Beranda / Thriller / The Deepest Emotions / Chapter VI - Crvena Kapa

Share

Chapter VI - Crvena Kapa

Penulis: D. Maulana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ternyata orang itu adalah pria kurus yang pernah Noah temui di pabrik terbengkalai. Pria itu tersenyum licik, seolah membayangkan hal yang menyenangkan.

Noah menatap fokus pria itu sembari berjalan mundur, mencoba menjaga jarak untuk menghindari hal yang bisa saja mengancam nyawanya.

“Bagaimana kau bisa tahu itu rumahku? Apa sebenarnya maumu?”

Noah mencoba mengorek informasi darinya. Namun, pria itu hanya mendongak dan tertawa kecil.

“Ha ha. Sudah kubilang barusan, penyebabnya adalah barang kecil yang kau pegang itu.”

Pria misterius itu mengarahkan jari telunjuknya ke USB Drive yang digenggam erat oleh Noah. Noah masih kebingungan dengan maksud pria tersebut. Pria itu hanya tersenyum melihat wajah polos Noah.

“USB Drive itu sempat kau akses melalui komputermu. Begitu barang itu terkoneksi dengan alat elektronik apapun, kami dengan sangat mudah melacak keberadaannya. Itulah kenapa kita bertemu di pabrik terbengkalai kemarin. Karena lokasi terakhir barang itu adalah di tempat tersebut.”

Noah seketika tersadar akan kesalahan fatal yang telah ia perbuat. Mulutnya menganga seraya memperhatikan benda pembawa sial itu. Kini, keberadaannya sendiri merupakan masalah yang telah merugikan orang disekitarnya. Setidaknya itulah yang dia pikirkan.

Bagaikan nasi yang telah menjadi bubur, penyesalan Noah tiada begitu berarti karena orang – orang disekitarnya sudah merugi akibat perbuatannya sendiri.

Pria itu kembali mendekati Noah yang tampak telah dirundung rasa bersalah, dan kemudian mengulurkan tangannya.

“Lebih baik kembalikan benda itu kepadaku kalau kau tidak ingin hari – harimu lebih buruk daripada ini. Kami tidak akan segan menyiksa, bahkan membunuh siapapun yang mencoba menghalangi kami.”

Bisikan pria itu terdengar menjanjikan. Namun, Noah tidak rela mati penasaran sebelum menguak kasus kematian ayahnya.

“Toh, aku setiap hari saja aku sudah terpuruk. Jika saja lebih buruk, maka itu sama saja bukan?”

Noah mendongak dan menatap balik pria misterius itu. Tampak sebuah sorotan yang memiliki tekad kuat terpancar dari bola mata Noah.

begitu lepas dari rasa penyesalan itu, Noah menyimpan USB Drive itu ke dalam satu kanan celananya dan berdiri tegap, seolah menantang pria misterius itu.

Pria itupun sempat terkejut. Namun, tidak lama kini dia mengembangkan senyuman licik yang sangat lebar.

Pria itu memberikan gestur badan seolah memberi tahu kepada Noah bahwa dia sedang berurusan dengan orang yang salah.

“Baiklah. Mari kita adakan permainan. Kau dapat mencari informasi apapun dari USB Drive itu, sementara aku akan terus menerormu. Bagaimana? Bukankah ini seperti bermain kucing – kucingan? Ha ha.”

“Kau terlalu banyak bicara tuan. Aku akan cepat menuntaskan misiku tentang kematian ayahku dan aku juga tidak akan segan menghabisi siapapun yang menghalangi misiku, termasuk dirimu.”

Noah dengan tekad kuatnya berani menerima tantangan permainan yang diusulkan oleh pria misterius itu.

“Ya benar. Seperti itulah tekad seorang pria. Ha ha ha. Baiklah, mari kita mulai permainannya, dan carilah.. James Cassenn.”

Pria itu langsung berbalik dan pergi meninggalkan Noah.

“Hei, tunggu. Barusan kau menyebut nama ayahku? Siapa kau sebenarnya? HEII!!”

Noah lantas berteriak dan sempat mengejar pria itu sampai ke halaman parkir diluar area rumah sakit. Namun sayang, kini pria itu sudah menghilang ditelan kegelapan malam yang mencekam di halaman parkiran itu.

Begitu melihat jam tangan yang ia pakai, waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Noah pun akhirnya kembali ke kamar tempat ibunya dirawat.

Di kamar pasien, Noah duduk dan menatap dalam wajah ibunya yang masih cantik alami walaupun sudah berusia genap 56 tahun.

Noah mengingat suatu momen ketika orang tua yang lengkap masih menemani masa kecilnya waktu itu.

***

“Noah, jangan cepat – cepat, ayah sudah tidak sanggup lagi mengejarmu.”

“Wee. Ayah lamban sekali. Kejar aku dong, manusia paling cepat di muka bumi. Tadaa!”

Noah kecil sedang bermain kejar – kejaran bersama ayahnya, James Cassenn. Tampak mimik berseri timbul di wajah ayah dan anak itu.

Seketika, seorang wanita datang dengan membawa sebuah piring besar berisikan Cevapi, makanan khas Bosnia – Herzegovina berupa daging domba cincang dan roti kebab.

“Noah, Sayang. Ayo kita makan, ibu sudah membuatkan makanan yang sangat enak khusus untukmu.”

Noah langsung berlari dan lantas memeluk ibunya yang sedang duduk di tangga itu. Pasangan suami istri itupun hanya tersenyum dan membelai lembut rambut coklat anak 7 tahun itu.

Suasana hangat dan nyaman menyelimuti keluarga kecil nan harmonis itu.

***

Noah seketika menitikkan air mata begitu mengingat salah satu momen terindah itu. Dia masih begitu lemah. Walau sudah berusia 19 tahun, keberadaan orang tua yang lengkap juga sangat diidamkan oleh seorang Noah Cassenn.

Noah menyeka air matanya. Dia berusaha membulatkan tekad untuk berani bertindak. Resiko apapun harus dia terima.

Malam yang mencekam itupun sudah sirna ditimpa cahaya mentari pagi. Hangatnya pagi itu memberikan kenyamanan tersendiri bagi siapapun yang merasakannya.

Di kamar pasien tempat ibu Noah dirawat, tirai di jendela mengayun pelan terkena hembusan angin. Cahaya matahari menembus melewati kaca jendela dan menerangi apapun yang dikenainya, termasuk sebuah meja yang diatasnya terdapat sepucuk surat dan buku tabungan.

Teruntuk ibu,

Maafkan aku yang karena melepaskan tanggung jawabku untuk merawat ibu. Kini aku mencoba untuk hidup mandiri dan mulai melaksanakan tanggung jawab baruku sebagai anak satu – satunya dari keluarga Cassenn.

Aku akan pergi untuk beberapa saat, melakukan berbagai urusan yang kini menjadi tanggung jawab baruku. Untuk itu, terima kasih karena telah menjagaku selama ini ibu.

Dari anakmu, Noah.

Noah menyiapkan segala keperluannya. Dia berpikir dirinya harus pergi demi keamanan orang – orang sekitar yang pernah terlibat dengannya.

Noah pergi ke suatu warnet di dekat kampusnya. Dengan mengenakan hoodie, dia pergi ke salah satu komputer dan menyalakannya.

Noah langsung mencolokkan USB Drive itu ke dalam CPU komputer. Noah mencoba mencari lagi informasi yang ada di dalam folder USB Drive tersebut.

Setelah 3 jam lamanya Noah mencari informasi dari dalam folder itu, tiba – tiba dirinya fokus memperhatikan sebuah scan koran.

Di koran tersebut, tampak sebuah kata tercetak tebal yang tidak lazim yaitu ‘Crvena Kapa’. Begitu tahu kata tersebut, Noah segera membuka aplikasi peramban dari komputer yang dia gunakan dan mengetik kata Crvena Kapa.

“Nah, ini dia.”

Crvena Kapa atau Topi Merah adalah sebuah sindikat kriminal yang terkenal dari benua Asia. Sindikat kriminal tersebut sering kali terlibat di dalam berbagai proyek ilegal, seperti pengedaran narkoba, aktivitas makar, terorisme, kejahatan politik, dan masih banyak lagi.

Sindikat itu pada mulanya berpusat di beberapa wilayah di Jepang pada tahun 1977. Namun, setelah sekian lamanya sindikat kriminal tersebut kini telah beraksi di seluruh benua di dunia.

Banyak kasus yang sudah ditangani pihak kepolisian di banyak negara terkait sindikat Crvena Kapa ini, bahkan intel juga dikerahkan dalam penumpasan sindikat kriminal ini.

Namun, sampai saat ini masih diketahui sindikat tersebut masih berkeliaran mencari keuntungan besar, bahkan diramalkan sindikat kriminal tersebut bisa menguasai dunia dengan cara mendeklarasikan perang di seluruh penjuru dunia.

Noah sangat shock begitu mengetahui bahwa misinya kali ini berhubungan dengan sindikat kriminal terbesar di dunia. Bahkan jika dipikir – pikir, pria kurus semalam punya ciri – ciri yang berhubungan dengan organisasi tersebut, yaitu topi fedora merah.

“Apa jangan – jangan orang misterius itu juga anggota sindikat ya? Lebih baik aku bertindak dengan sangat hati – hati. Mereka bahkan bisa tahu letak rumahku.”

Noah kemudian mencabut USB Drive itu dari colokan CPU. Dia langsung mengotak – atik komputer tersebut dan melakukan reset factory pada komputer itu untuk menghilangkan jejak.

Setelah komputer dimatikan, Noah langung bergegas keluar dari tempat itu dan mencoba mencari petunjuk di tempat lain.

Di tengah keramaian, Noah berjalan cepat untuk mencari tempat yang aman. Bisa saja saat ini pria kurus itu sudah bergerak untuk menerornya.

Noah kemudian membuka ponselnya dan membuka folder yang dia pindahkan dari USB Drive itu ke dalam ponselnya.

Tidak lupa untuk meningkatkan keamanan, Noah mengakses jaringan privat atau VPN untuk mengalihkan alamat IP dirinya melalui server proxy agar tidak mudah dilacak oleh pria tersebut.

Namun, eskpektasi Noah sepertinya salah. Dia merasa sedang diikuti oleh seseorang tidak dikenal. Orang itu juga mengenakan hoodie dan berjalan cepat mengejar Noah.

Noah segera mempercepat langkah kakinya dan berusaha berbaur dengan orang sekitar. Namun sepertinya hal itu percuma karena penampilannya yang sudah tampak mencurigakan.

Tampak pria itu masih mengejar Noah dengan jalan cepatnya. Noah masih mencoba untuk mengelabui pria tersebut. Namun nasib sial, jalanan kini mulai sepi karena dirinya sudah tidak lagi berada di pusat kota.

Yang ada hanyalah jalanan dan gang sempit di sekeliling Noah. Pria itu yang awalnya berjalan kemudian melesat mengejar Noah.

“Ah. Yang benar saja.”

Noah pun ikut melesat agar tidak tertangkap oleh pria tersebut. Sudah beberapa gang kecil yang mereka lewati sembari kejar – kejaran. Pada akhirnya Noah terhenti karena pelariannya kini berakhir di sebuah gang kecil yang dihalangi oleh pagar tinggi.

Pria itu masih melesat dengan kencang dan mengeluarkan pisau dari saku celananya. Pria itu ingin menikam Noah dengan pisau tajam itu.

Tiba – tiba dari balik pagar tinggi itu muncul seorang pria berbadan kekar melompat tinggi dan akan mendarat ke arah pria yang mengejar Noah.

Noah yang sudah berkeringat dingin itu dibuat tidak berkedip dengan kedatangan pria itu. Pria kekar itu mendarat tepat di depan orang yang mengejar Noah dan seolah menggapainya dengan tangan kanannya.

Seketika orang yang mengejar Noah itu terdiam, dan tiba – tiba tergeletak dengan lemas. Darah mengucur di leher pria itu dan dia tewas secara mengenaskan.

Pria kekar itu menusuk leher orang yang mengejar Noah tadi dengan menggunakan pisau yang dibawanya sendiri untuk menikam Noah.

“Cepat ikuti aku dan matikan ponselmu!”

Pria itu kemudian berlari kecil ke sebuah toko kecil di ujung gang sebelah. Noah tanpa pikir panjang langsung mengikuti pria itu dan masuk ke dalam toko tersebut.

Begitu masuk ke dalam toko, berjejer banyak jenis senjata api yang tampak garang dipajang di dalam etalase dan digantung di dinding toko. Ternyata toko ini adalah toko senjata ilegal.

“Apa benar kau bernama Noah Cassenn?”

Noah kaget bukan kepalang begitu namanya terucap dari pria kekar itu.

***

Bab terkait

  • The Deepest Emotions   Chapter VII - Badai

    Siang itu tampak mendung dan mulai dingin. Mereka berdua hanya saling bertatapan satu sama lain. Noah yang curiga dengan identitas pria itu kini mulai berani membuka mulutnya. “Siapa kau? Bagaimana kau bisa tahu namaku?” Pria itu hanya senyap tidak menghiraukan pertanyaan yang Noah lemparkan kepadanya. Suasana yang hening ditambah hawa yang dingin menandakan badai akan segera tiba. Hanya suara gemuruh petir yang sesekali memecah keheningan di tempat itu. “Tuan, sepertinya kata – kataku sudah cukup jelas untuk bisa kau jawab sekarang.” Noah mulai kesal melihat wajah pria itu. “Duduklah!” Pria itu berjalan menuju sebuah etalase di belakangnya. Dia mengambil secarik kertas dan sebuah foto dari dalam laci etalase tersebut. Kemudian pria itu berjalan pelan menghampiri Noah yang baru saja duduk dan melemparkan foto yang dipegangnya ke atas meja di depan Noah. “Kau sangat mirip dengannya.” Pria itu menunjuk seseorang dari foto tersebut. Sos

  • The Deepest Emotions   Chapter VIII - Latihan

    Borris baru saja keluar dari ruang bawah tanah. Dia membawa beberapa koper yang berisikan senjata api di dalamnya. Noah bertanya – tanya apa hubungan Borris dengan Vilma.“Apa kau mengenal wanita yang keluar dari tempat ini barusan?”“Maksudmu Nona Hondress? Ayahnya adalah seorang CEO perusahaan kecantikan terkemuka di ibukota sekaligus pelanggan tetap toko ini. Putri nya baru saja memesan beberapa senjata api titipan ayahnya itu.”Noah tampak tidak terkejut begitu mendengar penjelasan Borris. Sifat yang manja, kulit yang terawat dan pakaian yang tampak mahal itu sudah menjelaskan bahwa wanita berasal dari keluarga yang kaya. Bahkan jika orang tua nya tinggal di ibukota, sangat memungkinkan kalau Vilma tinggal sendiri di rumah besar nya itu.“Tapi untuk apa perusahaan kecantikan memesan senjata ilegal darimu?”“Kau tidak perlu tahu itu.”Noah hanya terdiam. Dia sudah cukup bersyukur menge

  • The Deepest Emotions   Chapter IX - Misi yang Gagal

    Angin malam hari itu terasa menusuk tulang. Namun, penerangan yang tersebar di berbagai toko dan jalan membuat suasana yang cukup hangat waktu itu. Noah dan Borris masih menyantap makan malam mereka di toko.Sudah sekitar dua minggu Noah melaksanakan pelatihan fisik dan mental yang diberikan oleh Borris McStar. Borris berencana untuk memberikan Noah latihan langsung di lapangan dengan cara memancing sindikat itu agar menghampiri mereka dengan sendirinya tanpa harus lelah mencari.“Hei bocah. Kenakan pakaianmu saat makan malam.”“Aku baru saja selesai mandi. Tubuhku masih basah.”Borris pun melanjutkan makannya sembari melempar kertas tisu yang ada di tangannya ke arah Noah yang sedang makan dengan hanya mengenakan handuk yang ada melingkar di pinggangnya tanpa tambahan sehelai pakaian pun.Setelah dua minggu menjalani latihan yang sangat berat, tubuh Noah mulai berubah. Otot perutnya mulai terbentuk dan kini dia sudah mampu

  • The Deepest Emotions   Chapter X - Pencarian

    Derap langkah kaki yang saling berkejaran itu terdengar hingga ke seluruh penjuru bangunan. Noah sedang dikejar – kejar oleh gerombolan anggota sindikat. Dia tidak bisa langsung melarikan diri. USB Drive itu masih ada ditangan pria dengan tawa anehnya itu.Noah pun berbalik arah. Dia harus secepatnya merebut kembali USB Drive itu dan keluar dari tempat ini. Namun ada sedikit masalah yang harus terlebih dahulu Noah pecahkan.“Ini dimana? Dan ruangan itu juga ada dimana?”Noah tersesat di gedung besar itu dan tidak tahu jalan kembali ke ruangan sebelumnya. Noah hanya berlari menyusuri lorong dengan banyak ruangan di kanan kirinya. Ketika sedang fokus mencari ruangan itu, seketika Noah menghentikan langkahnya dan langsung bersembunyi di salah satu ruangan.“Cepat temukan dan bunuh saja anak itu. Dia diculik ke sini hanya karena dia memegang barang berharga milik bos.”Suara langkah kaki dan teriakan gerombolan anggota sin

  • The Deepest Emotions   Chapter XI - Ambang Kematian

    Sebilah pisau menancap dan menembus pintu kayu itu dari dalam ruangan. Noah dengan cepat menarik tangannya dari gagang pintu itu dan berteriak kencang karena rasa sakit yang luar biasa. Darah masih mengucur keluar dari kulit yang sudah sobek bersama dagingnya.Pintu itu terbuka dan menampakkan sosok Besim yang tertawa mendengar teriakan Noah. Dia menarik kerah baju Noah dan menyeretnya ke dalam ruangan.Tampak pria aneh itu sedang duduk di kursi kerjanya dengan satu kaki yang terangkat di atas pahanya laksana raja arogan yang sedang duduk di atas singgasana.“Bagaiman lemparanku? Akurat bukan? Ha ha.”“Luar biasa akurat, bos. Dia hanya beruntung karena tidak langsung mati.”Noah masih memegangi tangannya yang terluka parah itu. Sampai – sampai dia tidak mampu lagi mengeluarkan suaranya.Noah bingung bagaimana harus melawan. Dia tidak bisa mengalahkan siapapun dengan satu tangan yang terluka itu.Besim yan

  • The Deepest Emotions   Chapter XII - Nasib yang Sama

    Kemudian pria itu mengambil secangkir teh yang sudah disuguhkan oleh pelayan. Noah hanya menyengir dan ikut mengambil teh yang ada di atas meja dengan tangan yang kaku.“Aku sudah lama ingin menemuimu. Seseorang di sini ada yang menceritakan tentang dirimu kepadaku. Tentu aku tidak akan diam tentang hal itu. Aku harus lebih mengenalnya.”Pria itu tersenyum dan kembali meminum teh yang ada di tangannya. Noah berpikir orang yang membicarakannya kepada Tuan Chris adalah Borris karena sudah saling kenal sebagai pelanggan tetap.“Menurutmu bagaimana anakku?”Pria paruh baya itu setengah tersenyum sambil menatap Noah dengan tatapan seolah penuh harapan. Noah dibuat bingung dengan pertanyaan mendadak itu dan hanya bisa mengernyitkan dahi.“Maksud Tuan?”“Iya... Vilma? Menurutmu dia bagaimana?”Tuan Chris seolah mendesak Noah dengan pertanyaannya itu. Jadi orang yang beliau maksud adalah V

  • The Deepest Emotions   Chapter XIII - Sakit dan Perih

    Noah menghela napas dan mulai menceritakan kisahnya dari awal dia diculik sampai bagaimana dirinya bisa berurusan dengan sindikat Crvena Kapa. Noah yang biasanya tidak suka berbicara dengan orang lain kini menceritakan kisahnya panjang lebar kepada Vilma.Sekitar sejam lamanya mereka bercerita, tidak terasa matahari sudah berada di ufuk sebelah barat. Tapi itu tidak menghentikan mereka untuk saling bertukar informasi dan bercerita tentang keadaan masing – masing.“Sekarang, kau ceritakan padaku. Kenapa aku bisa sampai terbangun di sini?”Vilma mencoba mengalihkan pembicaraan ke berbagai topik. Tapi percuma karena Noah sama sekali tidak tertarik dengan topik pengalihan itu. Vilma pun menghela napas berat dan mulai menceritakan kejadian sebenarnya.“Sebenarnya selama aku tidak masuk kuliah, aku selalu memperhatikanmu dari jauh karena rasa penasaranku setelah kau menolak untuk menceritakan apa yang sedang terjadi kepadamu.&rdquo

  • The Deepest Emotions   Chapter XIV - Kisah Lama

    “Bagaimana Tuan bisa kenal dengan ayah saya?”Noah dengan sopan menurunkan rangkulan Tuan Chris dan mencoba memberikan pertanyaan terkait dengan hubungan antara pria itu dan ayahnya.“Aku kenal dengan Borris dan ayahmu karena aku adalah seorang investor yang mendukung pembuatan obat itu. Diantara seluruh ilmuwan hebat dan arogan di sana, hanya ayahmu, orang yang pertama kali mengajakku bicara. Aku berusaha untuk tidak menonjol karena sudah tau dengan sifat orang yang berusaha menjilat kepada mereka yang memiliki harta dan kekuasaan. Tapi ayahmu justru berbeda dengan orang – orang itu. Walaupun ayahmu bekerja demi mendapat penghasilan lebih, tapi dedikasinya untuk bekerja melebihi orang – orang busuk yang ada di sana waktu itu. Itulah yang kusuka–“Mendadak ponsel milik Tuan Chris di sakunya bergetar dan di saat yang bersamaan datang salah seorang bodyguard dengan tergesa – gesa dan menyampaikan sesuatu.

Bab terbaru

  • The Deepest Emotions   Chapter XL - Pengkhianatan (2)

    Perawat mengambil beberapa botol kosong di atas meja pasien yang semuanya merupakan prajurit perang atau pengintaian, kecuali Noah. Dilihatnya botol kaca berwarna cokelat itu tampak seperti botol minuman keras yang dijual di toko swalayan.“Kelompok yang membuatmu koma waktu itu ... datang ke tempat ini,” bisik Noah.“Yaa ... aku sudah tahu itu. Jangan kau bicarakan lagi di depanku, lukamu saja masih belum sepenuhnya sembuh karena obat itu.”Noah berdehem, dia tidak akan menyangka kalau perkataan Mr. A itu benar. Ternyata doktrin yang dibuatnya di Reddit saat itu tidak asal-asalan. Namun jujur saja, orang itu memang menyebalkan jika ditemui secara langsung.Borris dan Morrey dengan langkah lantang di ruangan itu menghampiri Noah. Wajah keduanya tampak serius—dan tidak ada keraguan sama sekali—kemudian disusul oleh Mr. A yang Noah lihat dari postur dadanya pasti sedang serius. Tidak, dengan suasana seperti itu tidak mungkin Mr. A akan bercanda.“Kami berniat untuk melakukan investigasi

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIX - Pengkhianatan

    “Dialah alasan kita untuk menjadi kadet berpengalaman di organisasi militer federasi.”“Crvena Kapa?” tanya Andi tertegun melihat wajah serius Noah. Bercak darah Noah di lengannya telah mengering, begitu juga dengan bibirnya akibat angin dingin malam itu. Tepat ketika bulan menampakkan wujudnya di balik awan gelap yang sempat menjadi penghambat Andi saat ingin membersihkan luka Noah yang kotor oleh tanah.“Orang itu sudah hilang entah ke mana. Bahkan jejak darahnya sudah tidak ada lagi. seperti itukah pembunuh profesional menghilangkan jejaknya?”Noah terdiam mendengar Andi yang mengoceh sendirian. Dilihatnya luka sabetan belati dan senjata api di lengan dan kakinya. Andi berdiri di depan mayat kadet berkacamata itu, kemudian menunduk sesaat. “Cepat kita bawa ke markas. Lebih baik sembunyi-sembunyi,” ucap Andi pelan dan hampir tidak bisa didengar Noah.Mayat yang sudah terbujur kaku itu diangkat dengan sembarang oleh mereka berdua, kemudian mengambil jalan terjauh untuk menghindari te

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVIII - Pertarungan Sengit

    Ketika itu, malam sudah tidak lagi sunyi. Suara berisik semak dan dedaunan yang terinjak-injak—bukan, suara ringisan dua manusia yang sedang bertarung itu mengisi kesunyian malam, walaupun tidak sampai terdengar di tenda tim cokelat.Noah melancarkan serangan bertubi-tubi, selagi lawannya terdesak karena bertahan sambil memegang pistol. Lebih baik seperti itu, daripada membiarkan pria itu menodongkan pistol sekali lagi ke wajahnya.Semakin lama dia melayangkan tinju, tapi seolah Noah yang semakin terpojok. Semula dirinya mengejar pria itu dan menyerangnya, bahkan sekarang hormatnya sudah hilang karena mereka seenaknya menginjak jasad kadet berkacamata itu dengan terpaksa.“Lumayan. Tidak kusangka federasi bakal menciptakan generasi yang hebat sepertimu,” tuturnya santai sambil menangkis tinjuan Noah yang tidak sedikit pun mengenai badan pria misterius itu.Noah menggigit bibir, kemudian meningkatkan kecepatan serangannya. Kini seperti ada pertandingan tinju dunia, bahkan jika diperton

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVII - Pria Tidak Dikenal (2)

    Pemuda itu melihat sepasang mata yang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Bola matanya memantulkan cahaya api seolah-olah ada dua kloningan api. Dia sadar sudah salah bicara, tapi ketika mendengar sesuatu yang sepertinya familiar, otaknya langsung berfungsi dengan baik.“Di mana kau melihatnya?” tanya Noah masih dalam posisi setengah duduk. Dinginnya angin tidak bisa membuat dirinya diam beberapa saat—sangat menusuk tulang. “Sebelah barat, tidak terlalu jauh dari tenda kita, karena aku dan Elliot juga hanya mengumpulkan kayu bakar di sekitar tempat itu dan kembali,” jelas Davud.Ia mengungkapkan kalau pria itu juga muncul di tempat yang sama ketika Noah melihatnya, entah kenapa dia hanya berkeliaran di sana. “Aku akan pergi sebentar,” tegas Noah langsung bergerak dari posisinya. Tidak sampai lima detik dia sudah berada di luar gua, meninggalkan Davud yang masih setengah sadar. Dilihatnya rembulan masih tepat di atas kepala, putih bersih seolah kabut pun tak ingin menutup keindaha

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVI - Pria Tidak Dikenal

    Tali biru yang melingkari tangan Davud tampak begitu mengering karena berada dekat dengan api. Sekelompok kadet yang duduk dan yang sebagian lagi bersimpuh menghadap ke arah Noah yang berdiri kaku di dekat dinding gua.“Tim oranye sudah bergerak. Kita harus bertindak dan tetap waspada dengan sergapan mereka.”“Kau sudah mengatakan itu berulang kali sejak dari luar tenda,” gerutu Davud yang mengernyit heran ke arahnya. Kanvas tenda di luar sana kejatuhan oleh tetesan air dari pepohonan tinggi tepat di sebelahnya. Matthew sengaja berdiri di dekat tenda—mengawasi setiap pergerakan di sekitar.“Saat ini tim biru sudah disergap oleh tim oranye. Mereka juga tahu kalau tim biru membuat markas di atas pohon.”Noah kemudian terdiam di depan belasan pasang mata yang memperhatikannya berdiri. Hanya terdapat sedikit fakta dari kejadian tadi sore. Saat ini belum terbesit strategi apa-apa di kepalanya, hanya ada lelah yang menyerangnya sekarang.“Apa ada bagusnya jika kita tidak terlalu fokus menye

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXV - Sergapan Tiba-Tiba

    Noah menahan napasnya yang sempat tidak teratur setelah memanjat pohon besar itu seorang diri. tangannya ia usap dengan pakaian di tubuhnya dan tetap menatap kedua kadet di depannya. Tim biru yang barusan menggugurkan Vior dan dua orang lainnya itu ternyata tinggal di atas pohon. Berarti ada sekitar lima pohon lain yang mereka tempati tersebar di hutan seluas ini. “Jangan bergerak sedikit pun. Kita biarkan mereka bergerak sampai sejauh mana. Pantau dari jauh.” Davud melangkah lebih jauh, mendahului rekan-rekannya yang bertahan di balik semak besar. Selang beberapa menit saja, kedua kadet tim biru itu didatangi rekan mereka yang lain: jumlahnya tiga orang. Mereka membawa seutas tali baru yang dipikul salah satu kadet berkacamata. “Tinggalkan saja! Pindah ke pohon yang satu lagi,” tegur kadet berkacamata itu sambil menunjuk sebatang pohon lain di sebelah barat. “Tapi—“ “Kau tidak lihat sisa tali di atas itu? Bekas potongan seperti itu pasti ulah seseorang, dasar bodoh!” bentaknya se

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIV - Invasi

    Davud dan Matthew yang sudah berada di luar gua bergegas menghampiri Noah sambil menenteng gulungan tali lain untuk berjaga-jaga kalau saja ada mangsa lebih. Pemuda itu—sambil terengah-engah—hanya diam dan menatap wajah kadet di bawah lututnya.“Apa maksudmu?” dalih kadet itu. Tampak sekali wajahnya kesal, mungkin karena lutut Noah yang berada di atas punggungnya itu.“Yang mengintai tim cokelat kemarin itu kau, bukan? Kami meli—”“Kami tahu persis wajahmu waktu itu... diamlah.”Davud memasang mimik kesal karena kalimatnya dipotong oleh Noah dan kemudian berbalik, mencoba memanggil rekan mereka untuk keluar dari gua. Vior lebih dulu datang dan bertepuk tangan dari kejauhan sana.“Lumayan juga kau, Cassenn. Sepertinya kau lebih bisa berguna dibandingkan rekan-rekanmu di dalam gua sana.”“Apa kau perlu kuikat juga, hah?” geram Noah kemudian mengepalkan tangan kanannya yang masih mengenggam tali. sesuai dengan arahan dari instruktur, kadet yang gugur dalam tantangan akan di bawa kembali

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIII - Pemantauan

    Noah menoleh ke arah rekannya, Davud. Mereka berdua mencoba menahan diri agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Terlihat tangan Davud yang memberikan aba-aba agar tetap tenang selagi matanya melihat ke arah tim lain.Yang mereka lihat itu adalah tim cokelat. Mungkin hampir setengah pasukan yang mereka bawa. Memang benar sekarang Noah dan timnya menang jumlah, tapi mereka juga tidak bisa gegabah untuk menyerang secara brutal karena bisa saja ada tim lain yang mengintai seperti mereka sekarang ini.“Pantau yang ada di atas bukit.”Davud berbisik ke arah Noah sambil menunjuk sesuatu. Ternyata memang benar perkiraan Noah, tidak hanya mereka yang memantau tim cokelat. Tim biru juga sedang memantau dari kejauhan. Dan hebatnya lagi, entah bagaimana rekannya itu bisa melihat orang yang sedang bersembunyi dari jarak sejauh itu.“Mereka sudah tidak terlihat lagi, lebih baik kita pergi ke tenda dan memikirkan strategi.”Noah mengangguk. Kini mereka berdua perlahan berbalik dan bergerak menuj

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXII - Tantangan

    Sosok itu terlihat sedang memegang sebuah kantung berwarna cokelat sambil seolah menunggu kedatangan seseorang. Noah memicingkan matanya, berusaha melihat sosok itu dengan jelas dari kejauhan. “Vilma?” “Instruktur Mona memberitahuku kalau kau sedang menemui Mr. A.” “Ah...” Pemuda itu melihat Vilma yang perlahan menyodorkan kantung yang dipegangnya, kemudian wajahnya tampak serius memandangi wajah Noah yang tidak terlalu jelas karena gelap. “Aku membawa barang ini atas perintah ayahku. Kau akan memerlukannya nanti.” Pemuda itu meraih kantung tersebut dan melihat isinya. Hanya sebuah senter kecil dan selembar kertas kosong. Wajahnya tampak bingung, namun mendengar ucapan Vilma kalau barang ini akan diperlukan nanti, jadi ia tidak perlu memusingkannya sekarang. Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor yang gelap itu sambil berbincang ringan. “Bagaimana keadaanmu sekarang?” “Ah, iya. Aku tidak apa-apa, hanya saja aku masih perlu menemui psikolog untuk mengatasi traumaku. Ban

DMCA.com Protection Status