Matt dan Rain. Berkebalikan dari murid yang lainnya menatap penuh kagum, tiga vampir muda itu menatap tajam Arion yang tengah berakting di depan sana.Matt bahkan diam-diam berdecih melihat Arion yang memainkan peran dengan sangat baik itu. “Dasar tidak tahu malu,” gerutunya.Rain m
Henry berdiri terpaku dari balik pintu ruangan Syilea. Ia melihat wajah gadis tersebut yang begitu ceria dan semangat karena akan pulang hari ini. Dia juga tampak antusias membereskan semua barang-barangnya ke dalam tas bersama ibunya.Diam-diam kedua sudut bibir Henry terangkat. Ia bahagia melihat senyum itu. Walau senyum Syilea bukan untuk dirinya. Walau gadis itu sudah melupakannya. Setidaknya melihat gadis yang dicintainya itu baik-baik saja, membuat hati Henry merasa sangat lega.“Ibu … aku ingin besok sudah bisa ke sekolah, ya.” Syilea merengek pada ibunya yang mulai mengambil sisir untuk menyisiri rambut putri satu-satunya itu.“Iya, boleh. Kamu sudah sehat sekarang. Pasti kamu sangat merindukan teman-temanmu dan juga pacarmu ‘kan?” goda Ibunya.Syilea terkekeh pelan dan menggelengkan kepalanya. “Aku hanya memiliki teman, bukan pacar. Selena temanku satu-satunya. Setelah aku pulang ke rumah, dia pasti akan
“Apa yang ingin kamu bicarakan, Henry? Syilea baik-baik saja ‘kan?” cemas Selena sambil memindai air muka Henry.Mereka memilih untuk berbicara di taman kecil belakang rumah. Henry sengaja memilih tempat itu agar bisa lebih tenang menyampaikan maksud hatinya pada Selena.“Ada apa?” desak Selena lagi karena melihat wajah Henry yang meragu.“Elle … aku ingin minta tolong sesuatu padamu,” bisik Henry.“Katakan saja apa yang kamu inginkan,” jawab Selena dengan lembut bak seorang kakak kepada adiknya.Henry semakin merasa gelisah. “Aku harap kamu jangan marah padaku,” ucapnya sebelum menyampaikan apa yang keinginannya.“Oh, ayolah. Kenapa aku harus marah padamu?” heran Selena dengan rasa tidak sabar.“Sebenarnya … aku meminta pertolonganmu untuk bicara pada Arion,” ungkapnya dengan suara hampir tidak terdengar.Selena mengernyit d