Giselle sampai di pesta perayaan satu tahun pernikahan sahabatnya. Tidak sendiri, Giselle selalu ditemani oleh Felix. Entah dimana pria itu berada, yang terpenting Felix akan selalu menjadi bayangannya.
"Hai," sapa Giselle duduk di salah satu meja tamu. Mereka yang duduk di meja itu adalah teman akrab Giselle, walaupun hanya beberapa orang saja, tetapi pertemanan mereka sudah terjalin cukup malam.
"Lihatlah dirimu, kau bahkan seperti seorang bintang malam ini," puji salah satu diantara mereka.
"I'm sorry. Aku tidak bisa hadir makan siang tadi. Jadi, bagaimana? Kalian memutuskan untuk membeli kado apa untuk Natasha?" tanya Giselle mengabsen setiap wajah teman-temannya.
"Kami memutuskan untuk memberikan kalung berliontin berlian dari toko perhiasan Valerie. Secara Natasha adalah seorang model, apapun yang dia kenakan akan sangat diincar oleh orang lain. Anggap saja pemberian ini sebagai promosi gratis untuk Valerie," ujar Clara antusias. Mereka bersorak gembira seolah akan mendapatkan keuntungan besar setelah ini.
"Oke, good. Karena aku tidak hadir makan siang tadi, mungkin aku akan memberinya kado secara pribadi nanti." Senyum tipis hadir di wajah Giselle.
Itu adalah salah satu kelicikan dalam pertemanan mereka. Entah sejak kapan, Giselle sangat menikmati setiap drama yang mereka buat. Bahkan, memanfaatkan sesama teman sudah sering Giselle saksikan.
Lama mereka berbincang ringan, acara malam ini pun dimulai. Acara dimulai dari pemutaran video pernikahan mereka satu tahun lalu.
Semua orang tampak sangat antusias menyaksikan setiap momen yang terjadi satu tahun yang lalu, hingga tiba-tiba lampu ruangan mati.
"Nikmati kado dariku Natasha." Giselle tersenyum sinis dibalik gelapnya ruangan dan suara riuh dari tamu lainnya.
Cukup lama lampu di ruangan itu mati dan sekarang suasana kembali lagi seperti semula. Para tamu mulai tenang menunggu video yang sempat terputus tadi diputar. Namun, bukan video itu lagi yang terputar di layar sana, tetapi video lain yang membuat seisi ruangan menjadi terkejut.
"Suamiku tidak akan curiga dengan hubungan kita. Kau orang kepercayaannya. Aku yakin, tidak ada satupun yang akan curiga dengan hubungan ini."
"Kau benar-benar nakal Natasha. Nikmatilah permainanku."
Giselle tersenyum puas dan beranjak dari kursinya meninggalkan ruangan tempat berlangsungnya acara. Semuanya sudah kaca sekarang, dan Giselle suka akan kekacauan.
Kado terbaik dari Giselle untuk perayaan satu tahun pernikahan temannya adalah video perselingkuhan Natasha sendiri dengan manager yang selalu menemaninya.
Namun, tanpa sepengetahuan Giselle. Sepasang mata tengah memperhatikannya dari kejauhan. Siapa lagi kalau bukan Jose. Perayaan kali ini, dia secara resmi diundang bersama Natalie untuk menghadiri pesta malam ini.
"Dia menghancurkan pesta temannya sendiri. Benar-benar perempuan tidak punya hati," lirih Jose.
"Kenapa, sayang?" tanya Natalie saat pendengarannya sama-samar mendengar suara Jose.
"Terlalu berisik, sebaiknya kita pulang. Ini sudah bukan bagian kita, biarkan mereka menyelesaikan permasalahan ini dengan keluarga inti mereka," jawab Jose asal.
"Ayo. Aku juga sudah malas berada disini. Terlalu banyak media yang meliput. Aku tidak ingin wajahku terpampang pada berita yang tidak mengenakkan seperti ini."
~o0o~
"Ayo, jalan," seru Giselle pada Felix yang sudah ada dalam mobilnya. Mereka bersiap pergi meninggalkan hotel bintang lima ini.
"Apa kau tidak menyesal melakukan hal seperti ini pada teman-temanmu? Ini sudah korban yang kesekian, aku takut mereka mencurigaimu."
Giselle hanya diam. Dia sama sekali tidak keberatan melakukan hal seperti ini. Seperti janjinya pada dirinya dulu, siapapun yang berani melakukan hal buruk padanya di masa lalu, Giselle pastikan mereka akan mendapatkan hal yang sama bahkan lebih memalukan dari apa yang dia dapat.
"Aku tidak peduli ... Sebentar lagi, Jhon Scott akan dipromosikan sebagai CEO di perusahaan keluarganya. Aku juga ingin memberikan kado terbaik untuknya."
Felix mendesah pelan dan mengalihkan pandangannya pada Giselle yang berada disampingnya.
"Lantas, kenapa kau tidak membalaskan dendammu pada ayahmu. Bukankah dia menjadi penyebab utama kau dibully oleh teman-temanmu." Felix sesekali menoleh pada Giselle, berharap mendapatkan jawaban yang bagus dari temannya ini.
"Aku tahu, tetapi itu adalah ide ibuku. Dia memperlakukanku seperti anak tiri. Aku akan buktikan padanya, aku mampu mewarisi semua perusahaan Barclay tanpa anak kesayangannya, Natalie," jawab Giselle sembari memperhatikan kaca spion mobilnya. Orang dibelakang sana benar-benar menarik perhatiannya.
"Bukankah itu mobil Jose? Dia melihatmu?" tanya Giselle menoleh pada Felix.
Felix yang sama sekali tidak memperhatikan hal itu langsung menoleh ke belakang. Benar saja, seseorang mengikutinya. Segera, dia melajukan mobilnya.
Aksi balapan pun terjadi. Felix mengendarai mobil Giselle dengan kecepatan tinggi, tetapi mobil dibelakang sana masih saja mampu mengejarnya. Persimpangan demi persimpangan terlewati dan mereka masih saling mengejar. "Ambil jalan berlawanan arah," seru Giselle. Felix menoleh pada Giselle. Dia mengernyitkan dahinya tidak percaya dengan ucapan Giselle. Dia berkata, " Kau gila?" "Tidak ada cara lain!" Giselle sedikit meninggikan suaranya supaya Felix cepat mengambil keputusan. Felix mengambil jalur yang berlawanan dari arah mobilnya. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga membuat jalanan menjadi kacau. Sedangkan Jo
Mobil sport berwarna hitam itu terparkir sembarangan di halaman luas kediaman Keluarga Barclay. Giselle Barclay---si pemilik mobil itu keluar dengan pakaian serba hitam kesukaannya. Kaki jenjangnya melangkah dengan anggun menuju istana yang terbuka lebar di depan sana. Giselle mengukir smirk di wajah cantiknya saat melihat banyak mobil yang terparkir rapi di halaman rumahnya, menandakan banyak tamu undangan yang datang malam ini. Pesta pertunangan sang kakak---Natalie Barclay digelar dengan sangat mewah di taman belakang rumah. Semua dekorasi bernilai ratusan ribu dollar sudah disiapkan jauh-jauh hari supaya hari ini berjalan dengan sempurna. Beberapa pelayan yang bertugas menyambut tamu menunduk hormat pada Giselle. Tidak hanya satu, mereka berjumlah belasan yang berbaris di depan pintu utama.
Giselle menatap pria bertubuh kekar itu keluar dari ruangannya. Membiarkan Jose pergi begitu saja. Merasa direndahkan dengan kalimat terakhirnya, Giselle membuang muka merasa kesal. Dia berucap,"Cih! Jangan bertingkah seperti kau tahu semuanya, berengsek!" ~o0o~ Tidak membutuhkan waktu yang lama, Giselle keluar dari kamarnya dengan gaun berwarna silver dengan atasan yang terbuka dan potongan yang tinggi di bagian bawah. Rambut panjang yang sengaja dia kuncir membuat pundak mulus dan leher jenjangnya terlihat begitu menggoda. Riasan wajah yang tipis dan pewarna bibir berwarna merah mempercantik wajah kecilnya. Giselle sudah siap untuk menghipnotis siapapun yang menoleh padanya. Giselle menuruni tangga dan melangkahkan kakinya menuju taman belakang. Setiap mata yang menoleh padanya ak
Sebuah seringai hadir di wajah cantik Giselle saat melihat wajah Selena yang memerah. Wanita yang dia panggil 'ibu' itu hanya tersenyum simpul dan menatap Giselle marah. "Seperti itukah caramu berbicara dengan ibumu, Giselle?" tukas Natalie membela. Entah apa yang terjadi antara adiknya dan juga sang ibu sehingga hubungan meraka kian memburuk. "Aku tidak memaksa kalian untuk percaya ... Aku pergi." Giselle pergi dari ruang tamu. Dia terlalu malas berdebat dengan orang-orang di rumah. "Giselle!" teriak Selena memanggil. "Aku tidak tahu, apa yang salah dengan diriku, sehingga Giselle bersikap seperti itu sekarang." Raut frustasi itu berhasil membuat orang yang berada di ruang tamu simpati kepada Selena. Jika setiap mata merasa iba pada Selena, berbeda dengan Jose yang merasa ditantang dengan sikap Giselle yang sangat luar biasa itu. Gadis cantik dengan kehidupan yang sempurna itu lebih suka menghabiskan waktunya diluar dibandingkan duduk manis d
Felix Anthony, pria yang sedang bekerja sebagai bartender itu tersenyum pada Giselle. Sudah lama dirinya tidak berjumpa dengan sosok cantik dan sombong, Giselle Barclay. Walaupun, sering berkomunikasi lewat telepon, mereka sangat jarang bisa bertemu secara langsung, karena tugas Felix selalu mengawasi Giselle dibalik komputernya. "Surprise, senang bertemu denganmu lagi," ucap Felix penuh semangat. Wajah yang tadinya datar tanpa ekspresi berganti dengan wajah keterkejutan. Lebih tepatnya, terkejut karena Giselle tidak menyangka akan bertemu sahabatnya ini di tempat seperti ini. "Akhirnya, kau keluar, Felix. Senang bertemu denganmu." Giselle menyunggingkan senyumannya. Mencoba menetralkan mimik wajahnya, supaya tidak menarik perhatian orang lain. "Segelas vodka kesukaanmu." Felix menyodorkan segelas kecil minuman kesukaan Giselle. Giselle mengambilnya dan meneguk cepat minuman itu. Ia memejamkan matanya saat minuman keras itu membasahi kerongkon
"Sial! Aku menyesal mengikutinya sampai disini." Jose mengalihkan pandangannya ke arah lain. Bukan ini yang dia inginkan, dia ingin Giselle ke tempat seseorang yang selalu berada dibelakangnya dan membantu setiap langkah perempuan itu. Walaupun, sejauh ini Giselle belum melakukan apapun yang bisa membahayakannya. Namun, gadis itu selalu hadir dimana Jose akan melangsungkan rencananya. Seolah Giselle tahu semua tentang dirinya. "Bagaimana?" Jose melayangkan pertanyaannya saat asisten yang bersamanya malam ini kembali ke dalam mobil setelah mengecek mobil Giselle di depan sana. "Dia mabuk," jawab Drake. "kita balik sekarang, aku tidak ingin terkena masalah dengan keluarga Barclay," titah Jose pada Drake. Drake segera melajukan mobilnya menuju pusat kota. Dia melewati mobil GIselle yang masih terparkir di tepi jalan dengan si empunya yang sudah mabuk. Sepanjang perjalanan, hati Jose tidak pernah tenang. Otaknya terus memaksanya untuk memi
Setelah drama pagi ini--bermalam di apartment Jose, akhirnya sekarang Giselle telah berpakaian rapi. Dia bersiap menuju cafe untuk bertemu dengan teman-temannya. Ada hal penting yang harus mereka bicarakan siang ini. "Tidak ada jadwal penting siang ini, kan?" tanya Giselle sembari video call dengan asistennya di perusahaan ayahnya. Dia terlalu sibuk untuk berdandan dan memastikan tidak ada kekurangan di wajahnya. "Tidak ada, nona. Untuk hari ini, kau tidak perlu datang ke perusahaan. Dokumen penting yang harus kau baca untuk meeting besok, akan saya kirimkan ke surel nona." "Okay." Giselle mengangguk dan tersenyum tipis sebelum mematikan sambungan teleponnya dengan Cassandra. Giselle kembali menekan layar ponselnya, menekan nama F
Aksi balapan pun terjadi. Felix mengendarai mobil Giselle dengan kecepatan tinggi, tetapi mobil dibelakang sana masih saja mampu mengejarnya. Persimpangan demi persimpangan terlewati dan mereka masih saling mengejar. "Ambil jalan berlawanan arah," seru Giselle. Felix menoleh pada Giselle. Dia mengernyitkan dahinya tidak percaya dengan ucapan Giselle. Dia berkata, " Kau gila?" "Tidak ada cara lain!" Giselle sedikit meninggikan suaranya supaya Felix cepat mengambil keputusan. Felix mengambil jalur yang berlawanan dari arah mobilnya. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga membuat jalanan menjadi kacau. Sedangkan Jo
Giselle sampai di pesta perayaan satu tahun pernikahan sahabatnya. Tidak sendiri, Giselle selalu ditemani oleh Felix. Entah dimana pria itu berada, yang terpenting Felix akan selalu menjadi bayangannya. "Hai," sapa Giselle duduk di salah satu meja tamu. Mereka yang duduk di meja itu adalah teman akrab Giselle, walaupun hanya beberapa orang saja, tetapi pertemanan mereka sudah terjalin cukup malam. "Lihatlah dirimu, kau bahkan seperti seorang bintang malam ini," puji salah satu diantara mereka. "I'm sorry. Aku tidak bisa hadir makan siang tadi. Jadi, bagaimana? Kalian memutuskan untuk membeli kado apa untuk Natasha?" tanya Giselle mengabsen setiap wajah teman-temannya. "Kami memutuskan untuk memberikan kalung berliontin berlian dar
Setelah drama pagi ini--bermalam di apartment Jose, akhirnya sekarang Giselle telah berpakaian rapi. Dia bersiap menuju cafe untuk bertemu dengan teman-temannya. Ada hal penting yang harus mereka bicarakan siang ini. "Tidak ada jadwal penting siang ini, kan?" tanya Giselle sembari video call dengan asistennya di perusahaan ayahnya. Dia terlalu sibuk untuk berdandan dan memastikan tidak ada kekurangan di wajahnya. "Tidak ada, nona. Untuk hari ini, kau tidak perlu datang ke perusahaan. Dokumen penting yang harus kau baca untuk meeting besok, akan saya kirimkan ke surel nona." "Okay." Giselle mengangguk dan tersenyum tipis sebelum mematikan sambungan teleponnya dengan Cassandra. Giselle kembali menekan layar ponselnya, menekan nama F
"Sial! Aku menyesal mengikutinya sampai disini." Jose mengalihkan pandangannya ke arah lain. Bukan ini yang dia inginkan, dia ingin Giselle ke tempat seseorang yang selalu berada dibelakangnya dan membantu setiap langkah perempuan itu. Walaupun, sejauh ini Giselle belum melakukan apapun yang bisa membahayakannya. Namun, gadis itu selalu hadir dimana Jose akan melangsungkan rencananya. Seolah Giselle tahu semua tentang dirinya. "Bagaimana?" Jose melayangkan pertanyaannya saat asisten yang bersamanya malam ini kembali ke dalam mobil setelah mengecek mobil Giselle di depan sana. "Dia mabuk," jawab Drake. "kita balik sekarang, aku tidak ingin terkena masalah dengan keluarga Barclay," titah Jose pada Drake. Drake segera melajukan mobilnya menuju pusat kota. Dia melewati mobil GIselle yang masih terparkir di tepi jalan dengan si empunya yang sudah mabuk. Sepanjang perjalanan, hati Jose tidak pernah tenang. Otaknya terus memaksanya untuk memi
Felix Anthony, pria yang sedang bekerja sebagai bartender itu tersenyum pada Giselle. Sudah lama dirinya tidak berjumpa dengan sosok cantik dan sombong, Giselle Barclay. Walaupun, sering berkomunikasi lewat telepon, mereka sangat jarang bisa bertemu secara langsung, karena tugas Felix selalu mengawasi Giselle dibalik komputernya. "Surprise, senang bertemu denganmu lagi," ucap Felix penuh semangat. Wajah yang tadinya datar tanpa ekspresi berganti dengan wajah keterkejutan. Lebih tepatnya, terkejut karena Giselle tidak menyangka akan bertemu sahabatnya ini di tempat seperti ini. "Akhirnya, kau keluar, Felix. Senang bertemu denganmu." Giselle menyunggingkan senyumannya. Mencoba menetralkan mimik wajahnya, supaya tidak menarik perhatian orang lain. "Segelas vodka kesukaanmu." Felix menyodorkan segelas kecil minuman kesukaan Giselle. Giselle mengambilnya dan meneguk cepat minuman itu. Ia memejamkan matanya saat minuman keras itu membasahi kerongkon
Sebuah seringai hadir di wajah cantik Giselle saat melihat wajah Selena yang memerah. Wanita yang dia panggil 'ibu' itu hanya tersenyum simpul dan menatap Giselle marah. "Seperti itukah caramu berbicara dengan ibumu, Giselle?" tukas Natalie membela. Entah apa yang terjadi antara adiknya dan juga sang ibu sehingga hubungan meraka kian memburuk. "Aku tidak memaksa kalian untuk percaya ... Aku pergi." Giselle pergi dari ruang tamu. Dia terlalu malas berdebat dengan orang-orang di rumah. "Giselle!" teriak Selena memanggil. "Aku tidak tahu, apa yang salah dengan diriku, sehingga Giselle bersikap seperti itu sekarang." Raut frustasi itu berhasil membuat orang yang berada di ruang tamu simpati kepada Selena. Jika setiap mata merasa iba pada Selena, berbeda dengan Jose yang merasa ditantang dengan sikap Giselle yang sangat luar biasa itu. Gadis cantik dengan kehidupan yang sempurna itu lebih suka menghabiskan waktunya diluar dibandingkan duduk manis d
Giselle menatap pria bertubuh kekar itu keluar dari ruangannya. Membiarkan Jose pergi begitu saja. Merasa direndahkan dengan kalimat terakhirnya, Giselle membuang muka merasa kesal. Dia berucap,"Cih! Jangan bertingkah seperti kau tahu semuanya, berengsek!" ~o0o~ Tidak membutuhkan waktu yang lama, Giselle keluar dari kamarnya dengan gaun berwarna silver dengan atasan yang terbuka dan potongan yang tinggi di bagian bawah. Rambut panjang yang sengaja dia kuncir membuat pundak mulus dan leher jenjangnya terlihat begitu menggoda. Riasan wajah yang tipis dan pewarna bibir berwarna merah mempercantik wajah kecilnya. Giselle sudah siap untuk menghipnotis siapapun yang menoleh padanya. Giselle menuruni tangga dan melangkahkan kakinya menuju taman belakang. Setiap mata yang menoleh padanya ak
Mobil sport berwarna hitam itu terparkir sembarangan di halaman luas kediaman Keluarga Barclay. Giselle Barclay---si pemilik mobil itu keluar dengan pakaian serba hitam kesukaannya. Kaki jenjangnya melangkah dengan anggun menuju istana yang terbuka lebar di depan sana. Giselle mengukir smirk di wajah cantiknya saat melihat banyak mobil yang terparkir rapi di halaman rumahnya, menandakan banyak tamu undangan yang datang malam ini. Pesta pertunangan sang kakak---Natalie Barclay digelar dengan sangat mewah di taman belakang rumah. Semua dekorasi bernilai ratusan ribu dollar sudah disiapkan jauh-jauh hari supaya hari ini berjalan dengan sempurna. Beberapa pelayan yang bertugas menyambut tamu menunduk hormat pada Giselle. Tidak hanya satu, mereka berjumlah belasan yang berbaris di depan pintu utama.