Suara ketukan pintu terdengar dua kali, sebelum seorang pemuda masuk ke dalam ruangan berukuran 6x3. Laki-laki berambut hitam pendek dengan pakaian putih bergaris biru dongker dan celana hitam. Dia menghadap pada seorang pria lebih tua dua tahun darinya. Menyerahkan beberapa gulungan berisi berkas penting. “Kak Feng Ju, ini berkas yang diminta.”Pemuda itu tidak melepaskan fokus pada pekerjaannya meski menjawab saudara seperguruannya. “Terima kasih, kau boleh pergi.”“...”Tidak ada pergerakan membuat atensi Feng Ju teralih pada adik perguruannya. Wu Kong masih berdiri, menunduk, dengan sebuah gulungan berkas yang digenggam erat. Pemuda yang memiliki status tertinggi setelah Wakil Pemimpin Sekte itu menaruh pena bulu. Dia beranjak dari duduk dan menghampiri adiknya. “Apa ada yang ingin kau katakan?”Wu Kong melihat Feng Ju dengan tatapan ragu, “Apakah Kak Feng Ju tidak merasa Tetua Qin agak…, aneh?”“Aneh bagaimana?”Bukannya menjawab, pemuda itu malah melihat sekitar seakan takut a
Di ruang bawah tanah, dengan setidaknya sekitar enam orang tersisa. Suasana tegang sekitar lima menit lalu kini berubah. Tatapan heran dan kaget bercampur jadi satu saat sosok pemuda berambut hitam pendek, memakai satu anting di telinga kanan dengan hanfu kuning lembut muncul begitu saja. Satu pria jatuh terduduk, wajahnya terdapat jejak sepatu milik sang pemuda. Manik hitamnya bersitatap dengan sepasang mata emas menyala. Hal itu tak pelak membuatnya menelan ludah gugup bercampur takut. Belum sempat dia bertanya siapa pemuda ini, suara Jiu lebih dulu terdengar.“Huanglong?!”Pemuda itu menoleh ke belakang, menyeringai lebar sambil berkacak pinggang. Pedangnya ia sampirkan di pundak kanan, gayanya sungguh menyebalkan di mata sang gadis.“Sudah aku bilang, kau pasti butuh bantuan. Si Shenlong itu susah sekali dibilangin dan masih keras kepala mau memantau situasi.” Jiu menghela napas pendek, untuk kali ini dia setuju dengan Huanglong. “Terima kasih sudah datang, Huanglong. Aku memang
Malam semakin larut ketika akhirnya prajurit bayaran yang ditugaskan untuk menjaga pondok di tengah hutan berhasil diringkus. Orang-orang berpakaian biru dongker dengan garis putih dan menutupi separuh wajah dengan kain hitam. Ternyata merupakan pasukan gabungan yang dibentuk oleh Feng Ju dan Pan Huizhong. Murid sekte Kuil Lingyin bersama anggota terpilih dari kepolisian Kota Shihezi. Melakukan operasi rahasia atas perintah wali kota Shihezi.“Tidak ada kebocoran informasi dan bisa dipastikan seharusnya tidak ada yang tahu mengenai operasi gabungan ini. Jika kau mau bekerja sama dan menyebutkan nama tuanmu. Maka kau akan mendapatkan keringanan, jadi mari kita mulai dengan siapa namamu?”Shenlong menatap ke arah Huizhong dengan tenang dan menyebutkan namanya.“Shenlong.”Huizhong tidak langsung mencatat di buku kecil miliknya. Pemuda itu malah kembali menatap Shenlong dengan sebelah alis terangkat. “Bisa kau ulangi?” Huizhong bertanya untuk memastikan pendengarannya. “Shenlong.”Huiz
Kuil Lingyin memiliki sejarah panjang. Dikatakan bahwa pendirinya dulu bertemu dengan Naga Biru Shenlong saat mengembara. Seorang pemuda yang sangat mencintai dan mendambakan kebebasan. Sifatnya yang ramah dan baik, serta tutur katanya sopan. Mampu menarik perhatian salah satu naga terkuat. Mereka kerap kali bertemu di atas puncak Gunung Tianzi, bertukar cerita.Setelah berhasil menemukan jati diri dan menemukan teknik miliknya sendiri. Ahli bela diri itu membangun sekte tepat di lereng gunung. Sebagai bentuk lambang persahabatan, pendiri Kuil Lingyin memahat seekor naga yang diyakini sebagai Naga Biru Shenlong. Sosok hewan mitologi kuno yang nampak mempesona walau waktu terus bergulir cepat. Feng Ju menatap lamat-lamat salah satu patung naga di halaman kuil. Sudah hampir setengah jam dia berdiri di bawah sinar mentari. Beberapa murid lalu lalang sempat menyapa dan bertanya apa yang dia lakukan di sana. Pemuda itu menggeleng, tersenyum ramah dan hanya menjawab sekedarnya.“Kak Feng J
“Mengapa ketua malah ada di sini dan bukan di Kuil Ci’en?” Feng Ju kembali melemparkan pertanyaan menyudutkan pada Qin Bohai. “Ketua tidak mungkin dalang dari kasus penculikan anak di Kota Shihezi, bukan?” “Te-tentu saja bukan aku dalangnya!” serunya kemudian setelah tersadar dari keterkejutannya. “Aku secepatnya kemari, karena ingin tahu siapa dalangnya. Bukankah sebelumnya kau bilang sudah tahu lokasi pertemuan mereka selanjutnya?” “Bagaimana Ketua tahu tempatnya, sementara saya belum melaporkannya pada Anda?” Qin Bohai menelan ludah gugup, “Aku … aku mendengarnya! aku bertanya pada salah satu murid sekaligus bawahanmu!” “Dan siapa yang Ketua maksud?” “Apa itu penting sekarang?!” Pria paruh baya itu meninggikan suaranya, “kalau kita berkumpul di sini, itu artinya kita semua masuk ke dalam jebakan yang dibuatnya! informasi yang kau dapatkan itu palsu, kau telah ditipu!” Setelah teriak-teriak layaknya orang kesetanan, Feng Ju hanya diam mendengarkan. Menyadari keanehan sikap dar
Kemunculan Shenlong tiba-tiba mengejutkan Qin Bohai, Jiu dan Huanglong. Tanpa peringatan pemuda itu muncul di tengah-tengah pertarungan. Namun sepertinya hanya Feng Ju yang tetap tenang seakan mengetahui hal ini. Pria paruh baya itu menghunuskan pedang ke arah naga biru, berteriak marah. “Berani-beraninya menggangguku, dasar brengsek! siapa kau?!” Bukan Shenlong yang menjawab, melainkan Feng Ju. Pemuda itu balik membentaknya dengan hawa membunuh. “Jaga bicaramu di depan Tuan Shenlong! Beliau adalah salah satu dari sembilan naga yang diturunkan dewa. Beliau sang Naga Biru Shenlong yang agung!” “Hah! kau pikir bisa menipuku untuk membuatku takut?” Qin Bohai jelas meremehkan dan tidak percaya pada omongan Feng Ju. Shenlong tidak ambill pusing, pemuda itu menatap ke arah Feng Ju. “Aku akan bertanya sekali lagi padamu, Feng Ju.” “Ya, Tuan Shenlong.” Murid tingkat akhir Kuill Lingyin membungkuk hormat. Menunggu Shenlong kembali bicara. “Apa kau yakin dan siap memikul tanggung jawab s
Dua minggu semenjak kasus anak hilang berhasil diselesaikan. Pujian demi pujian diberikan warga kepada Kepolisian Kota Shihezi dan Kuil Lingyin. “Berita besar, berita besar! akhir dari misteri anak hilang Kota Shihezi!” para penjual koran sibuk menawarkan kertas buram tebal penuh tulisan ke pejalan kaki. “Siapa sangka, keputusan Walikota Lin Heng membuat operasi gabungan berhasil!” seru seorang warga usai membaca koran. Salah satu temannya ikut berkomentar. “Benar, mengapa tidak dari dulu saja dia lakukan itu.” “Hah! Apa kau lupa? Sembilan sekte sibuk mencari gadis dalam ramalan!” “Mereka masih percaya ramalan tua itu?” salah satu pemuda ikut obrolan. Pria tua menaruh gelas kayu di atas meja dengan keras. Dia bersendawa sebentar sebelum bicara. “Akhirnya mereka sadar, mana masalah yang lebih penting. Jelas kasus anak hilang lebih mendesak daripada mencari perempuan tidak jelas!” Teman-teman minumnya mengangguk setuju. Anak-anak dikembalikan ke orang tua mereka dengan kond
Jiu mengerjap-ngerjap, rasanya baru sebentar dia memejamkan mata. Tapi bias mentari sudah membuat separuh wajahnya panas. Suara kicau burung menjadi alarm alami membangunkannya. Dia beranjak duduk, muka bantalnya masih kentara sekali. Matanya yang minimalis tinggal segaris, saat menyipit melihat sekitar. Aroma arang dari sisa pembakaran api unggun semalam. Burung-burung gereja terbang rendah, lalu hinggap di salah satu ranting pohon. Dedaunan bergoyang pelan saat dibelai sepoi angin. Jiu tersenyum lebar, menyukai pemandangan asri di depannya. Manik coklatnya turun, menangkap sosok Shenlong duduk bersila tidak jauh darinya. Jiu memiringkan kepala, memperhatikan. Pemuda itu menarik napas panjang, menghembuskannya secara perlahan. Terus melakukannya sebelum tiba-tiba membuka mata dan membalas tatapan Jiu. Tidak siap sekaligus kaget, Jiu sontak memalingkan wajah ke kanan. Percikan air berhasil menarik perhatiannya. Huanglong berjongkok di depan sungai kecil. Dia sedang membasuh waja