Beranda / Thriller / The Deepest Emotions / Chapter II - Kekuatan Tidak Dikenal

Share

Chapter II - Kekuatan Tidak Dikenal

Penulis: D. Maulana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Suara yang berat itu menandakan keberadaan Besim yang sepertinya sudah diprediksi oleh Noah. Dia sudah sangat paham apa yang akan terjadi selanjutnya. Kali ini Noah mencoba untuk tetap tenang dan diam walau tangan dan kakinya sudah tidak lagi kuat menopang tubuhnya.

“Noah. Sepertinya kau memang cari mati ya? Kupikir Vilma menolakku karena dia sedang tidak ingin pacaran. Tapi lihatlah, kini kau mulai dekat-dekat dengannya.”

Saat Noah hendak memutus celotehan Besim, Vilma tiba – tiba berteriak dan menampar Besim. Suara tamparan itu terdengar cukup menyakitkan di telinga Noah dan orang – orang di sekitar yang sedang memperhatikan pertengkaran mereka.

“Apa lagi maumu, preman? Apa kau sudah lupa ya, aku menolakmu jelas-jelas kemarin. Tapi kau masih saja menggangguku, bahkan mengganggu temanku yang tidak tahu apa-apa. Lebih baik kau-“

“Diam kau... dasar perempuan kotor!! Saat ini aku tidak berurusan denganmu.”

Besim membentak Vilma dengan nada yang sangat keras ditambah suaranya yang berat menjadikan suasana di sana makin panas. Noah masih terdiam tanpa kata-kata karena dirinya sendiri mencoba melarikan diri sendirian. Namun entah kenapa, kakinya tidak dapat bergerak sama sekali.

Noah pun mencoba untuk menenangkan pertikaian mereka berdua karena sekarang sudah menjadi tontonan orang-orang sekitar. Tetapi, alih-alih tenang, telapak tangan Besim berada di atas seolah sedang mengambil ancang-ancang untuk menampar Vilma.

Sepertinya kemarahan Besim sudah tidak dapat dibendung lagi, walaupun sebenarnya sumber kemarahannya itu tidak jelas sama sekali, seperti tiada hari tanpa rasa kesal.

Namun kali ini, sasaran rasa kesal itu mulai mengarah kepada Vilma dan Noah, karena tidak terima perasaanya ditolak mentah-mentah. Noah sudah tidak dapat membendung amarahnya, karena lagi-lagi dia ditimpa masalah. Noah sudah lelah, dia tidak sanggup lagi.

Namun hal aneh tiba-tiba terjadi secara singkat. Tubuh Noah terasa panas. Urat-urat di tangannya mulai bermunculan, seolah ada suatu zat di dalam tubuhnya sedang bereaksi. Noah saat itu pun sedikit kesakitan dan kebingungan.

“Ada apa lagi ini? Kenapa tanganku panas sekali? Aghh!”

Noah melihat Besim, Vilma, dan orang sekelilingnya menjadi kaku layaknya manekin. Namun, jika dilihat dengan saksama, mereka bergerak sangat lambat. Namun hal tersebut hanya berlangsung beberapa detik saja. Keadaan sekelilingnya langsung bergerak normal seperti biasa. Namun saat itu tidak ada suara tamparan yang terdengar, karena gerakan tangan Besim memang berhenti dan terdapat tangan Noah yang menahannya.

Sempat terkejut sejenak, Noah langusung cepat-cepat melepas tangan Besim seraya mencoba menjauh. Tetapi, entah bagaimana caranya tubuh Besim tiba-tiba terpental jauh ke belakang bagaikan sehelai kertas yang dihempas oleh angin. Lumayan lama Besim terlempar di udara hingga pada akhirnya dia terjatuh di atas aspal dengan keras dan tidak sadarkan diri.

BUAAGHH..

Orang-orang sekitar yang menonton hal tidak masuk akal itu serentak terdiam dan bingung, tidak terkecuali Noah dan Vilma. Dengan cepat Noah menarik tangan Vilma dan segera meninggalkan Besim yang terkapar sambil dikerumuni oleh keramaian.

“Apa yang kau lakukan pada Besim?”

“Aku juga tidak tahu! Kau pikir aku bisa sekuat itu dalam waktu sehari setelah dihajar oleh dia?”

“Woow. Kau keren sekali Noah! Aku belum pernah melihat ada orang terlempar sejauh itu setelah ditepis tangannya. Haha.”

“Hah?” Noah terheran dengan candaan Vilma yang seperti tidak melihat situasi itu. Noah berpikir dia akan diincar lagi oleh Besim entah nanti atau besok, seharusnya dia tidak akan selamat.

Noah mengesampingkan nasibnya terlebih dahulu. Dia sangat terkejut dan bingung dengan apa yang terjadi barusan. Dia tidak pernah menjadi sekuat itu sebelumnya dan mungkin tidak akan pernah sekuat itu sampai kapan pun. Terlintas di pikiran Noah dengan kejadian yang menimpa dirinya saat berada di pabrik terbengkalai semalam. Hanya itu satu-satunya petunjuk yang bisa membantu Noah.

“Hei, apa kau memikirkan sesuatu? Kenapa melamun?”

Noah sempat lupa kalau dia sedang bersama Vilma, namun dia juga harus merahasiakan hal ini kepada siapa pun yang berada di dekatnya. Bukannya untuk berlagak menjadi pahlawan, justru dia mencoba untuk tidak terlibat masalah lagi.

“Ah, tidak apa-apa. Sepertinya aku terlalu emosi sehingga tanpa sadar kekuatanku lepas kendali. Haha.”

“Ya bagus. Kau memang harus memberikan pelajaran seperti itu kepada Besim agar dia tidak akan mengganggumu lagi.”

Sepertinya Vilma terlalu meremehkan betapa bengisnya Besim. tentunya dia tidak akan melupakan Noah begitu saja. Noah hanya perlu mencari jalan pulang yang aman agar tidak berpapasan dengan dia lagi. Noah juga perlu mencari petunjuk lain dari hal tidak masuk akal yang dialaminya, dan petunjuk itu pasti ada di pabrik itu.

Tujuh jam kemudian, kuliah berakhir dengan normal. Noah segera meninggalkan kampus, dan mengendap-endap mencari jalan yang ramai dan aman agar tidak ditemukan oleh Besim dan kawan-kawannya. Di keramaian jalanan pusat kota Kakanj, Noah berjalan dengan cepat seraya memperhatikan sekitar. Dia menghindari jalan yang jarang orang dan langsung menyusul dan mengikuti orang-orang yang berjalan secara berkelompok.

“Kenapa aku seperti sedang lari dari kejaran polisi ya, ah sialan!”

Noah mengambil ponsel miliknya di dalam tas, dan mencoba melakukan pencarian di G****e terkait pabrik obat yang terbengkalai di Papratno. Setelah 5 menit tidak mendapatkan hasil, Noah mendapat petunjuk penting salah satu akun reddit yang tidak dikenal. Akun tersebut menjelaskan bahwa pabrik di Papratno itu adalah sebuah pabrik obat yang dijalankan mulai tahun 1985 dan sudah berhenti beroperasi sejak tahun 2013 karena sebuah ledakan yang tidak diketahui penyebabnya.

Noah seketika teringat, bahwa ledakan itu terjadi sembilan tahun yang lalu, saat itu dia sempat mendengar berita bahwa ada ledakan di kota Kakanj, dan karena sesuatu beberapa informasi lainnya tidak terekspos di media pada saat itu mengakibatkan peristiwa tersebut langsung terlupakan.

“Pemerintah Bosnia berusaha membuat obat yang dapat mengubah dunia?”

Mata Noah langsung berfokus ke suatu tulisan di akun Reddit bernama ruination yang menjelaskan bahwa pemerintah diam – diam membuat suatu obat yang nantinya dapat dijadikan sebagai senjata. Apakah akan terjadi perang? Noah sendiri bertanya – tanya apakah yang dilihatnya itu dapat dipercaya atau tidak.

Sedang fokus menatap ponselnya, Noah tidak sengaja menabrak orang yang ada di depannya.

“Ah saya minta maaf karena sedang fokus menatap-“

Noah terkejut saat melihat orang yang ditabraknya. Orang itu langsung menggapai tangan pemuda itu dan menahannya agar tidak pergi.

“Apa yang akan kau lakukan? Gerak-gerikmu itu terlalu mencurigakan Noah. Mau ke mana kau sebenarnya?”

Itu adalah Vilma yang ternyata curiga dengan niat Noah karena dia terlihat aneh hari ini, walaupun tiap hari anak itu memang aneh, tapi tidak ada yang lebih aneh daripada melihat orang aneh yang mengendap – endap seperti orang aneh, memang sungguh aneh bukan?

“Aku sedang dalam perjalanan pulang, kenapa kau membuntutiku hah?”

“Rumahmu kan arah sebaliknya, kenapa kau ke sini?”

“Lah! Sejak kapan kau tahu tempat tinggalku?”

Noah sangat mewaspadai kemampuan Vilma sebagai penguntit. Dia terheran mengapa wanita ini tiba-tiba selalu mengikuti dirinya. Sesaat Noah mulai berkhayal ada wanita yang mulai tertarik kepadanya, lima detik kemudian khayalan itu langsung sirna seolah dirinya ditampar oleh kenyataan. Sejak kapan wanita cantik seperti Vilma menyukai pria aneh, korban perundungan, dan tidak pandai merawat diri seperti Noah ini?

Vilma pun mulai mengikuti ke mana pun Noah pergi. Noah yang sudah mulai risi kemudian berbalik seraya ikut membalikkan posisi Vilma yang berhadapan dengannya.

“Lebih baik kau pulang! aku tidak ingin kau mengikutiku dan justru menambah masalah untukku.”

Seolah tidak gentar dengan teguran Noah, Vilma justru berbalik lagi dan berkacak pinggang. Alisnya yang tebal bergerak seakan membentuk huruf V dan sorotan mata tajamnya menatap dalam mata Noah. Noah pun tertegun dengan reaksi Vilma.

“Baiklah, aku tidak akan mengikutimu setelah ini. Tapi aku akan mengadukan keanehanmu kepada ibumu. Bersiaplah!”

“...”

Noah pun berangkat menuju pabrik terbengkalai dengan membawa rekan berpetualangnya dengan sedikit rasa pasrah.

***

Bab terkait

  • The Deepest Emotions   Chapter III - Pabrik Terbengkalai

    Tidak terasa saat itu hari mulai sore, Noah dan Vilma akhirnya tiba di pabrik terbengkalai tempat Noah diculik. Mereka pergi dengan hanya berjalan kaki karena takut dicurigai jika membawa kendaraan, maka dari itu mereka mencoba sebisa mungkin agar tidak ketahuan oleh orang sekitar atau pihak yang menjaga pabrik tersebut. lagi pula jarak ke Papratno juga tidak terlalu jauh, namun daerah di sana cukup sepi sehingga mereka perlu berhati – hati terlebih lagi di kawasan pabrik tersebut. “Noah, sebenarnya kita menuju ke tempat seperti apa? Dan mengapa kau hanya diam daritadi?” Vilma mulai mengeluh karena dia sendiri tidak tahu apa tujuan Noah pergi ke pabrik tidak terpakai tersebut. Vilma menyadari bahwa perlahan Noah mulai berubah. Biasanya dia tidak akan membuang waktu seperti ini hanya untuk pergi ke pabrik obat yang sudah ditinggalkan 9 tahun lamanya. “Sst, kecilkan suaramu. Bukankah aku sudah bilang jangan mengikutiku, tetapi kau malah ikut dan kini protes tentang tujuan kita?” “Buk

  • The Deepest Emotions   Chapter IV - Wanita

    Sudah sekitar lima menit mereka berjalan, Vilma yang sedari tadi tidak berbicara sama sekali kini mulai berani mengeluarkan suara. “Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Apa yang telah kau lakukan?” Suara Vilma terdengar bergetar seolah ingin menangis. Noah hanya terdiam dan menatap kosong ke arah wanita itu. Dia tidak ingin memberikan penjelasan apa-apa karena sekarang berurusan dengan dirinya adalah sebuah percobaan yang mengancam nyawa.“Kau tidak ingin menjelaskan apa – apa kepadaku? Setelah apa yang terjadi pada kita barusan, kita tidak tau hal buruk apa yang akan terjadi jika kita tertangkap tadi. Tapi kau masih diam seolah tidak terjadi apa – apa?!” Bentakan itu masih belum mampu untuk membuat Noah membuka mulutnya. Vilma sadar Noah sengaja diam agar dia tidak lagi terlibat dalam urusan Noah. Noah yang hanya membisu dengan tatapan kosongnya, mulai mengubah raut mukanya. Kesal, marah, dan lelah bercampur aduk di dalam emosi yang sudah tidak dapat diartikan lagi. “Sekarang kau

  • The Deepest Emotions   Chapter V - Tragedi

    Dengan kasarnya, orang itu menarik dan melempar tubuh Noah ke aspal. Orang itu adalah Besim yang sedang bersama 3 orang pengikut setianya. “Halo bung. Tampaknya kau sedang senang hari ini.” Nada meremehkan khas preman itu tidak digubris oleh Noah. Dia hanya diam dan segera bangun dari posisi duduknya. “Kau mengabaikanku ya? Lihatlah kali ini kau akan kuhabisi. Cepat ikut!” Besim kembali menarik kerah baju Noah dengan kasar dan membawa dia ke gang kosong di samping supermarket. Besim membuang kantung plastik yang digenggam oleh Noah dan kemudian membuka jaketnya. “Lawan aku. Kita lakukan duel yang adil dan tenang saja soal anak buahku.” Noah langsung mengetahui tujuan Besim mengajak duel adalah tidak ingin malu kalau dia sudah dilempar dengan enteng oleh dirinya kemarin. Besim tentu tidak akan memberikan perlawanan sepihak setelah terjadi hal memalukan yang menimpa dirinya. Besim bersiap – siap melayangkan pukulan. Noah pun menc

  • The Deepest Emotions   Chapter VI - Crvena Kapa

    Ternyata orang itu adalah pria kurus yang pernah Noah temui di pabrik terbengkalai. Pria itu tersenyum licik, seolah membayangkan hal yang menyenangkan. Noah menatap fokus pria itu sembari berjalan mundur, mencoba menjaga jarak untuk menghindari hal yang bisa saja mengancam nyawanya. “Bagaimana kau bisa tahu itu rumahku? Apa sebenarnya maumu?” Noah mencoba mengorek informasi darinya. Namun, pria itu hanya mendongak dan tertawa kecil. “Ha ha. Sudah kubilang barusan, penyebabnya adalah barang kecil yang kau pegang itu.” Pria misterius itu mengarahkan jari telunjuknya ke USB Drive yang digenggam erat oleh Noah. Noah masih kebingungan dengan maksud pria tersebut. Pria itu hanya tersenyum melihat wajah polos Noah. “USB Drive itu sempat kau akses melalui komputermu. Begitu barang itu terkoneksi dengan alat elektronik apapun, kami dengan sangat mudah melacak keberadaannya. Itulah kenapa kita bertemu di pabrik terbengkalai kemarin. Karena lokasi terakhir b

  • The Deepest Emotions   Chapter VII - Badai

    Siang itu tampak mendung dan mulai dingin. Mereka berdua hanya saling bertatapan satu sama lain. Noah yang curiga dengan identitas pria itu kini mulai berani membuka mulutnya. “Siapa kau? Bagaimana kau bisa tahu namaku?” Pria itu hanya senyap tidak menghiraukan pertanyaan yang Noah lemparkan kepadanya. Suasana yang hening ditambah hawa yang dingin menandakan badai akan segera tiba. Hanya suara gemuruh petir yang sesekali memecah keheningan di tempat itu. “Tuan, sepertinya kata – kataku sudah cukup jelas untuk bisa kau jawab sekarang.” Noah mulai kesal melihat wajah pria itu. “Duduklah!” Pria itu berjalan menuju sebuah etalase di belakangnya. Dia mengambil secarik kertas dan sebuah foto dari dalam laci etalase tersebut. Kemudian pria itu berjalan pelan menghampiri Noah yang baru saja duduk dan melemparkan foto yang dipegangnya ke atas meja di depan Noah. “Kau sangat mirip dengannya.” Pria itu menunjuk seseorang dari foto tersebut. Sos

  • The Deepest Emotions   Chapter VIII - Latihan

    Borris baru saja keluar dari ruang bawah tanah. Dia membawa beberapa koper yang berisikan senjata api di dalamnya. Noah bertanya – tanya apa hubungan Borris dengan Vilma.“Apa kau mengenal wanita yang keluar dari tempat ini barusan?”“Maksudmu Nona Hondress? Ayahnya adalah seorang CEO perusahaan kecantikan terkemuka di ibukota sekaligus pelanggan tetap toko ini. Putri nya baru saja memesan beberapa senjata api titipan ayahnya itu.”Noah tampak tidak terkejut begitu mendengar penjelasan Borris. Sifat yang manja, kulit yang terawat dan pakaian yang tampak mahal itu sudah menjelaskan bahwa wanita berasal dari keluarga yang kaya. Bahkan jika orang tua nya tinggal di ibukota, sangat memungkinkan kalau Vilma tinggal sendiri di rumah besar nya itu.“Tapi untuk apa perusahaan kecantikan memesan senjata ilegal darimu?”“Kau tidak perlu tahu itu.”Noah hanya terdiam. Dia sudah cukup bersyukur menge

  • The Deepest Emotions   Chapter IX - Misi yang Gagal

    Angin malam hari itu terasa menusuk tulang. Namun, penerangan yang tersebar di berbagai toko dan jalan membuat suasana yang cukup hangat waktu itu. Noah dan Borris masih menyantap makan malam mereka di toko.Sudah sekitar dua minggu Noah melaksanakan pelatihan fisik dan mental yang diberikan oleh Borris McStar. Borris berencana untuk memberikan Noah latihan langsung di lapangan dengan cara memancing sindikat itu agar menghampiri mereka dengan sendirinya tanpa harus lelah mencari.“Hei bocah. Kenakan pakaianmu saat makan malam.”“Aku baru saja selesai mandi. Tubuhku masih basah.”Borris pun melanjutkan makannya sembari melempar kertas tisu yang ada di tangannya ke arah Noah yang sedang makan dengan hanya mengenakan handuk yang ada melingkar di pinggangnya tanpa tambahan sehelai pakaian pun.Setelah dua minggu menjalani latihan yang sangat berat, tubuh Noah mulai berubah. Otot perutnya mulai terbentuk dan kini dia sudah mampu

  • The Deepest Emotions   Chapter X - Pencarian

    Derap langkah kaki yang saling berkejaran itu terdengar hingga ke seluruh penjuru bangunan. Noah sedang dikejar – kejar oleh gerombolan anggota sindikat. Dia tidak bisa langsung melarikan diri. USB Drive itu masih ada ditangan pria dengan tawa anehnya itu.Noah pun berbalik arah. Dia harus secepatnya merebut kembali USB Drive itu dan keluar dari tempat ini. Namun ada sedikit masalah yang harus terlebih dahulu Noah pecahkan.“Ini dimana? Dan ruangan itu juga ada dimana?”Noah tersesat di gedung besar itu dan tidak tahu jalan kembali ke ruangan sebelumnya. Noah hanya berlari menyusuri lorong dengan banyak ruangan di kanan kirinya. Ketika sedang fokus mencari ruangan itu, seketika Noah menghentikan langkahnya dan langsung bersembunyi di salah satu ruangan.“Cepat temukan dan bunuh saja anak itu. Dia diculik ke sini hanya karena dia memegang barang berharga milik bos.”Suara langkah kaki dan teriakan gerombolan anggota sin

Bab terbaru

  • The Deepest Emotions   Chapter XL - Pengkhianatan (2)

    Perawat mengambil beberapa botol kosong di atas meja pasien yang semuanya merupakan prajurit perang atau pengintaian, kecuali Noah. Dilihatnya botol kaca berwarna cokelat itu tampak seperti botol minuman keras yang dijual di toko swalayan.“Kelompok yang membuatmu koma waktu itu ... datang ke tempat ini,” bisik Noah.“Yaa ... aku sudah tahu itu. Jangan kau bicarakan lagi di depanku, lukamu saja masih belum sepenuhnya sembuh karena obat itu.”Noah berdehem, dia tidak akan menyangka kalau perkataan Mr. A itu benar. Ternyata doktrin yang dibuatnya di Reddit saat itu tidak asal-asalan. Namun jujur saja, orang itu memang menyebalkan jika ditemui secara langsung.Borris dan Morrey dengan langkah lantang di ruangan itu menghampiri Noah. Wajah keduanya tampak serius—dan tidak ada keraguan sama sekali—kemudian disusul oleh Mr. A yang Noah lihat dari postur dadanya pasti sedang serius. Tidak, dengan suasana seperti itu tidak mungkin Mr. A akan bercanda.“Kami berniat untuk melakukan investigasi

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIX - Pengkhianatan

    “Dialah alasan kita untuk menjadi kadet berpengalaman di organisasi militer federasi.”“Crvena Kapa?” tanya Andi tertegun melihat wajah serius Noah. Bercak darah Noah di lengannya telah mengering, begitu juga dengan bibirnya akibat angin dingin malam itu. Tepat ketika bulan menampakkan wujudnya di balik awan gelap yang sempat menjadi penghambat Andi saat ingin membersihkan luka Noah yang kotor oleh tanah.“Orang itu sudah hilang entah ke mana. Bahkan jejak darahnya sudah tidak ada lagi. seperti itukah pembunuh profesional menghilangkan jejaknya?”Noah terdiam mendengar Andi yang mengoceh sendirian. Dilihatnya luka sabetan belati dan senjata api di lengan dan kakinya. Andi berdiri di depan mayat kadet berkacamata itu, kemudian menunduk sesaat. “Cepat kita bawa ke markas. Lebih baik sembunyi-sembunyi,” ucap Andi pelan dan hampir tidak bisa didengar Noah.Mayat yang sudah terbujur kaku itu diangkat dengan sembarang oleh mereka berdua, kemudian mengambil jalan terjauh untuk menghindari te

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVIII - Pertarungan Sengit

    Ketika itu, malam sudah tidak lagi sunyi. Suara berisik semak dan dedaunan yang terinjak-injak—bukan, suara ringisan dua manusia yang sedang bertarung itu mengisi kesunyian malam, walaupun tidak sampai terdengar di tenda tim cokelat.Noah melancarkan serangan bertubi-tubi, selagi lawannya terdesak karena bertahan sambil memegang pistol. Lebih baik seperti itu, daripada membiarkan pria itu menodongkan pistol sekali lagi ke wajahnya.Semakin lama dia melayangkan tinju, tapi seolah Noah yang semakin terpojok. Semula dirinya mengejar pria itu dan menyerangnya, bahkan sekarang hormatnya sudah hilang karena mereka seenaknya menginjak jasad kadet berkacamata itu dengan terpaksa.“Lumayan. Tidak kusangka federasi bakal menciptakan generasi yang hebat sepertimu,” tuturnya santai sambil menangkis tinjuan Noah yang tidak sedikit pun mengenai badan pria misterius itu.Noah menggigit bibir, kemudian meningkatkan kecepatan serangannya. Kini seperti ada pertandingan tinju dunia, bahkan jika diperton

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVII - Pria Tidak Dikenal (2)

    Pemuda itu melihat sepasang mata yang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Bola matanya memantulkan cahaya api seolah-olah ada dua kloningan api. Dia sadar sudah salah bicara, tapi ketika mendengar sesuatu yang sepertinya familiar, otaknya langsung berfungsi dengan baik.“Di mana kau melihatnya?” tanya Noah masih dalam posisi setengah duduk. Dinginnya angin tidak bisa membuat dirinya diam beberapa saat—sangat menusuk tulang. “Sebelah barat, tidak terlalu jauh dari tenda kita, karena aku dan Elliot juga hanya mengumpulkan kayu bakar di sekitar tempat itu dan kembali,” jelas Davud.Ia mengungkapkan kalau pria itu juga muncul di tempat yang sama ketika Noah melihatnya, entah kenapa dia hanya berkeliaran di sana. “Aku akan pergi sebentar,” tegas Noah langsung bergerak dari posisinya. Tidak sampai lima detik dia sudah berada di luar gua, meninggalkan Davud yang masih setengah sadar. Dilihatnya rembulan masih tepat di atas kepala, putih bersih seolah kabut pun tak ingin menutup keindaha

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVI - Pria Tidak Dikenal

    Tali biru yang melingkari tangan Davud tampak begitu mengering karena berada dekat dengan api. Sekelompok kadet yang duduk dan yang sebagian lagi bersimpuh menghadap ke arah Noah yang berdiri kaku di dekat dinding gua.“Tim oranye sudah bergerak. Kita harus bertindak dan tetap waspada dengan sergapan mereka.”“Kau sudah mengatakan itu berulang kali sejak dari luar tenda,” gerutu Davud yang mengernyit heran ke arahnya. Kanvas tenda di luar sana kejatuhan oleh tetesan air dari pepohonan tinggi tepat di sebelahnya. Matthew sengaja berdiri di dekat tenda—mengawasi setiap pergerakan di sekitar.“Saat ini tim biru sudah disergap oleh tim oranye. Mereka juga tahu kalau tim biru membuat markas di atas pohon.”Noah kemudian terdiam di depan belasan pasang mata yang memperhatikannya berdiri. Hanya terdapat sedikit fakta dari kejadian tadi sore. Saat ini belum terbesit strategi apa-apa di kepalanya, hanya ada lelah yang menyerangnya sekarang.“Apa ada bagusnya jika kita tidak terlalu fokus menye

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXV - Sergapan Tiba-Tiba

    Noah menahan napasnya yang sempat tidak teratur setelah memanjat pohon besar itu seorang diri. tangannya ia usap dengan pakaian di tubuhnya dan tetap menatap kedua kadet di depannya. Tim biru yang barusan menggugurkan Vior dan dua orang lainnya itu ternyata tinggal di atas pohon. Berarti ada sekitar lima pohon lain yang mereka tempati tersebar di hutan seluas ini. “Jangan bergerak sedikit pun. Kita biarkan mereka bergerak sampai sejauh mana. Pantau dari jauh.” Davud melangkah lebih jauh, mendahului rekan-rekannya yang bertahan di balik semak besar. Selang beberapa menit saja, kedua kadet tim biru itu didatangi rekan mereka yang lain: jumlahnya tiga orang. Mereka membawa seutas tali baru yang dipikul salah satu kadet berkacamata. “Tinggalkan saja! Pindah ke pohon yang satu lagi,” tegur kadet berkacamata itu sambil menunjuk sebatang pohon lain di sebelah barat. “Tapi—“ “Kau tidak lihat sisa tali di atas itu? Bekas potongan seperti itu pasti ulah seseorang, dasar bodoh!” bentaknya se

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIV - Invasi

    Davud dan Matthew yang sudah berada di luar gua bergegas menghampiri Noah sambil menenteng gulungan tali lain untuk berjaga-jaga kalau saja ada mangsa lebih. Pemuda itu—sambil terengah-engah—hanya diam dan menatap wajah kadet di bawah lututnya.“Apa maksudmu?” dalih kadet itu. Tampak sekali wajahnya kesal, mungkin karena lutut Noah yang berada di atas punggungnya itu.“Yang mengintai tim cokelat kemarin itu kau, bukan? Kami meli—”“Kami tahu persis wajahmu waktu itu... diamlah.”Davud memasang mimik kesal karena kalimatnya dipotong oleh Noah dan kemudian berbalik, mencoba memanggil rekan mereka untuk keluar dari gua. Vior lebih dulu datang dan bertepuk tangan dari kejauhan sana.“Lumayan juga kau, Cassenn. Sepertinya kau lebih bisa berguna dibandingkan rekan-rekanmu di dalam gua sana.”“Apa kau perlu kuikat juga, hah?” geram Noah kemudian mengepalkan tangan kanannya yang masih mengenggam tali. sesuai dengan arahan dari instruktur, kadet yang gugur dalam tantangan akan di bawa kembali

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIII - Pemantauan

    Noah menoleh ke arah rekannya, Davud. Mereka berdua mencoba menahan diri agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Terlihat tangan Davud yang memberikan aba-aba agar tetap tenang selagi matanya melihat ke arah tim lain.Yang mereka lihat itu adalah tim cokelat. Mungkin hampir setengah pasukan yang mereka bawa. Memang benar sekarang Noah dan timnya menang jumlah, tapi mereka juga tidak bisa gegabah untuk menyerang secara brutal karena bisa saja ada tim lain yang mengintai seperti mereka sekarang ini.“Pantau yang ada di atas bukit.”Davud berbisik ke arah Noah sambil menunjuk sesuatu. Ternyata memang benar perkiraan Noah, tidak hanya mereka yang memantau tim cokelat. Tim biru juga sedang memantau dari kejauhan. Dan hebatnya lagi, entah bagaimana rekannya itu bisa melihat orang yang sedang bersembunyi dari jarak sejauh itu.“Mereka sudah tidak terlihat lagi, lebih baik kita pergi ke tenda dan memikirkan strategi.”Noah mengangguk. Kini mereka berdua perlahan berbalik dan bergerak menuj

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXII - Tantangan

    Sosok itu terlihat sedang memegang sebuah kantung berwarna cokelat sambil seolah menunggu kedatangan seseorang. Noah memicingkan matanya, berusaha melihat sosok itu dengan jelas dari kejauhan. “Vilma?” “Instruktur Mona memberitahuku kalau kau sedang menemui Mr. A.” “Ah...” Pemuda itu melihat Vilma yang perlahan menyodorkan kantung yang dipegangnya, kemudian wajahnya tampak serius memandangi wajah Noah yang tidak terlalu jelas karena gelap. “Aku membawa barang ini atas perintah ayahku. Kau akan memerlukannya nanti.” Pemuda itu meraih kantung tersebut dan melihat isinya. Hanya sebuah senter kecil dan selembar kertas kosong. Wajahnya tampak bingung, namun mendengar ucapan Vilma kalau barang ini akan diperlukan nanti, jadi ia tidak perlu memusingkannya sekarang. Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor yang gelap itu sambil berbincang ringan. “Bagaimana keadaanmu sekarang?” “Ah, iya. Aku tidak apa-apa, hanya saja aku masih perlu menemui psikolog untuk mengatasi traumaku. Ban

DMCA.com Protection Status