Malam semakin larut ketika akhirnya prajurit bayaran yang ditugaskan untuk menjaga pondok di tengah hutan berhasil diringkus. Orang-orang berpakaian biru dongker dengan garis putih dan menutupi separuh wajah dengan kain hitam. Ternyata merupakan pasukan gabungan yang dibentuk oleh Feng Ju dan Pan Huizhong. Murid sekte Kuil Lingyin bersama anggota terpilih dari kepolisian Kota Shihezi. Melakukan operasi rahasia atas perintah wali kota Shihezi.“Tidak ada kebocoran informasi dan bisa dipastikan seharusnya tidak ada yang tahu mengenai operasi gabungan ini. Jika kau mau bekerja sama dan menyebutkan nama tuanmu. Maka kau akan mendapatkan keringanan, jadi mari kita mulai dengan siapa namamu?”Shenlong menatap ke arah Huizhong dengan tenang dan menyebutkan namanya.“Shenlong.”Huizhong tidak langsung mencatat di buku kecil miliknya. Pemuda itu malah kembali menatap Shenlong dengan sebelah alis terangkat. “Bisa kau ulangi?” Huizhong bertanya untuk memastikan pendengarannya. “Shenlong.”Huiz
Kuil Lingyin memiliki sejarah panjang. Dikatakan bahwa pendirinya dulu bertemu dengan Naga Biru Shenlong saat mengembara. Seorang pemuda yang sangat mencintai dan mendambakan kebebasan. Sifatnya yang ramah dan baik, serta tutur katanya sopan. Mampu menarik perhatian salah satu naga terkuat. Mereka kerap kali bertemu di atas puncak Gunung Tianzi, bertukar cerita.Setelah berhasil menemukan jati diri dan menemukan teknik miliknya sendiri. Ahli bela diri itu membangun sekte tepat di lereng gunung. Sebagai bentuk lambang persahabatan, pendiri Kuil Lingyin memahat seekor naga yang diyakini sebagai Naga Biru Shenlong. Sosok hewan mitologi kuno yang nampak mempesona walau waktu terus bergulir cepat. Feng Ju menatap lamat-lamat salah satu patung naga di halaman kuil. Sudah hampir setengah jam dia berdiri di bawah sinar mentari. Beberapa murid lalu lalang sempat menyapa dan bertanya apa yang dia lakukan di sana. Pemuda itu menggeleng, tersenyum ramah dan hanya menjawab sekedarnya.“Kak Feng J
“Mengapa ketua malah ada di sini dan bukan di Kuil Ci’en?” Feng Ju kembali melemparkan pertanyaan menyudutkan pada Qin Bohai. “Ketua tidak mungkin dalang dari kasus penculikan anak di Kota Shihezi, bukan?” “Te-tentu saja bukan aku dalangnya!” serunya kemudian setelah tersadar dari keterkejutannya. “Aku secepatnya kemari, karena ingin tahu siapa dalangnya. Bukankah sebelumnya kau bilang sudah tahu lokasi pertemuan mereka selanjutnya?” “Bagaimana Ketua tahu tempatnya, sementara saya belum melaporkannya pada Anda?” Qin Bohai menelan ludah gugup, “Aku … aku mendengarnya! aku bertanya pada salah satu murid sekaligus bawahanmu!” “Dan siapa yang Ketua maksud?” “Apa itu penting sekarang?!” Pria paruh baya itu meninggikan suaranya, “kalau kita berkumpul di sini, itu artinya kita semua masuk ke dalam jebakan yang dibuatnya! informasi yang kau dapatkan itu palsu, kau telah ditipu!” Setelah teriak-teriak layaknya orang kesetanan, Feng Ju hanya diam mendengarkan. Menyadari keanehan sikap dar
Kemunculan Shenlong tiba-tiba mengejutkan Qin Bohai, Jiu dan Huanglong. Tanpa peringatan pemuda itu muncul di tengah-tengah pertarungan. Namun sepertinya hanya Feng Ju yang tetap tenang seakan mengetahui hal ini. Pria paruh baya itu menghunuskan pedang ke arah naga biru, berteriak marah. “Berani-beraninya menggangguku, dasar brengsek! siapa kau?!” Bukan Shenlong yang menjawab, melainkan Feng Ju. Pemuda itu balik membentaknya dengan hawa membunuh. “Jaga bicaramu di depan Tuan Shenlong! Beliau adalah salah satu dari sembilan naga yang diturunkan dewa. Beliau sang Naga Biru Shenlong yang agung!” “Hah! kau pikir bisa menipuku untuk membuatku takut?” Qin Bohai jelas meremehkan dan tidak percaya pada omongan Feng Ju. Shenlong tidak ambill pusing, pemuda itu menatap ke arah Feng Ju. “Aku akan bertanya sekali lagi padamu, Feng Ju.” “Ya, Tuan Shenlong.” Murid tingkat akhir Kuill Lingyin membungkuk hormat. Menunggu Shenlong kembali bicara. “Apa kau yakin dan siap memikul tanggung jawab s
Dua minggu semenjak kasus anak hilang berhasil diselesaikan. Pujian demi pujian diberikan warga kepada Kepolisian Kota Shihezi dan Kuil Lingyin. “Berita besar, berita besar! akhir dari misteri anak hilang Kota Shihezi!” para penjual koran sibuk menawarkan kertas buram tebal penuh tulisan ke pejalan kaki. “Siapa sangka, keputusan Walikota Lin Heng membuat operasi gabungan berhasil!” seru seorang warga usai membaca koran. Salah satu temannya ikut berkomentar. “Benar, mengapa tidak dari dulu saja dia lakukan itu.” “Hah! Apa kau lupa? Sembilan sekte sibuk mencari gadis dalam ramalan!” “Mereka masih percaya ramalan tua itu?” salah satu pemuda ikut obrolan. Pria tua menaruh gelas kayu di atas meja dengan keras. Dia bersendawa sebentar sebelum bicara. “Akhirnya mereka sadar, mana masalah yang lebih penting. Jelas kasus anak hilang lebih mendesak daripada mencari perempuan tidak jelas!” Teman-teman minumnya mengangguk setuju. Anak-anak dikembalikan ke orang tua mereka dengan kond
Jiu mengerjap-ngerjap, rasanya baru sebentar dia memejamkan mata. Tapi bias mentari sudah membuat separuh wajahnya panas. Suara kicau burung menjadi alarm alami membangunkannya. Dia beranjak duduk, muka bantalnya masih kentara sekali. Matanya yang minimalis tinggal segaris, saat menyipit melihat sekitar. Aroma arang dari sisa pembakaran api unggun semalam. Burung-burung gereja terbang rendah, lalu hinggap di salah satu ranting pohon. Dedaunan bergoyang pelan saat dibelai sepoi angin. Jiu tersenyum lebar, menyukai pemandangan asri di depannya. Manik coklatnya turun, menangkap sosok Shenlong duduk bersila tidak jauh darinya. Jiu memiringkan kepala, memperhatikan. Pemuda itu menarik napas panjang, menghembuskannya secara perlahan. Terus melakukannya sebelum tiba-tiba membuka mata dan membalas tatapan Jiu. Tidak siap sekaligus kaget, Jiu sontak memalingkan wajah ke kanan. Percikan air berhasil menarik perhatiannya. Huanglong berjongkok di depan sungai kecil. Dia sedang membasuh waja
Tujuan perjalanan Jiu dan kawan-kawan adalah Kota Xiantao. Lebih tepatnya, Laut Lemin Gang, tempat tinggal Naga Long Wang. Mereka harus melewati lembah yang dikenal tandus, dan berbahaya. Terdapat tebing-tebing bebatuan tinggi di kedua sisi jalan. Debu dan badai pasir kadang menjadi rintangan bagi mereka yang ingin melintas. “Naga Long Wang itu seperti apa?” Jiu bertanya disela-sela perjalanan. Shenlong berpikir lama sebelum dia membuka mulut. Namun lebih dulu dijawab oleh Huanglong. “Seperti bentuk naga pada umumnya. Bedanya hanya di warna sisik saja, Long Wang memiliki sisik hitam kebiruan dan juga tanduk kirinya patah setengah.” “Aku tidak tanya wujudnya, tapi terima kasih. Bagaimana dengan sifatnya?” Jiu menghela napas pelan, apa pula yang diharapkan dari Huanglong? Benar saja, pemuda itu malah mengangkat bahu tidak peduli, atau malah tidak tahu. Atensi gadis itu pun beralih pada Shenlong. Berharap pemuda itu memberikan jawaban yang serius. “Setidaknya sikapnya lebih baik da
“Mereka mau diapakan?” Tanya Huanglong usai mengikat semua bandit. Dahi Jiu terlipat, heran. “Tentu saja bawa mereka ke polisi. Mereka merugikan, merampok dan mungkin membunuh korbannya.” “Jadi kita bawa mereka sampai Kota Xiantao yang masih jauh?” Huanglong sekali lagi bertanya memastikan. Kali ini gadis itu terdiam. Malas juga harus membawa mereka ikut dalam perjalanan menuju kota. Jiu menatap Shenlong, memastikan sesuatu. “Omong-omong masih lama kita sampainya?” Shenlong mengangguk. “Mungkin satu hari lagi.” Jiu mendesah kecewa. Mengapa kota berikutnya jauh sekali, atau ini karena program latihannya yang membuat perjalanan mereka melambat. Setelah lama terdiam, akhirnya gadis itu menyerahkan keputusannya pada Shenlong. “Terserah kau saja, Shenlong. Aku ikut,” ucap Jiu dan naik ke atas kuda. Shenlong mengangguk paham. Dia lalu membuat kesepakatan dengan Ketua Lautan Merah. Memang sejak awal pemuda itu tidak berniat repot-repot mengantar bandit ke kantor polisi. Lebih baik
Sudah sejak pagi buta para warga sibuk bergotong royong. Mereka membersihkan puing-puing bangunan Kuil Kuda Putih. Beberapa rumah mengalami kerusakan akibat pertarungan. Para pedagang juga sibuk membersihkan sisa-sisa festival. Di tengah-tengah kesibukan bersuasana duka dan tegang. Seorang anak kecil menatap ke arah langit. Tidak ada yang menyadari bahwa matahari belum juga nampak. Meski langit sudah terang namun anehnya awan malah berkumpul dan berubah mendung. Tidak lama kemudian titik demi titik hujan membasahi permukaan tanah yang kering. “Hujan? Ini benar-benar hujan?!” Seorang pemuda berseru tidak percaya, menatap ke arah langit.“Demi Naga Panlong! HUJAN TELAH TURUN! HUJAN TELAH TURUN!”“Hore! Hujan! Hujan!”Seluruh warga yang ada di dalam rumah segera keluar ketika mendengar seruan dari luar. Hujan turun dengan deras pagi itu. Sebuah keajaiban setelah ratusan tahun tanah mereka tidak didatangi fenomena alami alam. Di tengah kebahagiaan para warga. Empat naga menatap dari kej
Ujung kaki berusaha menapak cepat demi kembali melompat. Shi Jiu memaksa tubuhnya, meraih, menyelamatkan yang seharusnya dilindungi olehnya. Semua terjadi begitu cepat, pedang menusuk hingga tembus ke sisi lain. Mao Niu terbatuk, memuntahkan darah segar. “MAO NIU!” Shi Jiu berteriak histeris. Mata emas sang naga pelindung Danau Gang membeku. Tidak mau mempercayai apa yang dia lihat. Dengan menggunakan sisa kekuatannya, ia melompat turun. Berlutut di sebelah Mao Niu bersama Shi Jiu.“Mao Niu bertahanlah… bertahanlah aku mohon!” Panlong menekan beberapa titik di daerah dada Mao Niu demi menghentikan pendarahan. “Pa-Pan…”“Tidak usah bicara, kau diam saja!”“Ti-tidak, a-aku harus bicara…,” Mao Niu menyentuh pelan punggung tangan Panlong. “Mu-mungkin ini terakhir kali kita bicara.” sambungnya lagi yang dibalas gelengan kuat dari Panlong. “Kau akan baik-baik saja! Sama seperti sebelumnya, akan aku berikan energi kehidupanku!”“Tidak, Pan. To-tolong jangan lakukan itu.” Mao Niu terbatuk
Lengang sejenak. Huanglong menatap Shenlong lamat-lamat. Jelas dia tahu manusia mana yang dimaksud. Sang kakak tidak akan membiarkan adiknya terluka, apalagi tewas. Keputusannya memiliki alasan kuat, Huanglong juga tidak ingin tahu. Apa yang akan terjadi pada dunia ini jika salah satu dari sembilan naga tewas. Suara bantingan keras terdengar menarik perhatian para naga. Ketua sekte sedang menahan Shi Kang menggantikan Huanglong. Feng Ju terbanting ke dinding, terbatuk keras mengeluarkan cairan merah. Feng Yi terlempar ke samping usai melindungi Xiang De. Qin Xiang dan Xiang De menyerang bergantian. Song Bojing dan Lai Shoushan sudah terkapar tidak jauh dari mereka. Keduanya telah kalah telak sejak beberapa menit yang lalu. Shi Kang sendiri dalam kondisi tidak baik. Efek dari Pil Keabadian hanya bertahan beberapa menit. Semakin cepat habis jika pemakai mengeluarkan kekuatannya tak terkendali. Itulah yang dilakukan Huanglong, membuat Shi Kang menghabiskan seluruh stok Pil Keabadian.
Shi Kang lompat menyerang Shi Jiu. Gadis itu dalam kondisi lelah setelah melawan Panlong. Terlebih tidak fokus, setengah tertidur semenjak Pusaka Sisik Ikan masuk ke dalam tubuhnya. Saat ini dia benar-benar tanpa penjagaan siapapun. Tidak hanya Feng Yi yang berusaha berlari mencegah Shi Kang. Tiga pemimpin sekte juga berlari ke arahnya. Berharap berhasil mencegah tragedi. Namun semua percuma, Shi Kang tetap lebih dulu tiba di depan Shi Jiu. Siap membunuh Shi Jiu yang belum juga sadar bersama Panlong dalam pelukannya. “Nona Shi Jiu!” Tepat ketika semua orang merasa putus asa. Gagal melindungi manusia paling penting di muka bumi. Mereka benar-benar melupakan satu hal. Kenyataan bahwa Shi Jiu tidak berkeliling seorang diri. Suara besar dari ledakan terdengar disusul kepulan debu dan pasir. Tepat di tengah-tengah Shi Kang dan Shi Jiu. Sosok pemuda dengan hanfu biru gelap serta berambut hitam bermata emas. Berhasil menangkap pedang Shi Kang dengan mudahnya menggunakan satu tangan.
“Kalian semua bukan lawanku!” Shi Kang menggerung marah. Seluruh tubuhnya bersinar dengan aura biru kehitaman. Kekuatan energi Ki mengalir deras di dalam tubuhnya. Membuat dia mampu melayang di udara setinggi satu meter. Qin Xiang bersama Feng Yi sejak tadi saling bahu-membahu demi melawan Shi Kang.“Pastikan dia tidak mengganggu pertempuran Nona Shi Jiu.” Qin Xiang berbisik di samping Feng Yi. Qin Xiang menghalau serangan dari Shi Kang. Pedangnya terayun kuat mementalkan serangan ke kanan. Dari balik punggungnya, Feng Yi muncul melakukan serangan balasan. Tiga kali tebasan lurus dan satu tebasan mendatar.Daya serang terlalu dangkal demi melukai Shi Kang. Pria tua itu membuat tameng transparan dengan pedangnya. Sebelum mengayunkan pedangnya dengan ringan. Mendorong mundur sang pemuda, kembali ke samping Ketua Sekte Kuil Ci’en.“Kita tidak tahu, apa yang akan terjadi jika Shi Kang benar-benar bertarung dengan Naga Panlong. Aku tidak ingin keadaan bertambah buruk jika ada kemungkinan
“Jika tidak ada niat mengalahkanku, maka diam dan pergilah, Shi Jiu!”Ekor besar bersisik sekeras baja itu memukul Shi Jiu tepat di perut. Memantulkannya ke tanah. Debu dan pasir mengepul pekat. Detik berikutnya bayangan hitam melesat. Shi Jiu lompat menyerang ke arah Panlong. Seluruh tubuh Shi Jiu bersinar kuning keemasan. Ia menebaskan pedang berulang kali hingga menimbulkan efek ilusi. Salah satu teknik yang diajarkan oleh Huanglong.“HUJAN METEOR!” Shi Jiu menyerukan nama jurusnya. Tebasan pedang berubah menjadi tetesan cahaya memanjang. Siap menghujam tanpa ampun lawannya. Panlong mendengus kasar saat menangkis serangan seperti mengibas lalat. Shi Jiu menggeram tertahan. “Hei, mengapa aku harus bertarung melawanmu lagi?! Kau sudah aku kalahkan. Cepat berikan pusakamu padaku!” Shi Jiu kembali menyerang, kali ini menggunakan teknik yang diajarkan Longwang. Dari pedangnya muncul riak air memanjang. Ini mengingatkan Shi Jiu pada salah satu acara anime kesukaannya. Seorang pembasm
Pertarungan dapat pecah kapan saja. Sebelum itu terjadi, Qin Xiang memberi sinyal kepada semua orang agar mengutamakan Shi Kang. Meski mereka ingin membantu Shi Jiu melawan Panlong. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain mendukung. “Nona Shi Jiu! Kami mengandalkanmu, kami akan berusaha membantu walau tidak banyak.” Feng Ju melesat ke samping Shi Jiu untuk memberi tahu rencana mereka. “Setelah berhasil meringkus Shi Kang. Kami semua akan membantumu menghadapi Panlong. Selama itu, bisakah Nona bertahan?”Belum sempat mendapatkan jawaban dari Shi Jiu. Suara ledakan terdengar disusul teriakan kesakitan. Shi Jiu dan Feng Ju sontak menoleh hanya demi melihat sebagian orang terlempar. Di depan Shi Kang berdiri dua orang pemuda. “Song Bojing, Lai Shoushan?!” Xiang De berseru melihat dua pemimpin sekte. “Bajingan gila. Setelah semua yang terjadi kalian masih berpihak pada Shi Kang?!”“Sudah kepalang tanggung juga, Tuan Xiang De.” Song Bojing menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Kami sud
Kemunculan naga Panlong di tengah lapangan arena mengejutkan semua orang. Penonton yang panik saling sikut-menyikut turun dari bangku. Demi menyelamatkan diri dari situasi yang mungkin berbahaya ini. Para prajurit bersama murid-murid sekte Kuil Kuda Putih bertindak cepat. Mereka segera melakukan evakuasi dan berusaha meredakan kepanikan penonton. Kebanyakan dari mereka adalah wisatawan asing dari luar kota. Berusaha dengan tertib mengikuti instruksi dari petugas maupun panitia. “Mengapa tiba-tiba ada naga?!”“Ya Tuhan, aku belum mau mati!”“Cepat jalan! Jangan malah bengong saja, Pak Tua!”Sebagian masih tertinggal di bangku penonton. Tidak seperti yang lain, bereka bergerak cepat masuk dalam barisan demi menyelamatkan diri. Tidak hanya tua-muda, lelaki-perempuan. Mereka semua yang merupakan penonton lokal. Serempak menatap takzim pada Naga Panlong.“Lihat, itu Naga Panlong!”“Puji syukur atas kesempatan ini! Teman-temanku pasti iri denganku.”“Oh, Tuan Naga! Suatu kehormatan kami b
Song Bojing dan Lai Shoushan tampak gelisah di tempat duduk. Meski nama mereka tidak disebut. Tidak butuh waktu lama sampai mereka ketahuan ikut terlibat. Song Bojing berpikir cepat, mencari cara lepas dari situasi ini. Matanya melirik cemas pada Shi Kang yang terlihat tenang.Meski dia terkenal bersumbu pendek. Song Bojing masih bisa mengendalikan diri pada situasi genting seperti ini. Dia tidak meledak-ledak, lalu berakhir memperkeruh masalah yang ada. Pria itu tahu untuk diam, mengamati situasi demi menyelamatkan pantatnya. Meski begitu dia maupun Lai Shoushan merasa was-was. Padahal bukan hanya sekte mereka saja yang ikut terlibat. Kebetulan saja mereka menerima tawaran sebagai juri dan ada di sini. Mengingat ketua sekte Pedang Surga tidak ada di tempat karena mengundurkan diri tiba-tiba. Semakin membuat Song Bojing mengumpat dalam hati.Shi Kang melangkah mendekat. Ia tersenyum ramah, raut wajahnya terlihat tidak merasa bersalah. Tetua sekte berdiri tepat di depan tiga wajah yan