Kemunculan Shenlong tiba-tiba mengejutkan Qin Bohai, Jiu dan Huanglong. Tanpa peringatan pemuda itu muncul di tengah-tengah pertarungan. Namun sepertinya hanya Feng Ju yang tetap tenang seakan mengetahui hal ini. Pria paruh baya itu menghunuskan pedang ke arah naga biru, berteriak marah. “Berani-beraninya menggangguku, dasar brengsek! siapa kau?!” Bukan Shenlong yang menjawab, melainkan Feng Ju. Pemuda itu balik membentaknya dengan hawa membunuh. “Jaga bicaramu di depan Tuan Shenlong! Beliau adalah salah satu dari sembilan naga yang diturunkan dewa. Beliau sang Naga Biru Shenlong yang agung!” “Hah! kau pikir bisa menipuku untuk membuatku takut?” Qin Bohai jelas meremehkan dan tidak percaya pada omongan Feng Ju. Shenlong tidak ambill pusing, pemuda itu menatap ke arah Feng Ju. “Aku akan bertanya sekali lagi padamu, Feng Ju.” “Ya, Tuan Shenlong.” Murid tingkat akhir Kuill Lingyin membungkuk hormat. Menunggu Shenlong kembali bicara. “Apa kau yakin dan siap memikul tanggung jawab s
Dua minggu semenjak kasus anak hilang berhasil diselesaikan. Pujian demi pujian diberikan warga kepada Kepolisian Kota Shihezi dan Kuil Lingyin. “Berita besar, berita besar! akhir dari misteri anak hilang Kota Shihezi!” para penjual koran sibuk menawarkan kertas buram tebal penuh tulisan ke pejalan kaki. “Siapa sangka, keputusan Walikota Lin Heng membuat operasi gabungan berhasil!” seru seorang warga usai membaca koran. Salah satu temannya ikut berkomentar. “Benar, mengapa tidak dari dulu saja dia lakukan itu.” “Hah! Apa kau lupa? Sembilan sekte sibuk mencari gadis dalam ramalan!” “Mereka masih percaya ramalan tua itu?” salah satu pemuda ikut obrolan. Pria tua menaruh gelas kayu di atas meja dengan keras. Dia bersendawa sebentar sebelum bicara. “Akhirnya mereka sadar, mana masalah yang lebih penting. Jelas kasus anak hilang lebih mendesak daripada mencari perempuan tidak jelas!” Teman-teman minumnya mengangguk setuju. Anak-anak dikembalikan ke orang tua mereka dengan kond
Jiu mengerjap-ngerjap, rasanya baru sebentar dia memejamkan mata. Tapi bias mentari sudah membuat separuh wajahnya panas. Suara kicau burung menjadi alarm alami membangunkannya. Dia beranjak duduk, muka bantalnya masih kentara sekali. Matanya yang minimalis tinggal segaris, saat menyipit melihat sekitar. Aroma arang dari sisa pembakaran api unggun semalam. Burung-burung gereja terbang rendah, lalu hinggap di salah satu ranting pohon. Dedaunan bergoyang pelan saat dibelai sepoi angin. Jiu tersenyum lebar, menyukai pemandangan asri di depannya. Manik coklatnya turun, menangkap sosok Shenlong duduk bersila tidak jauh darinya. Jiu memiringkan kepala, memperhatikan. Pemuda itu menarik napas panjang, menghembuskannya secara perlahan. Terus melakukannya sebelum tiba-tiba membuka mata dan membalas tatapan Jiu. Tidak siap sekaligus kaget, Jiu sontak memalingkan wajah ke kanan. Percikan air berhasil menarik perhatiannya. Huanglong berjongkok di depan sungai kecil. Dia sedang membasuh waja
Tujuan perjalanan Jiu dan kawan-kawan adalah Kota Xiantao. Lebih tepatnya, Laut Lemin Gang, tempat tinggal Naga Long Wang. Mereka harus melewati lembah yang dikenal tandus, dan berbahaya. Terdapat tebing-tebing bebatuan tinggi di kedua sisi jalan. Debu dan badai pasir kadang menjadi rintangan bagi mereka yang ingin melintas. “Naga Long Wang itu seperti apa?” Jiu bertanya disela-sela perjalanan. Shenlong berpikir lama sebelum dia membuka mulut. Namun lebih dulu dijawab oleh Huanglong. “Seperti bentuk naga pada umumnya. Bedanya hanya di warna sisik saja, Long Wang memiliki sisik hitam kebiruan dan juga tanduk kirinya patah setengah.” “Aku tidak tanya wujudnya, tapi terima kasih. Bagaimana dengan sifatnya?” Jiu menghela napas pelan, apa pula yang diharapkan dari Huanglong? Benar saja, pemuda itu malah mengangkat bahu tidak peduli, atau malah tidak tahu. Atensi gadis itu pun beralih pada Shenlong. Berharap pemuda itu memberikan jawaban yang serius. “Setidaknya sikapnya lebih baik da
“Mereka mau diapakan?” Tanya Huanglong usai mengikat semua bandit. Dahi Jiu terlipat, heran. “Tentu saja bawa mereka ke polisi. Mereka merugikan, merampok dan mungkin membunuh korbannya.” “Jadi kita bawa mereka sampai Kota Xiantao yang masih jauh?” Huanglong sekali lagi bertanya memastikan. Kali ini gadis itu terdiam. Malas juga harus membawa mereka ikut dalam perjalanan menuju kota. Jiu menatap Shenlong, memastikan sesuatu. “Omong-omong masih lama kita sampainya?” Shenlong mengangguk. “Mungkin satu hari lagi.” Jiu mendesah kecewa. Mengapa kota berikutnya jauh sekali, atau ini karena program latihannya yang membuat perjalanan mereka melambat. Setelah lama terdiam, akhirnya gadis itu menyerahkan keputusannya pada Shenlong. “Terserah kau saja, Shenlong. Aku ikut,” ucap Jiu dan naik ke atas kuda. Shenlong mengangguk paham. Dia lalu membuat kesepakatan dengan Ketua Lautan Merah. Memang sejak awal pemuda itu tidak berniat repot-repot mengantar bandit ke kantor polisi. Lebih baik
“Aku adalah Long Wang. Salah satu dari sembilan naga yang diturunkan dewa untuk membantu umat manusia.”Cahaya lampu menyorot ke tempat lain. Beberapa penduduk bersujud di bawah kaki sang naga. Pakaian mereka seperti zaman dulu. Ada tiga orang, dua laki-laki dan satu perempuan.“Kunaikan syukur padamu, Dewa … Kusembah sujud kepadamu, wahai Naga Agung.” Pujian demi pujian syukur dinyanyikan warga.Long Wang mengangkat kedua tangan. Dengan kekuatannya, dia membelah lautan. Para penduduk bersukacita, mereka berbondong-bondong memungut ikan-ikan laut. Berkat kehadiran sang Naga, perekonomian Xiantao membaik. Wilayah yang sebelumnya hanya sebuah desa dengan total jiwa tidak sampai tiga puluh orang. Kini tumbuh menjadi sebuah kota besar dan menjadi tempat wisata. Tahun demi tahun dilewati Long Wang bersama penduduk Kota Xiantao. Mereka hidup makmur dan damai. Banyak hal yang diajarkan sang Naga pada mereka, termasuk cara menangkap ikan, serta memelihara laut. Beberapa ratus tahun kemudian,
“Selamat menikmati Hong Dou Tang.” Shenlong menaruh semangkuk sup kacang merah di depannya. Ia mengaduk sup pelan, lalu meniup beberapa kali sebelum memberikannya pada Jiu. Gadis itu menerimanya, mulai menikmati cemilan khas china. Makanan penutup itu tidak terlalu manis dan hangat. Cocok sekali dimakan saat cuaca dinginnya malam. “Aku tidak habis pikir dengan Ying Er,” Jiu tiba-tiba mencibir pelan. Huanglong tertawa tanpa suara. “Aku juga tidak habis pikir denganmu. Itu hanya pertunjukan, mengapa dipikirkan sampai segitunya?” “Ih! Masa begitu saja tidak paham?” Manik coklatnya memandang tajam, “rasa sakitnya itu, lho! Cintanya Long Wang tulus, tanpa syarat. Eh, bisa-bisanya Ying Er selingkuh. Terus ditinggal nikah lagi! Bodoh banget, Ying Er!” Naga Kuning menggelengkan kepala. “Menurutku yang bodoh itu, Long Wang.” “Kok malah Long Wang?” Tanya Jiu tidak terima. Hualong menghabiskan sup kacang merah miliknya lebih dulu. Barulah ia menjelaskan pendapatnya mengenai pertunjukan
Setelah kepergian pria misterius. Shenlong dan Huanglong akhirnya datang. Mereka berdua turun dari langit, mungkin mencari dari tempat tinggi. Naga biru segera memeluk Jiu lalu mengecek keadaannya. “Kau baik-baik saja? Aku kaget setengah mati saat kau tiba-tiba menghilang.” Jiu menggaruk pipinya malu. “Maafkan aku, Shenlong. Aku baik-baik saja, kau tidak perlu cemas berlebih!” “Mereka ini siapa?” tanya Huanglong begitu melihat tiga orang terkapar di tanah. Shenlong sontak menoleh. Mata emasnya memperhatikan sekitar, mulai dari kantong koin lalu rambut palsu dan mereka yang terluka. Tidak butuh waktu lama bagi Shenlong untuk memahami situasi. Alhasil matanya berkilat berbahaya dan siap menghabisi tiga pria malang itu. “Berani-beraninya kalian mencuri dan melukai Jiu! Tidak bisa diampuni!” Jiu segera memeluk pinggang Shenlong, berusaha menahan. “Wah! tunggu, tunggu sebentar Shenlong! Kau tidak usah menghajar mereka. Aku sudah mengatasinya sendiri, jadi puji aku!” Manik emas itu