Beranda / Thriller / The Deepest Emotions / Chapter X - Pencarian

Share

Chapter X - Pencarian

Penulis: D. Maulana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Derap langkah kaki yang saling berkejaran itu terdengar hingga ke seluruh penjuru bangunan. Noah sedang dikejar – kejar oleh gerombolan anggota sindikat. Dia tidak bisa langsung melarikan diri. USB Drive itu masih ada ditangan pria dengan tawa anehnya itu.

Noah pun berbalik arah. Dia harus secepatnya merebut kembali USB Drive itu dan keluar dari tempat ini. Namun ada sedikit masalah yang harus terlebih dahulu Noah pecahkan.

“Ini dimana? Dan ruangan itu juga ada dimana?”

Noah tersesat di gedung besar itu dan tidak tahu jalan kembali ke ruangan sebelumnya. Noah hanya berlari menyusuri lorong dengan banyak ruangan di kanan kirinya. Ketika sedang fokus mencari ruangan itu, seketika Noah menghentikan langkahnya dan langsung bersembunyi di salah satu ruangan.

“Cepat temukan dan bunuh saja anak itu. Dia diculik ke sini hanya karena dia memegang barang berharga milik bos.”

Suara langkah kaki dan teriakan gerombolan anggota sin

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Deepest Emotions   Chapter XI - Ambang Kematian

    Sebilah pisau menancap dan menembus pintu kayu itu dari dalam ruangan. Noah dengan cepat menarik tangannya dari gagang pintu itu dan berteriak kencang karena rasa sakit yang luar biasa. Darah masih mengucur keluar dari kulit yang sudah sobek bersama dagingnya.Pintu itu terbuka dan menampakkan sosok Besim yang tertawa mendengar teriakan Noah. Dia menarik kerah baju Noah dan menyeretnya ke dalam ruangan.Tampak pria aneh itu sedang duduk di kursi kerjanya dengan satu kaki yang terangkat di atas pahanya laksana raja arogan yang sedang duduk di atas singgasana.“Bagaiman lemparanku? Akurat bukan? Ha ha.”“Luar biasa akurat, bos. Dia hanya beruntung karena tidak langsung mati.”Noah masih memegangi tangannya yang terluka parah itu. Sampai – sampai dia tidak mampu lagi mengeluarkan suaranya.Noah bingung bagaimana harus melawan. Dia tidak bisa mengalahkan siapapun dengan satu tangan yang terluka itu.Besim yan

  • The Deepest Emotions   Chapter XII - Nasib yang Sama

    Kemudian pria itu mengambil secangkir teh yang sudah disuguhkan oleh pelayan. Noah hanya menyengir dan ikut mengambil teh yang ada di atas meja dengan tangan yang kaku.“Aku sudah lama ingin menemuimu. Seseorang di sini ada yang menceritakan tentang dirimu kepadaku. Tentu aku tidak akan diam tentang hal itu. Aku harus lebih mengenalnya.”Pria itu tersenyum dan kembali meminum teh yang ada di tangannya. Noah berpikir orang yang membicarakannya kepada Tuan Chris adalah Borris karena sudah saling kenal sebagai pelanggan tetap.“Menurutmu bagaimana anakku?”Pria paruh baya itu setengah tersenyum sambil menatap Noah dengan tatapan seolah penuh harapan. Noah dibuat bingung dengan pertanyaan mendadak itu dan hanya bisa mengernyitkan dahi.“Maksud Tuan?”“Iya... Vilma? Menurutmu dia bagaimana?”Tuan Chris seolah mendesak Noah dengan pertanyaannya itu. Jadi orang yang beliau maksud adalah V

  • The Deepest Emotions   Chapter XIII - Sakit dan Perih

    Noah menghela napas dan mulai menceritakan kisahnya dari awal dia diculik sampai bagaimana dirinya bisa berurusan dengan sindikat Crvena Kapa. Noah yang biasanya tidak suka berbicara dengan orang lain kini menceritakan kisahnya panjang lebar kepada Vilma.Sekitar sejam lamanya mereka bercerita, tidak terasa matahari sudah berada di ufuk sebelah barat. Tapi itu tidak menghentikan mereka untuk saling bertukar informasi dan bercerita tentang keadaan masing – masing.“Sekarang, kau ceritakan padaku. Kenapa aku bisa sampai terbangun di sini?”Vilma mencoba mengalihkan pembicaraan ke berbagai topik. Tapi percuma karena Noah sama sekali tidak tertarik dengan topik pengalihan itu. Vilma pun menghela napas berat dan mulai menceritakan kejadian sebenarnya.“Sebenarnya selama aku tidak masuk kuliah, aku selalu memperhatikanmu dari jauh karena rasa penasaranku setelah kau menolak untuk menceritakan apa yang sedang terjadi kepadamu.&rdquo

  • The Deepest Emotions   Chapter XIV - Kisah Lama

    “Bagaimana Tuan bisa kenal dengan ayah saya?”Noah dengan sopan menurunkan rangkulan Tuan Chris dan mencoba memberikan pertanyaan terkait dengan hubungan antara pria itu dan ayahnya.“Aku kenal dengan Borris dan ayahmu karena aku adalah seorang investor yang mendukung pembuatan obat itu. Diantara seluruh ilmuwan hebat dan arogan di sana, hanya ayahmu, orang yang pertama kali mengajakku bicara. Aku berusaha untuk tidak menonjol karena sudah tau dengan sifat orang yang berusaha menjilat kepada mereka yang memiliki harta dan kekuasaan. Tapi ayahmu justru berbeda dengan orang – orang itu. Walaupun ayahmu bekerja demi mendapat penghasilan lebih, tapi dedikasinya untuk bekerja melebihi orang – orang busuk yang ada di sana waktu itu. Itulah yang kusuka–“Mendadak ponsel milik Tuan Chris di sakunya bergetar dan di saat yang bersamaan datang salah seorang bodyguard dengan tergesa – gesa dan menyampaikan sesuatu.

  • The Deepest Emotions   Chapter XV - Memanfaatkan Kekuatan

    Noah tahu itu bukanlah pesan langsung dari Vilma. Setidaknya ada orang yang menjebak dirinya. Tapi karena keberadaan Vilma juga masih belum diketahui, Noah kemudian langsung menghubungi seseorang dan berniat untuk pergi ke tempat di pesan itu seorang diri. Langkah nekad yang dilakukan oleh Noah itu telah dipikirkan matang – matang. Pertama, si penculik pasti sedang terburu – buru dan spontan mengirim pesan teks kepada Noah karena jika mereka menculik Vilma dengan meminta imbalan, pasti orang pertama kali yang dihubungi adalah Tuan Chris sedangkan beliau sampai sekarang tidak bertindak apa – apa karena tentunya belum tahu tentang kejadian ini. Kedua, Noah menyimpulkan bahwa penculikan ini tidak berhubungan dengan sindikat Crvena Kapa karena cara mereka terlalu mencolok untuk penculikan seorang anak orang kaya oleh sindikat terkenal dunia. Dan alasan ketiga adalah, Noah tidak memiliki satu orang rekan pun yang masih hidup. Jadi dia hanya bisa bergerak sendiri k

  • The Deepest Emotions   Chapter XVI - Bos Lemah

    Suara langkah kaki yang menaiki satu per satu anak tangga itu bergema di setiap lantai yang ia singgahi. Tidak ada satu pun orang yang ada di sana. Artinya seluruh anggota penculik itu berada di lantai paling atas gedung itu.Beberapa menit kemudian, akhirnya Noah sampai di depan pintu atap gedung. Pintu itu terbuka dengan sendirinya karena bantuan angin malam yang menghembus kala itu. Tampak rombongan pria yang berpakaian layaknya preman kampungan yang menganggur itu serentak menatap ke arah Noah.Wajah Noah saat itu sepertinya hanya terlihat sekilas saja di mata, tapi yang pasti mulut itu masih tersenyum lebar.Di tengah – tengah gerombolan orang itu, tampak Vilma yang sedang duduk dalam kondisi terikat dan tidak sadarkan diri sambil bersimbah darah. Disampingnya, seorang pria berbadan besar terlihat sedang merokok sambil merangkul wanita itu.“Sepertinya pahlawan sudah datang. Apa kau ingin wanita ini selamat? Tapi tentu ada tebusannya. He

  • The Deepest Emotions   Chapter XVII - Skenario Terbaik

    Wanita itu terduduk dan menjerit, masih tidak percaya dengan peristiwa barusan. Walaupun sudah hidup di dunia yang keras karena persaingan perusahaan ayahnya, kejadian barusan bukanlah bagian dari itu. Bahkan Noah yang sudah berkali-kali mengalami kejadian yang hampir serupa saja masih bisa kaget saat melihatnya.Yang paling penting saat ini adalah Vilma. Dia adalah wanita, terlebih lagi masih 19 tahun. Tentulah bukan sesuatu yang lazim melihat seseorang terbunuh secara mengenaskan tepat di depan mata kita.Noah secepat mungkin menghampiri Vilma dan langsung mendekapnya. Rasa iba terasa di dalam hatinya. Vilma pun begitu. Wanita itu langsung menempelkan wajahnya di dada Noah dan sesekali meraih kaos Noah dan menyeka ingusnya di sana.“Wanita ini ...”Noah terdiam menatap Vilma dengan wajah datarnya. Sepertinya dia sudah tenang. Tidak butuh waktu lama untuk menenangkan wanita barbar seperti Vilma ini.Malam telah dirasa semakin gelap. Ti

  • The Deepest Emotions   Chapter XVIII - Markas Tersembunyi

    Mata pemuda itu sama sekali tidak lepas dari rombongan mobil itu. ternyata unggahan yang ditunjukkan oleh Borris itu benar adanya.Noah mempercepat langkah kakinya mengikuti mobil itu seraya menjaga jarak dengan mereka agar tidak ketahuan. Ini adalah pertemuannya kembali dengan sindikat Crvena Kapa setelah penculikan terakhirnya sebulan yang lalu.Mobil itu masih berjalan pelan menyusuri hutan dan sungai yang ada di sana. Hanya terdengar suara kicauan burung dan hembusan angin. Tampaknya mereka tidak menyadari telah dibuntuti oleh Noah.Sudah sekitar sepuluh menit Noah mengikuti rombongan mobil itu. Pemuda itu tampak penasaran dengan arah tujuan rombongan itu. Apakah mereka memiliki markas tepat di tengah hutan ini? Atau justru sedang memperluas wilayah sampai di sini? Tidak ada satupun yang Noah ketahui.Seolah penuh pikiran, Noah sempat kehilangan fokusnya sampai-sampai kakinya tersandung oleh akar pohon yang dilangkahinya tepat di saat salah satu anggo

Bab terbaru

  • The Deepest Emotions   Chapter XL - Pengkhianatan (2)

    Perawat mengambil beberapa botol kosong di atas meja pasien yang semuanya merupakan prajurit perang atau pengintaian, kecuali Noah. Dilihatnya botol kaca berwarna cokelat itu tampak seperti botol minuman keras yang dijual di toko swalayan.“Kelompok yang membuatmu koma waktu itu ... datang ke tempat ini,” bisik Noah.“Yaa ... aku sudah tahu itu. Jangan kau bicarakan lagi di depanku, lukamu saja masih belum sepenuhnya sembuh karena obat itu.”Noah berdehem, dia tidak akan menyangka kalau perkataan Mr. A itu benar. Ternyata doktrin yang dibuatnya di Reddit saat itu tidak asal-asalan. Namun jujur saja, orang itu memang menyebalkan jika ditemui secara langsung.Borris dan Morrey dengan langkah lantang di ruangan itu menghampiri Noah. Wajah keduanya tampak serius—dan tidak ada keraguan sama sekali—kemudian disusul oleh Mr. A yang Noah lihat dari postur dadanya pasti sedang serius. Tidak, dengan suasana seperti itu tidak mungkin Mr. A akan bercanda.“Kami berniat untuk melakukan investigasi

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIX - Pengkhianatan

    “Dialah alasan kita untuk menjadi kadet berpengalaman di organisasi militer federasi.”“Crvena Kapa?” tanya Andi tertegun melihat wajah serius Noah. Bercak darah Noah di lengannya telah mengering, begitu juga dengan bibirnya akibat angin dingin malam itu. Tepat ketika bulan menampakkan wujudnya di balik awan gelap yang sempat menjadi penghambat Andi saat ingin membersihkan luka Noah yang kotor oleh tanah.“Orang itu sudah hilang entah ke mana. Bahkan jejak darahnya sudah tidak ada lagi. seperti itukah pembunuh profesional menghilangkan jejaknya?”Noah terdiam mendengar Andi yang mengoceh sendirian. Dilihatnya luka sabetan belati dan senjata api di lengan dan kakinya. Andi berdiri di depan mayat kadet berkacamata itu, kemudian menunduk sesaat. “Cepat kita bawa ke markas. Lebih baik sembunyi-sembunyi,” ucap Andi pelan dan hampir tidak bisa didengar Noah.Mayat yang sudah terbujur kaku itu diangkat dengan sembarang oleh mereka berdua, kemudian mengambil jalan terjauh untuk menghindari te

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVIII - Pertarungan Sengit

    Ketika itu, malam sudah tidak lagi sunyi. Suara berisik semak dan dedaunan yang terinjak-injak—bukan, suara ringisan dua manusia yang sedang bertarung itu mengisi kesunyian malam, walaupun tidak sampai terdengar di tenda tim cokelat.Noah melancarkan serangan bertubi-tubi, selagi lawannya terdesak karena bertahan sambil memegang pistol. Lebih baik seperti itu, daripada membiarkan pria itu menodongkan pistol sekali lagi ke wajahnya.Semakin lama dia melayangkan tinju, tapi seolah Noah yang semakin terpojok. Semula dirinya mengejar pria itu dan menyerangnya, bahkan sekarang hormatnya sudah hilang karena mereka seenaknya menginjak jasad kadet berkacamata itu dengan terpaksa.“Lumayan. Tidak kusangka federasi bakal menciptakan generasi yang hebat sepertimu,” tuturnya santai sambil menangkis tinjuan Noah yang tidak sedikit pun mengenai badan pria misterius itu.Noah menggigit bibir, kemudian meningkatkan kecepatan serangannya. Kini seperti ada pertandingan tinju dunia, bahkan jika diperton

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVII - Pria Tidak Dikenal (2)

    Pemuda itu melihat sepasang mata yang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Bola matanya memantulkan cahaya api seolah-olah ada dua kloningan api. Dia sadar sudah salah bicara, tapi ketika mendengar sesuatu yang sepertinya familiar, otaknya langsung berfungsi dengan baik.“Di mana kau melihatnya?” tanya Noah masih dalam posisi setengah duduk. Dinginnya angin tidak bisa membuat dirinya diam beberapa saat—sangat menusuk tulang. “Sebelah barat, tidak terlalu jauh dari tenda kita, karena aku dan Elliot juga hanya mengumpulkan kayu bakar di sekitar tempat itu dan kembali,” jelas Davud.Ia mengungkapkan kalau pria itu juga muncul di tempat yang sama ketika Noah melihatnya, entah kenapa dia hanya berkeliaran di sana. “Aku akan pergi sebentar,” tegas Noah langsung bergerak dari posisinya. Tidak sampai lima detik dia sudah berada di luar gua, meninggalkan Davud yang masih setengah sadar. Dilihatnya rembulan masih tepat di atas kepala, putih bersih seolah kabut pun tak ingin menutup keindaha

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXVI - Pria Tidak Dikenal

    Tali biru yang melingkari tangan Davud tampak begitu mengering karena berada dekat dengan api. Sekelompok kadet yang duduk dan yang sebagian lagi bersimpuh menghadap ke arah Noah yang berdiri kaku di dekat dinding gua.“Tim oranye sudah bergerak. Kita harus bertindak dan tetap waspada dengan sergapan mereka.”“Kau sudah mengatakan itu berulang kali sejak dari luar tenda,” gerutu Davud yang mengernyit heran ke arahnya. Kanvas tenda di luar sana kejatuhan oleh tetesan air dari pepohonan tinggi tepat di sebelahnya. Matthew sengaja berdiri di dekat tenda—mengawasi setiap pergerakan di sekitar.“Saat ini tim biru sudah disergap oleh tim oranye. Mereka juga tahu kalau tim biru membuat markas di atas pohon.”Noah kemudian terdiam di depan belasan pasang mata yang memperhatikannya berdiri. Hanya terdapat sedikit fakta dari kejadian tadi sore. Saat ini belum terbesit strategi apa-apa di kepalanya, hanya ada lelah yang menyerangnya sekarang.“Apa ada bagusnya jika kita tidak terlalu fokus menye

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXV - Sergapan Tiba-Tiba

    Noah menahan napasnya yang sempat tidak teratur setelah memanjat pohon besar itu seorang diri. tangannya ia usap dengan pakaian di tubuhnya dan tetap menatap kedua kadet di depannya. Tim biru yang barusan menggugurkan Vior dan dua orang lainnya itu ternyata tinggal di atas pohon. Berarti ada sekitar lima pohon lain yang mereka tempati tersebar di hutan seluas ini. “Jangan bergerak sedikit pun. Kita biarkan mereka bergerak sampai sejauh mana. Pantau dari jauh.” Davud melangkah lebih jauh, mendahului rekan-rekannya yang bertahan di balik semak besar. Selang beberapa menit saja, kedua kadet tim biru itu didatangi rekan mereka yang lain: jumlahnya tiga orang. Mereka membawa seutas tali baru yang dipikul salah satu kadet berkacamata. “Tinggalkan saja! Pindah ke pohon yang satu lagi,” tegur kadet berkacamata itu sambil menunjuk sebatang pohon lain di sebelah barat. “Tapi—“ “Kau tidak lihat sisa tali di atas itu? Bekas potongan seperti itu pasti ulah seseorang, dasar bodoh!” bentaknya se

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIV - Invasi

    Davud dan Matthew yang sudah berada di luar gua bergegas menghampiri Noah sambil menenteng gulungan tali lain untuk berjaga-jaga kalau saja ada mangsa lebih. Pemuda itu—sambil terengah-engah—hanya diam dan menatap wajah kadet di bawah lututnya.“Apa maksudmu?” dalih kadet itu. Tampak sekali wajahnya kesal, mungkin karena lutut Noah yang berada di atas punggungnya itu.“Yang mengintai tim cokelat kemarin itu kau, bukan? Kami meli—”“Kami tahu persis wajahmu waktu itu... diamlah.”Davud memasang mimik kesal karena kalimatnya dipotong oleh Noah dan kemudian berbalik, mencoba memanggil rekan mereka untuk keluar dari gua. Vior lebih dulu datang dan bertepuk tangan dari kejauhan sana.“Lumayan juga kau, Cassenn. Sepertinya kau lebih bisa berguna dibandingkan rekan-rekanmu di dalam gua sana.”“Apa kau perlu kuikat juga, hah?” geram Noah kemudian mengepalkan tangan kanannya yang masih mengenggam tali. sesuai dengan arahan dari instruktur, kadet yang gugur dalam tantangan akan di bawa kembali

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXIII - Pemantauan

    Noah menoleh ke arah rekannya, Davud. Mereka berdua mencoba menahan diri agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Terlihat tangan Davud yang memberikan aba-aba agar tetap tenang selagi matanya melihat ke arah tim lain.Yang mereka lihat itu adalah tim cokelat. Mungkin hampir setengah pasukan yang mereka bawa. Memang benar sekarang Noah dan timnya menang jumlah, tapi mereka juga tidak bisa gegabah untuk menyerang secara brutal karena bisa saja ada tim lain yang mengintai seperti mereka sekarang ini.“Pantau yang ada di atas bukit.”Davud berbisik ke arah Noah sambil menunjuk sesuatu. Ternyata memang benar perkiraan Noah, tidak hanya mereka yang memantau tim cokelat. Tim biru juga sedang memantau dari kejauhan. Dan hebatnya lagi, entah bagaimana rekannya itu bisa melihat orang yang sedang bersembunyi dari jarak sejauh itu.“Mereka sudah tidak terlihat lagi, lebih baik kita pergi ke tenda dan memikirkan strategi.”Noah mengangguk. Kini mereka berdua perlahan berbalik dan bergerak menuj

  • The Deepest Emotions   Chapter XXXII - Tantangan

    Sosok itu terlihat sedang memegang sebuah kantung berwarna cokelat sambil seolah menunggu kedatangan seseorang. Noah memicingkan matanya, berusaha melihat sosok itu dengan jelas dari kejauhan. “Vilma?” “Instruktur Mona memberitahuku kalau kau sedang menemui Mr. A.” “Ah...” Pemuda itu melihat Vilma yang perlahan menyodorkan kantung yang dipegangnya, kemudian wajahnya tampak serius memandangi wajah Noah yang tidak terlalu jelas karena gelap. “Aku membawa barang ini atas perintah ayahku. Kau akan memerlukannya nanti.” Pemuda itu meraih kantung tersebut dan melihat isinya. Hanya sebuah senter kecil dan selembar kertas kosong. Wajahnya tampak bingung, namun mendengar ucapan Vilma kalau barang ini akan diperlukan nanti, jadi ia tidak perlu memusingkannya sekarang. Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor yang gelap itu sambil berbincang ringan. “Bagaimana keadaanmu sekarang?” “Ah, iya. Aku tidak apa-apa, hanya saja aku masih perlu menemui psikolog untuk mengatasi traumaku. Ban

DMCA.com Protection Status