Shenlong mengalihkan atensinya dari Naga Huanglong ke pedang di genggaman Jiu. Tangannya terulur dan bersandar di atas punggung tangan Jiu. Tubuh mungil dalam pelukan sang pria tersentak pelan, agaknya terkejut dengan sentuhan tiba-tiba. Shenlong tersenyum tipis, kemudian menatap lekat pada sosok besar di depannya.
“Ini akan sedikit sakit,” katanya menarik perhatian Jiu. “Karena aku hanya membuka aliran qi untuk sementara. Cukup untuk mengalahkan Huanglong. Tapi tidak cukup untuk membuatmu baik-baik saja setelah ini.” Manik emas itu beralih ke arah sepasang manik coklat yang menatapnya lekat.
“Mengapa kau mau melakukan ini? Menolongku yang bukan siapa-siapa.” Tanya Jiu setelah lama terdiam.
“Kau lebih dari yang dirimu pikirkan, Jiu.” Shenlong mulai mengalirkan kekuatannya sedikit demi sedikit melalui sentuhan tangan.
“Bagaimana kau tahu namaku? Aku belum memberitahukannya padamu!”
Jiu merasakan adanya suatu energi merambat naik di bawah nadi. Dia sontak menoleh ke arah tangan yang menggenggam pedang dan digenggam Shenlong. Dari telapak tangan pemuda itu, muncul cahaya putih kebiruan, menyelimuti seluruh tangan Jiu lalu naik ke lengan. Gadis itu sempat panik, tetapi perasaan aneh seakan mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.
Setelah cahaya itu naik ke dada, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Jiu merapatkan gigi, rasa sakit tiba-tiba menyeruak membuatnya mengerang. Suara gadis itu sontak menarik perhatian Naga Huanglong. Mata emas menatap setitik cahaya di kejauhan yang perlahan semakin terang.
“Shenlong… kau lagi-lagi menggangguku!” Geram naga kuning dan bergerak menuju ke arah mereka. “Kali ini apa yang kau lakukan pada mainan baruku?!”
Pemuda itu mengerutkan kening, tidak suka dengan kata-kata Huanglong. Tetapi masih berusaha fokus mengalirkan energi pada Jiu. Dia lalu berbisik pelan pada sang gadis, memberi sedikit instruksi sebelum naga kuning semakin dekat.
Huanglong meraung keras, tubuhnya meliuk liar di udara dan petir menyambar semakin menambah ketegangan. Tubuh sang gadis kian lama kian bersinar terang, rambut panjangnya berkibar pelan. Setelah kekuatan Shenlong memenuhi tubuh Jiu, pemuda itu melepaskan tangannya. Dia membiarkan Jiu berdiri sendiri menghadapi Huanglong.
“Haaa!”
Jiu mengayunkan pedang dari bawah ke atas, membuat tebasan lurus yang indah. Huanglong terkejut bukan main, serangan itu memiliki daya serang cukup besar dan jangkauannya luas. Satu tebasan menciptakan angin kuat dan tajam, mampu memotong apapun yang menghalangi.
“Kuh!” Huanglong bermanuver, bergerak lihai di udara menghindari serangan Jiu.
Jiu tidak menyerang dengan satu serangan, gadis itu menurunkan kuda-kuda, siap melakukan gerakan kedua. Shenlong menarik sudut bibir, merasa bangga. Dia adalah naga pengendali angin dan hujan. Melawan seekor ular tanah bukanlah hal besar baginya.
“Angin tidak pernah berhenti bergerak, baik saat siang maupun malam.” Shenlong mulai bermonolog, menatap pertarungan di depan mata.
Jiu melakukan tebasan yang kedua, cahaya putih kebiruan terlihat terang membentuk bulan sabit. Serangan itu mengenai ujung ekor Huanglong yang telat menghindar. Membuat naga penghuni Lembah Suoxi meraung marah.
“Aliran angin kerap kali berubah, namun hanya menjadi lebih pelan atau lebih cepat. Dia tidak benar-benar berhenti, atau hilang.”
Huanglong menyerang Jiu dengan batu besar, dilempar ke arah gadis itu dengan kuat. Jiu melakukan tebasan dua kali, manik coklatnya tampak tegas dan tak gentar. Batu besar itu terbelah menjadi empat bagian, lalu jatuh ke tanah.
“Apa kau tahu, Huanglong. Kalau angin terbagi menjadi beberapa tipe, dan yang sedang kau saksikan adalah Angin Lembah milik Jiu seorang.”
Tubuh gadis itu mulai gemetar, memberi tanda bahwa dia sudah sampai pada puncak batas kemampuannya. Jiu merapatkan gigi, dia tidak akan tumbang lebih dulu daripada Huanglong. Ini akan jadi serangan terakhirnya, maka dia harus mengeluarkan seluruh kekuatannya yang tersisa.
Jiu dapat merasakan tekanan udara lebih berat dari sebelumnya. Sungguh seakan ada simpul rantai tidak kasat mata yang menahannya. Tangannya menggenggam erat gagang pedang, getarannya kian kuat. Jiu berteriak keras, sebagai pendorong mental untuk melakukan tebasan berikutnya.
Shenlong tersenyum lebar, “Angin Lembah Orisinil. Tujuh Gerakan Pedang!”
Jiu melakukan tiga tebasan sekaligus dengan gerakan dasar berpedang. Gerakan yang baru saja dipelajari dari Shenlong tidak sampai sepuluh menit lalu. Serangan itu berputar cepat, menghantam badan Huanglong bertubi-tubi.
Naga pengendali tanah itu meraung kesakitan. Tidak selesai dengan tiga tebasan, serangan terakhir nyatanya merupakan awal dari terbentuknya angin topan. Pusaran dari angin ribut dengan kecepatan 120 km/jam itu menarik ujung ekor Huanglong.
Naga bersisik kuning kemerahan itu memberontak, berusaha melepaskan diri dari jeratan angin topan. Namun semakin dia berusaha lepas, semakin kuat dia tertarik ke dalam pusaran. Sampai akhirnya Huanglong benar-benar masuk dalam pusaran angin topan.
Jiu menatap pemandangan di depannya dengan wajah berkeringat, dan napas berderu kasar. Apakah dia menang?
Jawaban dari pertanyaan itu muncul setelah sepuluh menit kemudian. Angin ribut menghilang seutuhnya, meninggalkan sosok naga penghuni lembah terkapar di tanah. Melihat hal itu Jiu bernapas lega, seluruh tubuhnya seketika lemas. Gadis itu limbung, hampir jatuh jika saja Shenlong tidak menahannya.
“Kerja bagus, Jiu.” Shenlong memuji dengan senyuman manis.
Jiu memandang pemuda itu dengan terengah namun masih bisa tersenyum. Tetapi tidak lama sebelum dia merasakan rasa sakit luar biasa diseluruh tubuh. Seperti yang dikatakan Shenlong sebelumnya. Tubuh Jiu tidak terbiasa dengan kekuatan tenaga dalam, terlebih inner qi miliknya hanya dibuka sementara.
“Sa-sakit…, Argh!” Jiu mencengkram dada dan memuntahkan darah segar.
Shenlong segera menggendong Jiu, membawa gadis itu melayang turun ke tanah. Wajah sang gadis mulai pucat seputih kertas, air mukanya tidak baik. Setelah membaringkan Jiu, pemuda itu menaruh kedua telapak tangan tepat di depan dada Jiu. Sinar lembut mulai muncul dari tangan Shenlong, lalu menyelimuti seluruh tubuh Jiu dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Ada alasan mengapa rata-rata pejuang murim dilatih sejak kecil. Semua karena tubuh seorang anak terus bertumbuh dan berubah. Mereka memiliki masa ideal untuk membentuk dasar kekuatan dalam. Dan ketika kau melewati masa ‘matang’ ini, maka akan sulit untuk kembali.
Jiu berumur dua puluh tahun, sudah melewati masa ideal tersebut. Dan Shenlong membuka paksa pintu yang bahkan belum pernah dibuka. Itulah yang membuat penolakan terjadi dalam tubuh Jiu hingga mengalami efek samping cukup parah seperti ini.
“Bertahanlah, Jiu!” Setelah berhasil menahan tekanan dalam tubuh gadis itu. Shenlong mengeluarkan sebuah pil berwarna biru kehijauan. “Ini adalah Pil Kehidupan Angin Bunga Kincir. Bisakah kau menelannya, Jiu?”
Shenlong mengangkat sedikit kepala Jiu, mendorong pelan pil berbentuk bundar itu ke dalam mulut. Namun pil itu selalu dilepeh, seakan gadis itu tidak sanggup menelan apapun saat ini. Shenlong berdecak pelan, berpikir sejenak sebelum dia memasukan pil ke dalam mulutnya sendiri.
Dengan hati-hati, pemuda itu menarik dagu Jiu. Dia mendekatkan wajahnya, lalu mencium sang gadis. Dia mendorong pil tersebut agar masuk lebih dalam ke mulut Jiu. Setelah yakin sang gadis menelannya, Shenlong baru melepaskan ciumannya.
Hening sejenak, Shenlong menunggu pil itu bekerja. Di dalam tubuh sang gadis, Pil Kehidupan Angin Bunga Kincir perlahan mencair. Tepat berada di daerah jantung, obat itu segera mencari jalan dan mulai menyebar ke seluruh tubuh Jiu.
Aroma serupa angin segar bercampur mint tercium samar-samar. Shenlong memperhatikan dengan seksama, lalu segera menekan beberapa titik agar Pil Angin Bunga Kincir tidak keluar dari tubuh Jiu. Shenlong kembali menaruh kedua telapak tangan di depan dada sang gadis.
“Aku perlu memurnikannya, tidak masalah harus membuang sebagian qi yang terkandung dalam pil. Saat ini yang lebih dibutuhkan Jiu…, “
Shenlong memfokuskan pikirannya, mencoba merasakan setiap energi yang dihasilkan dari pil itu. Kemudian dengan hati-hati, dia membuang segalanya kecuali qi paling murni. Setelah sekitar sepuluh menit, akhirnya satu keping kristal berwarna biru cerah terlihat.
“Sedikit sekali,” decak Shenlong. “Baiklah, tidak masalah. Jiu memang hanya perlu kepingan kecil untuk disimpan di dalam dantian miliknya.”
Dengan hati-hati, pemuda itu menyimpan kepingan kecil ke bagian paling dalam qi murni bawaan yang selalu dimiliki setiap orang. Setelah kepingan kecil itu menyatu, maka bulatan dantian milik Jiu yang retak kini kembali semula. Saat melihat tubuh Jiu melayang di udara dengan seluruh tubuh tertutupi aura biru kehijauan, Shenlong menarik kedua tangannya.
Sekitar satu menit, Jiu melayang di udara sebelum akhirnya perlahan turun kembali. Shenlong segera memeriksa keadaan gadis itu, lalu menghela napas lega. Tidak ada kejanggalan, semua baik, tinggal menunggu gadis itu bangun.
“Ukh…,” tidak lama berselang, Jiu membuka mata.
Sepasang manik coklat mengerjap beberapa kali, sebelum pemiliknya berusaha beranjak duduk. Jiu memegang kepala, sedikit pusing. Dia lalu menyadari kehadiran Shenlong, pemuda itu menatapnya dalam diam. Jiu segera mengedarkan atensinya, mencari sosok naga bersisik kuning kemerahan.
Saat atensinya menangkap sosok Huanglong tidak jauh darinya. Jiu segera beranjak berdiri, sedikit kesulitan namun dia menolak uluran tangan Shenlong. Gadis itu segera berjalan menghampiri tubuh naga besar yang terkapar tidak bergerak.
Sebuah cahaya kuning tiba-tiba saja menyelimuti seluruh tubuh Huanglong. Tidak lama kemudian tubuh naga penguasa Lembah Suoxi mulai menyusut. Lalu dari keningnya keluar sebutir mutiara hitam, melayang di depan Jiu.
“Itu adalah Pusaka Mutiara Hitam,” ujar Shenlong menjelaskan. “Sembilan naga yang turun ke bumi masing-masing memiliki pusaka. Kau hanya akan melihatnya jika berhasil mengalahkan mereka.”
Jiu terdiam sejenak, memperhatikan lekat-lekat mutiara hitam itu. Bentuknya bulat sempurna dengan warna hitam legam. Tampak menawan seakan memiliki daya tarik tersendiri. Pertanyaannya adalah apakah pusaka ini dapat membantunya pulang?
“Kita tidak akan tahu jika tidak dicoba,” Jiu menggumamkan motto hidupnya.
Gadis itu segera mengulurkan tangan, hendak menyentuh pusaka Mutiara Hitam. Di belakangnya Shenlong memperhatikan lekat-lekat, tidak berniat menghentikan Jiu. Hal itu setidaknya menjadi poin tambahan bagi Jiu untuk percaya bahwa tidak masalah dia mengambil pusaka itu.
Saat ujung jari menyentuh permukaan Mutiara Hitam, tiba-tiba saja pandangan Jiu gelap. Gadis itu memutar kepala, melihat sekitar yang berubah kosong dan gelap. Jiu melangkah hati-hati, dia seperti sedang berjalan di atas genangan air.
“Shenlong!” panggil Jiu.
Namun tidak ada sahutan. Sekali lagi Jiu memanggil Shenlong dan Huanglong. Tetapi suara lain malah terdengar. Memanggil satu nama yang tidak pernah Jiu dengar sebelumnya.
“He Ting!”
Continue…
“Kak He Ting!”Gadis bermata hitam itu mengerjap, tersentak pelan, lalu menoleh ke belakang. Seorang anak perempuan berusia delapan tahun, berlari sedikit tertatih ke arahnya. Wajahnya pucat, air mata mengalir deras dari mata bulatnya.“Kak He Ting! Tolong…,” katanya terisak pelan. Dia jatuh berlutut di depan He Ting dan menarik rok sambil tersedu-sedu. “Tolong selamatkan nenek!”“Adik, ada apa dengan Nenek Tao Lan?” Wanita muda dengan rambut hitam panjang sepunggung itu berlutut. Bertanya lembut sambil menyeka wajah dengan ujung lengan. “Bicaralah pelan-pelan, Kakak mendengarmu.”“Ta-tadi ada beberapa pria dewasa datang ke rumah. Nenek keluar untuk bicara dengan mereka, tiba-tiba terdengar suara ribut. A-aku segera keluar untuk melihat, ternyata mereka membawa paksa nenek dan menuduhnya telah mencuri.”Tangan He Ting yang sejak tadi mengusap punggung gadis kecil itu seketika terhenti. Dia berusaha mengatur kembali ekspresi kagetnya.“Apa adik tahu, mereka membawa nenek kemana?”Gadis
“...Jiu.”Suara hilang-timbul tidak asing itu terdengar sayup-sayup. Memanggilnya berulang kali, seakan memberitahu sudah waktunya dia kembali. Gadis itu menoleh untuk terakhir kali, pada seorang perempuan muda tengah meregang nyawa sendirian di ranjang jerami. Air mata jatuh membasahi pipi. Hatinya sakit, semakin sakit saat seorang laki-laki muda menerobos masuk dan memeluk He Ting yang telah tiada. Pemuda itu memiliki mata kuning cerah, rambut hitam yang diikat tinggi. Dia menangis tersedu-sedu, beberapa kali membelai hati-hati wajah putih kian memucat itu. “Tidak, jangan tinggalkan aku, He Ting!” Pria itu memohon, suaranya serak dan bergetar.“Mengapa… harus berapa kali lagi kau menderita karena manusia?!” Pria itu mencium kening dan pipi He Ting. Pundak lebarnya bergetar pelan, mencoba menahan rasa sakit di dada dan amarah yang kian menumpuk. “Maaf…” Jiu tiba-tiba berucap. Matanya merah dan sembab, “Maafkan aku… maaf….”“Jiu…”Sekali lagi suara itu memanggilnya. Jiu menoleh, b
Dua hari sebelumnya…Feng Ju tidak beranjak dari tempatnya sejak melepas kepergian Jiu. Pemuda itu menunggu dengan sabar dan diam-diam berharap. Semoga dewa berbelas kasih pada sang gadis, dan membiarkan Naga Huanglong tidak membunuhnya. Namun doa dalam diam itu terpaksa pupus. ketika gemuruh langit, dan tanah bergetar tidak lagi nampak. Feng Ju menatap cemas, apakah itu artinya pertempuran telah usai? Lalu bagaimana kabar sang gadis dalam ramalan?Feng Yi menghampiri, begitu juga para anggota dua klan ternama saat ini. Mereka memandang jauh pada lembah di belakang bukit. Mereka semua menunggu, sampai bulan purnama tepat di atas kepala. “Inilah jawabannya, wahai saudaraku.” Feng Yi menepuk pundak Feng Ju. “Dia bukan yang kita cari. Mari pergi tidur. Besok kita harus kembali dan melaporkannya pada sembilan pemimpin sekte.”Feng Ju tidak kunjung bergeming, kakinya seakan mengakar di tanah. Tak lama dia menghela napas panjang. Mengapa pula dia keras kepala seperti ini? padahal gadis it
Perjalanan menuju kota Shihezi membutuhkan waktu satu hari bagi para pejuang murim. Untuk manusia biasa, tentu saja lebih lama. Terlebih selama perjalanan ini, Shenlong menggunakan waktu untuk mengajari Jiu mengenai inner ki. Pemuda itu juga membimbing sang gadis melakukan Teknik Enam Kombinasi. Sehingga perjalanan ini menjadi lebih panjang dari yang seharusnya. “Cara mempelajari inner ki bagi pemula adalah melalui latihan pernapasan. Sebab saluran pernapasan adalah kunci tubuh bisa mendapatkan asupan oksigen dengan maksimal.” Shenlong menaruh kedua telapak tangannya di punggung Jiu. “Selain itu dengan pernapasan yang baik, kau bisa membangun fondasi dasar yang kuat untuk menara tenaga dalam dalam tubuhmu.”Jiu menarik napas panjang selama tujuh detik, tahan napas lima detik, lalu menghembuskannya perlahan selama tujuh detik. Dia melakukannya berulang kali sesuai arahan Shenlong. Sementara pemuda itu menyalurkan energi pada tubuh sang gadis. Dia memastikan secara tepat membersihkan e
Suara guntur semakin sering terdengar, perubahan cuaca ekstrim ini kerap terjadi di wilayah sekitar Gunung Tianzi. Padahal tidak sampai setengah jam lalu, sinar matahari terasa hangat. Kini udara dingin disertai angin kencang menerpa. Sebagian pedagang sudah menutup jualan mereka, tidak ingin terlambat berteduh. Suara langkah kaki kecil bertalu cepat, dalam gendongannya terdapat bingkisan daging dan keranjang bunga. Gadis kecil dengan rambut dikuncir dua itu sesekali menoleh kebelakang. Dia berlari seakan dikejar sesuatu. Zhang Xue, gadis penjual bunga itu belok kiri, masuk ke gang sempit. Napasnya sudah putus-putus akibat lelah berlari. Namun dia harus secepatnya pergi ke tempat aman. Sayangnya, kaki kecil itu terantuk batu, membuatnya jatuh tersungkur. Belum sempat Zhang Xue beranjak, sesuatu memegang kedua kakinya. “Ti-tidak!! Lepaskan aku!” Dia meronta, kedua tangan menggapai apapun yang bisa dijadikan pegangan. “Tolong! Tolong aku!!” Namun kekuatan tangan besar yang mencengkr
Langit senja berubah penuh bintang tak lama setelah Jiu dan Shenlong sampai di depan penginapan. Jiu menikmati jalan-jalan sorenya bersama Shenlong. Udara di kota Shihezi sejuk, mengingat wilayah ini terletak tepat di bawah Gunung Tianzi. Tidak hanya itu lampu-lampu gantung sepanjang perjalanan juga menambah keindahan malam kota ini. Namun kedamaian itu seakan ilusi, ketika seorang wanita mondar-mandir di depan penginapan. Bertanya pada pejalan kaki. “Maaf, Kakak. Apakah kalian melihat anak kecil perempuan penjual bunga?” “Maaf, aku tidak lihat.” “Ah! Maaf, Kak! Apakah kau melihat putriku, Zhang Xue?” “Tidak, aku tidak lihat sejak kemarin.” kening Jiu mengerut samar, mengapa nama itu terdengar tidak asing ditelinganya? “Hei, kalian sudah kembali!” Huanglong tiba-tiba menyapa, entah darimana pemuda itu. Muncul begitu saja, mengejutkan Jiu. “Apa terjadi sesuatu, Huanglong?” Jiu bertanya sambil berbisik pelan dan menunjuk wanita di depan penginapan. “Siapa wanita itu?” “Kau ingat
Matahari sudah tenggelam sejak lima menit yang lalu. Udara sejuk kini menjadi sedikit dingin ketika Jiu berjalan di salah satu distrik kumuh. Pertengkaran kecil yang terjadi membuat gadis itu memutuskan untuk berjalan-jalan untuk mendinginkan kepalanya. Seperti yang dikatakan Huanglong, tidak seharusnya Jiu mendesak Shenlong. “Sebenarnya aku paham betul, ini ulah manusia. Tapi karena tidak ada petunjuk apapun, membuatnya terlihat ini ulah Shenlong.” Jiu menendang kaleng bekas saking kesalnya. “Jika aku tidak mengenal Shenlong, mungkin aku juga sepemikiran dengan Huang Jiang.” Suara kaleng yang ditendang Jiu menimbulkan suara gaduh. Gadis itu berjengit, baru sadar dia tidak kenal lingkungan sekitar. Terlebih banyak mata memandangnya ingin tahu, juga melihatnya dengan tajam. Sang gadis menelan ludah gugup, mencoba untuk tetap tenang. Bodoh sekali dia berjalan tanpa tahu arah dan berakhir tersesat di gang kecil. “Kau yakin barangnya sudah siap?” Suara samar-samar terdengar menarik per
Kondisi Jiu di dalam kotak cukup aman, selama gadis itu tidak mengeluarkan suara. Tubuhnya sedikit terguncang, saat beberapa kali merasakan pergerakan. Itu terjadi saat para penjaga sibuk mengeluarkan kotak dari kereta kuda. “Astaga, kotak ini berat sekali!” Seorang penjaga mengeluh saat mengangkat kotak kayu berukuran 24 inchi. “Berapa kilo berat daging ini?!”Dia sama sekali tidak menyadari bahwa apa yang ada di dalam kotak bukanlah tumpukan daging. Dengan susah payah, pemuda itu membawa kotak kayu masuk ke dalam rumah. Begitu dia sampai di ruang tengah, salah satu atasannya memberi arahan. “Beritahu yang lain, kotak isi daging tua simpan di gudang belakang. Sementara daging muda bawa ke bawah tanah.”“Baik, Kak!”Jiu menahan napas ketika mendengar hal itu. Dia lalu kembali merasakan kotak bergoyang pelan. Sebelum tidak lama suara keras terdengar bersamaan hentakan yang dirasakan Jiu. Gadis itu harus menggigit bibir bawah demi meredam teriakannya. Astaga, penjaga satu ini tidak bi
Sudah sejak pagi buta para warga sibuk bergotong royong. Mereka membersihkan puing-puing bangunan Kuil Kuda Putih. Beberapa rumah mengalami kerusakan akibat pertarungan. Para pedagang juga sibuk membersihkan sisa-sisa festival. Di tengah-tengah kesibukan bersuasana duka dan tegang. Seorang anak kecil menatap ke arah langit. Tidak ada yang menyadari bahwa matahari belum juga nampak. Meski langit sudah terang namun anehnya awan malah berkumpul dan berubah mendung. Tidak lama kemudian titik demi titik hujan membasahi permukaan tanah yang kering. “Hujan? Ini benar-benar hujan?!” Seorang pemuda berseru tidak percaya, menatap ke arah langit.“Demi Naga Panlong! HUJAN TELAH TURUN! HUJAN TELAH TURUN!”“Hore! Hujan! Hujan!”Seluruh warga yang ada di dalam rumah segera keluar ketika mendengar seruan dari luar. Hujan turun dengan deras pagi itu. Sebuah keajaiban setelah ratusan tahun tanah mereka tidak didatangi fenomena alami alam. Di tengah kebahagiaan para warga. Empat naga menatap dari kej
Ujung kaki berusaha menapak cepat demi kembali melompat. Shi Jiu memaksa tubuhnya, meraih, menyelamatkan yang seharusnya dilindungi olehnya. Semua terjadi begitu cepat, pedang menusuk hingga tembus ke sisi lain. Mao Niu terbatuk, memuntahkan darah segar. “MAO NIU!” Shi Jiu berteriak histeris. Mata emas sang naga pelindung Danau Gang membeku. Tidak mau mempercayai apa yang dia lihat. Dengan menggunakan sisa kekuatannya, ia melompat turun. Berlutut di sebelah Mao Niu bersama Shi Jiu.“Mao Niu bertahanlah… bertahanlah aku mohon!” Panlong menekan beberapa titik di daerah dada Mao Niu demi menghentikan pendarahan. “Pa-Pan…”“Tidak usah bicara, kau diam saja!”“Ti-tidak, a-aku harus bicara…,” Mao Niu menyentuh pelan punggung tangan Panlong. “Mu-mungkin ini terakhir kali kita bicara.” sambungnya lagi yang dibalas gelengan kuat dari Panlong. “Kau akan baik-baik saja! Sama seperti sebelumnya, akan aku berikan energi kehidupanku!”“Tidak, Pan. To-tolong jangan lakukan itu.” Mao Niu terbatuk
Lengang sejenak. Huanglong menatap Shenlong lamat-lamat. Jelas dia tahu manusia mana yang dimaksud. Sang kakak tidak akan membiarkan adiknya terluka, apalagi tewas. Keputusannya memiliki alasan kuat, Huanglong juga tidak ingin tahu. Apa yang akan terjadi pada dunia ini jika salah satu dari sembilan naga tewas. Suara bantingan keras terdengar menarik perhatian para naga. Ketua sekte sedang menahan Shi Kang menggantikan Huanglong. Feng Ju terbanting ke dinding, terbatuk keras mengeluarkan cairan merah. Feng Yi terlempar ke samping usai melindungi Xiang De. Qin Xiang dan Xiang De menyerang bergantian. Song Bojing dan Lai Shoushan sudah terkapar tidak jauh dari mereka. Keduanya telah kalah telak sejak beberapa menit yang lalu. Shi Kang sendiri dalam kondisi tidak baik. Efek dari Pil Keabadian hanya bertahan beberapa menit. Semakin cepat habis jika pemakai mengeluarkan kekuatannya tak terkendali. Itulah yang dilakukan Huanglong, membuat Shi Kang menghabiskan seluruh stok Pil Keabadian.
Shi Kang lompat menyerang Shi Jiu. Gadis itu dalam kondisi lelah setelah melawan Panlong. Terlebih tidak fokus, setengah tertidur semenjak Pusaka Sisik Ikan masuk ke dalam tubuhnya. Saat ini dia benar-benar tanpa penjagaan siapapun. Tidak hanya Feng Yi yang berusaha berlari mencegah Shi Kang. Tiga pemimpin sekte juga berlari ke arahnya. Berharap berhasil mencegah tragedi. Namun semua percuma, Shi Kang tetap lebih dulu tiba di depan Shi Jiu. Siap membunuh Shi Jiu yang belum juga sadar bersama Panlong dalam pelukannya. “Nona Shi Jiu!” Tepat ketika semua orang merasa putus asa. Gagal melindungi manusia paling penting di muka bumi. Mereka benar-benar melupakan satu hal. Kenyataan bahwa Shi Jiu tidak berkeliling seorang diri. Suara besar dari ledakan terdengar disusul kepulan debu dan pasir. Tepat di tengah-tengah Shi Kang dan Shi Jiu. Sosok pemuda dengan hanfu biru gelap serta berambut hitam bermata emas. Berhasil menangkap pedang Shi Kang dengan mudahnya menggunakan satu tangan.
“Kalian semua bukan lawanku!” Shi Kang menggerung marah. Seluruh tubuhnya bersinar dengan aura biru kehitaman. Kekuatan energi Ki mengalir deras di dalam tubuhnya. Membuat dia mampu melayang di udara setinggi satu meter. Qin Xiang bersama Feng Yi sejak tadi saling bahu-membahu demi melawan Shi Kang.“Pastikan dia tidak mengganggu pertempuran Nona Shi Jiu.” Qin Xiang berbisik di samping Feng Yi. Qin Xiang menghalau serangan dari Shi Kang. Pedangnya terayun kuat mementalkan serangan ke kanan. Dari balik punggungnya, Feng Yi muncul melakukan serangan balasan. Tiga kali tebasan lurus dan satu tebasan mendatar.Daya serang terlalu dangkal demi melukai Shi Kang. Pria tua itu membuat tameng transparan dengan pedangnya. Sebelum mengayunkan pedangnya dengan ringan. Mendorong mundur sang pemuda, kembali ke samping Ketua Sekte Kuil Ci’en.“Kita tidak tahu, apa yang akan terjadi jika Shi Kang benar-benar bertarung dengan Naga Panlong. Aku tidak ingin keadaan bertambah buruk jika ada kemungkinan
“Jika tidak ada niat mengalahkanku, maka diam dan pergilah, Shi Jiu!”Ekor besar bersisik sekeras baja itu memukul Shi Jiu tepat di perut. Memantulkannya ke tanah. Debu dan pasir mengepul pekat. Detik berikutnya bayangan hitam melesat. Shi Jiu lompat menyerang ke arah Panlong. Seluruh tubuh Shi Jiu bersinar kuning keemasan. Ia menebaskan pedang berulang kali hingga menimbulkan efek ilusi. Salah satu teknik yang diajarkan oleh Huanglong.“HUJAN METEOR!” Shi Jiu menyerukan nama jurusnya. Tebasan pedang berubah menjadi tetesan cahaya memanjang. Siap menghujam tanpa ampun lawannya. Panlong mendengus kasar saat menangkis serangan seperti mengibas lalat. Shi Jiu menggeram tertahan. “Hei, mengapa aku harus bertarung melawanmu lagi?! Kau sudah aku kalahkan. Cepat berikan pusakamu padaku!” Shi Jiu kembali menyerang, kali ini menggunakan teknik yang diajarkan Longwang. Dari pedangnya muncul riak air memanjang. Ini mengingatkan Shi Jiu pada salah satu acara anime kesukaannya. Seorang pembasm
Pertarungan dapat pecah kapan saja. Sebelum itu terjadi, Qin Xiang memberi sinyal kepada semua orang agar mengutamakan Shi Kang. Meski mereka ingin membantu Shi Jiu melawan Panlong. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain mendukung. “Nona Shi Jiu! Kami mengandalkanmu, kami akan berusaha membantu walau tidak banyak.” Feng Ju melesat ke samping Shi Jiu untuk memberi tahu rencana mereka. “Setelah berhasil meringkus Shi Kang. Kami semua akan membantumu menghadapi Panlong. Selama itu, bisakah Nona bertahan?”Belum sempat mendapatkan jawaban dari Shi Jiu. Suara ledakan terdengar disusul teriakan kesakitan. Shi Jiu dan Feng Ju sontak menoleh hanya demi melihat sebagian orang terlempar. Di depan Shi Kang berdiri dua orang pemuda. “Song Bojing, Lai Shoushan?!” Xiang De berseru melihat dua pemimpin sekte. “Bajingan gila. Setelah semua yang terjadi kalian masih berpihak pada Shi Kang?!”“Sudah kepalang tanggung juga, Tuan Xiang De.” Song Bojing menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Kami sud
Kemunculan naga Panlong di tengah lapangan arena mengejutkan semua orang. Penonton yang panik saling sikut-menyikut turun dari bangku. Demi menyelamatkan diri dari situasi yang mungkin berbahaya ini. Para prajurit bersama murid-murid sekte Kuil Kuda Putih bertindak cepat. Mereka segera melakukan evakuasi dan berusaha meredakan kepanikan penonton. Kebanyakan dari mereka adalah wisatawan asing dari luar kota. Berusaha dengan tertib mengikuti instruksi dari petugas maupun panitia. “Mengapa tiba-tiba ada naga?!”“Ya Tuhan, aku belum mau mati!”“Cepat jalan! Jangan malah bengong saja, Pak Tua!”Sebagian masih tertinggal di bangku penonton. Tidak seperti yang lain, bereka bergerak cepat masuk dalam barisan demi menyelamatkan diri. Tidak hanya tua-muda, lelaki-perempuan. Mereka semua yang merupakan penonton lokal. Serempak menatap takzim pada Naga Panlong.“Lihat, itu Naga Panlong!”“Puji syukur atas kesempatan ini! Teman-temanku pasti iri denganku.”“Oh, Tuan Naga! Suatu kehormatan kami b
Song Bojing dan Lai Shoushan tampak gelisah di tempat duduk. Meski nama mereka tidak disebut. Tidak butuh waktu lama sampai mereka ketahuan ikut terlibat. Song Bojing berpikir cepat, mencari cara lepas dari situasi ini. Matanya melirik cemas pada Shi Kang yang terlihat tenang.Meski dia terkenal bersumbu pendek. Song Bojing masih bisa mengendalikan diri pada situasi genting seperti ini. Dia tidak meledak-ledak, lalu berakhir memperkeruh masalah yang ada. Pria itu tahu untuk diam, mengamati situasi demi menyelamatkan pantatnya. Meski begitu dia maupun Lai Shoushan merasa was-was. Padahal bukan hanya sekte mereka saja yang ikut terlibat. Kebetulan saja mereka menerima tawaran sebagai juri dan ada di sini. Mengingat ketua sekte Pedang Surga tidak ada di tempat karena mengundurkan diri tiba-tiba. Semakin membuat Song Bojing mengumpat dalam hati.Shi Kang melangkah mendekat. Ia tersenyum ramah, raut wajahnya terlihat tidak merasa bersalah. Tetua sekte berdiri tepat di depan tiga wajah yan