Share

Hi Boss

Author: Kinantitha
last update Last Updated: 2021-05-06 21:50:03

  Empat jam perjalanan ... tidak membuat seorang Ananditha terlihat kelelahan, masih dengan penuh semangat gadis belia tersebut melangkah, memasuki pintu gerbang yang berukuran sangat besar itu, tingginya mungkin lima kali dari tinggi badannya.

 "Ini rumahnya Kang?" tanya Anan kagum. Pasalnya, di kampung tempat Anan tinggal tidak ada satupun yang memiliki rumah sebesar ini, meskioun dia seorang juragan kebun teh.

  Hasto mengangguk, "Iya, ini rumah majikan Ambu."

 "Lebih mirip istana, daripada rumah."

 "Berdoa, siapa tahu kamu besok punya rumah seperti ini Nan," ucap Hasto menggoda sepupunya itu

 "Mimpi!" seru Ananditha, mengundang gelak tawa Hasto dan dirinya bersamaan.

  Seorang berseragam security terlihat bersiaga tepat di dekat pos penjagaannya.

  "Pak Wardi!" panggil Hasto yang sepertinya sudah mengenal pria bertubuh tinggi dan gagah dengan kumis tebal.

  Seseorang bernama Wardi itu menoleh, tersenyum sejenak, hingga kemudian berjalan mendekati Anan dan Hasto yang masih menanti di luar pagar, menunggu hingga pintu itu terbuka.

  "Wah, Hasto ... sudah nyampe toh," serunya senang.

  Hasto dan Wardi berpelukan beberapa saat, sebelum akhirnya kembali terurai, seraya bertukar kabar. Sejenak keberadaan Ananditha seolah dianggap bayangan.

  "Sehat kan?"

  "Sehat lah, kamu sendiri apa kabar To, lama tidak pernah berkunjung."

 "Sibuk dengan sawahku pak."

 "Syukurlah, kerja keras ambu ada hasilnya ya," tutur Wardi senang.

  Sejurus pandangan matanya  melihat sosok gadis cantik, berkepang dua, dengan tangan yang sedang menjinjing tas bawaannya, memindai setiap sudut rumah majikannya dengan binar kekaguman yang jelas terpancar.

 "Itu siapa?" tanya Wardi seraya mengedikkan dagunya.

  Hasto menepuk dahinya, "Nan!" panggil Hasto membuat Anan mengalihkan pandangnya ke arah sepupunya itu. "Kenalkan ini Pak Wardi, orang yang selalu menjaga keamanan rumah ini," terang  Hasto.

  Ananditha mengangsurkan tangannya memberi salam hormat  yang di sambut ramah pak Wardi.

  "Oalah, ini pengganti ambu?" serunya sumringah. "Masih muda banget."

  Anan tersenyum. "Iya pak, mohon bantuannya ya," ucap Anan malu-malu.

 "Wah, dengan senang hati nak Anan."

 "Ya sudah! Aku masuk dulu ketemu ambu ya Pak," pamit Hasto mengakhiri sesi perkenalan Anan dan pak Wardi.

  Wardi mengangguk, " Silahkan ... silahkan."

  Langkah Hasto dan Anan kembali berlanjut, dari sisi sebelah kiri rumah tersebut, di temukan sebuah pintu kayu yang ternyata tembus ke area belakang rumah bak istana tersebut.

  Masih dengan decak kagum berulang kali Anan, mengucap pujian kepada Tuhan atas apa yang kini menjadi pemandangan indera penglihatannya. Hingga akhirnya proses pencarian Bi Ratna di rumah tersebut berakhir dengan mendapati sosoknya yang sudah menunggu di sebuah kursi taman dekat dengan kolam renang besar bersama seorang pria tampan berkacamata hitam.

   "Itu mereka," seru Bi Ratna.

   "Maaf Ambu, apa kami terlambat," tanya Hasto canggung.

   "Lima menit lagi!" ucap pria itu tegas.

   "Aah ... maafkan saya Tuan, tadi ban angkutan yang saya tumpangi sempat bocor," terang Hasto masih dengan wajah menunduk.

  "Ya sudah, sekarang Anan. Kamu ke sini," panggil Bi Ratna tergesa. "Perkenalkan dirimu, ini Tuan muda Xavier, dia yang akan menjadi majikanmu."

   Sesaat Ananditha tercengang, seperti bertemu dengan dewa yunani yang begitu sempurna, di hadapannya kini berdiri sosok pria yang begitu tampan tanpa celah. Sempurna!

    Xavier memindai Ananditha dengan senyum smirk khasnya. "Gadis kecil! Seberapa tangguh anak ingusan berkepang kuda ini akan mrnjadi pelayan pribadiku, menggantikan bi Ratna?" cibir Xavier dalam hati.

   "Sampai kapan kamu akan memandangiku?" tanya Xavier dingin, membuat Ananditha tersadar, betapa memalukan ekspresi kagumnya saat ini.

   Bi Ratna yang melihat interaksi keduanya hanya tersenyum diam-diam. "Anan pasti begitu terpesona melihat ketampanan Xavier," gumamnya dalam hati.

  "Hai Boss! Perkenalkan, namaku Ananditha," tutur Anan kaku, memperkenalkan diri.

   Sekali lagi sudut bibir Xavier terangkat sinis, "Bisa-bisanya dia menyapaku dengan kata Hai!" gerutu Xavier dalam hati.

   Anan mengangsurkan tangannya untuk berjabat, namun sayangnya Xavier bukan tipe pria seramah itu untuk menyambut uluran tangan wanita. Apalagi Ananditha baru saja ditemuinya hari ini.

  "Bi Ratna!" panggil Xavier. "Ajarkan dia, segala hal yang harus dikerjakannya. Jangan ada kesalahan, karena aku tidak menyukai segala kekurangan!" perintah Xavier tegas seraya melangkah pergi meninggalkan Bi Ratna, Hasto dan Ananditha tanpa kata pamit lainnya.

   "Huuuh!" dengus Ananditha. "Kata Ibu, majikan Bi Ratna baik?" protes Anan kesal.

  "Tuan Xavier itu memang baik, kamu hanya belum mengenalnya saja," pujuk Ratna.

  "Apanya yang baik? Angkuh begitu ... gak ada manis-manisnya!" rengek Anan lagi.

  "Jadi gimana, kamu mau pulang? tanya Hasto.

   "Masa belum di coba sudah mau pulang?" sahut Bi Ratna

   Ananditha hening sejenak, rasa hatinya mulai gamang, ingin memulai tapi ragu tidak mampu menghadapi sikap dingin, angkuh dan ketus majikan yang di temuinya beberapa menit lalu itu. Namun, bila harus kembali ke kampung, Ibu pasti tidak akan pernah mengizinkannya lagi pergi dengan sejuta alasan apapun.

  "Beneran baik dia, Bi? tanya Ananditha lagi meyakinkan.

  Bi Ratna tersenyum penuh arti. "Kalau dia jahat, Bibi tidak akan akan bekerja di sini lebih dari delapan belas tahun, Nan." terang bi Ratna meyakinkan. "Lihat rumah, dan sawah yang Bibi punya, itu semua pemberian dari keluarga Rhys, gratis, tanpa dipotong gaji."

   Ananditha hening, apa yang bibi katakan ada benarnya, sejak hampir sembilan belas tahun lalu dirinya telah mengabdi dengan keluarga ini, dan seperti yang juga Anan ketahui, rumah bahkan hamparan sawah luas yang dimilikinya tak lain adalah bonus yang majikannya berikan untuk jasa bi Ratna pada keluarga ini.

  "Nyonya Ellena sedang mengurus bisnis di Singapura, pekan depan baru akan kembali, Bibi yakin ia akan sangat menyukaimu," terang Bi Ratna lagi.

  "Jadi bagaimana, Nan?" kembali Hasto bertanya dengan panik. Pasalnya Hasto adalah orang yang diberi amanah oleh Ranty untuk menjaga Anan dan tidak boleh memaksanya bila Anan berubah pikiran di tengah jalan seperti saat ini.

   Hasto melihat dengan jelas bias keraguan dari bola mata cokelat indah milik Ananditha, membuat dirinya ketar-ketir untuk meninggalkan Anan sendiri di sini.

   "Ayo kita masuk dulu, akan Bibi buatkan minuman segar, dan makanlah beberapa kue enak di dalam," ajak Ratna, mencoba mencairkan suasana. "Hasto, tolong bantu ambu berdiri, kaki ambu masih belum benar-benar bisa berjalan dengan baik," pinta Ratna.

   Hasto bergegas membantu sang ibu berdiri, dan memapah langkahnya menuju dapur bersih, tempat makanan dan minuman menyegarkan itu berada, diikuti langkah Anan yang terlihat tidak bersemangat seperti sebelumnya.

   "Nan," tegur Ratna. "Ayo, nanti kalau kamu juga ingin ikut pulang, ya gak apa-apa. Bibi bisa maklum," ujarnya lagi mencoba menenangkan Ananditha yang terlihat semakin kusut.

   Anan mengangguk, mempercepat langkahnya.

*****

  "Mana agendaku?" tanya Xavier pada Derryl yang sudah siap di balik kemudi.

  "Sudah saya atur ulang di dalam Tuan," jawab Derryl seraya menyerahkan sebuah ipad mini kepada bos galaknya itu.

  "Aakh, semua ini hanya karena aku harus menunggu bocah ingusan itu," gerutu Xavier kesal.

      "Apa pengganti, Bibi Ratna sudah datang, Tuan?" tanya Derryl tidak kalah penasaran.

      "Hmm ... dan kau tahu Der, dia masih sangat muda, ingusan dan bau kencur!" papar Xavier tidak suka.

Related chapters

  • The Essence of Love   Perkenalan

    Malam kian larut, di sudut rumah besar tersebut terdapat sebuah jam besar berdiri kokoh, dengan suara dentangan yang membahana di seluruh ruangan pada waktu-waktu tertentu, seperti beberapa menit yang lalu. Ananditha masih terjaga, majikan tampan tempatnya akan mengabdi sejak hari ini belum juga terlihat batang hidung bangirnya yang sempat menggoda iman Ananditha siang tadi. Sedangkan, jarum jam sudah menunjukkan pukul 23:10 waktu Indonesia bagian barat. Sebuah novel romance menjadi teman Anan, menanti kepulangan seorang Xavier malam ini. Seperti pesan bi Ratna sebelum kembali ke kampung halamannya bersama Hasto sore tadi. Anan harus berjaga hingga sang majikan masuk ke dalam kamarnya dan memastikan segala kebutuhannya telah terpenuhi, tanpa ada kurang. Sebab, ini adalah hari pertamanya bekerja di sini. Sebuah derap langkah sepatu yang bertumburan dengan lantai marmer samar-samar mulai mendekat, bersamaan dengan lampu ruang tamy

    Last Updated : 2021-05-06
  • The Essence of Love   Perkenalan (2)

    "Aku suka kopi buatanmu malam ini, aku harap kau stabil meraciknya," pesan Xavier saat langkah Anan tersisa beberapa langkah lagi saja untuk segera keluar dari kamarnya. Anan kembali membalikkan tubuhnya, mengangguk, seraya memegangi jantungnya yang nyaris terlepas dari tempatnya, sebab keterkejutan yang di dapati dari suara bariton yang tanoa aba-aba tersebut. "Baik Tuan, saya pamit." balas Anan sopan. Sesampainya di dalam kamar Ananditha tak dapat tidur, padahal kasur di sini lebih bagus dan empuk di bandingkan dengan tempat tidur yang biasa ia tempati sebagai peraduan mimpi di rumahnya. Kata-kata "besok aku akan aku akan berkenalan lebuh lanjut" yang Xavier ucapkan tadi, menjadi momok tersendiri baginya. Dalam bayangannya entah apa yang akan dilakukan oleh Tuan muda itu esok padanya. Kembali Anan merindukan sang ibu, malam ini meruoakan malam oertama baginya t

    Last Updated : 2021-05-07
  • The Essence of Love   The Beautiful Housemaid

    "Duduk!" perintah Xavier ketus membuat jantung Anan kembali ngilu, karena ritmenya yang kencang dan tidak beraturan. Ananditha patuh, dengan penuh kehati-hatian dirinya duduk di sebuah sofa berwarna maroon berbahan bludru yang begitu lembut, empuk dan sangat nyaman. Dengan penuh perhatian Xavier memindai pelayan pribadinya ini. Sangat berbeda dengan sang bibi ya yang telah berusia lanjut, Xavier justru merasa kedepannya, bukan Anan yang akan melayaninya, melainkan Xavierlah yang akan melayani Anan. "Cantik!" batin Xavier dalam hati. Sebuah senyum smirk tercetak sempurna di bibir Xavier, melihat betapa kikuknya Anan yang seperti di penjara berada dalam ruangan kerja mewah tersebut. "Salam kenal, nona Ananditha," sapa Derryl ramah, penuh senyum. "Saya Derryl Antoni, sekretaris pribadi, Tuan muda Xavier," terang Derryl masih dengan senyum menawan. Ananditha menyambut uluran t

    Last Updated : 2021-05-08
  • The Essence of Love   Tidur di Sini

    Hari ini tidak ada agenda Xavier makan siang di rumah seperti kemarin, bahkan menurut jadwal yang sekretaris Derryl sampaikan, Xavier akan kembali setelah makan malam. Sekitar pukul sepuluh malam. Dengan santai, Ananditha melakukan aktivitas membersihkan kamar Xavier, tanpa merubah tata letak barang-barang yang ada di sana. Hanya sekedar menjauhkan debu dan merapikan. Tanpa membuang selembarpun kertas yang ada di sana. Begitu pesannya. Sambil sesekali mengambil foto dengan beraneka gaya di beberapa sudut kamar Xavier. Ananditha begitu polos, tanpa menyadari CCTV yang terpasang di dalam kamar tersebut. Ananditha bersenandung dan menari gembira, gadis belia yang pada dasarnya memiliki sifat periang, ceria dan manja ini, begitu menikmati tugasnya hari ini, tanpa merasa terintimidasi oleh tatapan sang bos yang seringkali membuat bulu halus di tengkuknya meremang, ngeri. Di lain tempat, Xavier dengan senyu

    Last Updated : 2021-05-10
  • The Essence of Love   Dream

    "Apa? ... ti-tidur di sini?" beo Anan tidak menyangka Xavier akan memberikan perintah seperti itu. Xavier mengangguk dan tidak mengulang perintahnya, seraya berbalik arah kembali pada tujuan awalnya untuk membersihkan tubuhnya yang lengket akibat peluh. Sementara itu Anan yang di tinggalkan Xavier begitu saja, merasa kikuk, bingung ... "Perintah macam apa ini?" batin Anan Butuh waktu sekian menit untuk Anan kembali pada kesadarannya. Melangkah keluar kamar, menuju dapur menyampaikan pesan Tuan muda-nya. Setelahnya Anan tidak langsung kembali ke kamar Xavier seperti yang diperintahkansang majikn tersebut. Anan justru kembali ke kamarnya, berdiam di atas kasurnya. Memganggap perintah bos-nya kali ini hanyalah gurauan. Hingga tak selang beberapa menit kemudian ponsel Anan berdering, sebuah nama yang tidak asing muncul di layar bemda pipih tersebut dan memacu detak jantungngya hingga berdebar

    Last Updated : 2021-05-12
  • The Essence of Love   Mie Instan

    "Anan, apa kau sudah tidur?" tanya Xavier yang telah keluar dari toilet. "Belum Tuan," jawab Anan yang masih berusaha menghitung domba untuk kembali terlelap. "Aku mendadak ingin makan mie instan," ujar Xavier santai. "Haiss ...sudah jam berapa ini?" batin Anan kesal. "Apa kau keberatan untuk menolongku membuatkannya?" tanya Xavier lagi dengan tatapan memelas. Anan beranjak malas dari posisi tidurnya, "Tidak Tuan, baiklah ... akan aku buatkan." Anan hendak melangkah keluar dari kamar Xavier, ketika tanpa dinduga Xavier juga ikut bangkit dari kasurnya ... berjalan mengikuti langkah kecil Anan di depannya. "Tuan, Anda mau kemana?" tanya Anan bingung. "Ingin melihatmu memasak mie instan." "Tuan, aku bisa melakukannya ... percayalah." Xavier tidak menghiraukan perkataan Anan, langkahnya tetap menyamai langkah Anan, hingga

    Last Updated : 2021-05-14
  • The Essence of Love   Kamu Cantik

    "Kau berat sekali," keluh Xavier menyadarkan Anan dari posisinya yang sungguh memalukan. Anan terlonjak beberapa langkah ke belakang, "Maafkan aku, Tuan. Aku tidak bermaksud kurang ajar," ujar Anan takut sekaligus malu. Bahkan bila saja lampu ruangan itu terang benderang pastilah dapat melihat wajah Anan yang kini telah merona dengan semburat merah muda yang menggoda. Xavier tidak menghiraukan permohonan maaf Anan. "Jam berapa sekarang?" tanya Xavier datar, seperti tidak terjadi apapun sebelumnya. "Sudah pukul lima lebih empat puluh dua menit, Tuan." Tanpa basa-basi lagi, Xavier langsung beranjak dari tempat tidurnya, meninggalkan Anan yang masih diam mematung di sisi tempat tidur tersebut. "Turunlah, dan siapkan sarapanku," perintah Xavier dengan suara bariton yang mampu membuat kembali menarik kesadarannya, untuk melaksanakan tugas selanjutnya. Anan dengan tergesa mengangguk, dan pergi

    Last Updated : 2021-05-14
  • The Essence of Love   Oops

    "Aku melihat Bella semakin memperlihatkan kebodohannya akhir-akhir ini," ujar Xavier mengundang senyum miris Derryl. "Mengapa dia tidak berpikir lebih cerdik, padahal sudah mengenalku sejak taman kanak-kanak." "Mungkin Nona Bella sudah kehabisan akal," balas Derryl. Xavier mengedikkan bahunya, "Sepertinya kita tidak dapat berbicara masalah ini di kantor ... batalkan saja pertemuan kita dengan Greatfull, bila bukan Tommy yang menghampiriku," tegas Xavier memberikan keputusan. Derryl mengangguk, "Baik, Tuan." "Bisakah kita makan siang di rumah, dan melanjutkan pekerjaanku dari dalam kamar saja" tanya Xavier memelas. "Maaf Tuan, sepertinya itu tidak mungkin, sebab pukul empat sore nanti, Anda harus bertemu dengan klien kita dari Spectra Hotel and Resort," terang Derryl dengan wajah penuh penyesalan. Xavier memijat pangkal hidungnya. "Apa tidak bisa dipercepat saja

    Last Updated : 2021-05-15

Latest chapter

  • The Essence of Love   Aurora Bella

    Flashblack on Aurora Bella adalah putri tunggal dari Tommy Hans, seorang pengusaha tambang, yang berasal dari Inggris. Kenyataan yang selalu membuat Bella menjadi seorang antagonis, adalah ia terlahir dari seorang wanita Tionghoa, asli Pontianak, yang sempat menjadi sekretaris pribadi ayahnya tiga puluh tahun lalu. Hubungan percintaan keduanya berjalan begitu serius, masa-masa percintaan muda Tommy, dan Eunly, ibu kandung Bella, terbilang sangat romantis. Kisah cinta indah, khas remaja pada umumnya. Hingga suatu hari, sebuah berita yang tiba-tiba datang dari keluarga Tommy, di benua biru. Mengharuskan Tommy, kembali ke Negaranya dalam waktu singkat. Saat itu Eulyn, sedang mengandung anak, dari buah cintanya dan Tommy. Meski mereka secara agama, dan negara belum terikat dalam ikatan pernikahan. Tommy kembali ke Inggris, seorang diri ... memenuhi panggilan keluarga besarnya, yangvterny

  • The Essence of Love   Terpesona

    Rossa sang pemilik butik, yang juga merupakan anggota sosialita dalam grup kumpulan wanita-wanita kaya raya ibukota itu datang menghampiri Ellena. "Long time no see," seru Rossa, seraya memeluk Ellena. "So miss you," balas Ellena, dalam pelukan. Untuk beberapa saat mereka saling melepas kerinduan, dan bertukar kabar. Hingga beberapa saat setelahnya, suara Bella kembali menginterupsinya. "Tante Rossa," sapa Bella ramah, dan anggun. "Hallo, Cantik ... senang bertemu kembali," balas Rossa tidak kalah hangat. "Sepertinya, kau membawa pasukan hari ini Ellen," ucap Rossa berseloroh. Di sambut tawa-tawa kecil Ellena dan Bella. Xavier sedang memindai seluruh sudut ruangan butik tersebut, mencari model yang pas dengan tubuh kecil Anan, saat pandangan Rossa tertuju padanya. "Xavier, aku rasa tadi malam, aku tidak bermimpi kejatuhan bintang, lantas apa yang membu

  • The Essence of Love   Shopping Together (2)

    "Bruuk! oops ... Maaf ...," seru Anan panik. Rasa kagumnya ternyata membawanya pada masalah baru kini. "Aaasssh ...," desah suara geram sesorang yang Anan tabrak. Anan masih belum berani mengangkat wajahnya, berulang kali kepalanya menunduk, memohon maaf, atas kecerobohannya. Baju Anan juga sebagian menjadi basah, karena tumpahan soda milik korban yang ditabraknya. "Hai! ... kalau jalan pake mata dong," bentak wanita yang Anan tabrak. Anan gugup, ketakutan ... hingga sesaat kemudian suara Xavier datang, "Bella?" tegur Xavier. Bella tertegun, tidak menyangka Xavier ada di pusat perbelanjaan terbuka seperti ini. "Vier?" Bella kembali menyapa Xavier, ragu. "Sedang apa di sini?" tanya Bella, menuntaskan rasa penasarannya. "Menurutmu?" bukannya menjawab, Xavier justru balik bertanya pada Bella. Bella mengedikkan bahunya, selama mengenal Xavier 22 t

  • The Essence of Love   Shopping Together

    Ellena terus saja memperhatikan cara Anan melayani setiap permintaan Xavier, mulai dari mengeringkan rambut, memilih pakaian santai yang akan digunakan hari ini, hingga meminta membuatkannya nasi goreng kambing spesial khas buatan Anan. "Apa Mommy tidak punya kerjaan lain, selain menungguiku di sini?" tanya Xavier, sinis. "Aku hanya merindukan anakku," balas Ellena, tak kalah datar. "Hugh ... terima kasih," Xavier mendengus. "Anan, pergilah mandi sebelum kau menyiapkan sarapan untuk anakku," perintah Ellena yang kembali mematung, di samping putranya. Anan seketika melemparkan pandangannya bergantian ke arah Ellena dan Xavier. Pasalnya Xavier mengatakan padanya berulang kali bahwa hanya perintah Xavier saja yang harus didengar, bukan yang lain. "Pergilah An ..., segera bersihkan tubuhmu, dan siapkan sarapan yang ku minta, aku akan menunggu di ruang makan," kali ini suara Xavier yang mem

  • The Essence of Love   Sidak Ellena

    Pagi menyongsong, menggantikan pekat malam berhias bulan dan bintang yang tidak akan pernah Anan lupakan, dengan cahaya matahari yang samar mulai mengintip dari balik jendela bertirai hitam tersebut. Anan mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya benar-benar sadar dari mimpi indahnya yang singgah dalam tidur lelapnya tadi malam. Aroma mint segar bercampur dengan hangatnya hembusan napas seseorang yang sangat Anan kenal, menjadi alarm pertama yang membuat Anan segera tersadar dari kantuknya. Seketika Anan memalingkan wajahnya yang kini menghangat, dan pasti bersemu merah menahan kegugupan. Hingga detik selanjutnya sepasang netra berwarna gelap itu bersirobok dengan netranya. Bersua dalam tatapan yang entah mengapa membuat keduanya merasa begitu mendamba satu sama lain. Perlahan Xavier menyentuh bibir merah delima milik Anan, tanpa aba-aba dan membiarkan Anan sadar dari kekagumannya pada sosok pria tampan y

  • The Essence of Love   Dinner

    Pada akhirnya hari ini Xavier tidak kembali ke kantornya setelah sedikit ketegangan yang terjadi anatara sirinya dan sang ibu. Xavier memutuskan untuk mengerjakan tugasnya dari kamarnya ditemani Anan sepanjang hari. "Tuan, malam ini Anda ingin makan apa?" suara Anan, lembut bertanya. "Menurutmu, makanan apa yang layak untuk aku makan?" Xavier kembali memberi pertanyaan, bukan malah menjawab. "Haiss ... manalah aku tahu, kalau aku tahu ... justru aku tidak akan bertanya? Apa kubuatkan saja sup batu, agar sesegera mungkin kau berubah menjadi batu," runtuk Anan dalam hati. "Jangan berusaha memberiku makanan yang aneh-aneh Ananditha," tegur Xavier. Anan kembali di buat tertegun, pasalnya bukan sekali dua kali Xavier bisa tahu isi pikirannya. "Apa dia benar memiliki indera keenam?" "Buatkan aku kopi, dan beef toast seperti tadi siang," perintah Xavier, lagi. "Tapi ..

  • The Essence of Love   Jangan Terlalu Dekat

    Seperti yang Xavier katakan tadi malam, Nyonya Ellena akan tiba di rumah hari ini. Dan tepat saja, pagi ini ... ya pagi! Matahari belum terlalu tinggi dan terik ketika wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat begitu cantik itu, datang dengan derap langkahnya yang berbunyi indah bak melodi pada tuts piano yang dihasilkan dari tumburan antara steleto dan lantai marmer rumah mewah ini, membuat semua penghuni rumah yang hanya terdiri dari para pelayan memberi salam ramah kepadanya. Jam besar di sudut rumah kembali berdentang sebanyak sepuluh kali dengan gema yang begitu padu. Anan berdiri di depan kamar Xavier, sebelum beeangkat ke kantornya pagi ini, pria diktator itu telah berpesan kepadanya dan juga Bi Surti agar Ananditha tidak turun ke lantai satu. Penyambutan Anan kepada sang ibu hanya boleh dilakukan dari lantai dua, tepat di depan pintu kamar Xavier yang berhadapan lurus dengan pintu masuk di lantai dasar rumahnya, sehinhga meski dari sana, Anan tetap

  • The Essence of Love   Tetaplah Di Sini

    Binar mata Anan menyorot dalam atas ucapan yang baru saja Xavier sampaikan, "Apa tuan muda ini sedang menyindirku?" batin Anan penuh prasangka. Anan menggeleng kencang, rasa tak enak hati itu sungguh membuatnya gugup, canggung. "Ti-dak, terima kasih Tuan," balas Anan atas pertanyaan Xavier sesaat lalu. "Apa masih terasa begitu sakit?" kembali Xavier mengutarakan ke khawatirannya. Sekali lagi Anan menggeleng, tanpa suara dan kembali memalingkan pandangannya. "Jangan menjawabku selalu dengan gelengan kepala, urat-urat lehermu bisa saja lelah atau bahkan putus," sinis Xavier seraya beranjak dari tepi ranjang tempat Anan berbaring. Anan kembali memandang majikannya tersebut, dirinya yang terlalu perasa, semakin merasa tak nyaman dengan ucapan-ucapan Xavier. "Aku akan menyelesaikan pekerjaanku di sana, panggil aku jika kau memerlukan bantua

  • The Essence of Love   Pelayan Pribadi

    "Kau yang harusnya keluar dari rumahku Bella! Ananditha bukan tandinganmu." Suara bariton Xavier terdengar begitu dingin bagi siapapun yang mendengarnya. Xavier yang tiba-tiba berdiri tegak menjulang di depan pintu kamarnya itu, datang tanpa aba-aba, membuat Bella dan seluruh penghuni kabar terlihat begitu teekejut dengan kehadiran tuan muda Rhys tersebut. Langkah Xavier terlihat begitu tenang, mendekat ke arah Bella, sebelum akhrinya tubuh athletis nan sempurna itu ikut bersimpuh disamping Anan. Membersihkan buliran keringat dingin yang membasahi dahi Anan dengan sapu tangan yang ia keluarkan dari saku celananya. Sebuah adegan yang membuat Bella semakin murka hingga degub jantungnya bahkan bisa di dengar siapapun yang berdiri dekat dengannya kini. Namun saat ini, nyali Bella tidaklah sebesar keangkuhannya dihadapan Anan beberapa waktu yang lalu. "Sakit?" suara Xavier yang semula mengerikan, kini terdengar begit

DMCA.com Protection Status