Mobil sport berwarna hitam itu terparkir sembarangan di halaman luas kediaman Keluarga Barclay. Giselle Barclay---si pemilik mobil itu keluar dengan pakaian serba hitam kesukaannya. Kaki jenjangnya melangkah dengan anggun menuju istana yang terbuka lebar di depan sana.
Giselle mengukir smirk di wajah cantiknya saat melihat banyak mobil yang terparkir rapi di halaman rumahnya, menandakan banyak tamu undangan yang datang malam ini. Pesta pertunangan sang kakak---Natalie Barclay digelar dengan sangat mewah di taman belakang rumah. Semua dekorasi bernilai ratusan ribu dollar sudah disiapkan jauh-jauh hari supaya hari ini berjalan dengan sempurna.
Beberapa pelayan yang bertugas menyambut tamu menunduk hormat pada Giselle. Tidak hanya satu, mereka berjumlah belasan yang berbaris di depan pintu utama.
Saat Giselle melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju lantai atas, salah seorang pelayan menghampiri Giselle dan mengikuti langkah perempuan berambut coklat bergelombang itu. Dia adalah asisten pribadi Giselle di rumah ini---Mina.
"Apa mereka terlalu sibuk sehingga tidak satupun diantara mereka yang menanyakan keberadaanku atau mencoba menghubungiku?" tanya Giselle dingin pada sang asisten.
Mina terdiam sebentar dan bola matanya bergerak ke sembarang arah, otaknya dipaksa untuk menemukan jawaban yang tepat untuk Giselle. Jangan sampai dirinya salah kata, sehingga terjadi perdebatan di rumah ini.
"Maaf nona muda, tuan dan nyonya sudah mencoba menghubungi nona muda sejak tadi sore, tetapi tidak ada satupun yang berhasil menghubungi nona," jawab Mina.
Seketika, Giselle menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya menatap sang asisten. Dia menaikkan sebelah alisnya penasaran. Benarkah begitu?
Mina mundur beberapa langkah dan menundukkan kepalanya. Terlihat jelas bahwa dia menghindari tatapan mematikan dari Giselle. Perempuan yang menggunakan seragam pelayan itu mencoba menaikkan pandangannya, mengintip wajah majikannya.
Tanpa basa-basi, Giselle merogoh kantong jaketnya dan memeriksa ponselnya. Mati? Bagaimana bisa benda persegi ini tiba-tiba mati? Padahal Giselle yakin tadi pagi ponselnya masih full daya. Setelah itu, Giselle kembali memasukkan ponsel miliknya ke dalam kantong jaket kulitnya.
"Kabari mereka, aku akan turun sebentar lagi," perintah Giselle pada Mina. Dia menyegerakan langkahnya menuju kamarnya yang terletak di ujung sana.
Giselle mengernyit dan tatapannya mulai tajam, seolah dia tahu akan ada bahaya yang sedang menunggunya di depan sana. "Apa dia berani menghampiriku?"lirih Giselle sembari memegang ganggang pintu hendak membuka pintu kamarnya.
Klek!
Sret!
Tangan Giselle ditarik cepat masuk ke dalam kamar. Tubuhnya disudutkan dan dikunci oleh seorang pria yang sedang berada di depannya ini. Wangi mint menyeruak ke dalam indra penciuman Giselle yang berasal dari si pria. Siapa lagi pria yang berani seperti ini padanya, hanya Jose Smith---tunangan kakaknya.
"Bahkan dihari pertunanganmu, kau masih berani seperti ini padaku. Katakan! Apa yang kau inginkan?" Giselle menyunggingkan senyumannya dan menaikan pandangannya menatap Jose.
Hanya cahaya rembulan yang menerangi kamar ini. Pantulan cahaya yang sempurna memberikan bayangan yang sempurna pada wajah tampan Jose. Pria itu memberikan tatapan tajam pada Giselle.
"Berhentilah mencoba merusak rencana yang sudah kubuat. Aku tidak segan-segan menyakiti perasaan saudarimu jika kau berani ikut campur dalam urusanku. Aku akan terus mengawasimu, Giselle Barclay!" Suara berat Jose memperingati Giselle.
Giselle membuang muka dan tersenyum sinis. Sepersekian detik kemudian, Giselle kembali menatap Jose lebih tajam. Dia berucap, "Aku tidak tahu, kau orang seperti apa, Jose. Mungkin saudariku terlalu bodoh dan buta karena cintanya padamu, tapi ucapanmu bukan suatu hal yang perlu aku takutkan. Cepat atau lambat aku akan mengungkap kebenaran tentang niat jahatmu pada perusahaan ayahku"
Giselle mengangkat tangannya, mengelus wajah tampan Jose. Alis tebal, tatapan hangat dengan bola mata berwarna cerah, hidung mancung dan tatapannya berakhir pada bibir sedikit tebal milik Jose. Awalnya Giselle sangat terpesona dengan wajah ini, tetapi setelah mengetahui tentang latar belakang keluarga Jose, Giselle yakin bahwa pria ini berniat jahat pada keluarganya.
Giselle berjinjit mulai mendekati wajah Jose dan meleset ke indra pendengaran Jose. Giselle berbisik, "Jangan menyebut namaku, seolah kau sedang meminta penderitaan dariku. Pergilah!"
Dalam satu hentakan, Giselle mendorong kuat tubuh Jose yang terus mengapit tubuhnya. Giselle tidak habis pikir, kenapa Natalie bisa sebodoh itu dengan cinta. Bahkan, pertunangan ini terjadi karena Natalie yang bersikeras pada kedua orang tua mereka. Walaupun pada awalnya sang ayah---Harry Barclay tidak setuju dengan pria pilihan Natalie, tetapi Natalie berhasil meyakinkan ayahnya.
Bukan Jose namanya jika dirinya mengikuti kemauan Giselle. Jose kembali menangkap tangan Giselle dan mencoba mengintimidasi Giselle dengan tatapannya.
"Jangan terlalu percaya dengan apa yang sekarang kau percayai," ucap Jose. Senyuman sinis tercetak jelas di wajahnya.
Jose melepaskan pergelangan tangan Giselle dan berlalu keluar meninggalkan Giselle yang masih terdiam di tempatnya.
Giselle menatap pria bertubuh kekar itu keluar dari ruangannya. Membiarkan Jose pergi begitu saja. Merasa direndahkan dengan kalimat terakhirnya, Giselle membuang muka merasa kesal. Dia berucap,"Cih! Jangan bertingkah seperti kau tahu semuanya, berengsek!" ~o0o~ Tidak membutuhkan waktu yang lama, Giselle keluar dari kamarnya dengan gaun berwarna silver dengan atasan yang terbuka dan potongan yang tinggi di bagian bawah. Rambut panjang yang sengaja dia kuncir membuat pundak mulus dan leher jenjangnya terlihat begitu menggoda. Riasan wajah yang tipis dan pewarna bibir berwarna merah mempercantik wajah kecilnya. Giselle sudah siap untuk menghipnotis siapapun yang menoleh padanya. Giselle menuruni tangga dan melangkahkan kakinya menuju taman belakang. Setiap mata yang menoleh padanya ak
Sebuah seringai hadir di wajah cantik Giselle saat melihat wajah Selena yang memerah. Wanita yang dia panggil 'ibu' itu hanya tersenyum simpul dan menatap Giselle marah. "Seperti itukah caramu berbicara dengan ibumu, Giselle?" tukas Natalie membela. Entah apa yang terjadi antara adiknya dan juga sang ibu sehingga hubungan meraka kian memburuk. "Aku tidak memaksa kalian untuk percaya ... Aku pergi." Giselle pergi dari ruang tamu. Dia terlalu malas berdebat dengan orang-orang di rumah. "Giselle!" teriak Selena memanggil. "Aku tidak tahu, apa yang salah dengan diriku, sehingga Giselle bersikap seperti itu sekarang." Raut frustasi itu berhasil membuat orang yang berada di ruang tamu simpati kepada Selena. Jika setiap mata merasa iba pada Selena, berbeda dengan Jose yang merasa ditantang dengan sikap Giselle yang sangat luar biasa itu. Gadis cantik dengan kehidupan yang sempurna itu lebih suka menghabiskan waktunya diluar dibandingkan duduk manis d
Felix Anthony, pria yang sedang bekerja sebagai bartender itu tersenyum pada Giselle. Sudah lama dirinya tidak berjumpa dengan sosok cantik dan sombong, Giselle Barclay. Walaupun, sering berkomunikasi lewat telepon, mereka sangat jarang bisa bertemu secara langsung, karena tugas Felix selalu mengawasi Giselle dibalik komputernya. "Surprise, senang bertemu denganmu lagi," ucap Felix penuh semangat. Wajah yang tadinya datar tanpa ekspresi berganti dengan wajah keterkejutan. Lebih tepatnya, terkejut karena Giselle tidak menyangka akan bertemu sahabatnya ini di tempat seperti ini. "Akhirnya, kau keluar, Felix. Senang bertemu denganmu." Giselle menyunggingkan senyumannya. Mencoba menetralkan mimik wajahnya, supaya tidak menarik perhatian orang lain. "Segelas vodka kesukaanmu." Felix menyodorkan segelas kecil minuman kesukaan Giselle. Giselle mengambilnya dan meneguk cepat minuman itu. Ia memejamkan matanya saat minuman keras itu membasahi kerongkon
"Sial! Aku menyesal mengikutinya sampai disini." Jose mengalihkan pandangannya ke arah lain. Bukan ini yang dia inginkan, dia ingin Giselle ke tempat seseorang yang selalu berada dibelakangnya dan membantu setiap langkah perempuan itu. Walaupun, sejauh ini Giselle belum melakukan apapun yang bisa membahayakannya. Namun, gadis itu selalu hadir dimana Jose akan melangsungkan rencananya. Seolah Giselle tahu semua tentang dirinya. "Bagaimana?" Jose melayangkan pertanyaannya saat asisten yang bersamanya malam ini kembali ke dalam mobil setelah mengecek mobil Giselle di depan sana. "Dia mabuk," jawab Drake. "kita balik sekarang, aku tidak ingin terkena masalah dengan keluarga Barclay," titah Jose pada Drake. Drake segera melajukan mobilnya menuju pusat kota. Dia melewati mobil GIselle yang masih terparkir di tepi jalan dengan si empunya yang sudah mabuk. Sepanjang perjalanan, hati Jose tidak pernah tenang. Otaknya terus memaksanya untuk memi
Setelah drama pagi ini--bermalam di apartment Jose, akhirnya sekarang Giselle telah berpakaian rapi. Dia bersiap menuju cafe untuk bertemu dengan teman-temannya. Ada hal penting yang harus mereka bicarakan siang ini. "Tidak ada jadwal penting siang ini, kan?" tanya Giselle sembari video call dengan asistennya di perusahaan ayahnya. Dia terlalu sibuk untuk berdandan dan memastikan tidak ada kekurangan di wajahnya. "Tidak ada, nona. Untuk hari ini, kau tidak perlu datang ke perusahaan. Dokumen penting yang harus kau baca untuk meeting besok, akan saya kirimkan ke surel nona." "Okay." Giselle mengangguk dan tersenyum tipis sebelum mematikan sambungan teleponnya dengan Cassandra. Giselle kembali menekan layar ponselnya, menekan nama F
Giselle sampai di pesta perayaan satu tahun pernikahan sahabatnya. Tidak sendiri, Giselle selalu ditemani oleh Felix. Entah dimana pria itu berada, yang terpenting Felix akan selalu menjadi bayangannya. "Hai," sapa Giselle duduk di salah satu meja tamu. Mereka yang duduk di meja itu adalah teman akrab Giselle, walaupun hanya beberapa orang saja, tetapi pertemanan mereka sudah terjalin cukup malam. "Lihatlah dirimu, kau bahkan seperti seorang bintang malam ini," puji salah satu diantara mereka. "I'm sorry. Aku tidak bisa hadir makan siang tadi. Jadi, bagaimana? Kalian memutuskan untuk membeli kado apa untuk Natasha?" tanya Giselle mengabsen setiap wajah teman-temannya. "Kami memutuskan untuk memberikan kalung berliontin berlian dar
Aksi balapan pun terjadi. Felix mengendarai mobil Giselle dengan kecepatan tinggi, tetapi mobil dibelakang sana masih saja mampu mengejarnya. Persimpangan demi persimpangan terlewati dan mereka masih saling mengejar. "Ambil jalan berlawanan arah," seru Giselle. Felix menoleh pada Giselle. Dia mengernyitkan dahinya tidak percaya dengan ucapan Giselle. Dia berkata, " Kau gila?" "Tidak ada cara lain!" Giselle sedikit meninggikan suaranya supaya Felix cepat mengambil keputusan. Felix mengambil jalur yang berlawanan dari arah mobilnya. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga membuat jalanan menjadi kacau. Sedangkan Jo
Aksi balapan pun terjadi. Felix mengendarai mobil Giselle dengan kecepatan tinggi, tetapi mobil dibelakang sana masih saja mampu mengejarnya. Persimpangan demi persimpangan terlewati dan mereka masih saling mengejar. "Ambil jalan berlawanan arah," seru Giselle. Felix menoleh pada Giselle. Dia mengernyitkan dahinya tidak percaya dengan ucapan Giselle. Dia berkata, " Kau gila?" "Tidak ada cara lain!" Giselle sedikit meninggikan suaranya supaya Felix cepat mengambil keputusan. Felix mengambil jalur yang berlawanan dari arah mobilnya. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga membuat jalanan menjadi kacau. Sedangkan Jo
Giselle sampai di pesta perayaan satu tahun pernikahan sahabatnya. Tidak sendiri, Giselle selalu ditemani oleh Felix. Entah dimana pria itu berada, yang terpenting Felix akan selalu menjadi bayangannya. "Hai," sapa Giselle duduk di salah satu meja tamu. Mereka yang duduk di meja itu adalah teman akrab Giselle, walaupun hanya beberapa orang saja, tetapi pertemanan mereka sudah terjalin cukup malam. "Lihatlah dirimu, kau bahkan seperti seorang bintang malam ini," puji salah satu diantara mereka. "I'm sorry. Aku tidak bisa hadir makan siang tadi. Jadi, bagaimana? Kalian memutuskan untuk membeli kado apa untuk Natasha?" tanya Giselle mengabsen setiap wajah teman-temannya. "Kami memutuskan untuk memberikan kalung berliontin berlian dar
Setelah drama pagi ini--bermalam di apartment Jose, akhirnya sekarang Giselle telah berpakaian rapi. Dia bersiap menuju cafe untuk bertemu dengan teman-temannya. Ada hal penting yang harus mereka bicarakan siang ini. "Tidak ada jadwal penting siang ini, kan?" tanya Giselle sembari video call dengan asistennya di perusahaan ayahnya. Dia terlalu sibuk untuk berdandan dan memastikan tidak ada kekurangan di wajahnya. "Tidak ada, nona. Untuk hari ini, kau tidak perlu datang ke perusahaan. Dokumen penting yang harus kau baca untuk meeting besok, akan saya kirimkan ke surel nona." "Okay." Giselle mengangguk dan tersenyum tipis sebelum mematikan sambungan teleponnya dengan Cassandra. Giselle kembali menekan layar ponselnya, menekan nama F
"Sial! Aku menyesal mengikutinya sampai disini." Jose mengalihkan pandangannya ke arah lain. Bukan ini yang dia inginkan, dia ingin Giselle ke tempat seseorang yang selalu berada dibelakangnya dan membantu setiap langkah perempuan itu. Walaupun, sejauh ini Giselle belum melakukan apapun yang bisa membahayakannya. Namun, gadis itu selalu hadir dimana Jose akan melangsungkan rencananya. Seolah Giselle tahu semua tentang dirinya. "Bagaimana?" Jose melayangkan pertanyaannya saat asisten yang bersamanya malam ini kembali ke dalam mobil setelah mengecek mobil Giselle di depan sana. "Dia mabuk," jawab Drake. "kita balik sekarang, aku tidak ingin terkena masalah dengan keluarga Barclay," titah Jose pada Drake. Drake segera melajukan mobilnya menuju pusat kota. Dia melewati mobil GIselle yang masih terparkir di tepi jalan dengan si empunya yang sudah mabuk. Sepanjang perjalanan, hati Jose tidak pernah tenang. Otaknya terus memaksanya untuk memi
Felix Anthony, pria yang sedang bekerja sebagai bartender itu tersenyum pada Giselle. Sudah lama dirinya tidak berjumpa dengan sosok cantik dan sombong, Giselle Barclay. Walaupun, sering berkomunikasi lewat telepon, mereka sangat jarang bisa bertemu secara langsung, karena tugas Felix selalu mengawasi Giselle dibalik komputernya. "Surprise, senang bertemu denganmu lagi," ucap Felix penuh semangat. Wajah yang tadinya datar tanpa ekspresi berganti dengan wajah keterkejutan. Lebih tepatnya, terkejut karena Giselle tidak menyangka akan bertemu sahabatnya ini di tempat seperti ini. "Akhirnya, kau keluar, Felix. Senang bertemu denganmu." Giselle menyunggingkan senyumannya. Mencoba menetralkan mimik wajahnya, supaya tidak menarik perhatian orang lain. "Segelas vodka kesukaanmu." Felix menyodorkan segelas kecil minuman kesukaan Giselle. Giselle mengambilnya dan meneguk cepat minuman itu. Ia memejamkan matanya saat minuman keras itu membasahi kerongkon
Sebuah seringai hadir di wajah cantik Giselle saat melihat wajah Selena yang memerah. Wanita yang dia panggil 'ibu' itu hanya tersenyum simpul dan menatap Giselle marah. "Seperti itukah caramu berbicara dengan ibumu, Giselle?" tukas Natalie membela. Entah apa yang terjadi antara adiknya dan juga sang ibu sehingga hubungan meraka kian memburuk. "Aku tidak memaksa kalian untuk percaya ... Aku pergi." Giselle pergi dari ruang tamu. Dia terlalu malas berdebat dengan orang-orang di rumah. "Giselle!" teriak Selena memanggil. "Aku tidak tahu, apa yang salah dengan diriku, sehingga Giselle bersikap seperti itu sekarang." Raut frustasi itu berhasil membuat orang yang berada di ruang tamu simpati kepada Selena. Jika setiap mata merasa iba pada Selena, berbeda dengan Jose yang merasa ditantang dengan sikap Giselle yang sangat luar biasa itu. Gadis cantik dengan kehidupan yang sempurna itu lebih suka menghabiskan waktunya diluar dibandingkan duduk manis d
Giselle menatap pria bertubuh kekar itu keluar dari ruangannya. Membiarkan Jose pergi begitu saja. Merasa direndahkan dengan kalimat terakhirnya, Giselle membuang muka merasa kesal. Dia berucap,"Cih! Jangan bertingkah seperti kau tahu semuanya, berengsek!" ~o0o~ Tidak membutuhkan waktu yang lama, Giselle keluar dari kamarnya dengan gaun berwarna silver dengan atasan yang terbuka dan potongan yang tinggi di bagian bawah. Rambut panjang yang sengaja dia kuncir membuat pundak mulus dan leher jenjangnya terlihat begitu menggoda. Riasan wajah yang tipis dan pewarna bibir berwarna merah mempercantik wajah kecilnya. Giselle sudah siap untuk menghipnotis siapapun yang menoleh padanya. Giselle menuruni tangga dan melangkahkan kakinya menuju taman belakang. Setiap mata yang menoleh padanya ak
Mobil sport berwarna hitam itu terparkir sembarangan di halaman luas kediaman Keluarga Barclay. Giselle Barclay---si pemilik mobil itu keluar dengan pakaian serba hitam kesukaannya. Kaki jenjangnya melangkah dengan anggun menuju istana yang terbuka lebar di depan sana. Giselle mengukir smirk di wajah cantiknya saat melihat banyak mobil yang terparkir rapi di halaman rumahnya, menandakan banyak tamu undangan yang datang malam ini. Pesta pertunangan sang kakak---Natalie Barclay digelar dengan sangat mewah di taman belakang rumah. Semua dekorasi bernilai ratusan ribu dollar sudah disiapkan jauh-jauh hari supaya hari ini berjalan dengan sempurna. Beberapa pelayan yang bertugas menyambut tamu menunduk hormat pada Giselle. Tidak hanya satu, mereka berjumlah belasan yang berbaris di depan pintu utama.