Dua hari sebelumnya…
Feng Ju tidak beranjak dari tempatnya sejak melepas kepergian Jiu. Pemuda itu menunggu dengan sabar dan diam-diam berharap. Semoga dewa berbelas kasih pada sang gadis, dan membiarkan Naga Huanglong tidak membunuhnya.
Namun doa dalam diam itu terpaksa pupus. ketika gemuruh langit, dan tanah bergetar tidak lagi nampak. Feng Ju menatap cemas, apakah itu artinya pertempuran telah usai? Lalu bagaimana kabar sang gadis dalam ramalan?
Feng Yi menghampiri, begitu juga para anggota dua klan ternama saat ini. Mereka memandang jauh pada lembah di belakang bukit. Mereka semua menunggu, sampai bulan purnama tepat di atas kepala.
“Inilah jawabannya, wahai saudaraku.” Feng Yi menepuk pundak Feng Ju. “Dia bukan yang kita cari. Mari pergi tidur. Besok kita harus kembali dan melaporkannya pada sembilan pemimpin sekte.”
Feng Ju tidak kunjung bergeming, kakinya seakan mengakar di tanah. Tak lama dia menghela napas panjang. Mengapa pula dia keras kepala seperti ini? padahal gadis itu bukan siapa-siapa.
Pemuda itu pun balik badan, menengok sekali lagi sebelum akhirnya mengikuti teman-teman lainnya beristirahat.
***
Rombongan sekte Kuil CI’en dan Kuil Lingyin tiba wilayah mereka masing-masing. Pemimpin rombongan, Feng Yi dan Feng Ju bertugas melaporkan hasil pekerjaan mereka pada pemimpin sekte.
Setelah satu hari perjalanan, rombongan Feng Ju tiba di kota Shihezi. Setelah memberi arahan singkat pada anak buahnya, pemuda itu segera berpisah dan menuju Kuil Lingyin di lereng gunung. Tanpa sempat istirahat ataupun berganti baju, dia menghadap pemimpin sekte.
Malam semakin larut setiba Feng Ju di depan pintu masuk Kuil Lingyin. Kompleks biaranya merupakan yang terbesar dari beberapa kuil lain yang ada di rangkaian Pegunungan Tianzi. Gaya arsitekturnya adalah Arsitektur Tiongkok yang telah berkembang selama ribuan tahun.
Feng Ju menyusuri koridor panjang hingga sampai di sebuah ruangan yang terletak di bagian dalam. Dua orang pejuang murim berdiri berjaga di depan pintu. Setelah pemuda itu menyapa singkat, dia segera masuk ke dalam.
Seorang pria paruh baya berusia empat puluh tahun tengah menatap bulan dan membelakangi Feng Ju. Pakaian putih dengan garis biru dongker adalah ciri khas dari para ahli bela diri dari Kuil Lingyin.
“Aku Feng Ju, murid tingkat akhir sekte Kuil Lingyin menghadap pemimpin sekte.”
Laki-laki itu pun balik badan, memperlihatkan tatapan hangat walau manik hitamnya mulai mengabu termakan usia. Qin Bohai mengusap jenggot sepanjang dua senti itu dengan tenang.
“Aku senang kau sudah kembali, Feng Ju. Mari kita duduk dan minum teh bersama.” Qin Bohai mempersilahkan pemuda itu untuk duduk dan menuangkan secangkir teh hijau. “Bagaimana perjalananmu, apakah sulit?”
“Sama sekali tidak, Pemimpin Sekte. Itu semua berkat saudara Feng Yi yang dapat diandalkan.”
Qin Bohai mengangguk paham, dia lalu menatap pemuda itu. Sebenarnya hatinya sudah sejak tadi ingin bertanya kabar. Mengenai gadis dalam ramalan.
“Baiklah, mari kita dengar laporanmu. Melihatmu pulang sendiri, sepertinya gadis itu bukan yang kita cari?”
Feng Ju terdiam sejenak, agak enggan memberi kabar buruk pada Pemimpin Sekte. Mereka sudah mempercayakan tugas penting ini. Namun harus mendengar kegagalan. Pemuda itu menelan ludah getir, sebelum membalas tatapan Qin Bohai.
“Mohon maaf, Pemimpin Sekte. Namun gadis itu tak kunjung kembali setelah pergi melawan Naga Huanglong.”
“Begitukah? sayang sekali…,” Qin Bohai sontak menaruh punggung pada sandaran kursi. “Tidak ada satu nyawa pun luput dari kemarahan para Naga. Gadis itu jelas mati di tangan Naga Huanglong, sungguh malang.”
Kedua tangan Feng Ju terkepal erat di atas lutut. Rasa bersalah yang sudah menyusup diam-diam di relung hati kian membesar. Isi kepalanya begitu ribut, bisik-bisikan gaib menghantui tidurnya selama perjalanan pulang.
‘Ini semua karena kalian.’
‘Kalianlah yang mendorong gadis tidak bersalah itu ke jurang kematian!’
‘Ketidak kompeten kalian lah yang seharusnya disalahkan!’
“–Feng Ju!”
Panggilan dari Qin Bohai seakan menebas bisikan-bisikan gaib di kepalanya. Pemuda itu sontak mengangkat kepalanya, membalas tatapan ramah dari Pemimpin Sekte.
“Pulanglah dan beristirahat. Tidak perlu dipikirkan, karena semua yang terjadi memang sudah diatur oleh langit. Kita hanya berusaha mencari jalan dari tantangan yang diberikan dewa pada kita.”
Perkataan Qin Bohai meresap dalam pikiran Feng Ju. Pemuda itu kemudian mengangguk paham, dia pun berdiri, memberi hormat sebelum pamit undur diri. Qin Bohai meniup pelan teh hijau lalu menyesapnya hati-hati. Sorot matanya yang hangat berubah dingin dan penuh perhitungan.
“Sebenarnya perasaan mengganjal apa ini?”
***
“Teknik Enam Kombinasi?” Jiu mengulang kembali kata-kata Shenlong dengan kening mengkerut.
Setelah dia puas menangis, dan jatuh tertidur. Keesokan paginya, Jiu bangun dengan keadaan tubuh lebih segar walau masih sedikit ngilu. Shenlong datang menghampirinya dengan semangkuk sup berisikan wortel dan kentang. Namun rasanya yang ringan sangat enak dan membuat perut dan dada Jiu menghangat.
“Benar, seperti yang aku jelaskan sebelumnya. Kondisi tubuhmu saat ini seperti wadah yang mengalami keretakan.” Shenlong duduk bersila di depan Jiu dan menjelaskan pada gadis itu dengan suara lembut.
“Itu semua terjadi karena membuka paksa inner ki dan mengeluarkan tenaga dalam secara instan.”
Jiu mengangguk lamat-lamat, dia masih tidak mempercayai pendengarannya. inner ki, naga, dan para pejuang murim. Sebenarnya dia ini berpindah dimensi atau masuk ke dalam novel?
“Teknik ini adalah teknik paling dasar, dia tidak bisa secara signifikan menaikan kekuatan dalam ki seseorang. Tapi justru secara sempurna membersihkan tubuh seseorang. Dengan kata lain, ini adalah teknik fundamental. Apa kau paham?”
Jiu tidak bergeming, raut wajahnya datar dan sorot matanya terlihat penuh keseriusan. Namun nyatanya, gadis itu sama sekali tidak mengerti akan penjelasan Shenlong.
‘Enam Kombinasi? Seperti kata kuncikah? Dan apa maksudnya dengan membersihkan tubuh seseorang?! Apa cara kerjanya sama seperti buang air besar?‘
Bagaimana pun Jiu hidup selama dua puluh tahun sebagai warga Indonesia biasa. Tidak memiliki kemampuan istimewa seperti kepekaan indra. Sama pula dengan inner ki, tenaga dalam yang dikatakan Shenlong.
Manik emas itu berubah lembut dengan senyum tipis. Sepertinya dia memahami keluh kesal di dalam kepala Jiu saat ini.
“Aku akan membimbingmu dalam melakukan Teknik Enam Kombinasi. Tapi sebelum itu ada yang ingin aku dan Huanglong katakan padamu.”
Seakan sudah menunggu aba-aba dari Shenlong, pemuda berambut hitam pendek itu menghampiri mereka berdua. Huanglong duduk bersila di samping Shenlong, terlihat kalem dibanding sebelumnya. Jiu bahkan curiga, kalau Huanglong sedang sakit perut atau sakit gigi.
“Mengenai Pusaka Mutiara Hitam yang ada di dalam tubuhmu.” Shenlong kembali bicara namun segera dipotong oleh Jiu.
“–Kau tahu cara menarik keluar pusaka ini?!”
Shenlong menggelengkan kepalanya. “Sayangnya tidak. Pusaka itu sudah menyatu denganmu, karena dia dengan alaminya membungkus dan melindungi dantian milikmu.”
Perasaan kecewa kembali menyerang Jiu. Dia masih menyimpan harapan untuk menemukan jalan pulang.
“Maafkan aku, Jiu.”
Jiu segera menggeleng dan melemparkan senyum manis. “Bukan salahmu, lagi pula ini suatu keuntungan bagiku. Jika seperti yang kau jelaskan padaku sebelumnya, bahwa qi murni bawaan lahir milikku itu retak. Dan pusaka Mutiara Hitam itu membungkus dantian milikku. Bukannya aku harus bersyukur karena nyawaku tidak dalam bahaya?”
“Heh! Untuk ukuran manusia, otakmu cukup encer.” Huanglong tiba-tiba menimpali sambil menyeringai. “Seharusnya dari tadi kau memahaminya dan tidak ribut-ribut ingin mengeluarkan pusaka itu.”
Mata Jiu menyipit kesal memandang Huanglong. Dia lalu membuang muka, dan bersedekap dada. Tidak bisa membantah perkataan ular sawah ini membuatnya marah.
“Jadi aku dan Huanglong saling bertukar pikiran. Dan sepertinya bukan ide buruk mencoba mengumpulkan delapan pusaka tersisa.” Jiu sontak menoleh ke arah Shenlong saat pria itu bicara lagi.
“Mungkin saja seperti perkiraanmu sebelumnya, kita bisa menemukan cara pulang.”
“Bukannya ular sawah itu bilang, pusaka tidak punya kekuatan sebesar itu?”
Huanglong sontak menyahut. “Memang tidak punya! Lebih tepatnya tidak cukup kuat untuk membuka portal dunia lain.” Keningnya mengerut, seakan enggan menjelaskan.
Sejenak Jiu terdiam, berpikir keras. Tidak ada salahnya dia mencoba, mengingat saat ini dia tidak memiliki petunjuk apapun. Gadis itu tidak memungkiri saat dia menyentuh Pusaka Mutiara Hitam, selain mengalami penglihatan. Ada hal baik yang Jiu dapatkan, nyawanya tidak lagi terancam dan sepertinya dia merasa lebih kuat.
“Mengumpulkan pusaka artinya bertarung dengan delapan naga tersisa. Apa aku bisa melakukannya?” Jiu bertanya pada diri sendiri, namun Shenlong menjawabnya.
“Kau tidak sendiri, Jiu.” Pemuda itu meraih kedua tangan Jiu dan menggenggamnya erat. “Aku bersamamu, kami bersamamu.”
“Secara teknis, hanya Shenlong yang bersamamu.” Dengan acuhnya Huanglong menyela tanpa melihat suasana. “Aku ikut karena dipaksa!”
“Ck, kau bisa pergi jika tidak mau!” Jiu berdecak sebal dan menarik tangannya dari Shenlong. Gadis itu tidak menyadari tatapan kecewa dari sang naga biru.
“Sayangnya aku harus ikut untuk mengajarimu. Itu kesepakatan yang aku buat dengan Shenlong.”
“Apa yang bisa ular sawah ajarkan? Bersembunyi di semak?”
“Kau ini!!”
Baiklah sebelum terjadi pertengkaran tidak penting, Shenlong segera melerai mereka berdua. Entah kapan dua orang ini bisa akur.
“Jadi, bagaimana keputusanmu?”
Jiu menoleh ke arah Shenlong, dan mengangguk. “Aku akan melakukannya, mengumpulkan delapan pusaka.”
“Baiklah, kalau begitu tujuan kita selanjutnya adalah kota Xiantao.” Shenlong mengeluarkan sebuah peta terbuat dari perkamen tua. “Kita tinggal menelusuri jalan, singgah sebentar di kota Shihezi sebelum melanjutkan perjalanan.”
Huanglong yang duduk di samping, tiba-tiba bertanya. “Kau tidak memberikan pusakamu?”
Dua mata berbeda warna itu menatap Shenlong ingin tahu. Pemuda dengan rambut hitam panjang sepunggung yang diikat tinggi itu berdehem pelan.
“Apa aku harus bertarung denganmu, Shenlong?” Jiu ikut bertanya, nada suaranya terdengar ragu. Gadis itu tidaklah bodoh, dia jelas tahu identitas asli sang pemuda tampan.
“Tidak, kau tidak harus melakukannya. Dengan senang hati aku akan berikan pusaka milikku.” Shenlong segera menjawab, tidak ingin membuat Jiu bersedih. “Tapi sekarang bukanlah saatnya. Ketika waktunya tiba, aku akan memberikan Pusaka Cakar Harimau padamu.”
“Baiklah, aku paham.”
Continue…
Perjalanan menuju kota Shihezi membutuhkan waktu satu hari bagi para pejuang murim. Untuk manusia biasa, tentu saja lebih lama. Terlebih selama perjalanan ini, Shenlong menggunakan waktu untuk mengajari Jiu mengenai inner ki. Pemuda itu juga membimbing sang gadis melakukan Teknik Enam Kombinasi. Sehingga perjalanan ini menjadi lebih panjang dari yang seharusnya. “Cara mempelajari inner ki bagi pemula adalah melalui latihan pernapasan. Sebab saluran pernapasan adalah kunci tubuh bisa mendapatkan asupan oksigen dengan maksimal.” Shenlong menaruh kedua telapak tangannya di punggung Jiu. “Selain itu dengan pernapasan yang baik, kau bisa membangun fondasi dasar yang kuat untuk menara tenaga dalam dalam tubuhmu.”Jiu menarik napas panjang selama tujuh detik, tahan napas lima detik, lalu menghembuskannya perlahan selama tujuh detik. Dia melakukannya berulang kali sesuai arahan Shenlong. Sementara pemuda itu menyalurkan energi pada tubuh sang gadis. Dia memastikan secara tepat membersihkan e
Suara guntur semakin sering terdengar, perubahan cuaca ekstrim ini kerap terjadi di wilayah sekitar Gunung Tianzi. Padahal tidak sampai setengah jam lalu, sinar matahari terasa hangat. Kini udara dingin disertai angin kencang menerpa. Sebagian pedagang sudah menutup jualan mereka, tidak ingin terlambat berteduh. Suara langkah kaki kecil bertalu cepat, dalam gendongannya terdapat bingkisan daging dan keranjang bunga. Gadis kecil dengan rambut dikuncir dua itu sesekali menoleh kebelakang. Dia berlari seakan dikejar sesuatu. Zhang Xue, gadis penjual bunga itu belok kiri, masuk ke gang sempit. Napasnya sudah putus-putus akibat lelah berlari. Namun dia harus secepatnya pergi ke tempat aman. Sayangnya, kaki kecil itu terantuk batu, membuatnya jatuh tersungkur. Belum sempat Zhang Xue beranjak, sesuatu memegang kedua kakinya. “Ti-tidak!! Lepaskan aku!” Dia meronta, kedua tangan menggapai apapun yang bisa dijadikan pegangan. “Tolong! Tolong aku!!” Namun kekuatan tangan besar yang mencengkr
Langit senja berubah penuh bintang tak lama setelah Jiu dan Shenlong sampai di depan penginapan. Jiu menikmati jalan-jalan sorenya bersama Shenlong. Udara di kota Shihezi sejuk, mengingat wilayah ini terletak tepat di bawah Gunung Tianzi. Tidak hanya itu lampu-lampu gantung sepanjang perjalanan juga menambah keindahan malam kota ini. Namun kedamaian itu seakan ilusi, ketika seorang wanita mondar-mandir di depan penginapan. Bertanya pada pejalan kaki. “Maaf, Kakak. Apakah kalian melihat anak kecil perempuan penjual bunga?” “Maaf, aku tidak lihat.” “Ah! Maaf, Kak! Apakah kau melihat putriku, Zhang Xue?” “Tidak, aku tidak lihat sejak kemarin.” kening Jiu mengerut samar, mengapa nama itu terdengar tidak asing ditelinganya? “Hei, kalian sudah kembali!” Huanglong tiba-tiba menyapa, entah darimana pemuda itu. Muncul begitu saja, mengejutkan Jiu. “Apa terjadi sesuatu, Huanglong?” Jiu bertanya sambil berbisik pelan dan menunjuk wanita di depan penginapan. “Siapa wanita itu?” “Kau ingat
Matahari sudah tenggelam sejak lima menit yang lalu. Udara sejuk kini menjadi sedikit dingin ketika Jiu berjalan di salah satu distrik kumuh. Pertengkaran kecil yang terjadi membuat gadis itu memutuskan untuk berjalan-jalan untuk mendinginkan kepalanya. Seperti yang dikatakan Huanglong, tidak seharusnya Jiu mendesak Shenlong. “Sebenarnya aku paham betul, ini ulah manusia. Tapi karena tidak ada petunjuk apapun, membuatnya terlihat ini ulah Shenlong.” Jiu menendang kaleng bekas saking kesalnya. “Jika aku tidak mengenal Shenlong, mungkin aku juga sepemikiran dengan Huang Jiang.” Suara kaleng yang ditendang Jiu menimbulkan suara gaduh. Gadis itu berjengit, baru sadar dia tidak kenal lingkungan sekitar. Terlebih banyak mata memandangnya ingin tahu, juga melihatnya dengan tajam. Sang gadis menelan ludah gugup, mencoba untuk tetap tenang. Bodoh sekali dia berjalan tanpa tahu arah dan berakhir tersesat di gang kecil. “Kau yakin barangnya sudah siap?” Suara samar-samar terdengar menarik per
Kondisi Jiu di dalam kotak cukup aman, selama gadis itu tidak mengeluarkan suara. Tubuhnya sedikit terguncang, saat beberapa kali merasakan pergerakan. Itu terjadi saat para penjaga sibuk mengeluarkan kotak dari kereta kuda. “Astaga, kotak ini berat sekali!” Seorang penjaga mengeluh saat mengangkat kotak kayu berukuran 24 inchi. “Berapa kilo berat daging ini?!”Dia sama sekali tidak menyadari bahwa apa yang ada di dalam kotak bukanlah tumpukan daging. Dengan susah payah, pemuda itu membawa kotak kayu masuk ke dalam rumah. Begitu dia sampai di ruang tengah, salah satu atasannya memberi arahan. “Beritahu yang lain, kotak isi daging tua simpan di gudang belakang. Sementara daging muda bawa ke bawah tanah.”“Baik, Kak!”Jiu menahan napas ketika mendengar hal itu. Dia lalu kembali merasakan kotak bergoyang pelan. Sebelum tidak lama suara keras terdengar bersamaan hentakan yang dirasakan Jiu. Gadis itu harus menggigit bibir bawah demi meredam teriakannya. Astaga, penjaga satu ini tidak bi
Suara ketukan pintu terdengar dua kali, sebelum seorang pemuda masuk ke dalam ruangan berukuran 6x3. Laki-laki berambut hitam pendek dengan pakaian putih bergaris biru dongker dan celana hitam. Dia menghadap pada seorang pria lebih tua dua tahun darinya. Menyerahkan beberapa gulungan berisi berkas penting. “Kak Feng Ju, ini berkas yang diminta.”Pemuda itu tidak melepaskan fokus pada pekerjaannya meski menjawab saudara seperguruannya. “Terima kasih, kau boleh pergi.”“...”Tidak ada pergerakan membuat atensi Feng Ju teralih pada adik perguruannya. Wu Kong masih berdiri, menunduk, dengan sebuah gulungan berkas yang digenggam erat. Pemuda yang memiliki status tertinggi setelah Wakil Pemimpin Sekte itu menaruh pena bulu. Dia beranjak dari duduk dan menghampiri adiknya. “Apa ada yang ingin kau katakan?”Wu Kong melihat Feng Ju dengan tatapan ragu, “Apakah Kak Feng Ju tidak merasa Tetua Qin agak…, aneh?”“Aneh bagaimana?”Bukannya menjawab, pemuda itu malah melihat sekitar seakan takut a
Di ruang bawah tanah, dengan setidaknya sekitar enam orang tersisa. Suasana tegang sekitar lima menit lalu kini berubah. Tatapan heran dan kaget bercampur jadi satu saat sosok pemuda berambut hitam pendek, memakai satu anting di telinga kanan dengan hanfu kuning lembut muncul begitu saja. Satu pria jatuh terduduk, wajahnya terdapat jejak sepatu milik sang pemuda. Manik hitamnya bersitatap dengan sepasang mata emas menyala. Hal itu tak pelak membuatnya menelan ludah gugup bercampur takut. Belum sempat dia bertanya siapa pemuda ini, suara Jiu lebih dulu terdengar.“Huanglong?!”Pemuda itu menoleh ke belakang, menyeringai lebar sambil berkacak pinggang. Pedangnya ia sampirkan di pundak kanan, gayanya sungguh menyebalkan di mata sang gadis.“Sudah aku bilang, kau pasti butuh bantuan. Si Shenlong itu susah sekali dibilangin dan masih keras kepala mau memantau situasi.” Jiu menghela napas pendek, untuk kali ini dia setuju dengan Huanglong. “Terima kasih sudah datang, Huanglong. Aku memang
Malam semakin larut ketika akhirnya prajurit bayaran yang ditugaskan untuk menjaga pondok di tengah hutan berhasil diringkus. Orang-orang berpakaian biru dongker dengan garis putih dan menutupi separuh wajah dengan kain hitam. Ternyata merupakan pasukan gabungan yang dibentuk oleh Feng Ju dan Pan Huizhong. Murid sekte Kuil Lingyin bersama anggota terpilih dari kepolisian Kota Shihezi. Melakukan operasi rahasia atas perintah wali kota Shihezi.“Tidak ada kebocoran informasi dan bisa dipastikan seharusnya tidak ada yang tahu mengenai operasi gabungan ini. Jika kau mau bekerja sama dan menyebutkan nama tuanmu. Maka kau akan mendapatkan keringanan, jadi mari kita mulai dengan siapa namamu?”Shenlong menatap ke arah Huizhong dengan tenang dan menyebutkan namanya.“Shenlong.”Huizhong tidak langsung mencatat di buku kecil miliknya. Pemuda itu malah kembali menatap Shenlong dengan sebelah alis terangkat. “Bisa kau ulangi?” Huizhong bertanya untuk memastikan pendengarannya. “Shenlong.”Huiz
Sudah sejak pagi buta para warga sibuk bergotong royong. Mereka membersihkan puing-puing bangunan Kuil Kuda Putih. Beberapa rumah mengalami kerusakan akibat pertarungan. Para pedagang juga sibuk membersihkan sisa-sisa festival. Di tengah-tengah kesibukan bersuasana duka dan tegang. Seorang anak kecil menatap ke arah langit. Tidak ada yang menyadari bahwa matahari belum juga nampak. Meski langit sudah terang namun anehnya awan malah berkumpul dan berubah mendung. Tidak lama kemudian titik demi titik hujan membasahi permukaan tanah yang kering. “Hujan? Ini benar-benar hujan?!” Seorang pemuda berseru tidak percaya, menatap ke arah langit.“Demi Naga Panlong! HUJAN TELAH TURUN! HUJAN TELAH TURUN!”“Hore! Hujan! Hujan!”Seluruh warga yang ada di dalam rumah segera keluar ketika mendengar seruan dari luar. Hujan turun dengan deras pagi itu. Sebuah keajaiban setelah ratusan tahun tanah mereka tidak didatangi fenomena alami alam. Di tengah kebahagiaan para warga. Empat naga menatap dari kej
Ujung kaki berusaha menapak cepat demi kembali melompat. Shi Jiu memaksa tubuhnya, meraih, menyelamatkan yang seharusnya dilindungi olehnya. Semua terjadi begitu cepat, pedang menusuk hingga tembus ke sisi lain. Mao Niu terbatuk, memuntahkan darah segar. “MAO NIU!” Shi Jiu berteriak histeris. Mata emas sang naga pelindung Danau Gang membeku. Tidak mau mempercayai apa yang dia lihat. Dengan menggunakan sisa kekuatannya, ia melompat turun. Berlutut di sebelah Mao Niu bersama Shi Jiu.“Mao Niu bertahanlah… bertahanlah aku mohon!” Panlong menekan beberapa titik di daerah dada Mao Niu demi menghentikan pendarahan. “Pa-Pan…”“Tidak usah bicara, kau diam saja!”“Ti-tidak, a-aku harus bicara…,” Mao Niu menyentuh pelan punggung tangan Panlong. “Mu-mungkin ini terakhir kali kita bicara.” sambungnya lagi yang dibalas gelengan kuat dari Panlong. “Kau akan baik-baik saja! Sama seperti sebelumnya, akan aku berikan energi kehidupanku!”“Tidak, Pan. To-tolong jangan lakukan itu.” Mao Niu terbatuk
Lengang sejenak. Huanglong menatap Shenlong lamat-lamat. Jelas dia tahu manusia mana yang dimaksud. Sang kakak tidak akan membiarkan adiknya terluka, apalagi tewas. Keputusannya memiliki alasan kuat, Huanglong juga tidak ingin tahu. Apa yang akan terjadi pada dunia ini jika salah satu dari sembilan naga tewas. Suara bantingan keras terdengar menarik perhatian para naga. Ketua sekte sedang menahan Shi Kang menggantikan Huanglong. Feng Ju terbanting ke dinding, terbatuk keras mengeluarkan cairan merah. Feng Yi terlempar ke samping usai melindungi Xiang De. Qin Xiang dan Xiang De menyerang bergantian. Song Bojing dan Lai Shoushan sudah terkapar tidak jauh dari mereka. Keduanya telah kalah telak sejak beberapa menit yang lalu. Shi Kang sendiri dalam kondisi tidak baik. Efek dari Pil Keabadian hanya bertahan beberapa menit. Semakin cepat habis jika pemakai mengeluarkan kekuatannya tak terkendali. Itulah yang dilakukan Huanglong, membuat Shi Kang menghabiskan seluruh stok Pil Keabadian.
Shi Kang lompat menyerang Shi Jiu. Gadis itu dalam kondisi lelah setelah melawan Panlong. Terlebih tidak fokus, setengah tertidur semenjak Pusaka Sisik Ikan masuk ke dalam tubuhnya. Saat ini dia benar-benar tanpa penjagaan siapapun. Tidak hanya Feng Yi yang berusaha berlari mencegah Shi Kang. Tiga pemimpin sekte juga berlari ke arahnya. Berharap berhasil mencegah tragedi. Namun semua percuma, Shi Kang tetap lebih dulu tiba di depan Shi Jiu. Siap membunuh Shi Jiu yang belum juga sadar bersama Panlong dalam pelukannya. “Nona Shi Jiu!” Tepat ketika semua orang merasa putus asa. Gagal melindungi manusia paling penting di muka bumi. Mereka benar-benar melupakan satu hal. Kenyataan bahwa Shi Jiu tidak berkeliling seorang diri. Suara besar dari ledakan terdengar disusul kepulan debu dan pasir. Tepat di tengah-tengah Shi Kang dan Shi Jiu. Sosok pemuda dengan hanfu biru gelap serta berambut hitam bermata emas. Berhasil menangkap pedang Shi Kang dengan mudahnya menggunakan satu tangan.
“Kalian semua bukan lawanku!” Shi Kang menggerung marah. Seluruh tubuhnya bersinar dengan aura biru kehitaman. Kekuatan energi Ki mengalir deras di dalam tubuhnya. Membuat dia mampu melayang di udara setinggi satu meter. Qin Xiang bersama Feng Yi sejak tadi saling bahu-membahu demi melawan Shi Kang.“Pastikan dia tidak mengganggu pertempuran Nona Shi Jiu.” Qin Xiang berbisik di samping Feng Yi. Qin Xiang menghalau serangan dari Shi Kang. Pedangnya terayun kuat mementalkan serangan ke kanan. Dari balik punggungnya, Feng Yi muncul melakukan serangan balasan. Tiga kali tebasan lurus dan satu tebasan mendatar.Daya serang terlalu dangkal demi melukai Shi Kang. Pria tua itu membuat tameng transparan dengan pedangnya. Sebelum mengayunkan pedangnya dengan ringan. Mendorong mundur sang pemuda, kembali ke samping Ketua Sekte Kuil Ci’en.“Kita tidak tahu, apa yang akan terjadi jika Shi Kang benar-benar bertarung dengan Naga Panlong. Aku tidak ingin keadaan bertambah buruk jika ada kemungkinan
“Jika tidak ada niat mengalahkanku, maka diam dan pergilah, Shi Jiu!”Ekor besar bersisik sekeras baja itu memukul Shi Jiu tepat di perut. Memantulkannya ke tanah. Debu dan pasir mengepul pekat. Detik berikutnya bayangan hitam melesat. Shi Jiu lompat menyerang ke arah Panlong. Seluruh tubuh Shi Jiu bersinar kuning keemasan. Ia menebaskan pedang berulang kali hingga menimbulkan efek ilusi. Salah satu teknik yang diajarkan oleh Huanglong.“HUJAN METEOR!” Shi Jiu menyerukan nama jurusnya. Tebasan pedang berubah menjadi tetesan cahaya memanjang. Siap menghujam tanpa ampun lawannya. Panlong mendengus kasar saat menangkis serangan seperti mengibas lalat. Shi Jiu menggeram tertahan. “Hei, mengapa aku harus bertarung melawanmu lagi?! Kau sudah aku kalahkan. Cepat berikan pusakamu padaku!” Shi Jiu kembali menyerang, kali ini menggunakan teknik yang diajarkan Longwang. Dari pedangnya muncul riak air memanjang. Ini mengingatkan Shi Jiu pada salah satu acara anime kesukaannya. Seorang pembasm
Pertarungan dapat pecah kapan saja. Sebelum itu terjadi, Qin Xiang memberi sinyal kepada semua orang agar mengutamakan Shi Kang. Meski mereka ingin membantu Shi Jiu melawan Panlong. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain mendukung. “Nona Shi Jiu! Kami mengandalkanmu, kami akan berusaha membantu walau tidak banyak.” Feng Ju melesat ke samping Shi Jiu untuk memberi tahu rencana mereka. “Setelah berhasil meringkus Shi Kang. Kami semua akan membantumu menghadapi Panlong. Selama itu, bisakah Nona bertahan?”Belum sempat mendapatkan jawaban dari Shi Jiu. Suara ledakan terdengar disusul teriakan kesakitan. Shi Jiu dan Feng Ju sontak menoleh hanya demi melihat sebagian orang terlempar. Di depan Shi Kang berdiri dua orang pemuda. “Song Bojing, Lai Shoushan?!” Xiang De berseru melihat dua pemimpin sekte. “Bajingan gila. Setelah semua yang terjadi kalian masih berpihak pada Shi Kang?!”“Sudah kepalang tanggung juga, Tuan Xiang De.” Song Bojing menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Kami sud
Kemunculan naga Panlong di tengah lapangan arena mengejutkan semua orang. Penonton yang panik saling sikut-menyikut turun dari bangku. Demi menyelamatkan diri dari situasi yang mungkin berbahaya ini. Para prajurit bersama murid-murid sekte Kuil Kuda Putih bertindak cepat. Mereka segera melakukan evakuasi dan berusaha meredakan kepanikan penonton. Kebanyakan dari mereka adalah wisatawan asing dari luar kota. Berusaha dengan tertib mengikuti instruksi dari petugas maupun panitia. “Mengapa tiba-tiba ada naga?!”“Ya Tuhan, aku belum mau mati!”“Cepat jalan! Jangan malah bengong saja, Pak Tua!”Sebagian masih tertinggal di bangku penonton. Tidak seperti yang lain, bereka bergerak cepat masuk dalam barisan demi menyelamatkan diri. Tidak hanya tua-muda, lelaki-perempuan. Mereka semua yang merupakan penonton lokal. Serempak menatap takzim pada Naga Panlong.“Lihat, itu Naga Panlong!”“Puji syukur atas kesempatan ini! Teman-temanku pasti iri denganku.”“Oh, Tuan Naga! Suatu kehormatan kami b
Song Bojing dan Lai Shoushan tampak gelisah di tempat duduk. Meski nama mereka tidak disebut. Tidak butuh waktu lama sampai mereka ketahuan ikut terlibat. Song Bojing berpikir cepat, mencari cara lepas dari situasi ini. Matanya melirik cemas pada Shi Kang yang terlihat tenang.Meski dia terkenal bersumbu pendek. Song Bojing masih bisa mengendalikan diri pada situasi genting seperti ini. Dia tidak meledak-ledak, lalu berakhir memperkeruh masalah yang ada. Pria itu tahu untuk diam, mengamati situasi demi menyelamatkan pantatnya. Meski begitu dia maupun Lai Shoushan merasa was-was. Padahal bukan hanya sekte mereka saja yang ikut terlibat. Kebetulan saja mereka menerima tawaran sebagai juri dan ada di sini. Mengingat ketua sekte Pedang Surga tidak ada di tempat karena mengundurkan diri tiba-tiba. Semakin membuat Song Bojing mengumpat dalam hati.Shi Kang melangkah mendekat. Ia tersenyum ramah, raut wajahnya terlihat tidak merasa bersalah. Tetua sekte berdiri tepat di depan tiga wajah yan