Share

Kamu Cantik

Author: Kinantitha
last update Last Updated: 2021-05-14 22:47:30

  "Kau berat sekali," keluh Xavier menyadarkan Anan dari posisinya yang sungguh memalukan.

  Anan terlonjak beberapa langkah ke belakang, "Maafkan aku, Tuan. Aku tidak bermaksud kurang ajar," ujar Anan takut sekaligus malu. Bahkan bila saja lampu ruangan itu terang benderang pastilah dapat melihat wajah Anan yang kini telah merona dengan semburat merah muda yang menggoda.

  Xavier tidak menghiraukan permohonan maaf Anan. "Jam berapa sekarang?" tanya Xavier datar, seperti tidak terjadi apapun sebelumnya.

  "Sudah pukul lima lebih empat puluh dua menit, Tuan."

  Tanpa basa-basi lagi, Xavier langsung beranjak dari tempat tidurnya, meninggalkan Anan yang masih diam mematung di sisi tempat tidur tersebut.

  "Turunlah, dan siapkan sarapanku," perintah Xavier dengan suara bariton yang mampu membuat kembali menarik kesadarannya, untuk melaksanakan tugas selanjutnya.

  Anan dengan tergesa mengangguk, dan pergi meninggalkan kamar Xavier, dengan degub jantung yang masih belum beraturan seolah sejuta kupu-kupu sedang mengerubungi dan berputar menari di dalamnya.

  Anan melangkah menuruni satu persatu anak tangga dengan pikiran dan perasaan yang tak karuan. "Huuh, kenapa aku ini?" batin Anan mengeluh.

  Sesampainya di dapur, Anan bergegas membuatkan secangkir kopi untuk Xavier. Ini adalah kali pertama Anan melekasanakan tugasnya tepat waktu, setelah beberapa hari sebelumnya Anan setiap kali terlambat bangun. Sehingga tidak dapat melayani Xavier dengan sempurna.

  Sementara itu di dalam kamarnya, Xavier terus saja bersiul, seolah tengah berbahagia. Senyum yang membuat ketampanan wajahnya meningkat seratus kali lipat itu-pun, tak pelak menghiasi tanpa lelah.

  "Ternyata, kamu cantik Ananditha." gumam Xavier seraya menatap cermin.

  Xavier selesai mematut dirinya dalam beberapa menit setelahnya hingga kini, ia melangkah menuruni anak tangga menuju ruang makan, tempatnya akan menikmati sajian yang telah disiapkan oleh pelayan pribadi yang barusan di akui cantik olehnya tersebut.

  "Makanan apa yang kau buat untukku, Anan?" tanya Xavier menghampiri Anan yang masih sibuk menata piring dan gelas serta sendok untuk sang tuan muda.

  "Tuan," sapanya. "Aku menyiapkan roti tawar dengan beragam selai, ada juga sandwich tuna yang aku buat berdasarkan resep dari youtube, yang aku pelajari kemarin, dan ini nasi goreng daging sapi, serta secangkir kopi," terang Anan menunjukkan satu persatu hidangan yang ada di atas meja.

  Xavier mengangguk paham, dan mulai membalikkan piring di hadapannya, "Aku menginginkan sandwich tuna, buatanmu," pinta Xavier akhirnya.

  Dengan penuh kehati-hatian Anan memindahkan Sandwich tersebut ke atas piring Xavier. "Silahkan dinikmati Tuan."

  Xavier mengangguk dan mulai memasukkan makanan tersebut ke dalam mulutnya. Sebuah sensasi yang mampu memanjakan indera perasa Xavier yang pemilih itu, nyatanya cukup membuat Xavier puas dengan hasil kerja Anan sepagian ini.

  Xavier mengangguk, diiringi seulas senyum kepuasan yang terbit membuat hati Anan lega setelah debaran ketakutan di jantungnya kembali normal melihat ekspresi Xavier yang demikian. Sungguh beberapa hari dekat dan bekerja untuk Xavier, membuat Anan tidak saja harus menguras energi, namun juga hati dan pikirannya, yang kadang membuatnya lelah sebelum tugasnya usai.

  "Enak," puji Xavier disela kunyahannya.

  "Terima kasih, Tuan."

  "Mulai sekarang, kau bertugas menyiapkan makanan ku, pagi-siang-malam," perintah Xavier lugas.

  Anan tercengang, pasalnya itu adalah tugas koki dan juga Bi Surti. "Tapi Tuaaan ...."

  "Jangan membantah!" tegas Xavier memotong keluhan Anan yang belum selesai diutarakan.

  Anan menunduk, tak berani melanjutkan. Dalam pikirannya kini, hanyalah keraguan. Apa dirinya mampu memenuhi selera makan sang tuan muda? batin Anan

  "Hari ini, aku akan makan siang di rumah, jadi ... siapkanlah beberapa jenis makanan yang dapat kau siapkan," ujar Xavier lagi.

   Anan semakin bingung dibuat Xavier, namun apalah dayanya, hanya sebuah anggukan yang dapat Anan berikan sebagai jawaban.

*****

  Setelah Xavier berangkat ke kantor, Anan sibuk berkutat dengan telepon genggamnya, mencari beberapa menu yang kiranya dapat menjadi referensinya siang ini, sebagai sajian makan siang sang tuan muda.

  Sembari membersihkan kamar Xavier yang tidak terlalu berantakan hari ini Anan sesekali masih terus mencari jenis makanan dari youtube. Namun, entah mengapa matanya begitu lelah hingga tanpa dapat di tahan, perlahan Anan terlelap di sofa yang tadi malam menjadi tempat tidurnya, dan hal tersebut tidak lepas dari pantauan Xavier yang melihat segalanya melalui macbook yang terhubung langsung dengan CCTV di kamar pribadinya.

  "Haiss ... mengapa dia begitu mudah tertidur?" gumam Xavier sambil menepuk dahinya.

  "Seharusnya dia masih terus berpikir, makanan apa yang akan dia berikan padaku siang ini, bukan malah tidur," kesal Xavier bermonolog.

  "Permisi Tuan," suara Derryl menginterupsi pandangan Xavier yang terus terarah pada layar macbooknya.

  Xavier mengalihkan perhatiannya, "Ada apa Derryl?"

  "Siang ini, Tommy Hans melalui perwakilan Greatfull corp, memajukan pertemuannya. Apakah Anda bersedia?" tanya Derryl serius.

  "Mengapa?" Xavier mengerutkan dahinya.

  "Sebab pertemuan ini sudah di atur sejak bulan lalu, mengapa tiba-tiba mereka meminta untuk dimajukan dengan mengirimkan perwakilannya saja?" selidik Xavier.

  "Dan satu lagi  ... mengapa bukan Tommy yang datang, mengapa harus perwakilannya?" Kembali Xavier mengemukakan kecurigaannya.

  "Ayahku sedang ada pemeriksaan rutin Vier, akhir-akhir ini kondisi kesehatan jantungnya kurang baik," suara Bella menjawab pertanyaan Xavier.

  "Satu hal yang aku tidak suka darimu adalah masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu, apa tempatmu dulu menimba ilmu tidak memberikan pelatihan atau sejenis pendidikan attitude yang baik?" sindir Xavier sinis, membuat Bella merasa malu dan tersulut emosi.

  "Aakh ... maafkan aku, aku merasa hubungan kita lebih dari sekedar atasan dan bawahan ... sehingga kadang melupakan etika tersebut," dalih Bella.

  "Kita bersahabat Bella ... tapi itu tidak membuatmu memiliki hak istimewa untuk sembarang masuk, saat Derryl ada dalam ruanganku," ketus Xavier.

  "Baiklah Vier, maafkan aku ... aku tidak akan mengulanginyan lagi," sesal Bella lirih.

  "Ada apa?" tanya Vier, mengalihkan pokok pembicaraan.

  "Aku hanya ingin menyerahkan hasil pemeriksaan keuangan yang kemarin," ungkap Bella, seraya mengangsurkan berkas yang di pegangnya. "Aku melihat tidak ada kesalahan di sana," lanjut Bella menerangkan.

  "Letakkan saja di sana, aku akan memeriksanya nanti," jawab Xavier datar. "Bila tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan masalah pekerjaan, kembalilah ke tempatmu Bella ... ada beberapa hal pribadi yang ingin aku bicarakan dengan Derryl," lanjut Xavier mengusir Bella dengan terang-terangan, membuat Bella pasrah melangkah mundur secara teratur.

  "Dasar sombong!" runtuk Bella dalam hati.

   Langkah Bella di paksa untuk segera berlalu dari ruangan kerja Bos besar sekaligus sahabat yang sangan di cintainya dengan penuh kesal.

   "Kalau bukan karena rasa cintaku yang begitu besar padamu, sudah pasti ayahku telah mengahncurkanmu sejak hari kematian ayahmu," gerutu Bella lagi dalam hati.

   Xavier terus memandang kepergian Bella, hingga punggung tubuhnya menghilang di balik daun pintu kokoh yang terbuat dari kayu jati asli tersebut, seraya melirik ke arah monitor yang ada di atas meja Xavier. Hanya Xavier dan Derryl yang tahu benda itu tertanam dengan rapi di balik meja kerja kaca Xavier.

   Layar itu memperlihatkan Bella yang masih berdiri di balik pintu tersebut, mencoba menggunakan indera pendengarannya untuk mendengarkan pembicaraan Derryl dan Xavier.

    "Aku melihat Bella semakin memperlihatkan kebodohannya akhir-akhir ini," ujar Xavier mengundang senyum miris Derryl.

Related chapters

  • The Essence of Love   Oops

    "Aku melihat Bella semakin memperlihatkan kebodohannya akhir-akhir ini," ujar Xavier mengundang senyum miris Derryl. "Mengapa dia tidak berpikir lebih cerdik, padahal sudah mengenalku sejak taman kanak-kanak." "Mungkin Nona Bella sudah kehabisan akal," balas Derryl. Xavier mengedikkan bahunya, "Sepertinya kita tidak dapat berbicara masalah ini di kantor ... batalkan saja pertemuan kita dengan Greatfull, bila bukan Tommy yang menghampiriku," tegas Xavier memberikan keputusan. Derryl mengangguk, "Baik, Tuan." "Bisakah kita makan siang di rumah, dan melanjutkan pekerjaanku dari dalam kamar saja" tanya Xavier memelas. "Maaf Tuan, sepertinya itu tidak mungkin, sebab pukul empat sore nanti, Anda harus bertemu dengan klien kita dari Spectra Hotel and Resort," terang Derryl dengan wajah penuh penyesalan. Xavier memijat pangkal hidungnya. "Apa tidak bisa dipercepat saja

    Last Updated : 2021-05-15
  • The Essence of Love   Boleh Cemburu gak Sih?

    Rachel, datang dengan tergesa setelah mendapat panggilan dari Derryl. "Siapa yang sakit?" tanya Rachel tidak kalah panik, napasnya tersengal seperti orang yang baru saja usai mengikuti lomba lari marathon. "Nona Anan," jawab Derryl datar. "Anan? Siapa?" langkah Rachel terhenti, sesaat memandang Derryl dengan tatapan serius. "Pelayan pribadi tuan muda yanga baru." "Bi Ratna?" "Pensiun, dan Anan adalah keponakannya," terang Derryl. Rachel mengangguk dan kembali melangkahkan kaki menuju kamar Xavier. Tanpa mengetuk pintu, Rache yang merupakan kakak kandung Daniel sahabat sekaligus dokter pribadi Xavier, tanpa sungkan masuk ke dalam kamar tuan muda tersebut, tanpa mengetuk pintu. Bola mata Rachel membulat dengan tangan kanan menutup mulutnya yang tanpa sengaja bersuara melihat adegan yang sungguh di luar dugaannya. Ya, Rachel melihat Xavier dan Ananditha yang tanpa sengaja menempelkan bibir keduanya. "Ooh God, apa dosaku?" pekik Rachel spontan. Ananditha yang

    Last Updated : 2021-05-16
  • The Essence of Love   Catatan Hutang

    Dokter Hartono telah selesai memeriksa Anan dan berpamitan. Anan juga telah meminum obat pereda nyeri yang di resepkan untuknya. "Lihatlah, karena kecerobohanmu ... kau sungguh banyak merugikanku," omel Xavier. Anan tertegun, ada rasa takut sekaligus terharu dengan apa yang Xavier lakukan padanya hari ini. "Baru saja aku menyuruhmu memasak, belum lagi menyuruhmu yang lain ... kau sudah cidera." "Ma-maafkan aku, Tuan." lirih Anan meminta maaf. Rasanya sungguh tidak nyaman, baru beberapa hari saja dirinya bekerja, sudah begitu banyak drama yang Anan ciptakan untuk membuat Xavier kesal. "Tuan ...." panggil Anan ragu. Xavier kembali menatap Anan, "Hmm ... apa?" "Apa tidak sebaiknya aku kembali ke kampung saja, karena selalu membuat Tuan dalam kesulitan, sepertinya aku selalu saja membuat Tuan berada dalam kesusahan," terang Anan dengan wajah tertunduk. &nbs

    Last Updated : 2021-05-17
  • The Essence of Love   Bukan Tandinganmu!

    "Tentu saja karena kau kekenyangan ... kau makan begitu banyak," sanggah Bella memotong ucapan Xavier yang terdengar sinis dan mencurigainya. "Anggap saja seperti itu," balas Xavier dingin. "Vier, aku bertemu dengan Rachel di kafe tempat aku membeli kopi untukmu tadi ... dia bilang, ada seorang wanita yang tidur di kamarmu?" tanya Rachel penuh selidik. "Akh ... kalian para wanita memang senang sekali bergosip." Bella tersenyum miris, "Apakah pelayan itu?" "Bukan urusanmu!" pungkas Xavier sembari beranjak dari kursinya. "Apakah Nona Bella yang cantik jelita ini masih ada urusan lain denganku?" tanya Xavier penuh penekanan. "Kau mau kemana?" "Aku pemilik perusahaan besar, jelas saja aku memiliki banyak urusan," balas Xavier angkuh, tanpa memperdulikan wajah kesal Bella yang merasa di abaikan. "Baiklah, aku akan pergi ...." lirih Bella putus asa meninggalkan ru

    Last Updated : 2021-05-18
  • The Essence of Love   Pelayan Pribadi

    "Kau yang harusnya keluar dari rumahku Bella! Ananditha bukan tandinganmu." Suara bariton Xavier terdengar begitu dingin bagi siapapun yang mendengarnya. Xavier yang tiba-tiba berdiri tegak menjulang di depan pintu kamarnya itu, datang tanpa aba-aba, membuat Bella dan seluruh penghuni kabar terlihat begitu teekejut dengan kehadiran tuan muda Rhys tersebut. Langkah Xavier terlihat begitu tenang, mendekat ke arah Bella, sebelum akhrinya tubuh athletis nan sempurna itu ikut bersimpuh disamping Anan. Membersihkan buliran keringat dingin yang membasahi dahi Anan dengan sapu tangan yang ia keluarkan dari saku celananya. Sebuah adegan yang membuat Bella semakin murka hingga degub jantungnya bahkan bisa di dengar siapapun yang berdiri dekat dengannya kini. Namun saat ini, nyali Bella tidaklah sebesar keangkuhannya dihadapan Anan beberapa waktu yang lalu. "Sakit?" suara Xavier yang semula mengerikan, kini terdengar begit

    Last Updated : 2021-05-21
  • The Essence of Love   Tetaplah Di Sini

    Binar mata Anan menyorot dalam atas ucapan yang baru saja Xavier sampaikan, "Apa tuan muda ini sedang menyindirku?" batin Anan penuh prasangka. Anan menggeleng kencang, rasa tak enak hati itu sungguh membuatnya gugup, canggung. "Ti-dak, terima kasih Tuan," balas Anan atas pertanyaan Xavier sesaat lalu. "Apa masih terasa begitu sakit?" kembali Xavier mengutarakan ke khawatirannya. Sekali lagi Anan menggeleng, tanpa suara dan kembali memalingkan pandangannya. "Jangan menjawabku selalu dengan gelengan kepala, urat-urat lehermu bisa saja lelah atau bahkan putus," sinis Xavier seraya beranjak dari tepi ranjang tempat Anan berbaring. Anan kembali memandang majikannya tersebut, dirinya yang terlalu perasa, semakin merasa tak nyaman dengan ucapan-ucapan Xavier. "Aku akan menyelesaikan pekerjaanku di sana, panggil aku jika kau memerlukan bantua

    Last Updated : 2021-05-26
  • The Essence of Love   Jangan Terlalu Dekat

    Seperti yang Xavier katakan tadi malam, Nyonya Ellena akan tiba di rumah hari ini. Dan tepat saja, pagi ini ... ya pagi! Matahari belum terlalu tinggi dan terik ketika wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat begitu cantik itu, datang dengan derap langkahnya yang berbunyi indah bak melodi pada tuts piano yang dihasilkan dari tumburan antara steleto dan lantai marmer rumah mewah ini, membuat semua penghuni rumah yang hanya terdiri dari para pelayan memberi salam ramah kepadanya. Jam besar di sudut rumah kembali berdentang sebanyak sepuluh kali dengan gema yang begitu padu. Anan berdiri di depan kamar Xavier, sebelum beeangkat ke kantornya pagi ini, pria diktator itu telah berpesan kepadanya dan juga Bi Surti agar Ananditha tidak turun ke lantai satu. Penyambutan Anan kepada sang ibu hanya boleh dilakukan dari lantai dua, tepat di depan pintu kamar Xavier yang berhadapan lurus dengan pintu masuk di lantai dasar rumahnya, sehinhga meski dari sana, Anan tetap

    Last Updated : 2021-05-26
  • The Essence of Love   Dinner

    Pada akhirnya hari ini Xavier tidak kembali ke kantornya setelah sedikit ketegangan yang terjadi anatara sirinya dan sang ibu. Xavier memutuskan untuk mengerjakan tugasnya dari kamarnya ditemani Anan sepanjang hari. "Tuan, malam ini Anda ingin makan apa?" suara Anan, lembut bertanya. "Menurutmu, makanan apa yang layak untuk aku makan?" Xavier kembali memberi pertanyaan, bukan malah menjawab. "Haiss ... manalah aku tahu, kalau aku tahu ... justru aku tidak akan bertanya? Apa kubuatkan saja sup batu, agar sesegera mungkin kau berubah menjadi batu," runtuk Anan dalam hati. "Jangan berusaha memberiku makanan yang aneh-aneh Ananditha," tegur Xavier. Anan kembali di buat tertegun, pasalnya bukan sekali dua kali Xavier bisa tahu isi pikirannya. "Apa dia benar memiliki indera keenam?" "Buatkan aku kopi, dan beef toast seperti tadi siang," perintah Xavier, lagi. "Tapi ..

    Last Updated : 2021-05-27

Latest chapter

  • The Essence of Love   Aurora Bella

    Flashblack on Aurora Bella adalah putri tunggal dari Tommy Hans, seorang pengusaha tambang, yang berasal dari Inggris. Kenyataan yang selalu membuat Bella menjadi seorang antagonis, adalah ia terlahir dari seorang wanita Tionghoa, asli Pontianak, yang sempat menjadi sekretaris pribadi ayahnya tiga puluh tahun lalu. Hubungan percintaan keduanya berjalan begitu serius, masa-masa percintaan muda Tommy, dan Eunly, ibu kandung Bella, terbilang sangat romantis. Kisah cinta indah, khas remaja pada umumnya. Hingga suatu hari, sebuah berita yang tiba-tiba datang dari keluarga Tommy, di benua biru. Mengharuskan Tommy, kembali ke Negaranya dalam waktu singkat. Saat itu Eulyn, sedang mengandung anak, dari buah cintanya dan Tommy. Meski mereka secara agama, dan negara belum terikat dalam ikatan pernikahan. Tommy kembali ke Inggris, seorang diri ... memenuhi panggilan keluarga besarnya, yangvterny

  • The Essence of Love   Terpesona

    Rossa sang pemilik butik, yang juga merupakan anggota sosialita dalam grup kumpulan wanita-wanita kaya raya ibukota itu datang menghampiri Ellena. "Long time no see," seru Rossa, seraya memeluk Ellena. "So miss you," balas Ellena, dalam pelukan. Untuk beberapa saat mereka saling melepas kerinduan, dan bertukar kabar. Hingga beberapa saat setelahnya, suara Bella kembali menginterupsinya. "Tante Rossa," sapa Bella ramah, dan anggun. "Hallo, Cantik ... senang bertemu kembali," balas Rossa tidak kalah hangat. "Sepertinya, kau membawa pasukan hari ini Ellen," ucap Rossa berseloroh. Di sambut tawa-tawa kecil Ellena dan Bella. Xavier sedang memindai seluruh sudut ruangan butik tersebut, mencari model yang pas dengan tubuh kecil Anan, saat pandangan Rossa tertuju padanya. "Xavier, aku rasa tadi malam, aku tidak bermimpi kejatuhan bintang, lantas apa yang membu

  • The Essence of Love   Shopping Together (2)

    "Bruuk! oops ... Maaf ...," seru Anan panik. Rasa kagumnya ternyata membawanya pada masalah baru kini. "Aaasssh ...," desah suara geram sesorang yang Anan tabrak. Anan masih belum berani mengangkat wajahnya, berulang kali kepalanya menunduk, memohon maaf, atas kecerobohannya. Baju Anan juga sebagian menjadi basah, karena tumpahan soda milik korban yang ditabraknya. "Hai! ... kalau jalan pake mata dong," bentak wanita yang Anan tabrak. Anan gugup, ketakutan ... hingga sesaat kemudian suara Xavier datang, "Bella?" tegur Xavier. Bella tertegun, tidak menyangka Xavier ada di pusat perbelanjaan terbuka seperti ini. "Vier?" Bella kembali menyapa Xavier, ragu. "Sedang apa di sini?" tanya Bella, menuntaskan rasa penasarannya. "Menurutmu?" bukannya menjawab, Xavier justru balik bertanya pada Bella. Bella mengedikkan bahunya, selama mengenal Xavier 22 t

  • The Essence of Love   Shopping Together

    Ellena terus saja memperhatikan cara Anan melayani setiap permintaan Xavier, mulai dari mengeringkan rambut, memilih pakaian santai yang akan digunakan hari ini, hingga meminta membuatkannya nasi goreng kambing spesial khas buatan Anan. "Apa Mommy tidak punya kerjaan lain, selain menungguiku di sini?" tanya Xavier, sinis. "Aku hanya merindukan anakku," balas Ellena, tak kalah datar. "Hugh ... terima kasih," Xavier mendengus. "Anan, pergilah mandi sebelum kau menyiapkan sarapan untuk anakku," perintah Ellena yang kembali mematung, di samping putranya. Anan seketika melemparkan pandangannya bergantian ke arah Ellena dan Xavier. Pasalnya Xavier mengatakan padanya berulang kali bahwa hanya perintah Xavier saja yang harus didengar, bukan yang lain. "Pergilah An ..., segera bersihkan tubuhmu, dan siapkan sarapan yang ku minta, aku akan menunggu di ruang makan," kali ini suara Xavier yang mem

  • The Essence of Love   Sidak Ellena

    Pagi menyongsong, menggantikan pekat malam berhias bulan dan bintang yang tidak akan pernah Anan lupakan, dengan cahaya matahari yang samar mulai mengintip dari balik jendela bertirai hitam tersebut. Anan mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya benar-benar sadar dari mimpi indahnya yang singgah dalam tidur lelapnya tadi malam. Aroma mint segar bercampur dengan hangatnya hembusan napas seseorang yang sangat Anan kenal, menjadi alarm pertama yang membuat Anan segera tersadar dari kantuknya. Seketika Anan memalingkan wajahnya yang kini menghangat, dan pasti bersemu merah menahan kegugupan. Hingga detik selanjutnya sepasang netra berwarna gelap itu bersirobok dengan netranya. Bersua dalam tatapan yang entah mengapa membuat keduanya merasa begitu mendamba satu sama lain. Perlahan Xavier menyentuh bibir merah delima milik Anan, tanpa aba-aba dan membiarkan Anan sadar dari kekagumannya pada sosok pria tampan y

  • The Essence of Love   Dinner

    Pada akhirnya hari ini Xavier tidak kembali ke kantornya setelah sedikit ketegangan yang terjadi anatara sirinya dan sang ibu. Xavier memutuskan untuk mengerjakan tugasnya dari kamarnya ditemani Anan sepanjang hari. "Tuan, malam ini Anda ingin makan apa?" suara Anan, lembut bertanya. "Menurutmu, makanan apa yang layak untuk aku makan?" Xavier kembali memberi pertanyaan, bukan malah menjawab. "Haiss ... manalah aku tahu, kalau aku tahu ... justru aku tidak akan bertanya? Apa kubuatkan saja sup batu, agar sesegera mungkin kau berubah menjadi batu," runtuk Anan dalam hati. "Jangan berusaha memberiku makanan yang aneh-aneh Ananditha," tegur Xavier. Anan kembali di buat tertegun, pasalnya bukan sekali dua kali Xavier bisa tahu isi pikirannya. "Apa dia benar memiliki indera keenam?" "Buatkan aku kopi, dan beef toast seperti tadi siang," perintah Xavier, lagi. "Tapi ..

  • The Essence of Love   Jangan Terlalu Dekat

    Seperti yang Xavier katakan tadi malam, Nyonya Ellena akan tiba di rumah hari ini. Dan tepat saja, pagi ini ... ya pagi! Matahari belum terlalu tinggi dan terik ketika wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat begitu cantik itu, datang dengan derap langkahnya yang berbunyi indah bak melodi pada tuts piano yang dihasilkan dari tumburan antara steleto dan lantai marmer rumah mewah ini, membuat semua penghuni rumah yang hanya terdiri dari para pelayan memberi salam ramah kepadanya. Jam besar di sudut rumah kembali berdentang sebanyak sepuluh kali dengan gema yang begitu padu. Anan berdiri di depan kamar Xavier, sebelum beeangkat ke kantornya pagi ini, pria diktator itu telah berpesan kepadanya dan juga Bi Surti agar Ananditha tidak turun ke lantai satu. Penyambutan Anan kepada sang ibu hanya boleh dilakukan dari lantai dua, tepat di depan pintu kamar Xavier yang berhadapan lurus dengan pintu masuk di lantai dasar rumahnya, sehinhga meski dari sana, Anan tetap

  • The Essence of Love   Tetaplah Di Sini

    Binar mata Anan menyorot dalam atas ucapan yang baru saja Xavier sampaikan, "Apa tuan muda ini sedang menyindirku?" batin Anan penuh prasangka. Anan menggeleng kencang, rasa tak enak hati itu sungguh membuatnya gugup, canggung. "Ti-dak, terima kasih Tuan," balas Anan atas pertanyaan Xavier sesaat lalu. "Apa masih terasa begitu sakit?" kembali Xavier mengutarakan ke khawatirannya. Sekali lagi Anan menggeleng, tanpa suara dan kembali memalingkan pandangannya. "Jangan menjawabku selalu dengan gelengan kepala, urat-urat lehermu bisa saja lelah atau bahkan putus," sinis Xavier seraya beranjak dari tepi ranjang tempat Anan berbaring. Anan kembali memandang majikannya tersebut, dirinya yang terlalu perasa, semakin merasa tak nyaman dengan ucapan-ucapan Xavier. "Aku akan menyelesaikan pekerjaanku di sana, panggil aku jika kau memerlukan bantua

  • The Essence of Love   Pelayan Pribadi

    "Kau yang harusnya keluar dari rumahku Bella! Ananditha bukan tandinganmu." Suara bariton Xavier terdengar begitu dingin bagi siapapun yang mendengarnya. Xavier yang tiba-tiba berdiri tegak menjulang di depan pintu kamarnya itu, datang tanpa aba-aba, membuat Bella dan seluruh penghuni kabar terlihat begitu teekejut dengan kehadiran tuan muda Rhys tersebut. Langkah Xavier terlihat begitu tenang, mendekat ke arah Bella, sebelum akhrinya tubuh athletis nan sempurna itu ikut bersimpuh disamping Anan. Membersihkan buliran keringat dingin yang membasahi dahi Anan dengan sapu tangan yang ia keluarkan dari saku celananya. Sebuah adegan yang membuat Bella semakin murka hingga degub jantungnya bahkan bisa di dengar siapapun yang berdiri dekat dengannya kini. Namun saat ini, nyali Bella tidaklah sebesar keangkuhannya dihadapan Anan beberapa waktu yang lalu. "Sakit?" suara Xavier yang semula mengerikan, kini terdengar begit

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status