Share

Mie Instan

Author: Kinantitha
last update Last Updated: 2021-05-14 22:37:11

  "Anan, apa kau sudah tidur?" tanya Xavier yang telah keluar dari toilet.

  "Belum Tuan," jawab Anan yang masih berusaha menghitung domba untuk kembali terlelap.

  "Aku mendadak ingin makan mie instan," ujar Xavier santai.

  "Haiss ...sudah jam berapa ini?" batin Anan kesal.

  "Apa kau keberatan untuk menolongku membuatkannya?" tanya Xavier lagi dengan tatapan memelas.

  Anan beranjak malas dari posisi tidurnya, "Tidak Tuan, baiklah ... akan aku buatkan."

  Anan hendak melangkah keluar dari kamar Xavier, ketika tanpa dinduga Xavier juga ikut bangkit dari kasurnya ... berjalan mengikuti langkah kecil Anan di depannya.

  "Tuan, Anda mau kemana?" tanya Anan bingung.

  "Ingin melihatmu memasak mie instan."

  "Tuan, aku bisa melakukannya ... percayalah."

  Xavier tidak menghiraukan perkataan Anan, langkahnya tetap menyamai langkah Anan, hingga mereka tiba di dapur bersama.

  Xavier terus memperhatikan Anan dengan intens

  Mulai dari memanaskan air, membuka bungkus mie dan bumbunya, memasukkan mie kedalam air mendidih, menambahkan dua butir telur dan memasukkan bumbu-bumbunya. Xavier terlihat menikmati pemandangan tersebut, dengan senyum yang sesekali terbit.

  "Sudah siap Tuan," seru Anan sumringah.

  Anan meletakkan mangkuk mie tersebut di atas meja makan di ruang dapur bersih. Menyiapkan segela air putih, sebagai pelengkap.

  Kepulan asap panas masih terlihat bergerombol keluar dari mangkuk tersebut, aroma dan tampilan yang menarik, sungguh menggugah selera.

  Xavier mengangguk, menghampiri hidangan yang telah Anan siapkan tersebut, ditariknya kursi makan lalu duduk manis sempurna. Dengan jarak sedekat ini, pastinya aroma mie instan kaldu ayam dengan tambahan daging tersebut itu menjadi sulit untuk di abaikan.

  Xavier mulai menghidu dan meniup hawa panas yang masih melekat pada mie instannya. Hingga tanpa aba-aba, Anan menghentikan tiupan Xavier, menggantinya dengan mengipas-ngipas mie di hadapannya.

  "Jangan di tiup seperti itu Tuan, tidak baik. Saat meniup makanan tubuh akan melepaskan karbondioksida, dan karbon monoksida. Karbondioksida yang dilepas akan berekasi dengan partikel air di dalam makanan dan akan menghasilkan pembentukan asam karbonat," terang Anan santai, seraya sesekali menyuapkan mie instan yang telah ia kipas dengan kipas bambu.

  "Karbonmonoksida itu sendiri saja sudah beracun. Jadi, jika mengkonsumsi makanan setelah meniupnya, tubuh Anda akan kemasukan lebih banyak asam karbonat dan karbonmonoksida."cicit Anan lagi.

  Xavier mendengarkan Anan, selayaknya siswa sekolah menengah pertama yang sedang mempelajari biologi, tentang sistem metabolisme tubuh, dengan khusyuk.

  "Kelihatannya kau cukup pintar di sekolah," cibir Xavier.

  Anan mengangguk penuh semangat. Dengan mata berbinar kembali dirinya mencurahkan isi hatinya. "Sejak Bapak meninggal, aku selalu berjanji untuk rajin belajar, Tuan. Setiap semester aku selalu mendapatkan peringkat pertama."

  "Lalu, mengapa kau tidak melanjutkan sekolahmu?" tanya Xavier mulai tertarik berbincang dengan Anan, seraya terus menerima suapan demi suapan yang Anan berikan.

  Sebuah senyum miris terukir di wajah cantik Anan yang kini kembali memberikan suapan mie instan kepada Xavier. Sesaat Anan menggeleng, sebelum akhirnya hening ... dengan netra yang menantap mangkuk mie instan.

  "Kenapa?"

  "Aku dan ibu hanya penjual kue di desa, biaya kuliah di kota besar," papar Anan, seraya kembali mengangsurkan sendok berisi mie instan itu kembali kepada Tuan muda-nya.

  "Kau ingin kuliah lagi?" tanya Xavier serius.

  Binar mata Anan kembali cerah ... seperti ada harapan baru di sana. "Tuan ...." desahnya lirih.

  "Bekerjalah dengan baik, aku akan pertimbangkan," balas Xavier ... kali ini senyum tulus Xavier turut mengembang seraya mengacak rambut Anan yang tergerai indah.

  "Sudah cukup, kau habiskan ... aku tak ingin ada makanan sisa," ujar Xavier lagi di angguki Anan yang terlihat begitu bahagia.

  Xavier masih terus menatap gadis cantik di hadapannya ini, usianya yang masih belia membuatnya terlihat begitu polos dan menyenangkan.

  "Aku lelah, aku ke kamar duluan ... habiskan makanan itu, dan segeralah kembali ke kamar."

  "Baik, Tuan."

*****

  Seperti peraturan yang dibuat semalam, Anan benar-benar tidur di kamar Xavier. Namun, semalaman itu pula Anan tak dapat dapat benar-benar memejamkan matanya. Anan takut bermimpi yang tidak-tidak lagi seperti sebelumnya. Selain itu, Anan juga tengah membayangkan janji Xavier untuk memberinya izin kuliah lagi.

  Kini, waktu telah menunjukkan pukul lima pagi, Anan telah terjaga bahkan sebelum alarm di handphonenya berbunyi. Beranjak dari sofa tempatnya merebahkan tubuh malam ini.

  Tanpa di sadari, Xavier juga telah memperhatikan segala gerak-gerik Anan yang terlihat sangat berhati-hati ... hingga nyaris tidak menimbulkan suara.

  Langkah Anan di buat seringan mungkin, agar suara sandal dan lantai yang digunakannya tidak menghasilkan bunyi yang akan mengusik tidur sang majikan yang masih terlihat terbaring lelap.

  Anan mulai dengan mengambil setelan tiga milik Xavier, lengkap dengan segala atributnya. Anan memang gadis desa, namun kemampuannya menyelaraskan warna tidak perlu di ragukan lagi. Bicara soal fashion juga Anan terbilang cukup mumpuni.

  Setelah selesai dengan kegiatan memilih pakaian untuk Xavier kenakan, Anan beralih tugas menyiapkan persiapan mandi Xavier.

  Memastikan air hangat dengan suhu yang sesuai, lalu memberikan beberapa tetes aroma therapy di dalamnya.

  Setelah tugas menyiapkan kebutuhan Xavier pagi ini, langkahnya kini perlahan mendekati ranjang milik bos besarnya tersebut, Anan kikuk harus memulai darimana untuk membangunkan tuan muda yang masih terlelap di hadapannya. Padahal sama halnya dengan Anan, Xavier juga tidak bisa tidur nyenyak karena kehadiran Anan di dalam kamarnya.

 Ada sesuatu yang terus tegak di dalam dirinya, namun bukan sebuah keadilan, dan itu sangat menyiksa Xavier.

  Xavier menyadari kehadiran Anan yang kini semakin mendekat dengannya. Aroma minyak kayu putih yang menjadi khas aroma tubuh Anan menjadi pertanda jarak mereka kini semakin dekat.

  "Ehem ... ehem ..." Anan mencoba mengawalinya dengan berdehem, berharap Xavier langsung terbangun atau memberi tanda agar Anan tidak ragu kembali membangunkannya.

  Sayangnya, Xavier tidak memberikan pergerakan apapun. Anan semakin bingung, pasalnya dia tidak mengerti apa yang harus di lakukannya dan tidak membuat tuan muda ini marah.

  Anan memberanikan diri, mengangsurkan tangannya menyentuh pundak Xavier, dan sedikit menggoyang-goyangkannya. "Tuan, bangun Tuan ... sudah hampir jam enam," ucap Anan pelan nyaris seperti orang berbisik.

  Xavier yang memang sudah bangun, semakin gemas mendengar suara manja Anan, suaranya tidak seperti orang yang sedang berusaha membangunkannya tidur, tapi justru menggoda membangunkan yang lain dari dirinya.

  Masih dengan berpura-pura tidur, Xavier dengan mata yang seolah masih terpejam menggeliat, menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, hingga bertumburan dengan tubuh Anan yang memang sedang merunduk.

  Anan dengan posisinya yang tidak siap mendapat tumburan dari Xavier, membuatnya kehilangan keseimbangan, dan jatuh tepat di atas tubuh Xavier.

  Xavier yang juga tidak menyangka akan berada dalam posisi seperti ini nyatanya cukup tertegun, membuatnya bergeming, seperti patung.

  Kedua netra sepasang insan yang kini sedang menikmati pesona masing-masing wajah dari mereka, serta detak jantung yang tak beraturan membuat Anan seolah tidak ingin beranjak dari atas tubuh Xavier yang membatu.

Related chapters

  • The Essence of Love   Kamu Cantik

    "Kau berat sekali," keluh Xavier menyadarkan Anan dari posisinya yang sungguh memalukan. Anan terlonjak beberapa langkah ke belakang, "Maafkan aku, Tuan. Aku tidak bermaksud kurang ajar," ujar Anan takut sekaligus malu. Bahkan bila saja lampu ruangan itu terang benderang pastilah dapat melihat wajah Anan yang kini telah merona dengan semburat merah muda yang menggoda. Xavier tidak menghiraukan permohonan maaf Anan. "Jam berapa sekarang?" tanya Xavier datar, seperti tidak terjadi apapun sebelumnya. "Sudah pukul lima lebih empat puluh dua menit, Tuan." Tanpa basa-basi lagi, Xavier langsung beranjak dari tempat tidurnya, meninggalkan Anan yang masih diam mematung di sisi tempat tidur tersebut. "Turunlah, dan siapkan sarapanku," perintah Xavier dengan suara bariton yang mampu membuat kembali menarik kesadarannya, untuk melaksanakan tugas selanjutnya. Anan dengan tergesa mengangguk, dan pergi

    Last Updated : 2021-05-14
  • The Essence of Love   Oops

    "Aku melihat Bella semakin memperlihatkan kebodohannya akhir-akhir ini," ujar Xavier mengundang senyum miris Derryl. "Mengapa dia tidak berpikir lebih cerdik, padahal sudah mengenalku sejak taman kanak-kanak." "Mungkin Nona Bella sudah kehabisan akal," balas Derryl. Xavier mengedikkan bahunya, "Sepertinya kita tidak dapat berbicara masalah ini di kantor ... batalkan saja pertemuan kita dengan Greatfull, bila bukan Tommy yang menghampiriku," tegas Xavier memberikan keputusan. Derryl mengangguk, "Baik, Tuan." "Bisakah kita makan siang di rumah, dan melanjutkan pekerjaanku dari dalam kamar saja" tanya Xavier memelas. "Maaf Tuan, sepertinya itu tidak mungkin, sebab pukul empat sore nanti, Anda harus bertemu dengan klien kita dari Spectra Hotel and Resort," terang Derryl dengan wajah penuh penyesalan. Xavier memijat pangkal hidungnya. "Apa tidak bisa dipercepat saja

    Last Updated : 2021-05-15
  • The Essence of Love   Boleh Cemburu gak Sih?

    Rachel, datang dengan tergesa setelah mendapat panggilan dari Derryl. "Siapa yang sakit?" tanya Rachel tidak kalah panik, napasnya tersengal seperti orang yang baru saja usai mengikuti lomba lari marathon. "Nona Anan," jawab Derryl datar. "Anan? Siapa?" langkah Rachel terhenti, sesaat memandang Derryl dengan tatapan serius. "Pelayan pribadi tuan muda yanga baru." "Bi Ratna?" "Pensiun, dan Anan adalah keponakannya," terang Derryl. Rachel mengangguk dan kembali melangkahkan kaki menuju kamar Xavier. Tanpa mengetuk pintu, Rache yang merupakan kakak kandung Daniel sahabat sekaligus dokter pribadi Xavier, tanpa sungkan masuk ke dalam kamar tuan muda tersebut, tanpa mengetuk pintu. Bola mata Rachel membulat dengan tangan kanan menutup mulutnya yang tanpa sengaja bersuara melihat adegan yang sungguh di luar dugaannya. Ya, Rachel melihat Xavier dan Ananditha yang tanpa sengaja menempelkan bibir keduanya. "Ooh God, apa dosaku?" pekik Rachel spontan. Ananditha yang

    Last Updated : 2021-05-16
  • The Essence of Love   Catatan Hutang

    Dokter Hartono telah selesai memeriksa Anan dan berpamitan. Anan juga telah meminum obat pereda nyeri yang di resepkan untuknya. "Lihatlah, karena kecerobohanmu ... kau sungguh banyak merugikanku," omel Xavier. Anan tertegun, ada rasa takut sekaligus terharu dengan apa yang Xavier lakukan padanya hari ini. "Baru saja aku menyuruhmu memasak, belum lagi menyuruhmu yang lain ... kau sudah cidera." "Ma-maafkan aku, Tuan." lirih Anan meminta maaf. Rasanya sungguh tidak nyaman, baru beberapa hari saja dirinya bekerja, sudah begitu banyak drama yang Anan ciptakan untuk membuat Xavier kesal. "Tuan ...." panggil Anan ragu. Xavier kembali menatap Anan, "Hmm ... apa?" "Apa tidak sebaiknya aku kembali ke kampung saja, karena selalu membuat Tuan dalam kesulitan, sepertinya aku selalu saja membuat Tuan berada dalam kesusahan," terang Anan dengan wajah tertunduk. &nbs

    Last Updated : 2021-05-17
  • The Essence of Love   Bukan Tandinganmu!

    "Tentu saja karena kau kekenyangan ... kau makan begitu banyak," sanggah Bella memotong ucapan Xavier yang terdengar sinis dan mencurigainya. "Anggap saja seperti itu," balas Xavier dingin. "Vier, aku bertemu dengan Rachel di kafe tempat aku membeli kopi untukmu tadi ... dia bilang, ada seorang wanita yang tidur di kamarmu?" tanya Rachel penuh selidik. "Akh ... kalian para wanita memang senang sekali bergosip." Bella tersenyum miris, "Apakah pelayan itu?" "Bukan urusanmu!" pungkas Xavier sembari beranjak dari kursinya. "Apakah Nona Bella yang cantik jelita ini masih ada urusan lain denganku?" tanya Xavier penuh penekanan. "Kau mau kemana?" "Aku pemilik perusahaan besar, jelas saja aku memiliki banyak urusan," balas Xavier angkuh, tanpa memperdulikan wajah kesal Bella yang merasa di abaikan. "Baiklah, aku akan pergi ...." lirih Bella putus asa meninggalkan ru

    Last Updated : 2021-05-18
  • The Essence of Love   Pelayan Pribadi

    "Kau yang harusnya keluar dari rumahku Bella! Ananditha bukan tandinganmu." Suara bariton Xavier terdengar begitu dingin bagi siapapun yang mendengarnya. Xavier yang tiba-tiba berdiri tegak menjulang di depan pintu kamarnya itu, datang tanpa aba-aba, membuat Bella dan seluruh penghuni kabar terlihat begitu teekejut dengan kehadiran tuan muda Rhys tersebut. Langkah Xavier terlihat begitu tenang, mendekat ke arah Bella, sebelum akhrinya tubuh athletis nan sempurna itu ikut bersimpuh disamping Anan. Membersihkan buliran keringat dingin yang membasahi dahi Anan dengan sapu tangan yang ia keluarkan dari saku celananya. Sebuah adegan yang membuat Bella semakin murka hingga degub jantungnya bahkan bisa di dengar siapapun yang berdiri dekat dengannya kini. Namun saat ini, nyali Bella tidaklah sebesar keangkuhannya dihadapan Anan beberapa waktu yang lalu. "Sakit?" suara Xavier yang semula mengerikan, kini terdengar begit

    Last Updated : 2021-05-21
  • The Essence of Love   Tetaplah Di Sini

    Binar mata Anan menyorot dalam atas ucapan yang baru saja Xavier sampaikan, "Apa tuan muda ini sedang menyindirku?" batin Anan penuh prasangka. Anan menggeleng kencang, rasa tak enak hati itu sungguh membuatnya gugup, canggung. "Ti-dak, terima kasih Tuan," balas Anan atas pertanyaan Xavier sesaat lalu. "Apa masih terasa begitu sakit?" kembali Xavier mengutarakan ke khawatirannya. Sekali lagi Anan menggeleng, tanpa suara dan kembali memalingkan pandangannya. "Jangan menjawabku selalu dengan gelengan kepala, urat-urat lehermu bisa saja lelah atau bahkan putus," sinis Xavier seraya beranjak dari tepi ranjang tempat Anan berbaring. Anan kembali memandang majikannya tersebut, dirinya yang terlalu perasa, semakin merasa tak nyaman dengan ucapan-ucapan Xavier. "Aku akan menyelesaikan pekerjaanku di sana, panggil aku jika kau memerlukan bantua

    Last Updated : 2021-05-26
  • The Essence of Love   Jangan Terlalu Dekat

    Seperti yang Xavier katakan tadi malam, Nyonya Ellena akan tiba di rumah hari ini. Dan tepat saja, pagi ini ... ya pagi! Matahari belum terlalu tinggi dan terik ketika wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat begitu cantik itu, datang dengan derap langkahnya yang berbunyi indah bak melodi pada tuts piano yang dihasilkan dari tumburan antara steleto dan lantai marmer rumah mewah ini, membuat semua penghuni rumah yang hanya terdiri dari para pelayan memberi salam ramah kepadanya. Jam besar di sudut rumah kembali berdentang sebanyak sepuluh kali dengan gema yang begitu padu. Anan berdiri di depan kamar Xavier, sebelum beeangkat ke kantornya pagi ini, pria diktator itu telah berpesan kepadanya dan juga Bi Surti agar Ananditha tidak turun ke lantai satu. Penyambutan Anan kepada sang ibu hanya boleh dilakukan dari lantai dua, tepat di depan pintu kamar Xavier yang berhadapan lurus dengan pintu masuk di lantai dasar rumahnya, sehinhga meski dari sana, Anan tetap

    Last Updated : 2021-05-26

Latest chapter

  • The Essence of Love   Aurora Bella

    Flashblack on Aurora Bella adalah putri tunggal dari Tommy Hans, seorang pengusaha tambang, yang berasal dari Inggris. Kenyataan yang selalu membuat Bella menjadi seorang antagonis, adalah ia terlahir dari seorang wanita Tionghoa, asli Pontianak, yang sempat menjadi sekretaris pribadi ayahnya tiga puluh tahun lalu. Hubungan percintaan keduanya berjalan begitu serius, masa-masa percintaan muda Tommy, dan Eunly, ibu kandung Bella, terbilang sangat romantis. Kisah cinta indah, khas remaja pada umumnya. Hingga suatu hari, sebuah berita yang tiba-tiba datang dari keluarga Tommy, di benua biru. Mengharuskan Tommy, kembali ke Negaranya dalam waktu singkat. Saat itu Eulyn, sedang mengandung anak, dari buah cintanya dan Tommy. Meski mereka secara agama, dan negara belum terikat dalam ikatan pernikahan. Tommy kembali ke Inggris, seorang diri ... memenuhi panggilan keluarga besarnya, yangvterny

  • The Essence of Love   Terpesona

    Rossa sang pemilik butik, yang juga merupakan anggota sosialita dalam grup kumpulan wanita-wanita kaya raya ibukota itu datang menghampiri Ellena. "Long time no see," seru Rossa, seraya memeluk Ellena. "So miss you," balas Ellena, dalam pelukan. Untuk beberapa saat mereka saling melepas kerinduan, dan bertukar kabar. Hingga beberapa saat setelahnya, suara Bella kembali menginterupsinya. "Tante Rossa," sapa Bella ramah, dan anggun. "Hallo, Cantik ... senang bertemu kembali," balas Rossa tidak kalah hangat. "Sepertinya, kau membawa pasukan hari ini Ellen," ucap Rossa berseloroh. Di sambut tawa-tawa kecil Ellena dan Bella. Xavier sedang memindai seluruh sudut ruangan butik tersebut, mencari model yang pas dengan tubuh kecil Anan, saat pandangan Rossa tertuju padanya. "Xavier, aku rasa tadi malam, aku tidak bermimpi kejatuhan bintang, lantas apa yang membu

  • The Essence of Love   Shopping Together (2)

    "Bruuk! oops ... Maaf ...," seru Anan panik. Rasa kagumnya ternyata membawanya pada masalah baru kini. "Aaasssh ...," desah suara geram sesorang yang Anan tabrak. Anan masih belum berani mengangkat wajahnya, berulang kali kepalanya menunduk, memohon maaf, atas kecerobohannya. Baju Anan juga sebagian menjadi basah, karena tumpahan soda milik korban yang ditabraknya. "Hai! ... kalau jalan pake mata dong," bentak wanita yang Anan tabrak. Anan gugup, ketakutan ... hingga sesaat kemudian suara Xavier datang, "Bella?" tegur Xavier. Bella tertegun, tidak menyangka Xavier ada di pusat perbelanjaan terbuka seperti ini. "Vier?" Bella kembali menyapa Xavier, ragu. "Sedang apa di sini?" tanya Bella, menuntaskan rasa penasarannya. "Menurutmu?" bukannya menjawab, Xavier justru balik bertanya pada Bella. Bella mengedikkan bahunya, selama mengenal Xavier 22 t

  • The Essence of Love   Shopping Together

    Ellena terus saja memperhatikan cara Anan melayani setiap permintaan Xavier, mulai dari mengeringkan rambut, memilih pakaian santai yang akan digunakan hari ini, hingga meminta membuatkannya nasi goreng kambing spesial khas buatan Anan. "Apa Mommy tidak punya kerjaan lain, selain menungguiku di sini?" tanya Xavier, sinis. "Aku hanya merindukan anakku," balas Ellena, tak kalah datar. "Hugh ... terima kasih," Xavier mendengus. "Anan, pergilah mandi sebelum kau menyiapkan sarapan untuk anakku," perintah Ellena yang kembali mematung, di samping putranya. Anan seketika melemparkan pandangannya bergantian ke arah Ellena dan Xavier. Pasalnya Xavier mengatakan padanya berulang kali bahwa hanya perintah Xavier saja yang harus didengar, bukan yang lain. "Pergilah An ..., segera bersihkan tubuhmu, dan siapkan sarapan yang ku minta, aku akan menunggu di ruang makan," kali ini suara Xavier yang mem

  • The Essence of Love   Sidak Ellena

    Pagi menyongsong, menggantikan pekat malam berhias bulan dan bintang yang tidak akan pernah Anan lupakan, dengan cahaya matahari yang samar mulai mengintip dari balik jendela bertirai hitam tersebut. Anan mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya benar-benar sadar dari mimpi indahnya yang singgah dalam tidur lelapnya tadi malam. Aroma mint segar bercampur dengan hangatnya hembusan napas seseorang yang sangat Anan kenal, menjadi alarm pertama yang membuat Anan segera tersadar dari kantuknya. Seketika Anan memalingkan wajahnya yang kini menghangat, dan pasti bersemu merah menahan kegugupan. Hingga detik selanjutnya sepasang netra berwarna gelap itu bersirobok dengan netranya. Bersua dalam tatapan yang entah mengapa membuat keduanya merasa begitu mendamba satu sama lain. Perlahan Xavier menyentuh bibir merah delima milik Anan, tanpa aba-aba dan membiarkan Anan sadar dari kekagumannya pada sosok pria tampan y

  • The Essence of Love   Dinner

    Pada akhirnya hari ini Xavier tidak kembali ke kantornya setelah sedikit ketegangan yang terjadi anatara sirinya dan sang ibu. Xavier memutuskan untuk mengerjakan tugasnya dari kamarnya ditemani Anan sepanjang hari. "Tuan, malam ini Anda ingin makan apa?" suara Anan, lembut bertanya. "Menurutmu, makanan apa yang layak untuk aku makan?" Xavier kembali memberi pertanyaan, bukan malah menjawab. "Haiss ... manalah aku tahu, kalau aku tahu ... justru aku tidak akan bertanya? Apa kubuatkan saja sup batu, agar sesegera mungkin kau berubah menjadi batu," runtuk Anan dalam hati. "Jangan berusaha memberiku makanan yang aneh-aneh Ananditha," tegur Xavier. Anan kembali di buat tertegun, pasalnya bukan sekali dua kali Xavier bisa tahu isi pikirannya. "Apa dia benar memiliki indera keenam?" "Buatkan aku kopi, dan beef toast seperti tadi siang," perintah Xavier, lagi. "Tapi ..

  • The Essence of Love   Jangan Terlalu Dekat

    Seperti yang Xavier katakan tadi malam, Nyonya Ellena akan tiba di rumah hari ini. Dan tepat saja, pagi ini ... ya pagi! Matahari belum terlalu tinggi dan terik ketika wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat begitu cantik itu, datang dengan derap langkahnya yang berbunyi indah bak melodi pada tuts piano yang dihasilkan dari tumburan antara steleto dan lantai marmer rumah mewah ini, membuat semua penghuni rumah yang hanya terdiri dari para pelayan memberi salam ramah kepadanya. Jam besar di sudut rumah kembali berdentang sebanyak sepuluh kali dengan gema yang begitu padu. Anan berdiri di depan kamar Xavier, sebelum beeangkat ke kantornya pagi ini, pria diktator itu telah berpesan kepadanya dan juga Bi Surti agar Ananditha tidak turun ke lantai satu. Penyambutan Anan kepada sang ibu hanya boleh dilakukan dari lantai dua, tepat di depan pintu kamar Xavier yang berhadapan lurus dengan pintu masuk di lantai dasar rumahnya, sehinhga meski dari sana, Anan tetap

  • The Essence of Love   Tetaplah Di Sini

    Binar mata Anan menyorot dalam atas ucapan yang baru saja Xavier sampaikan, "Apa tuan muda ini sedang menyindirku?" batin Anan penuh prasangka. Anan menggeleng kencang, rasa tak enak hati itu sungguh membuatnya gugup, canggung. "Ti-dak, terima kasih Tuan," balas Anan atas pertanyaan Xavier sesaat lalu. "Apa masih terasa begitu sakit?" kembali Xavier mengutarakan ke khawatirannya. Sekali lagi Anan menggeleng, tanpa suara dan kembali memalingkan pandangannya. "Jangan menjawabku selalu dengan gelengan kepala, urat-urat lehermu bisa saja lelah atau bahkan putus," sinis Xavier seraya beranjak dari tepi ranjang tempat Anan berbaring. Anan kembali memandang majikannya tersebut, dirinya yang terlalu perasa, semakin merasa tak nyaman dengan ucapan-ucapan Xavier. "Aku akan menyelesaikan pekerjaanku di sana, panggil aku jika kau memerlukan bantua

  • The Essence of Love   Pelayan Pribadi

    "Kau yang harusnya keluar dari rumahku Bella! Ananditha bukan tandinganmu." Suara bariton Xavier terdengar begitu dingin bagi siapapun yang mendengarnya. Xavier yang tiba-tiba berdiri tegak menjulang di depan pintu kamarnya itu, datang tanpa aba-aba, membuat Bella dan seluruh penghuni kabar terlihat begitu teekejut dengan kehadiran tuan muda Rhys tersebut. Langkah Xavier terlihat begitu tenang, mendekat ke arah Bella, sebelum akhrinya tubuh athletis nan sempurna itu ikut bersimpuh disamping Anan. Membersihkan buliran keringat dingin yang membasahi dahi Anan dengan sapu tangan yang ia keluarkan dari saku celananya. Sebuah adegan yang membuat Bella semakin murka hingga degub jantungnya bahkan bisa di dengar siapapun yang berdiri dekat dengannya kini. Namun saat ini, nyali Bella tidaklah sebesar keangkuhannya dihadapan Anan beberapa waktu yang lalu. "Sakit?" suara Xavier yang semula mengerikan, kini terdengar begit

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status