“Apa yang dilakukan bocah ini?”
Seorang pria tua menendang kaki kecil seorang anak lusuh yang berdiri diam di tengah jalan. Para pejalan kaki hanya memandang sesaat, tidak peduli, lantas melanjutkan langkah menyusuri jalan. Malam di desa paling kumuh dalam kekuasaan Dinasti Zhou sangat dingin. Sebagian rakyatnya berusaha hidup dengan perut lapar. Termasuk anak kecil yang kini tidak kunjung bangun setelah ditendang pria tua tadi.
“Ma-maka ta-tampaklah… suatu tanda.” Bibir kering dan pucat itu bersuara lirih, mata hitamnya nampak kosong tanpa cahaya kehidupan. “Besar… di langit, seorang perempuan–”
‘–Berselubung matahari, dengan bulan dibawah kakinya dan sebuah mahkota dari sembilan bintang di atas kepalanya.’
“Maka tampaklah suatu tanda besar di langit. Seorang perempuan berselubung matahari, dengan bulan dibawah kakinya dan sebuah mahkota dari sembilan bintang di atas kepalanya!”
Orang-orang sekitar sontak menatap anak lusuh itu. Bocah yang belum genap sepuluh tahun, dengan badan kurus kering. Tengah menatap bulan purnama di atas sana, berseru-seru, mengulang satu demi satu, kalimat misterius yang terus muncul dalam kepalanya.
“Dia sudah gila!” Herdik salah satu pedagang, lalu melemparinya dengan apel busuk.
Bocah itu tidak bergeming, masih setia pada posisinya menatap bulan. Dia bahkan sudah mengangkat kedua tangan, seakan baru saja menerima wahyu dari dewa. Terus mengulang kalimat itu sampai angin besar berhembus dari utara.
Para penduduk mengenal bayangan besar itu, dia adalah Tianlong. Naga langit yang bertugas menarik kereta para dewa dan menjaga istana-istana surga. Juga sebagai salah satu dari sembilan naga yang diturunkan ke bumi atas kemurahan hati sang pencipta.
“Aku diturunkan pada satu malam yang diberkahi. Namun manusia tidak pernah puas, selalu ingkar! maka sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari dewa untukmu!”
Suara berat penuh wibawa itu berasal dari Tianlong. Mata emasnya melirik sinis pada manusia-manusia di bawah kakinya. Tidak ada lagi kelembutan maupun keramahan setelah dewa memberikan perintah mutlak di hari itu.
Tianlong meraung keras, seakan mampu membelah langit malam. Tubuhnya bersinar putih lembut, lalu meliuk naik menembus awan, hilang. Sedetik kemudian tanah bergetar kuat, semua orang panik, dan keluar dari dalam rumah. Malam itu bencana besar terjadi, gempa bumi disertai letusan gunung berapi. Kiamat kecil tanpa ampun mengurangi populasi Dinasti Zhou sampai setengahnya.
Tidak hanya wilayah Dinasti Zhou, delapan wilayah yang dilindungi delapan naga lainnya mengalami kejadian serupa. Makhluk mitologi itu seakan lupa, bahwa mereka dulu pernah berhubungan baik dengan para manusia. Hingga pada akhirnya membuat tiap kerajaan merasa terpojok, dan terpaksa memerintahkan semua ahli bela diri untuk mengalahkan para naga.
“Sungguh tidak masuk akal perintah raja!” Teriak salah seorang ahli bela diri sambil memukul meja rapat. “Membunuh sembilan naga katanya? Berhasil mengalahkan salah satunya saja itu mustahil!”
“Benarkah itu mustahil?”
Lima orang temannya sontak menoleh pada pemuda yang duduk di ujung meja. Seorang laki-laki pertengahan dua puluh tahun, menatap mereka dengan senyuman percaya diri. Ada sorot keangkuhan dari sinar mata hitam cemerlangnya. Dia adalah salah satu ahli bela diri terhebat di zaman itu. Li Jia Xian, telah mencapai puncak dari kemampuan seni bela diri.
“Adik, kau anggap itu mustahil, karena belum ada manusia waras yang ingin menantang para naga.” Li Jia Xian berujar sambil mencondongkan tubuhnya ke depan. “Untuk mengalahkan mereka, kau harus berlatih keras dan sedikit sinting! Aku malah gembira mendengar perintah raja, karena memang keinginanku untuk mengalahkan salah satunya.”
Saudara seperguruannya memandang sebelah mata. Mereka menatap Li Jia Xian seakan dia menjadi gila. Namun pemuda itu tidak peduli, alasan dia masuk ke salah satu sekte terkemuka adalah agar suatu saat mampu melawan satu dari sembilan naga. Dia menarik ujung bibir, tersenyum miring.
“Apa kalian tidak penasaran, jika kalian berhasil mengalahkan salah satunya. Bukankah itu artinya kalian satu tingkat di bawah dewa?”
Perkataan Li Jia Xian malam itu bagaikan api, merambat cepat dari telinga satu ketelinga lain. Hingga tidak butuh waktu lama, rumor mengatakan ‘kalau kau berhasil mengalahkan salah satu dari sembilan naga. Kau akan mendapatkan kekuatan setara tingkat dewa.’ Sungguh buah bibir tidak masuk akal. Namun kerajaan tidak peduli, mereka malah menyiram minyak demi menambah semangat pejuang murim.
Semenjak itu, para seniman bela diri selalu menantang sembilan naga. Entah secara individu maupun berkelompok. Salah satu dari mereka adalah Li Jia Xian, pemuda itu datang menantang Naga Shenlong.
“Aku Li Jia Xian, murid tingkat kelas atas sekte Kuil Lingyin meminta sebuah duel!” seruan keras pemuda itu terdengar hingga menggema di sekitar Gunung Tianzi.
Pegunungan bebatuan ini adalah tempat Naga Shenlong beristirahat. Bebatuannya berwarna hijau dan dekat dengan lembah Suoxi dimana Naga Huanglong tinggal. Butuh sekitar dua jam untuk mendaki gunung terjal tanpa rumput ini. Namun semua itu bukanlah masalah bagi Li Jia Xian.
Setelah menunggu sekitar lima menit, dari balik kabut tebal mulai terlihat pergerakan. Sisik berwarna biru kehijauan berkilat saat terpantul cahaya mentari siang ini. Kebetulan sekali matahari sudah berada di atas kepala. Sungguh cuaca bagus untuk menantang sang naga, yang dikenal mampu mengendalikan angin dan hujan.
“Keberanianmu menantangku seorang diri pantas untuk hargai, wahai anak manusia.”
Suara berat dari balik kabut terdengar, bersama sepasang mata buas keemasan muncul di depan Li Jia Xian. Pemuda itu menyeringai gugup, berusaha tidak menunjukan bahwa dirinya sedikit terintimidasi oleh hawa keberadaan sang naga.
“Suatu kehormatan bagiku, menerima sanjungan dari Naga Legendaris!”
Shenlong mendengus, nafas panasnya bagai hembusan angin padang pasir. Sorot matanya tajam, namun tidak terlihat bengis seperti yang diceritakan orang-orang. Li Jia Xian memegang erat gagang pedang dan mulai mengalirkan aura untuk melapisi senjatanya.
Kuda-kuda terbentuk dengan Li Jia Xian memposisikan pedang ke arah bawah. Keheningan menyelimuti sampai detik berikutnya, sosok pemuda itu menghilang. Lompatan tinggi telah dilakukan, begitu cepat sehingga tidak terbaca oleh mata manusia awam. Detik berikutnya, Li Jia Xian sudah berada di depan moncong Shenlong.
Suara clang! dari pertemuan senjata tajam dengan sisik Shenlong terdengar nyaring. Li Jia Xian terpental, namun berhasil menjejakan kakinya di tanah salah satu anak Gunung Tianzi. Lompatan kedua kembali dia lakukan, kali ini pedangnya bertemu dengan empat cakar Shenlong.
Cukup dengan sekali gerakan, Shenlong seakan tengah menyentil Li Jia Xian dengan cakarnya. Menangkis serangan pemuda itu dengan mudah. Kali ini dia berhasil tidak terpental seperti sebelumnya. Tanpa membuang waktu, walau serangannya ditangkis, Li Jia Xian menyerang bertubi-tubi.
“Hiyaaaaahhh!!”
Suara dari ledakan tekanan terdengar keras, bersama hembusan angin kuat. Dengan menggunakan tubuh panjang naga Shenlong sebagai tumpuan, Li Jia Xian terus menyerang. Pertarungan yang semula berada di lereng gunung, berubah menjadi di atas langit.
Naga itu meliuk di udara, tidak lupa memberikan perlawanan. Li Jia Xian merespon dengan salah satu teknik dari sekte Kuil Lingyin.
“Gerakan Retret Jiwa…,” Li Jia Xian bergumam pelan. “GERAKAN KESEMBILAN RETRET JIWA!!”
Shenlong memperhatikan seksama ketika ledakan cahaya terbentuk, usai Li Jia Xian menyerukan nama salah satu teknik seni bela dirinya. Ayunan pedang pemuda itu sangat cepat, seakan tengah menebas udara hingga menimbulkan ilusi seperti dia tengah memotong cahaya menjadi pecahan kecil. Serpihan itu terlihat serupa dengan bola-bola energi yang terkumpul dari jiwa-jiwa manusia.
Salah satu dari bola itu mengenai badan Shenlong dan detik itu juga ledakan besar terjadi. Dari satu ledakan menjadi ledakan susulan, teknik yang kuat dari Li Jia Xian. Untuk pertama kalinya, dia berhasil memberikan kerusakan berarti pada naga biru.
“Tidak buruk,” puji Shenlong. “Tapi itu tidak cukup untuk mengalahkanku!”
Naga dengan sisik biru kehijauan itu membuka mulut. Setitik cahaya kecil perlahan membesar menjadi bola cahaya keperakan. Shenlong menembak Li Jia Xian dengan peluru cahaya. Serangan sederhana itu berhasil menjatuhkan sang pemuda menuju dasar Gunung Tianzi.
Dan seperti itulah akhir dari pertarungan Li Jia Xian dengan Naga Shenlong.
Seratus tahun berlalu tanpa ada perubahan berarti.
Sembilan naga masih menyebabkan bencana di sana sini. Tanpa ada satupun ahli bela diri yang mampu mengalahkan mereka. Perkumpulan dari sembilan sekte kian lama mengalami kemunduran. Tidak sanggup menanggung rasa malu dan tekanan dari kerajaan.
Di masa tergelap bagi umat manusia, sebuah harapan muncul dari tempat yang tidak pernah mereka duga. Seorang anak yatim piatu menjadi buah bibir dikarenakan kelakuannya yang tidak waras. Bocah itu muncul ketika rombongan sekte Kuil Ci’en melewati jalan perkotaan menuju kerajaan. Anak laki-laki kurus dengan tatapan kosong.
“Maka tampaklah suatu tanda besar di langit. Seorang perempuan berselubung matahari, dengan bulan dibawah kakinya dan sebuah mahkota dari sembilan bintang di atas kepalanya!”
“Usir bocah itu!” seruan dari salah satu penjaga terdengar.
Pemimpin sekte, Qin Xiang menahan gerakan penjaga dan menatap lamat-lamat bocah itu. Ada perasaan ganjal di hati, serta suara hatinya mengatakan bahwa inilah kepingan terakhir yang selama ini dia cari. Akhirnya dengan otoritasnya, Qin Xiang memungut anak itu dari jalanan.
“Panggil seluruh ahli ramalan untuk datang kemari. Suruh mereka untuk menafsirkan kata-kata anak ini, mau berapa lama pun tidak masalah!” titahnya.
Sikap pimpinan sekte Kuil Ci’en sempat ditanggapi sebelah mata. Tidak ada yang percaya dengan bualan anak jalanan. Sampai salah satu dari ahli ramalan terkemuka menyatakan pendapatnya.
“Perempuan ini adalah jawaban dari masalah kita selama ini. Dialah yang mampu mengalahkan sembilan naga.”
Sepuluh pemimpin sekte saling pandang, tidak percaya sebenarnya. Namun tidak ada yang berani meragukan kata-kata Tetua Tai Yin. Selama hidupnya, perkataan Tetua Tai Yin selalu benar selalu jadi kenyataan. Setelah perundingan lama, akhirnya Seluruh pemimpin sekte sepakat untuk membentuk tim pencari. Tugas mereka adalah mencari gadis dalam ramalan.
“Pemimpin sekte!!”
Pintu ruang rapat dibuka paksa oleh salah satu murid kelas menengah. Raut wajahnya pucat dengan mata bergetar cemas.
“Sikapmu sungguh kurang ajar! Berani sekali kau menyerbu masuk, murid Huang Yi!”
“Mohon maaf atas sikap kurang ajarku, pemimpin sekte! Tapi aku mendapat kabar kalau Naga Shenlong dan Naga Huanglong muncul di perbatasan dan menghancurkan desa.”
Remaja berambut hitam itu kemudian mengangkat wajahnya, “Tidak hanya itu, disana muncul seorang gadis misterius dengan pakaian aneh!”
Continue…
“Jiu….”Sekelebat bayangan hilang-timbul bersama gemuruh ombak memekakan telinga. Butiran pasir terasa kasar dan nyata di bawah kaki. Namun embusan angin serasa fatamorgana. Gumpalan awan sehitam arang, kilatan petir bagai amukan dewa Zeus. Dan seorang pemuda bermata emas, menatapnya lekat-lekat.“Jiu…, kami me–”Suaranya kembali hilang, tertelan keheningan diikuti bising panjang seperti ketukan nada tinggi. Gadis itu mengulurkan tangan, mencoba meraih sosok yang mulai menjauh. Jauh dan semakin jauh, bagai tertelan kegelapan tanpa ujung.“Tunggu!!” Jiu berseru keras dan terbangun dari tidurnya.Keringat dingin sebesar biji jagung, jatuh perlahan dari pelipis yang basah. Jantungnya berdebar, bersama deru nafas bergemuruh. Jiu menarik nafas panjang sebelum beranjak duduk dari tidurnya. Gadis itu mengusap kasar wajahnya sebelum melihat jam digital di atas nakas.Pukul tiga pagi.“Ck, lagi-lagi bangun jam segini.” Merasa tidak bisa tidur kembali, dia memutuskan bangun dan pergi ke dapur u
“Hei, keluarkan aku! KE-LU-AR-KAN AKU! Kalian dengar, tidak?!” Jiu tanpa lelah berulang kali berteriak di dalam jeruji kayu.Sudah hampir dua jam dia dikurung, tanpa tahu alasannya. Mendekam di dalam penjara yang terletak di bawah tanah, cahaya samar dari satu-satunya obor menjadi penerang. Terkadang embusan angin dari ventilasi alami membuat bulu kuduk Jiu meremang, Terlebih bau kayu lapuk bercampur bangkai hewan membuat perutnya bergejolak.“Sial betul nasibku!” sungutnya lalu menendang kurungan kayu dan berakhir mengaduh pelan sambil memegang kaki.Suara kunci dibuka terdengar nyaring, membuat rasa sakit di kaki hilang seketika. Jiu menatap seorang perempuan muda berjalan ke arahnya. Gadis itu memakai pakaian berwarna hitam, dengan garis merah tua. Dia membawa satu set pakaian ganti.“Ini pakailah, sangat tidak enak melihatmu berkeliaran dengan pakaian dalam dan basah.”“Pakaian dalam?” Jiu terdiam sejenak, tidak mengerti sebelum melihat pakaiannya sendiri lalu menunjuk diri dengan
Daya jangkau suara gemuruh dan tanah bergetar sampai ke tempat Feng Yi dan Feng Ju berkemah. Dua pria dari dua sekte berbeda itu saling pandang, kecemasan terpancar jelas dari mata mereka. Perwakilan dari sekte Lingyin, Feng Ju seakan bersiap mengambil kuda dan pergi ke arah asal suara. Namun langkahnya ditahan oleh Feng Yi.“Kita tidak boleh ikut campur!”“Tapi dia hanya seorang perempuan. Bahkan kita jelas tahu kalau inner qi gadis itu tidak terbuka. Dia bisa mati, Kak Feng Yi!”Pria paruh baya itu tetap diam, lebih mempertahankan perintah dari hati nuraninya. Bukan dia tidak punya hati, jelas Feng Yi sadar bahwa tindakan ini penuh resiko dan kejam tentunya. Namun perlu digaris bawahi, keputusan tidak rasional dari sembilan sekte menunjukan, betapa mereka tengah diambang keputus asaan.“Kita akan menunggu di sini. Jika gadis itu tidak kembali, maka dia memang bukan gadis dalam ramalan.”“Kak Feng Yi–”“–Aku paham Feng Ju,” sebelum pemuda di depannya protes lebih lanjut, dia lebih du
Shenlong mengalihkan atensinya dari Naga Huanglong ke pedang di genggaman Jiu. Tangannya terulur dan bersandar di atas punggung tangan Jiu. Tubuh mungil dalam pelukan sang pria tersentak pelan, agaknya terkejut dengan sentuhan tiba-tiba. Shenlong tersenyum tipis, kemudian menatap lekat pada sosok besar di depannya.“Ini akan sedikit sakit,” katanya menarik perhatian Jiu. “Karena aku hanya membuka aliran qi untuk sementara. Cukup untuk mengalahkan Huanglong. Tapi tidak cukup untuk membuatmu baik-baik saja setelah ini.” Manik emas itu beralih ke arah sepasang manik coklat yang menatapnya lekat.“Mengapa kau mau melakukan ini? Menolongku yang bukan siapa-siapa.” Tanya Jiu setelah lama terdiam.“Kau lebih dari yang dirimu pikirkan, Jiu.” Shenlong mulai mengalirkan kekuatannya sedikit demi sedikit melalui sentuhan tangan.“Bagaimana kau tahu namaku? Aku belum memberitahukannya padamu!”Jiu merasakan adanya suatu energi merambat naik di bawah nadi. Dia sontak menoleh ke arah tangan yang men
“Kak He Ting!”Gadis bermata hitam itu mengerjap, tersentak pelan, lalu menoleh ke belakang. Seorang anak perempuan berusia delapan tahun, berlari sedikit tertatih ke arahnya. Wajahnya pucat, air mata mengalir deras dari mata bulatnya.“Kak He Ting! Tolong…,” katanya terisak pelan. Dia jatuh berlutut di depan He Ting dan menarik rok sambil tersedu-sedu. “Tolong selamatkan nenek!”“Adik, ada apa dengan Nenek Tao Lan?” Wanita muda dengan rambut hitam panjang sepunggung itu berlutut. Bertanya lembut sambil menyeka wajah dengan ujung lengan. “Bicaralah pelan-pelan, Kakak mendengarmu.”“Ta-tadi ada beberapa pria dewasa datang ke rumah. Nenek keluar untuk bicara dengan mereka, tiba-tiba terdengar suara ribut. A-aku segera keluar untuk melihat, ternyata mereka membawa paksa nenek dan menuduhnya telah mencuri.”Tangan He Ting yang sejak tadi mengusap punggung gadis kecil itu seketika terhenti. Dia berusaha mengatur kembali ekspresi kagetnya.“Apa adik tahu, mereka membawa nenek kemana?”Gadis
“...Jiu.”Suara hilang-timbul tidak asing itu terdengar sayup-sayup. Memanggilnya berulang kali, seakan memberitahu sudah waktunya dia kembali. Gadis itu menoleh untuk terakhir kali, pada seorang perempuan muda tengah meregang nyawa sendirian di ranjang jerami. Air mata jatuh membasahi pipi. Hatinya sakit, semakin sakit saat seorang laki-laki muda menerobos masuk dan memeluk He Ting yang telah tiada. Pemuda itu memiliki mata kuning cerah, rambut hitam yang diikat tinggi. Dia menangis tersedu-sedu, beberapa kali membelai hati-hati wajah putih kian memucat itu. “Tidak, jangan tinggalkan aku, He Ting!” Pria itu memohon, suaranya serak dan bergetar.“Mengapa… harus berapa kali lagi kau menderita karena manusia?!” Pria itu mencium kening dan pipi He Ting. Pundak lebarnya bergetar pelan, mencoba menahan rasa sakit di dada dan amarah yang kian menumpuk. “Maaf…” Jiu tiba-tiba berucap. Matanya merah dan sembab, “Maafkan aku… maaf….”“Jiu…”Sekali lagi suara itu memanggilnya. Jiu menoleh, b
Dua hari sebelumnya…Feng Ju tidak beranjak dari tempatnya sejak melepas kepergian Jiu. Pemuda itu menunggu dengan sabar dan diam-diam berharap. Semoga dewa berbelas kasih pada sang gadis, dan membiarkan Naga Huanglong tidak membunuhnya. Namun doa dalam diam itu terpaksa pupus. ketika gemuruh langit, dan tanah bergetar tidak lagi nampak. Feng Ju menatap cemas, apakah itu artinya pertempuran telah usai? Lalu bagaimana kabar sang gadis dalam ramalan?Feng Yi menghampiri, begitu juga para anggota dua klan ternama saat ini. Mereka memandang jauh pada lembah di belakang bukit. Mereka semua menunggu, sampai bulan purnama tepat di atas kepala. “Inilah jawabannya, wahai saudaraku.” Feng Yi menepuk pundak Feng Ju. “Dia bukan yang kita cari. Mari pergi tidur. Besok kita harus kembali dan melaporkannya pada sembilan pemimpin sekte.”Feng Ju tidak kunjung bergeming, kakinya seakan mengakar di tanah. Tak lama dia menghela napas panjang. Mengapa pula dia keras kepala seperti ini? padahal gadis it
Perjalanan menuju kota Shihezi membutuhkan waktu satu hari bagi para pejuang murim. Untuk manusia biasa, tentu saja lebih lama. Terlebih selama perjalanan ini, Shenlong menggunakan waktu untuk mengajari Jiu mengenai inner ki. Pemuda itu juga membimbing sang gadis melakukan Teknik Enam Kombinasi. Sehingga perjalanan ini menjadi lebih panjang dari yang seharusnya. “Cara mempelajari inner ki bagi pemula adalah melalui latihan pernapasan. Sebab saluran pernapasan adalah kunci tubuh bisa mendapatkan asupan oksigen dengan maksimal.” Shenlong menaruh kedua telapak tangannya di punggung Jiu. “Selain itu dengan pernapasan yang baik, kau bisa membangun fondasi dasar yang kuat untuk menara tenaga dalam dalam tubuhmu.”Jiu menarik napas panjang selama tujuh detik, tahan napas lima detik, lalu menghembuskannya perlahan selama tujuh detik. Dia melakukannya berulang kali sesuai arahan Shenlong. Sementara pemuda itu menyalurkan energi pada tubuh sang gadis. Dia memastikan secara tepat membersihkan e
Sudah sejak pagi buta para warga sibuk bergotong royong. Mereka membersihkan puing-puing bangunan Kuil Kuda Putih. Beberapa rumah mengalami kerusakan akibat pertarungan. Para pedagang juga sibuk membersihkan sisa-sisa festival. Di tengah-tengah kesibukan bersuasana duka dan tegang. Seorang anak kecil menatap ke arah langit. Tidak ada yang menyadari bahwa matahari belum juga nampak. Meski langit sudah terang namun anehnya awan malah berkumpul dan berubah mendung. Tidak lama kemudian titik demi titik hujan membasahi permukaan tanah yang kering. “Hujan? Ini benar-benar hujan?!” Seorang pemuda berseru tidak percaya, menatap ke arah langit.“Demi Naga Panlong! HUJAN TELAH TURUN! HUJAN TELAH TURUN!”“Hore! Hujan! Hujan!”Seluruh warga yang ada di dalam rumah segera keluar ketika mendengar seruan dari luar. Hujan turun dengan deras pagi itu. Sebuah keajaiban setelah ratusan tahun tanah mereka tidak didatangi fenomena alami alam. Di tengah kebahagiaan para warga. Empat naga menatap dari kej
Ujung kaki berusaha menapak cepat demi kembali melompat. Shi Jiu memaksa tubuhnya, meraih, menyelamatkan yang seharusnya dilindungi olehnya. Semua terjadi begitu cepat, pedang menusuk hingga tembus ke sisi lain. Mao Niu terbatuk, memuntahkan darah segar. “MAO NIU!” Shi Jiu berteriak histeris. Mata emas sang naga pelindung Danau Gang membeku. Tidak mau mempercayai apa yang dia lihat. Dengan menggunakan sisa kekuatannya, ia melompat turun. Berlutut di sebelah Mao Niu bersama Shi Jiu.“Mao Niu bertahanlah… bertahanlah aku mohon!” Panlong menekan beberapa titik di daerah dada Mao Niu demi menghentikan pendarahan. “Pa-Pan…”“Tidak usah bicara, kau diam saja!”“Ti-tidak, a-aku harus bicara…,” Mao Niu menyentuh pelan punggung tangan Panlong. “Mu-mungkin ini terakhir kali kita bicara.” sambungnya lagi yang dibalas gelengan kuat dari Panlong. “Kau akan baik-baik saja! Sama seperti sebelumnya, akan aku berikan energi kehidupanku!”“Tidak, Pan. To-tolong jangan lakukan itu.” Mao Niu terbatuk
Lengang sejenak. Huanglong menatap Shenlong lamat-lamat. Jelas dia tahu manusia mana yang dimaksud. Sang kakak tidak akan membiarkan adiknya terluka, apalagi tewas. Keputusannya memiliki alasan kuat, Huanglong juga tidak ingin tahu. Apa yang akan terjadi pada dunia ini jika salah satu dari sembilan naga tewas. Suara bantingan keras terdengar menarik perhatian para naga. Ketua sekte sedang menahan Shi Kang menggantikan Huanglong. Feng Ju terbanting ke dinding, terbatuk keras mengeluarkan cairan merah. Feng Yi terlempar ke samping usai melindungi Xiang De. Qin Xiang dan Xiang De menyerang bergantian. Song Bojing dan Lai Shoushan sudah terkapar tidak jauh dari mereka. Keduanya telah kalah telak sejak beberapa menit yang lalu. Shi Kang sendiri dalam kondisi tidak baik. Efek dari Pil Keabadian hanya bertahan beberapa menit. Semakin cepat habis jika pemakai mengeluarkan kekuatannya tak terkendali. Itulah yang dilakukan Huanglong, membuat Shi Kang menghabiskan seluruh stok Pil Keabadian.
Shi Kang lompat menyerang Shi Jiu. Gadis itu dalam kondisi lelah setelah melawan Panlong. Terlebih tidak fokus, setengah tertidur semenjak Pusaka Sisik Ikan masuk ke dalam tubuhnya. Saat ini dia benar-benar tanpa penjagaan siapapun. Tidak hanya Feng Yi yang berusaha berlari mencegah Shi Kang. Tiga pemimpin sekte juga berlari ke arahnya. Berharap berhasil mencegah tragedi. Namun semua percuma, Shi Kang tetap lebih dulu tiba di depan Shi Jiu. Siap membunuh Shi Jiu yang belum juga sadar bersama Panlong dalam pelukannya. “Nona Shi Jiu!” Tepat ketika semua orang merasa putus asa. Gagal melindungi manusia paling penting di muka bumi. Mereka benar-benar melupakan satu hal. Kenyataan bahwa Shi Jiu tidak berkeliling seorang diri. Suara besar dari ledakan terdengar disusul kepulan debu dan pasir. Tepat di tengah-tengah Shi Kang dan Shi Jiu. Sosok pemuda dengan hanfu biru gelap serta berambut hitam bermata emas. Berhasil menangkap pedang Shi Kang dengan mudahnya menggunakan satu tangan.
“Kalian semua bukan lawanku!” Shi Kang menggerung marah. Seluruh tubuhnya bersinar dengan aura biru kehitaman. Kekuatan energi Ki mengalir deras di dalam tubuhnya. Membuat dia mampu melayang di udara setinggi satu meter. Qin Xiang bersama Feng Yi sejak tadi saling bahu-membahu demi melawan Shi Kang.“Pastikan dia tidak mengganggu pertempuran Nona Shi Jiu.” Qin Xiang berbisik di samping Feng Yi. Qin Xiang menghalau serangan dari Shi Kang. Pedangnya terayun kuat mementalkan serangan ke kanan. Dari balik punggungnya, Feng Yi muncul melakukan serangan balasan. Tiga kali tebasan lurus dan satu tebasan mendatar.Daya serang terlalu dangkal demi melukai Shi Kang. Pria tua itu membuat tameng transparan dengan pedangnya. Sebelum mengayunkan pedangnya dengan ringan. Mendorong mundur sang pemuda, kembali ke samping Ketua Sekte Kuil Ci’en.“Kita tidak tahu, apa yang akan terjadi jika Shi Kang benar-benar bertarung dengan Naga Panlong. Aku tidak ingin keadaan bertambah buruk jika ada kemungkinan
“Jika tidak ada niat mengalahkanku, maka diam dan pergilah, Shi Jiu!”Ekor besar bersisik sekeras baja itu memukul Shi Jiu tepat di perut. Memantulkannya ke tanah. Debu dan pasir mengepul pekat. Detik berikutnya bayangan hitam melesat. Shi Jiu lompat menyerang ke arah Panlong. Seluruh tubuh Shi Jiu bersinar kuning keemasan. Ia menebaskan pedang berulang kali hingga menimbulkan efek ilusi. Salah satu teknik yang diajarkan oleh Huanglong.“HUJAN METEOR!” Shi Jiu menyerukan nama jurusnya. Tebasan pedang berubah menjadi tetesan cahaya memanjang. Siap menghujam tanpa ampun lawannya. Panlong mendengus kasar saat menangkis serangan seperti mengibas lalat. Shi Jiu menggeram tertahan. “Hei, mengapa aku harus bertarung melawanmu lagi?! Kau sudah aku kalahkan. Cepat berikan pusakamu padaku!” Shi Jiu kembali menyerang, kali ini menggunakan teknik yang diajarkan Longwang. Dari pedangnya muncul riak air memanjang. Ini mengingatkan Shi Jiu pada salah satu acara anime kesukaannya. Seorang pembasm
Pertarungan dapat pecah kapan saja. Sebelum itu terjadi, Qin Xiang memberi sinyal kepada semua orang agar mengutamakan Shi Kang. Meski mereka ingin membantu Shi Jiu melawan Panlong. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain mendukung. “Nona Shi Jiu! Kami mengandalkanmu, kami akan berusaha membantu walau tidak banyak.” Feng Ju melesat ke samping Shi Jiu untuk memberi tahu rencana mereka. “Setelah berhasil meringkus Shi Kang. Kami semua akan membantumu menghadapi Panlong. Selama itu, bisakah Nona bertahan?”Belum sempat mendapatkan jawaban dari Shi Jiu. Suara ledakan terdengar disusul teriakan kesakitan. Shi Jiu dan Feng Ju sontak menoleh hanya demi melihat sebagian orang terlempar. Di depan Shi Kang berdiri dua orang pemuda. “Song Bojing, Lai Shoushan?!” Xiang De berseru melihat dua pemimpin sekte. “Bajingan gila. Setelah semua yang terjadi kalian masih berpihak pada Shi Kang?!”“Sudah kepalang tanggung juga, Tuan Xiang De.” Song Bojing menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Kami sud
Kemunculan naga Panlong di tengah lapangan arena mengejutkan semua orang. Penonton yang panik saling sikut-menyikut turun dari bangku. Demi menyelamatkan diri dari situasi yang mungkin berbahaya ini. Para prajurit bersama murid-murid sekte Kuil Kuda Putih bertindak cepat. Mereka segera melakukan evakuasi dan berusaha meredakan kepanikan penonton. Kebanyakan dari mereka adalah wisatawan asing dari luar kota. Berusaha dengan tertib mengikuti instruksi dari petugas maupun panitia. “Mengapa tiba-tiba ada naga?!”“Ya Tuhan, aku belum mau mati!”“Cepat jalan! Jangan malah bengong saja, Pak Tua!”Sebagian masih tertinggal di bangku penonton. Tidak seperti yang lain, bereka bergerak cepat masuk dalam barisan demi menyelamatkan diri. Tidak hanya tua-muda, lelaki-perempuan. Mereka semua yang merupakan penonton lokal. Serempak menatap takzim pada Naga Panlong.“Lihat, itu Naga Panlong!”“Puji syukur atas kesempatan ini! Teman-temanku pasti iri denganku.”“Oh, Tuan Naga! Suatu kehormatan kami b
Song Bojing dan Lai Shoushan tampak gelisah di tempat duduk. Meski nama mereka tidak disebut. Tidak butuh waktu lama sampai mereka ketahuan ikut terlibat. Song Bojing berpikir cepat, mencari cara lepas dari situasi ini. Matanya melirik cemas pada Shi Kang yang terlihat tenang.Meski dia terkenal bersumbu pendek. Song Bojing masih bisa mengendalikan diri pada situasi genting seperti ini. Dia tidak meledak-ledak, lalu berakhir memperkeruh masalah yang ada. Pria itu tahu untuk diam, mengamati situasi demi menyelamatkan pantatnya. Meski begitu dia maupun Lai Shoushan merasa was-was. Padahal bukan hanya sekte mereka saja yang ikut terlibat. Kebetulan saja mereka menerima tawaran sebagai juri dan ada di sini. Mengingat ketua sekte Pedang Surga tidak ada di tempat karena mengundurkan diri tiba-tiba. Semakin membuat Song Bojing mengumpat dalam hati.Shi Kang melangkah mendekat. Ia tersenyum ramah, raut wajahnya terlihat tidak merasa bersalah. Tetua sekte berdiri tepat di depan tiga wajah yan