"Sial! Aku menyesal mengikutinya sampai disini." Jose mengalihkan pandangannya ke arah lain. Bukan ini yang dia inginkan, dia ingin Giselle ke tempat seseorang yang selalu berada dibelakangnya dan membantu setiap langkah perempuan itu.
Walaupun, sejauh ini Giselle belum melakukan apapun yang bisa membahayakannya. Namun, gadis itu selalu hadir dimana Jose akan melangsungkan rencananya. Seolah Giselle tahu semua tentang dirinya.
"Bagaimana?" Jose melayangkan pertanyaannya saat asisten yang bersamanya malam ini kembali ke dalam mobil setelah mengecek mobil Giselle di depan sana.
"Dia mabuk," jawab Drake.
"kita balik sekarang, aku tidak ingin terkena masalah dengan keluarga Barclay," titah Jose pada Drake.
Drake segera melajukan mobilnya menuju pusat kota. Dia melewati mobil GIselle yang masih terparkir di tepi jalan dengan si empunya yang sudah mabuk.
Sepanjang perjalanan, hati Jose tidak pernah tenang. Otaknya terus memaksanya untuk memikirkan Giselle.
"Shit!" umpatnya. "Putar balik, aku akan membawa dia bersamaku." Kalimat itu akhirnya lolos dari mulut.
Drake kembali memutar arah mobilnya menuju tempat dimana mobil Giselle terparkir di tepi jalan. Entahlah, dia tidak tahu apa yang ada di kepala Jose.
Jose keluar dari mobilnya. Dia berkata, "Pergilah, aku akan pulang bersamanya."
Drake mengangguk dan pergi meninggalkan Jose. Mobil Rolls Royce itu pergi menjauhinya.
Jose menarik napasnya dalam dan membuangnya kasar. Hanya pencahayaan remang-remang dari lampu jalan yang meneranginya. Dia memejamkan matanya sejenak sebelum membuka pintu mobil Giselle.
Pintu mobil terbuka, menampakkan Giselle yang sudah tertidur karena mabuk. Jose langsung membopongnya dan memindahkannya ke kursi di samping kemudi. Setelah itu, Jose langsung mengendarai mobil sport Giselle menuju pusat kota.
Jose tidak peduli betapa lelahnya dia. Setelah pesta berakhir, dia bahkan belum istirahat dan sebentar lagi matahari akan terbit. Mungkin, dia akan mengambil cuti untuk beristirahat.
~o0o~
Giselle terbangun karena suara berisik dari luar. Dia memegang kepalnya yang terasa sangat berat. Bahkan, matanya sulit untuk dibuka pagi ini.
Saat Giselle membuka matanya, semua terlihat asing di pandangannya. Dia merasa di tempat yang asing sekarang. Dia menggeser tubuhnya untuk bangun dari tidurnya.
"Sial!" Dia mengumpat saat melihat tubuhnya hanya dibalut oleh pakaian dalam, kebiasaan buruk saat dirinya sedang mabuk. Sungguh, dia sama sekali tidak ingat apa yang terjadi sampai malam. Dia hanya ingat, terakhir kali Felix memberitahunya tentang Jose yang terus mengikutinya.
Segera, Giselle mengemasi pakaiannya dan mengenakannya dalam hitungan detik saja. Dia tidak mempedulikan penampilannya yang acak-acakan.
Giselle keluar dari kamar hendak langsung pergi ke kantor. Namun, suara seseorang dari arah pantry menghentikan langkahnya.
"Begitukah caramu berpamitan, Nona Barclay," sapa Jose.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Giselle to the point. Dia tidak ingin berlama-lama disini dan menghabiskan waktu berharganya untuk lelaki di depannya ini.
Jose menyunggingkan senyumannya. Sikap Giselle benar-benar ajaib. Entah apa yang membuat perempuan itu begitu angkuh, bahkan hanya untuk sekedar mengucapkan 'terima kasih'. Padahal jika bukan dirinya, siapa lagi yang akan menolongnya. Jose juga tidak bisa memastikan jika seorang penjahat yang menemukan Giselle malam tadi.
"Duduklah, aku membuatkan sup untukmu." Jose menunjuk mangkok berisi sup di depannya.
"Aku tidak menambahkan racun ataupun sedang membujukmu untuk berdamai denganku," tambahnya.
Giselle tersenyum sinis dan membuang muka ke arah lain. Dia berkata, "Katakan saja, apa maumu? Aku tidak punya banyak waktu dan harus segera berangkat kerja. Kamu mau uang? Katakan, berapa yang kau inginkan?"
Jose menarik napasnya, dia menghentikan aktivitas makannya. Apa Giselle sekeras ini? Bahkan, hanya untuk sekedar makan. Pikir Jose.
"Duduk dan makan, hanya itu. Setelah makan, kau boleh pergi," pinta Jose, dia menaikkan pandangannya menatap wajah Giselle yang terlihat masih berpikir.
setelah berpikir cukup lama, Gisele memutuskan untuk ikut makan bersama Jose. dia duduk di depan Jose, memakan sup yang ada di depan pria itu dengan sangat lahap. Sudah sangat lama dia tidak menikmati makanan rumahan. Lebih tepatnya, setelah dia menyadari diperlakukan dengan tidak adil dengan Natalie.
Jose tersenyum tipis saat melihat Giselle makan layaknya anak kecil yang kelaparan.
"Aku selesai. Thanks for breakfast." Giselle langsung beranjak dari tempatnya duduk. Ia langsung pergi dari hadapan Jose. Masih ada urusan penting lain yang harus dilakukan, dibandingkan harus berbicara dengan pria pembohong seperi Jose.
"Oke," balas Jose sembari tersenyum.
Giselle keluar dari ruang apartment itu. Dia mengambil ponselnya dan menekan nomor Felix, lalu menempelkan benda persegi panjang itu ke telinganya.
"Pastikan semua berjalan dengan lancar."
Setelah drama pagi ini--bermalam di apartment Jose, akhirnya sekarang Giselle telah berpakaian rapi. Dia bersiap menuju cafe untuk bertemu dengan teman-temannya. Ada hal penting yang harus mereka bicarakan siang ini. "Tidak ada jadwal penting siang ini, kan?" tanya Giselle sembari video call dengan asistennya di perusahaan ayahnya. Dia terlalu sibuk untuk berdandan dan memastikan tidak ada kekurangan di wajahnya. "Tidak ada, nona. Untuk hari ini, kau tidak perlu datang ke perusahaan. Dokumen penting yang harus kau baca untuk meeting besok, akan saya kirimkan ke surel nona." "Okay." Giselle mengangguk dan tersenyum tipis sebelum mematikan sambungan teleponnya dengan Cassandra. Giselle kembali menekan layar ponselnya, menekan nama F
Giselle sampai di pesta perayaan satu tahun pernikahan sahabatnya. Tidak sendiri, Giselle selalu ditemani oleh Felix. Entah dimana pria itu berada, yang terpenting Felix akan selalu menjadi bayangannya. "Hai," sapa Giselle duduk di salah satu meja tamu. Mereka yang duduk di meja itu adalah teman akrab Giselle, walaupun hanya beberapa orang saja, tetapi pertemanan mereka sudah terjalin cukup malam. "Lihatlah dirimu, kau bahkan seperti seorang bintang malam ini," puji salah satu diantara mereka. "I'm sorry. Aku tidak bisa hadir makan siang tadi. Jadi, bagaimana? Kalian memutuskan untuk membeli kado apa untuk Natasha?" tanya Giselle mengabsen setiap wajah teman-temannya. "Kami memutuskan untuk memberikan kalung berliontin berlian dar
Aksi balapan pun terjadi. Felix mengendarai mobil Giselle dengan kecepatan tinggi, tetapi mobil dibelakang sana masih saja mampu mengejarnya. Persimpangan demi persimpangan terlewati dan mereka masih saling mengejar. "Ambil jalan berlawanan arah," seru Giselle. Felix menoleh pada Giselle. Dia mengernyitkan dahinya tidak percaya dengan ucapan Giselle. Dia berkata, " Kau gila?" "Tidak ada cara lain!" Giselle sedikit meninggikan suaranya supaya Felix cepat mengambil keputusan. Felix mengambil jalur yang berlawanan dari arah mobilnya. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga membuat jalanan menjadi kacau. Sedangkan Jo
Mobil sport berwarna hitam itu terparkir sembarangan di halaman luas kediaman Keluarga Barclay. Giselle Barclay---si pemilik mobil itu keluar dengan pakaian serba hitam kesukaannya. Kaki jenjangnya melangkah dengan anggun menuju istana yang terbuka lebar di depan sana. Giselle mengukir smirk di wajah cantiknya saat melihat banyak mobil yang terparkir rapi di halaman rumahnya, menandakan banyak tamu undangan yang datang malam ini. Pesta pertunangan sang kakak---Natalie Barclay digelar dengan sangat mewah di taman belakang rumah. Semua dekorasi bernilai ratusan ribu dollar sudah disiapkan jauh-jauh hari supaya hari ini berjalan dengan sempurna. Beberapa pelayan yang bertugas menyambut tamu menunduk hormat pada Giselle. Tidak hanya satu, mereka berjumlah belasan yang berbaris di depan pintu utama.
Giselle menatap pria bertubuh kekar itu keluar dari ruangannya. Membiarkan Jose pergi begitu saja. Merasa direndahkan dengan kalimat terakhirnya, Giselle membuang muka merasa kesal. Dia berucap,"Cih! Jangan bertingkah seperti kau tahu semuanya, berengsek!" ~o0o~ Tidak membutuhkan waktu yang lama, Giselle keluar dari kamarnya dengan gaun berwarna silver dengan atasan yang terbuka dan potongan yang tinggi di bagian bawah. Rambut panjang yang sengaja dia kuncir membuat pundak mulus dan leher jenjangnya terlihat begitu menggoda. Riasan wajah yang tipis dan pewarna bibir berwarna merah mempercantik wajah kecilnya. Giselle sudah siap untuk menghipnotis siapapun yang menoleh padanya. Giselle menuruni tangga dan melangkahkan kakinya menuju taman belakang. Setiap mata yang menoleh padanya ak
Sebuah seringai hadir di wajah cantik Giselle saat melihat wajah Selena yang memerah. Wanita yang dia panggil 'ibu' itu hanya tersenyum simpul dan menatap Giselle marah. "Seperti itukah caramu berbicara dengan ibumu, Giselle?" tukas Natalie membela. Entah apa yang terjadi antara adiknya dan juga sang ibu sehingga hubungan meraka kian memburuk. "Aku tidak memaksa kalian untuk percaya ... Aku pergi." Giselle pergi dari ruang tamu. Dia terlalu malas berdebat dengan orang-orang di rumah. "Giselle!" teriak Selena memanggil. "Aku tidak tahu, apa yang salah dengan diriku, sehingga Giselle bersikap seperti itu sekarang." Raut frustasi itu berhasil membuat orang yang berada di ruang tamu simpati kepada Selena. Jika setiap mata merasa iba pada Selena, berbeda dengan Jose yang merasa ditantang dengan sikap Giselle yang sangat luar biasa itu. Gadis cantik dengan kehidupan yang sempurna itu lebih suka menghabiskan waktunya diluar dibandingkan duduk manis d
Felix Anthony, pria yang sedang bekerja sebagai bartender itu tersenyum pada Giselle. Sudah lama dirinya tidak berjumpa dengan sosok cantik dan sombong, Giselle Barclay. Walaupun, sering berkomunikasi lewat telepon, mereka sangat jarang bisa bertemu secara langsung, karena tugas Felix selalu mengawasi Giselle dibalik komputernya. "Surprise, senang bertemu denganmu lagi," ucap Felix penuh semangat. Wajah yang tadinya datar tanpa ekspresi berganti dengan wajah keterkejutan. Lebih tepatnya, terkejut karena Giselle tidak menyangka akan bertemu sahabatnya ini di tempat seperti ini. "Akhirnya, kau keluar, Felix. Senang bertemu denganmu." Giselle menyunggingkan senyumannya. Mencoba menetralkan mimik wajahnya, supaya tidak menarik perhatian orang lain. "Segelas vodka kesukaanmu." Felix menyodorkan segelas kecil minuman kesukaan Giselle. Giselle mengambilnya dan meneguk cepat minuman itu. Ia memejamkan matanya saat minuman keras itu membasahi kerongkon