Beranda / Romansa / The Essence of Love / Izinkan Aku Pergi

Share

The Essence of Love
The Essence of Love
Penulis: Kinantitha

Izinkan Aku Pergi

Penulis: Kinantitha
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-01 13:00:23

   Hamparan sawah hijau membentang luas dengan begitu indah, kicauan burung pengganggu serupa musik penenang jiwa yang tengah di rundung gelisah. Seorang gadis berkulit kuning langsat dengan rambut ekor kuda yang masing-masing di jalin menyerupai kepang. Khas gaya anak desa.

    Wajahnya menekuk, padahal hari begitu cerah ... udara juga terasa begitu menyenangkan, tak begitu terik, namun tak juga hujan ... seperti mendung dengan angin sejuk yang bertiup sepoi-sepoi memanjakan kulit.

   Ananditha, gadis desa berusia sembilan belas tahun, yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di tingkat sekolah menengah atas beberapa hari lalu. Lulus dengan predikat sebagai siswi terbaik, tak lantas membuat jalan menuju kesuksesannya mudah seperti membalikkan telapak tangan.

   Ayahnya telah tiada sejak usianya masih duduk di bangku taman kanak-kanak ... sebuah kecelakaan kerja merenggut paksa nyawa pria yang menjadi tulang punggung keluarganya kala itu. Tanpa ada pesangon atau sumbangan duka cita, sang ayah tak meninggalkan warisan apapun, selain hutang yang harus menjadi beban sang ibu di kemudian hari setelah kepergiannya yang mendadak dan tanpa pertanda apapun jua.

   Ananditha, si gadis manis bermata coklat ... adalah gadis baik hati nan penurut. Tutur katanya yang lembut, dan keramahan yang dimilikinya, membuat seorang Ananditha si gadis yatim ... cukup menjadi salah satu gadis yang di idolakan oleh para perjaka, dan calon menantu idaman bagi para orang tua di kampungnya.

   "Itu kenapa wajah kamu kusut banget?" seru Atika, salah seorang teman dekat Ananditha.


  "Sebenarnya aku ingin pergi kerja, tapi ibu tidak mengizinkan ...." keluh Ananditha.

  "Kemana?"

  "Kota, ingin mencari pengalaman ... mencari kehidupan baru," Ananditha menerangkan harapannya.

   "Mau kerja apa?"

   "Apa saja, asal halal ...."

   "Sepupuku bilang, kota itu jahat ... dia dulu pernah kerja di kota, bukannya pulang bawa harta, malah bawa anak," papar Atika.

   "Anak kan juga harta ...." balas Ananditha polos.

   "Tssk, bukan harta yang begitu juga yang dia inginkan An ... tapi uang yang banyak," jelas Atika, seolah Ananditha benar-benar tak memahami maksudnya.

   Ananditha mengangguk, baginya setiap orang punya takdirnya masing-masing. Apa yang di dapatkan Atika belum tentu juga ia dapatkan, sebaliknya pun begitu apa yang Ananditha miliki, belum tentu Atika memilikinya.


   "Aku beneran ingin coba merubah nasib di kota," cicitnya lirih. Sebagian keyakinannya kembali pupus melihat pertentangan sang ibu yang begitu keras, tak mengizinkannya keluar dari desa tempat tinggal mereka.

  "Kalau kamu pergi, lantas simbok sama siapa?" tanya Atika menyadarkan keegoisan Anandita.

  "Bi Rasmi, Kang Hasto ... mereka kan ada, tinggal tidak jauh dari rumahku,"

  "Tapi kan mereka punya kehidupannya sendiri, punya keluarga ...," protes Atika mengingatkan

  "Simbok kan tetehnya," Ananditha masih terus bersikeras.

  "Terserah lah, ada-ada saja ...," pasrah Atika.

   Bagi Atika kehidupan di desa adalah kehidupan paling ideal dan nyaman, namun tidak dengan pikiran bebas Anandita yang ingin mencicipi dunia luar, selain zona aman di sisi sang ibu.

  *****

   Ketika malam telah bergayut mesra di atas awan, berteman pendar cahaya bulan dan kerlip bintang-bintang. Ananditha tengah berpikir keras merangkai kata rayu, untuk di utarakan pada sang ibu. Sekali lagi dengan tekad kuat, Ananditha ingin pergi meninggalkan desa, menemukan kesuksesan di kota, tempat yang di bayangkan begitu menggoda, begitu indah di televisi yang selalu ia lihat dalam sinetron-sinetron yang di tontonnya.

  "Bu ...," panggil Anan pelan. Masih ada ragu, takut dan bingung ... dirinya harus mulai dari mana?

  "Hmm ...,"

  "Anan ... Anan ... hmmm."

  "Kalau kamu mau minta pergi ke kota, ibu melarang Nan," ucap sang ibu menyela ucapan Ananditha. "Kota itu kejam, kamu anak perempuan ibu satu-satunya."

   Ananditha hening, kembali mencoba berpikir cara apa yang dapat membuat sang ibu luluh hati, hingga memberikan izin untuk pergi.

    Belum usai pikirannya melanglang buana, sebuah deru suara motor menghampiri halaman pekarangan rumahnya. Membuat rencana Ananditha buyar seketika. 

   "Siapa itu? Coba kamu lihat," perintah sang ibu yang masih sibuk dengan kedelai di nampannya.

   Ananditha beranjak dari duduknya, melaksanakan perintah sang ibu, guna mengetahui siapa gerangan tamu yang datang di malam hari seperti ini.

   Dari balik tirai jendela, Ananditha memindai pria bertubuh tambun dengan jaket hitam yang tak asing baginya, "Kang Hasto," gumam Ananditha.


  "Assalamu'alaikum ... punten," seru Kang Hasto yang tak menyadari kehadirannya telah di ketahui oleh pemilik rumah.


   "Waalaikum salam," balas Ananditha seraya membukakan pintu untuk sepupunya itu. "Kang Hasto ternyata ... ada apa malam-malam begini?" tanya Ananditha langsung, tak mampu menahan rasa penasarannya.

    "Aku ya di suruh masuk dulu, duduk, di buatin teh anget dong Nan," protes Hasto dengan mimik wajahanya yang di buat se nelangsa mungkin.


    "Hehe ... penasaran aku Kang," kikuk Ananditha. "Sebentar ya, duduk Kang,"

    Ananditha berbalik, berjalan ke dapur kembali menemui sang ibu ... memberitahu kehadiran Hasto sekaligus menyiapkan teh dan kudapan yang kebetulan masih ada, sisa jualan hari sore tadi.

   "Siapa?" tanya sang ibu, tanpa memalingkan pandangannya ke Anan, yang mulai sibuk memasak air panas, untuk menyeduh tehnya.

  "Kang Hasto."

 

   Sontak sang ibu menghentikan pekerjaannya menyortir kedelai untuk dibuatnya menjadi tempe atau tepung dan di jual kembali esok atau lusa.

   "Ada apa katanya?" tanya ibu cemas. Ada gurat ketakutan di sana.

   Ananditha mengedikkan bahunya, sembari memindai ekspresi wajah ibu yang semakin bingung, "Anan gak tahu bu."

   Ibu beranjak dari duduknya, berjalan dengan sedikit tergesa untuk dapat segera tiba dan mendapar informasi apa yang Harso bawa, menuntaskan rasa penasarannya segera.

  "Has ...," panggil ibu.

   "Bi ...," balas Kang Hasto, sembari menggamit tangan ibu lalu menciumnya.

   "Abdi di suruh ambu ke sini,"

   "Ada apa?" Jawab ibu lagi. Belum melepaskan wajah penasarannya.

   "Ambu jatuh di kamar mandi karena darah rendahnya kambuh ...."


    "Dimana?" Kecemasan semakin terpancar di wajah tuanya.

    "Di rumah majikannya, di kota." Terang Hasto tertunduk. Wajahnya seketika muram.

    "Lalu, mengapa dia tidak pulang saja?" kembali dengan kebingungan ibu terus bertanya, mencecar jawaban atas kabar berita yang di bawa Hasto.

    "Belum ada yang menggantikan tugas ibu di sana ...."

    "Lalu?"


   "Abdi ke sini, berniat menanyakan apakah Ananditha bersedia menggantikan ibu di sana?" ungkap Hasto ragu, melihat mimik wajah sang bibi yang mendadak berubah tak suka.

    Ibu tak bergeming, tatapan mata tuanya memindai Hasto dengan rasa campur aduk, ia khawatir pada adiknya di sana, namun juga tak mungkin merelakan Ananditha pergi meninggalkannya.

   "Anan, tidak akan kemana-mana. Sawahku cukup untuk makan kami, dan bertahan hidup di sini, tak perlu bekerja jauh ke kota," terang ibu tegas.


    Hasto mengangguk, dirinya tahu ini tidak akan mudah ... dia mengenal betul watak keras Bi Ranty, adik dari ambunya ini.

   "Apa majikan Teh Ratna tak mengizinkannya kembali, tanpa pengganti? tanya ibu tak suka.

    Hasto menggeleng, "Ambu bilang majikannya begitu baik, sehingga ia tak tega meninggalkannya tanpa pengganti yang di rasa pantas dan mampu menggantikannya," tutur Hasto menerangkan seperti apa yang ibunya jelaskan.

    Ananditha datang menghidangkan teh dan kudapan berupa kue-kue basah yang biasa ia jual dan titipkan di beberapa warung sekitar dusunnya, sebagai mata pencaharian tambahan, selain hasil sawah milik ibunya.


    "Bu, izinkan aku pergi ya ...."

Bab terkait

  • The Essence of Love   Hello City World

    "Bu, izinkan aku pergi ya," rengek Ananditha dengan mata berkaca-kaca. Ranty melihat Ananditha dengan tatapan dingin menusuk, membuat nyali Ananditha ciut, tak berani melanjutkan aksinya. "Ambu tidak mungkin memberikan pekerjaan yang buruk pada Anan, Bi." seru Hasto meyakinkan Ranty kembali. Masih dengan wajah yang di tekuk tidak suka, Ranty kini memandang Hasto dengan tatapan tidak suka. "Apa yang dapat menjamin keselamatan Ananditha di sana?" tanya Ranty dingin. "Siapa yang akan bertanggung jawab pada keselamatan putriku, yang hanya satu-satunya ini?" lagi dengan ketus Ranty melontarkan tanya yang masih di tanggapi hening oleh kedua lawan bicaranya itu. Hanya suara jangkrik, dan belaian angin malam yang kini membersamai keheningan tiga anak manusia beda generasi itu. Sebelum akhirnya sesaat kemudian, Anan bersimpuh di hadapan sang ibu, memohon dengan amat sangat untuk melulu

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-03
  • The Essence of Love   Perjalanan Pertama

    Flashback on Malam itu setelah Ananditha masuk ke dalam kamarnya, Ranty meminta Hasto menelpon Ratna, adiknya. Ranty meminta Ratna menjelaskan segalanya, demi jaminan keselamatan Ananditha, putri semata wayangnya. "Aman Ty, Anan akan baik-baik saja di sini ... majikanku baik banget, dan jarang di rumah, pekerjaannya juga gak berat," terang Ratna dari sebrang sambungan telepon itu. "Kamu tahu Teh, Anan belum pernah pergi jauh dariku, siapa di sana yang akan menjaganya?" tanya Ranty masih ragu. "Anan tidak bekerja sendiri Ty, di sini ada banyak pekerja ... dan mereka semua adalah teman yang baik untuk Anan," "Majikanmu, laki-laki, atau perempuan? Sudah berkeluarga atau belum?" "Laki-laki muda Ty, dia pengusaha sukses, bisnisnya di mana-mana ... sering keluar negeri, jarang ada di rumah." "Baiklah, aku percaya ... akan aku bicarakan dangan Hasto

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-03
  • The Essence of Love   Hi Boss

    Empat jam perjalanan ... tidak membuat seorang Ananditha terlihat kelelahan, masih dengan penuh semangat gadis belia tersebut melangkah, memasuki pintu gerbang yang berukuran sangat besar itu, tingginya mungkin lima kali dari tinggi badannya."Ini rumahnya Kang?" tanya Anan kagum. Pasalnya, di kampung tempat Anan tinggal tidak ada satupun yang memiliki rumah sebesar ini, meskioun dia seorang juragan kebun teh. Hasto mengangguk, "Iya, ini rumah majikan Ambu.""Lebih mirip istana, daripada rumah." "Berdoa, siapa tahu kamu besok punya rumah seperti ini Nan," ucap Hasto menggoda sepupunya itu"Mimpi!" seru Ananditha, mengundang gelak tawa Hasto dan dirinya bersamaan. Seorang berseragam security terlihat bersiaga tepat di dekat pos penjagaannya. "Pak Wardi!" panggil Hasto yang sepertinya sudah mengenal pria bertubuh tinggi dan gagah dengan kumis tebal. Seseorang bernama W

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-06
  • The Essence of Love   Perkenalan

    Malam kian larut, di sudut rumah besar tersebut terdapat sebuah jam besar berdiri kokoh, dengan suara dentangan yang membahana di seluruh ruangan pada waktu-waktu tertentu, seperti beberapa menit yang lalu. Ananditha masih terjaga, majikan tampan tempatnya akan mengabdi sejak hari ini belum juga terlihat batang hidung bangirnya yang sempat menggoda iman Ananditha siang tadi. Sedangkan, jarum jam sudah menunjukkan pukul 23:10 waktu Indonesia bagian barat. Sebuah novel romance menjadi teman Anan, menanti kepulangan seorang Xavier malam ini. Seperti pesan bi Ratna sebelum kembali ke kampung halamannya bersama Hasto sore tadi. Anan harus berjaga hingga sang majikan masuk ke dalam kamarnya dan memastikan segala kebutuhannya telah terpenuhi, tanpa ada kurang. Sebab, ini adalah hari pertamanya bekerja di sini. Sebuah derap langkah sepatu yang bertumburan dengan lantai marmer samar-samar mulai mendekat, bersamaan dengan lampu ruang tamy

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-06
  • The Essence of Love   Perkenalan (2)

    "Aku suka kopi buatanmu malam ini, aku harap kau stabil meraciknya," pesan Xavier saat langkah Anan tersisa beberapa langkah lagi saja untuk segera keluar dari kamarnya. Anan kembali membalikkan tubuhnya, mengangguk, seraya memegangi jantungnya yang nyaris terlepas dari tempatnya, sebab keterkejutan yang di dapati dari suara bariton yang tanoa aba-aba tersebut. "Baik Tuan, saya pamit." balas Anan sopan. Sesampainya di dalam kamar Ananditha tak dapat tidur, padahal kasur di sini lebih bagus dan empuk di bandingkan dengan tempat tidur yang biasa ia tempati sebagai peraduan mimpi di rumahnya. Kata-kata "besok aku akan aku akan berkenalan lebuh lanjut" yang Xavier ucapkan tadi, menjadi momok tersendiri baginya. Dalam bayangannya entah apa yang akan dilakukan oleh Tuan muda itu esok padanya. Kembali Anan merindukan sang ibu, malam ini meruoakan malam oertama baginya t

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-07
  • The Essence of Love   The Beautiful Housemaid

    "Duduk!" perintah Xavier ketus membuat jantung Anan kembali ngilu, karena ritmenya yang kencang dan tidak beraturan. Ananditha patuh, dengan penuh kehati-hatian dirinya duduk di sebuah sofa berwarna maroon berbahan bludru yang begitu lembut, empuk dan sangat nyaman. Dengan penuh perhatian Xavier memindai pelayan pribadinya ini. Sangat berbeda dengan sang bibi ya yang telah berusia lanjut, Xavier justru merasa kedepannya, bukan Anan yang akan melayaninya, melainkan Xavierlah yang akan melayani Anan. "Cantik!" batin Xavier dalam hati. Sebuah senyum smirk tercetak sempurna di bibir Xavier, melihat betapa kikuknya Anan yang seperti di penjara berada dalam ruangan kerja mewah tersebut. "Salam kenal, nona Ananditha," sapa Derryl ramah, penuh senyum. "Saya Derryl Antoni, sekretaris pribadi, Tuan muda Xavier," terang Derryl masih dengan senyum menawan. Ananditha menyambut uluran t

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-08
  • The Essence of Love   Tidur di Sini

    Hari ini tidak ada agenda Xavier makan siang di rumah seperti kemarin, bahkan menurut jadwal yang sekretaris Derryl sampaikan, Xavier akan kembali setelah makan malam. Sekitar pukul sepuluh malam. Dengan santai, Ananditha melakukan aktivitas membersihkan kamar Xavier, tanpa merubah tata letak barang-barang yang ada di sana. Hanya sekedar menjauhkan debu dan merapikan. Tanpa membuang selembarpun kertas yang ada di sana. Begitu pesannya. Sambil sesekali mengambil foto dengan beraneka gaya di beberapa sudut kamar Xavier. Ananditha begitu polos, tanpa menyadari CCTV yang terpasang di dalam kamar tersebut. Ananditha bersenandung dan menari gembira, gadis belia yang pada dasarnya memiliki sifat periang, ceria dan manja ini, begitu menikmati tugasnya hari ini, tanpa merasa terintimidasi oleh tatapan sang bos yang seringkali membuat bulu halus di tengkuknya meremang, ngeri. Di lain tempat, Xavier dengan senyu

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-10
  • The Essence of Love   Dream

    "Apa? ... ti-tidur di sini?" beo Anan tidak menyangka Xavier akan memberikan perintah seperti itu. Xavier mengangguk dan tidak mengulang perintahnya, seraya berbalik arah kembali pada tujuan awalnya untuk membersihkan tubuhnya yang lengket akibat peluh. Sementara itu Anan yang di tinggalkan Xavier begitu saja, merasa kikuk, bingung ... "Perintah macam apa ini?" batin Anan Butuh waktu sekian menit untuk Anan kembali pada kesadarannya. Melangkah keluar kamar, menuju dapur menyampaikan pesan Tuan muda-nya. Setelahnya Anan tidak langsung kembali ke kamar Xavier seperti yang diperintahkansang majikn tersebut. Anan justru kembali ke kamarnya, berdiam di atas kasurnya. Memganggap perintah bos-nya kali ini hanyalah gurauan. Hingga tak selang beberapa menit kemudian ponsel Anan berdering, sebuah nama yang tidak asing muncul di layar bemda pipih tersebut dan memacu detak jantungngya hingga berdebar

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-12

Bab terbaru

  • The Essence of Love   Aurora Bella

    Flashblack on Aurora Bella adalah putri tunggal dari Tommy Hans, seorang pengusaha tambang, yang berasal dari Inggris. Kenyataan yang selalu membuat Bella menjadi seorang antagonis, adalah ia terlahir dari seorang wanita Tionghoa, asli Pontianak, yang sempat menjadi sekretaris pribadi ayahnya tiga puluh tahun lalu. Hubungan percintaan keduanya berjalan begitu serius, masa-masa percintaan muda Tommy, dan Eunly, ibu kandung Bella, terbilang sangat romantis. Kisah cinta indah, khas remaja pada umumnya. Hingga suatu hari, sebuah berita yang tiba-tiba datang dari keluarga Tommy, di benua biru. Mengharuskan Tommy, kembali ke Negaranya dalam waktu singkat. Saat itu Eulyn, sedang mengandung anak, dari buah cintanya dan Tommy. Meski mereka secara agama, dan negara belum terikat dalam ikatan pernikahan. Tommy kembali ke Inggris, seorang diri ... memenuhi panggilan keluarga besarnya, yangvterny

  • The Essence of Love   Terpesona

    Rossa sang pemilik butik, yang juga merupakan anggota sosialita dalam grup kumpulan wanita-wanita kaya raya ibukota itu datang menghampiri Ellena. "Long time no see," seru Rossa, seraya memeluk Ellena. "So miss you," balas Ellena, dalam pelukan. Untuk beberapa saat mereka saling melepas kerinduan, dan bertukar kabar. Hingga beberapa saat setelahnya, suara Bella kembali menginterupsinya. "Tante Rossa," sapa Bella ramah, dan anggun. "Hallo, Cantik ... senang bertemu kembali," balas Rossa tidak kalah hangat. "Sepertinya, kau membawa pasukan hari ini Ellen," ucap Rossa berseloroh. Di sambut tawa-tawa kecil Ellena dan Bella. Xavier sedang memindai seluruh sudut ruangan butik tersebut, mencari model yang pas dengan tubuh kecil Anan, saat pandangan Rossa tertuju padanya. "Xavier, aku rasa tadi malam, aku tidak bermimpi kejatuhan bintang, lantas apa yang membu

  • The Essence of Love   Shopping Together (2)

    "Bruuk! oops ... Maaf ...," seru Anan panik. Rasa kagumnya ternyata membawanya pada masalah baru kini. "Aaasssh ...," desah suara geram sesorang yang Anan tabrak. Anan masih belum berani mengangkat wajahnya, berulang kali kepalanya menunduk, memohon maaf, atas kecerobohannya. Baju Anan juga sebagian menjadi basah, karena tumpahan soda milik korban yang ditabraknya. "Hai! ... kalau jalan pake mata dong," bentak wanita yang Anan tabrak. Anan gugup, ketakutan ... hingga sesaat kemudian suara Xavier datang, "Bella?" tegur Xavier. Bella tertegun, tidak menyangka Xavier ada di pusat perbelanjaan terbuka seperti ini. "Vier?" Bella kembali menyapa Xavier, ragu. "Sedang apa di sini?" tanya Bella, menuntaskan rasa penasarannya. "Menurutmu?" bukannya menjawab, Xavier justru balik bertanya pada Bella. Bella mengedikkan bahunya, selama mengenal Xavier 22 t

  • The Essence of Love   Shopping Together

    Ellena terus saja memperhatikan cara Anan melayani setiap permintaan Xavier, mulai dari mengeringkan rambut, memilih pakaian santai yang akan digunakan hari ini, hingga meminta membuatkannya nasi goreng kambing spesial khas buatan Anan. "Apa Mommy tidak punya kerjaan lain, selain menungguiku di sini?" tanya Xavier, sinis. "Aku hanya merindukan anakku," balas Ellena, tak kalah datar. "Hugh ... terima kasih," Xavier mendengus. "Anan, pergilah mandi sebelum kau menyiapkan sarapan untuk anakku," perintah Ellena yang kembali mematung, di samping putranya. Anan seketika melemparkan pandangannya bergantian ke arah Ellena dan Xavier. Pasalnya Xavier mengatakan padanya berulang kali bahwa hanya perintah Xavier saja yang harus didengar, bukan yang lain. "Pergilah An ..., segera bersihkan tubuhmu, dan siapkan sarapan yang ku minta, aku akan menunggu di ruang makan," kali ini suara Xavier yang mem

  • The Essence of Love   Sidak Ellena

    Pagi menyongsong, menggantikan pekat malam berhias bulan dan bintang yang tidak akan pernah Anan lupakan, dengan cahaya matahari yang samar mulai mengintip dari balik jendela bertirai hitam tersebut. Anan mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya benar-benar sadar dari mimpi indahnya yang singgah dalam tidur lelapnya tadi malam. Aroma mint segar bercampur dengan hangatnya hembusan napas seseorang yang sangat Anan kenal, menjadi alarm pertama yang membuat Anan segera tersadar dari kantuknya. Seketika Anan memalingkan wajahnya yang kini menghangat, dan pasti bersemu merah menahan kegugupan. Hingga detik selanjutnya sepasang netra berwarna gelap itu bersirobok dengan netranya. Bersua dalam tatapan yang entah mengapa membuat keduanya merasa begitu mendamba satu sama lain. Perlahan Xavier menyentuh bibir merah delima milik Anan, tanpa aba-aba dan membiarkan Anan sadar dari kekagumannya pada sosok pria tampan y

  • The Essence of Love   Dinner

    Pada akhirnya hari ini Xavier tidak kembali ke kantornya setelah sedikit ketegangan yang terjadi anatara sirinya dan sang ibu. Xavier memutuskan untuk mengerjakan tugasnya dari kamarnya ditemani Anan sepanjang hari. "Tuan, malam ini Anda ingin makan apa?" suara Anan, lembut bertanya. "Menurutmu, makanan apa yang layak untuk aku makan?" Xavier kembali memberi pertanyaan, bukan malah menjawab. "Haiss ... manalah aku tahu, kalau aku tahu ... justru aku tidak akan bertanya? Apa kubuatkan saja sup batu, agar sesegera mungkin kau berubah menjadi batu," runtuk Anan dalam hati. "Jangan berusaha memberiku makanan yang aneh-aneh Ananditha," tegur Xavier. Anan kembali di buat tertegun, pasalnya bukan sekali dua kali Xavier bisa tahu isi pikirannya. "Apa dia benar memiliki indera keenam?" "Buatkan aku kopi, dan beef toast seperti tadi siang," perintah Xavier, lagi. "Tapi ..

  • The Essence of Love   Jangan Terlalu Dekat

    Seperti yang Xavier katakan tadi malam, Nyonya Ellena akan tiba di rumah hari ini. Dan tepat saja, pagi ini ... ya pagi! Matahari belum terlalu tinggi dan terik ketika wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat begitu cantik itu, datang dengan derap langkahnya yang berbunyi indah bak melodi pada tuts piano yang dihasilkan dari tumburan antara steleto dan lantai marmer rumah mewah ini, membuat semua penghuni rumah yang hanya terdiri dari para pelayan memberi salam ramah kepadanya. Jam besar di sudut rumah kembali berdentang sebanyak sepuluh kali dengan gema yang begitu padu. Anan berdiri di depan kamar Xavier, sebelum beeangkat ke kantornya pagi ini, pria diktator itu telah berpesan kepadanya dan juga Bi Surti agar Ananditha tidak turun ke lantai satu. Penyambutan Anan kepada sang ibu hanya boleh dilakukan dari lantai dua, tepat di depan pintu kamar Xavier yang berhadapan lurus dengan pintu masuk di lantai dasar rumahnya, sehinhga meski dari sana, Anan tetap

  • The Essence of Love   Tetaplah Di Sini

    Binar mata Anan menyorot dalam atas ucapan yang baru saja Xavier sampaikan, "Apa tuan muda ini sedang menyindirku?" batin Anan penuh prasangka. Anan menggeleng kencang, rasa tak enak hati itu sungguh membuatnya gugup, canggung. "Ti-dak, terima kasih Tuan," balas Anan atas pertanyaan Xavier sesaat lalu. "Apa masih terasa begitu sakit?" kembali Xavier mengutarakan ke khawatirannya. Sekali lagi Anan menggeleng, tanpa suara dan kembali memalingkan pandangannya. "Jangan menjawabku selalu dengan gelengan kepala, urat-urat lehermu bisa saja lelah atau bahkan putus," sinis Xavier seraya beranjak dari tepi ranjang tempat Anan berbaring. Anan kembali memandang majikannya tersebut, dirinya yang terlalu perasa, semakin merasa tak nyaman dengan ucapan-ucapan Xavier. "Aku akan menyelesaikan pekerjaanku di sana, panggil aku jika kau memerlukan bantua

  • The Essence of Love   Pelayan Pribadi

    "Kau yang harusnya keluar dari rumahku Bella! Ananditha bukan tandinganmu." Suara bariton Xavier terdengar begitu dingin bagi siapapun yang mendengarnya. Xavier yang tiba-tiba berdiri tegak menjulang di depan pintu kamarnya itu, datang tanpa aba-aba, membuat Bella dan seluruh penghuni kabar terlihat begitu teekejut dengan kehadiran tuan muda Rhys tersebut. Langkah Xavier terlihat begitu tenang, mendekat ke arah Bella, sebelum akhrinya tubuh athletis nan sempurna itu ikut bersimpuh disamping Anan. Membersihkan buliran keringat dingin yang membasahi dahi Anan dengan sapu tangan yang ia keluarkan dari saku celananya. Sebuah adegan yang membuat Bella semakin murka hingga degub jantungnya bahkan bisa di dengar siapapun yang berdiri dekat dengannya kini. Namun saat ini, nyali Bella tidaklah sebesar keangkuhannya dihadapan Anan beberapa waktu yang lalu. "Sakit?" suara Xavier yang semula mengerikan, kini terdengar begit

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status