Tidak terasa saat itu hari mulai sore, Noah dan Vilma akhirnya tiba di pabrik terbengkalai tempat Noah diculik. Mereka pergi dengan hanya berjalan kaki karena takut dicurigai jika membawa kendaraan, maka dari itu mereka mencoba sebisa mungkin agar tidak ketahuan oleh orang sekitar atau pihak yang menjaga pabrik tersebut. lagi pula jarak ke Papratno juga tidak terlalu jauh, namun daerah di sana cukup sepi sehingga mereka perlu berhati – hati terlebih lagi di kawasan pabrik tersebut.
“Noah, sebenarnya kita menuju ke tempat seperti apa? Dan mengapa kau hanya diam daritadi?”
Vilma mulai mengeluh karena dia sendiri tidak tahu apa tujuan Noah pergi ke pabrik tidak terpakai tersebut. Vilma menyadari bahwa perlahan Noah mulai berubah. Biasanya dia tidak akan membuang waktu seperti ini hanya untuk pergi ke pabrik obat yang sudah ditinggalkan 9 tahun lamanya.
“Sst, kecilkan suaramu. Bukankah aku sudah bilang jangan mengikutiku, tetapi kau malah ikut dan kini protes tentang tujuan kita?”
“Bukan begitu maksudku. Kau tidak seperti ini biasanya, mengapa justru tiba – tiba pergi ke tempat seperti ini? Apa kau akan dipalak lagi oleh Besim?”
“...”
Noah hanya melirik Vilma yang setengah bercanda, kemudian melanjutkan perjalanan tanpa berkata – kata.
“Aku punya urusan di sini. Urusan yang sangat penting mengenai kejadian aneh tadi pagi. Dan Besim tidak ada sangkut paut dengan hal ini.”
Vilma kemudian ikut terdiam dan tidak tertarik untuk mengganggu lagi. Lima menit lamanya mereka menyusuri lorong kumuh di dalam pabrik itu, dan akhirnya mereka sampai di depan pintu ruangan tempat Noah dipertemukan dengan profesor itu.
Tampak ada suatu kejanggalan yang dirasakan oleh Noah. Dia melihat pintu ruangan tersebut tertutup rapat, padahal jika diingat – ingat seharusnya pintu itu tidak tertutup karena yang terakhir keluar dari tempat tersebut adalah Noah yang melarikan diri, sedangkan seluruh pria bertopeng dan profesor itu telah meninggal jadi tidak ada lagi yang keluar masuk ruangan ini.
Akhirnya Noah menyimpulkan bahwa ada dua kemungkinan dari kejanggalan ini, yaitu ada korban selamat dari kejadian tersebut, atau kemungkinan kedua yaitu ada orang luar yang memasuki ruangan ini.Noah pun mencoba membuka pintu dan ternyata pintu tersebut tidak dikunci. Noah pun mendorong daun pintu itu, dan memasuki ruangan bersama dengan Vilma. Begitu masuk, Noah kaget sekaligus bingung karena diruangan itu tidak ada satu pun jasad orang – orang yang menculiknya kemarin, bahkan darah yang berlumuran waktu itu juga hilang tak berbekas.
“Apa yang terjadi di sini?”
Noah makin bingung dengan situasi saat ini, namun dia tidak lupa dengan tujuan sebenarnya. Noah segera mengajak Vilma menuju ke arah meja di sudut ruangan tempat si profesor itu kehilangan nyawanya.
Noah mencoba mencari sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk yang dapat menjelaskan kondisi dirinya dan situasi saat ini.
“Vilma, coba cari apa pun yang kau anggap aneh. Kita mencoba mencari suatu petunjuk.”
Vilma mengangguk dan langsung membuka satu per satu lemari di ruangan tersebut. Tidak ada sepatahpun kata yang keluar dari mulut mereka berdua, hanya ada suara gesekan besi lemari dan tumpukan kayu yang memecah keheningan di tempat itu. Sekitar setengah jam mencari petunjuk, sedangkan senja kala itu mulai mencekam menandakan malam akan segera tiba.Saat itu sinar matahari yang sudah sangat condong ke barat masuk ke dalam sela – sela ventilasi pabrik. Sinar matahari tersebut mengenai sebuah benda yang menyebabkan benda tersebut berkilau. Vilma yang menyadari hal itu langsung pergi mendatangi barang tersebut.
Ternyata yang dilihat Vilma adalah sebuah USB Drive berwarna perak tergeletak di antara tumpukan kayu.“Noah, aku menemukan sesuatu yang sepertinya berguna. Lihatlah!”
Noah langsung menghampiri Vilma dan melihat kondisi barang tersebut.
“Sepertinya ini masih berfungsi. Ayo kita tinggalkan tempat ini, hari sudah mulai malam.”
Noah dan Vilma mulai meninggalkan ruangan tadi. Namun saat berada tepat di depan pintu, Noah memberhentikan langkah Vilma karena mendengar suara langkah kaki dari kejauhan yang memercikkan air disekitarnya. makin lama langkah kaki tersebut terdengar makin dekat. Secepat kilat Noah menarik tangan Vilma dan membawanya ke tumpukan lemari berkas seraya mendekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara.
Tidak lama, datang 2 orang berjas merah dengan mengenakan topi fedora. Mereka tampak sedang memeriksa meja disudut ruangan itu sambil berbincang – bincang.
“Apa benar kau meletakkannya di sini? Bagaimana bisa barang sepenting bisa kau hilangkan dasar bodoh.”
“Tempat terakhir yang aku datangi adalah tempat ini. Mungkin barang itu terjatuh saat aku membersihkan jasad – jasad di sini bersama dengan tim delapan.”
Noah langsung paham dengan situasi tadi setelah mendengarkan percakapan singkat barusan. Mereka berdua adalah pihak yang mendatangi pabrik ini setelah dia melarikan diri semalam. Bahkan mereka pula penyebab bersihnya ruangan itu dari jasad – jasad kemarin.
“Tunggulah sebentar lagi, aku ingin menyimak pembicaraan mereka.”
Wajah Noah tampak serius sekali saat itu. Vilma pun hanya bisa mengangguk dan diam dalam dekapan Noah. Jantung Vilma berdegup dengan sangat cepat saking tegangnya situasi saat itu ditambah dengan angin malam yang menusuk kulit mereka berdua yang hanya mengenakan kemeja dan celana jeans.
“Apa sudah kau cari di seluruh tempat? Bagaimana dengan tumpukan lemari di pojok sana?”
“Belum, aku akan ke sana. Kau cari di pojok sebelah sana!”
Vilma seketika terkejut dan Noah mencoba menutup rapat mulut Vilma agar tidak membuat suara yang mencurigakan. Pria bertopi itu makin dekat dan akhirnya mereka hanya dipisahkan oleh satu buah lemari besar.
Tangan pria itu bergerak membuka lemari besar tersebut dan mencoba mencari – cari keberadaan USB Drive tersebut. Kemudian, suasana begitu sunyi untuk beberapa detik hingga tiba – tiba muncul sebuah tangan dari kolong lemari tepat di sebelah Vilma dan Noah, bahkan tangan besar itu hampir menyentuh kaki Vilma.
Noah langsung mendekap Vilma dengan erat dan menggesernya menjauh dari tangan besar itu. Beberapa detik kemudian ponsel pria itu berdering sangat keras dan mengagetkan seluruh orang yang berada di ruangan tersebut.
“Bisa kau kecilkan suara ponsel sialanmu itu hah?!”
“Ini pesan dari tuan besar. Sepertinya ada panggilan darurat untuk seluruh tim. Sebaiknya kita cepat pergi dari sini.”
Noah dan Vilma akhirnya menghembuskan napas lega. Tangan dan kaki mereka sudah tidak sanggup lagi untuk menopang tubuh masing – masing. Noah mencoba mengintip sedikit untuk memeriksa situasi. Dia melihat pria yang sebelumnya berada di dekat mereka mulai menjauh menghampiri temannya yang berada di pojok seberang ruangan itu.
Tetapi, tiba – tiba mata Noah terbelalak. Teman dari pria berbadan besar itu ternyata sedang menatap matanya. Ternyata dia sudah sadar dengan keberadaan Noah dan Vilma. Walaupun mereka hanya bertatapan selama beberapa detik, tetapi saat itu waktu terasa lama sekali.
“Vilma, kakimu sudah kuat? Sekarang ayo kita lari!”
“Hah, ada ap-“
Noah secepat kilat menarik tangan Vilma dan berlari ke arah pintu. Kedua pria bertopi tadi langsung menyadari mereka berdua yang berusaha melarikan diri.
“Hei, siapa itu?!!”
Noah tidak lagi menghiraukan keadaan dibelakangnya. Dia hanya fokus akan keselamatan Vilma dan dirinya saat itu. Namun Noah tidak mendengar adanya langkah kaki selain yang dihasilkan mereka berdua. Dia pun sempat menoleh ke belakang dan melihat kedua pria bertopi itu hanya berdiri di depan pintu ruangan barusan.
Mata Noah langsung memandang pria bertopi yang berbadan langsing. Begitu melihatnya, sekilas dari wajah pria itu tampak senyuman tipis seraya memandang Noah dan Vilma yang melarikan diri.
Noah dan Vilma akhirnya bisa keluar dari pabrik itu dengan selamat. Noah langsung menenangkan Vilma yang terlihat shock dan lelah sambil berjalan pulang.
“Hei. Kali ini kau jangan pernah menemuiku lagi. seperti yang sudah kau lihat, apabila kau berhubungan denganku maka kau akan terkena masalah. Ingat itu!”
Namun Vilma hanya diam tanpa menoleh sedikitpun. Akhirnya Noah mengantarkan Vilma ke tempat tinggalnya tanpa berbunyi sepatah kata pun.
***Sudah sekitar lima menit mereka berjalan, Vilma yang sedari tadi tidak berbicara sama sekali kini mulai berani mengeluarkan suara. “Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Apa yang telah kau lakukan?” Suara Vilma terdengar bergetar seolah ingin menangis. Noah hanya terdiam dan menatap kosong ke arah wanita itu. Dia tidak ingin memberikan penjelasan apa-apa karena sekarang berurusan dengan dirinya adalah sebuah percobaan yang mengancam nyawa.“Kau tidak ingin menjelaskan apa – apa kepadaku? Setelah apa yang terjadi pada kita barusan, kita tidak tau hal buruk apa yang akan terjadi jika kita tertangkap tadi. Tapi kau masih diam seolah tidak terjadi apa – apa?!” Bentakan itu masih belum mampu untuk membuat Noah membuka mulutnya. Vilma sadar Noah sengaja diam agar dia tidak lagi terlibat dalam urusan Noah. Noah yang hanya membisu dengan tatapan kosongnya, mulai mengubah raut mukanya. Kesal, marah, dan lelah bercampur aduk di dalam emosi yang sudah tidak dapat diartikan lagi. “Sekarang kau
Dengan kasarnya, orang itu menarik dan melempar tubuh Noah ke aspal. Orang itu adalah Besim yang sedang bersama 3 orang pengikut setianya. “Halo bung. Tampaknya kau sedang senang hari ini.” Nada meremehkan khas preman itu tidak digubris oleh Noah. Dia hanya diam dan segera bangun dari posisi duduknya. “Kau mengabaikanku ya? Lihatlah kali ini kau akan kuhabisi. Cepat ikut!” Besim kembali menarik kerah baju Noah dengan kasar dan membawa dia ke gang kosong di samping supermarket. Besim membuang kantung plastik yang digenggam oleh Noah dan kemudian membuka jaketnya. “Lawan aku. Kita lakukan duel yang adil dan tenang saja soal anak buahku.” Noah langsung mengetahui tujuan Besim mengajak duel adalah tidak ingin malu kalau dia sudah dilempar dengan enteng oleh dirinya kemarin. Besim tentu tidak akan memberikan perlawanan sepihak setelah terjadi hal memalukan yang menimpa dirinya. Besim bersiap – siap melayangkan pukulan. Noah pun menc
Ternyata orang itu adalah pria kurus yang pernah Noah temui di pabrik terbengkalai. Pria itu tersenyum licik, seolah membayangkan hal yang menyenangkan. Noah menatap fokus pria itu sembari berjalan mundur, mencoba menjaga jarak untuk menghindari hal yang bisa saja mengancam nyawanya. “Bagaimana kau bisa tahu itu rumahku? Apa sebenarnya maumu?” Noah mencoba mengorek informasi darinya. Namun, pria itu hanya mendongak dan tertawa kecil. “Ha ha. Sudah kubilang barusan, penyebabnya adalah barang kecil yang kau pegang itu.” Pria misterius itu mengarahkan jari telunjuknya ke USB Drive yang digenggam erat oleh Noah. Noah masih kebingungan dengan maksud pria tersebut. Pria itu hanya tersenyum melihat wajah polos Noah. “USB Drive itu sempat kau akses melalui komputermu. Begitu barang itu terkoneksi dengan alat elektronik apapun, kami dengan sangat mudah melacak keberadaannya. Itulah kenapa kita bertemu di pabrik terbengkalai kemarin. Karena lokasi terakhir b
Siang itu tampak mendung dan mulai dingin. Mereka berdua hanya saling bertatapan satu sama lain. Noah yang curiga dengan identitas pria itu kini mulai berani membuka mulutnya. “Siapa kau? Bagaimana kau bisa tahu namaku?” Pria itu hanya senyap tidak menghiraukan pertanyaan yang Noah lemparkan kepadanya. Suasana yang hening ditambah hawa yang dingin menandakan badai akan segera tiba. Hanya suara gemuruh petir yang sesekali memecah keheningan di tempat itu. “Tuan, sepertinya kata – kataku sudah cukup jelas untuk bisa kau jawab sekarang.” Noah mulai kesal melihat wajah pria itu. “Duduklah!” Pria itu berjalan menuju sebuah etalase di belakangnya. Dia mengambil secarik kertas dan sebuah foto dari dalam laci etalase tersebut. Kemudian pria itu berjalan pelan menghampiri Noah yang baru saja duduk dan melemparkan foto yang dipegangnya ke atas meja di depan Noah. “Kau sangat mirip dengannya.” Pria itu menunjuk seseorang dari foto tersebut. Sos
Borris baru saja keluar dari ruang bawah tanah. Dia membawa beberapa koper yang berisikan senjata api di dalamnya. Noah bertanya – tanya apa hubungan Borris dengan Vilma.“Apa kau mengenal wanita yang keluar dari tempat ini barusan?”“Maksudmu Nona Hondress? Ayahnya adalah seorang CEO perusahaan kecantikan terkemuka di ibukota sekaligus pelanggan tetap toko ini. Putri nya baru saja memesan beberapa senjata api titipan ayahnya itu.”Noah tampak tidak terkejut begitu mendengar penjelasan Borris. Sifat yang manja, kulit yang terawat dan pakaian yang tampak mahal itu sudah menjelaskan bahwa wanita berasal dari keluarga yang kaya. Bahkan jika orang tua nya tinggal di ibukota, sangat memungkinkan kalau Vilma tinggal sendiri di rumah besar nya itu.“Tapi untuk apa perusahaan kecantikan memesan senjata ilegal darimu?”“Kau tidak perlu tahu itu.”Noah hanya terdiam. Dia sudah cukup bersyukur menge
Angin malam hari itu terasa menusuk tulang. Namun, penerangan yang tersebar di berbagai toko dan jalan membuat suasana yang cukup hangat waktu itu. Noah dan Borris masih menyantap makan malam mereka di toko.Sudah sekitar dua minggu Noah melaksanakan pelatihan fisik dan mental yang diberikan oleh Borris McStar. Borris berencana untuk memberikan Noah latihan langsung di lapangan dengan cara memancing sindikat itu agar menghampiri mereka dengan sendirinya tanpa harus lelah mencari.“Hei bocah. Kenakan pakaianmu saat makan malam.”“Aku baru saja selesai mandi. Tubuhku masih basah.”Borris pun melanjutkan makannya sembari melempar kertas tisu yang ada di tangannya ke arah Noah yang sedang makan dengan hanya mengenakan handuk yang ada melingkar di pinggangnya tanpa tambahan sehelai pakaian pun.Setelah dua minggu menjalani latihan yang sangat berat, tubuh Noah mulai berubah. Otot perutnya mulai terbentuk dan kini dia sudah mampu
Derap langkah kaki yang saling berkejaran itu terdengar hingga ke seluruh penjuru bangunan. Noah sedang dikejar – kejar oleh gerombolan anggota sindikat. Dia tidak bisa langsung melarikan diri. USB Drive itu masih ada ditangan pria dengan tawa anehnya itu.Noah pun berbalik arah. Dia harus secepatnya merebut kembali USB Drive itu dan keluar dari tempat ini. Namun ada sedikit masalah yang harus terlebih dahulu Noah pecahkan.“Ini dimana? Dan ruangan itu juga ada dimana?”Noah tersesat di gedung besar itu dan tidak tahu jalan kembali ke ruangan sebelumnya. Noah hanya berlari menyusuri lorong dengan banyak ruangan di kanan kirinya. Ketika sedang fokus mencari ruangan itu, seketika Noah menghentikan langkahnya dan langsung bersembunyi di salah satu ruangan.“Cepat temukan dan bunuh saja anak itu. Dia diculik ke sini hanya karena dia memegang barang berharga milik bos.”Suara langkah kaki dan teriakan gerombolan anggota sin
Sebilah pisau menancap dan menembus pintu kayu itu dari dalam ruangan. Noah dengan cepat menarik tangannya dari gagang pintu itu dan berteriak kencang karena rasa sakit yang luar biasa. Darah masih mengucur keluar dari kulit yang sudah sobek bersama dagingnya.Pintu itu terbuka dan menampakkan sosok Besim yang tertawa mendengar teriakan Noah. Dia menarik kerah baju Noah dan menyeretnya ke dalam ruangan.Tampak pria aneh itu sedang duduk di kursi kerjanya dengan satu kaki yang terangkat di atas pahanya laksana raja arogan yang sedang duduk di atas singgasana.“Bagaiman lemparanku? Akurat bukan? Ha ha.”“Luar biasa akurat, bos. Dia hanya beruntung karena tidak langsung mati.”Noah masih memegangi tangannya yang terluka parah itu. Sampai – sampai dia tidak mampu lagi mengeluarkan suaranya.Noah bingung bagaimana harus melawan. Dia tidak bisa mengalahkan siapapun dengan satu tangan yang terluka itu.Besim yan
Perawat mengambil beberapa botol kosong di atas meja pasien yang semuanya merupakan prajurit perang atau pengintaian, kecuali Noah. Dilihatnya botol kaca berwarna cokelat itu tampak seperti botol minuman keras yang dijual di toko swalayan.“Kelompok yang membuatmu koma waktu itu ... datang ke tempat ini,” bisik Noah.“Yaa ... aku sudah tahu itu. Jangan kau bicarakan lagi di depanku, lukamu saja masih belum sepenuhnya sembuh karena obat itu.”Noah berdehem, dia tidak akan menyangka kalau perkataan Mr. A itu benar. Ternyata doktrin yang dibuatnya di Reddit saat itu tidak asal-asalan. Namun jujur saja, orang itu memang menyebalkan jika ditemui secara langsung.Borris dan Morrey dengan langkah lantang di ruangan itu menghampiri Noah. Wajah keduanya tampak serius—dan tidak ada keraguan sama sekali—kemudian disusul oleh Mr. A yang Noah lihat dari postur dadanya pasti sedang serius. Tidak, dengan suasana seperti itu tidak mungkin Mr. A akan bercanda.“Kami berniat untuk melakukan investigasi
“Dialah alasan kita untuk menjadi kadet berpengalaman di organisasi militer federasi.”“Crvena Kapa?” tanya Andi tertegun melihat wajah serius Noah. Bercak darah Noah di lengannya telah mengering, begitu juga dengan bibirnya akibat angin dingin malam itu. Tepat ketika bulan menampakkan wujudnya di balik awan gelap yang sempat menjadi penghambat Andi saat ingin membersihkan luka Noah yang kotor oleh tanah.“Orang itu sudah hilang entah ke mana. Bahkan jejak darahnya sudah tidak ada lagi. seperti itukah pembunuh profesional menghilangkan jejaknya?”Noah terdiam mendengar Andi yang mengoceh sendirian. Dilihatnya luka sabetan belati dan senjata api di lengan dan kakinya. Andi berdiri di depan mayat kadet berkacamata itu, kemudian menunduk sesaat. “Cepat kita bawa ke markas. Lebih baik sembunyi-sembunyi,” ucap Andi pelan dan hampir tidak bisa didengar Noah.Mayat yang sudah terbujur kaku itu diangkat dengan sembarang oleh mereka berdua, kemudian mengambil jalan terjauh untuk menghindari te
Ketika itu, malam sudah tidak lagi sunyi. Suara berisik semak dan dedaunan yang terinjak-injak—bukan, suara ringisan dua manusia yang sedang bertarung itu mengisi kesunyian malam, walaupun tidak sampai terdengar di tenda tim cokelat.Noah melancarkan serangan bertubi-tubi, selagi lawannya terdesak karena bertahan sambil memegang pistol. Lebih baik seperti itu, daripada membiarkan pria itu menodongkan pistol sekali lagi ke wajahnya.Semakin lama dia melayangkan tinju, tapi seolah Noah yang semakin terpojok. Semula dirinya mengejar pria itu dan menyerangnya, bahkan sekarang hormatnya sudah hilang karena mereka seenaknya menginjak jasad kadet berkacamata itu dengan terpaksa.“Lumayan. Tidak kusangka federasi bakal menciptakan generasi yang hebat sepertimu,” tuturnya santai sambil menangkis tinjuan Noah yang tidak sedikit pun mengenai badan pria misterius itu.Noah menggigit bibir, kemudian meningkatkan kecepatan serangannya. Kini seperti ada pertandingan tinju dunia, bahkan jika diperton
Pemuda itu melihat sepasang mata yang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Bola matanya memantulkan cahaya api seolah-olah ada dua kloningan api. Dia sadar sudah salah bicara, tapi ketika mendengar sesuatu yang sepertinya familiar, otaknya langsung berfungsi dengan baik.“Di mana kau melihatnya?” tanya Noah masih dalam posisi setengah duduk. Dinginnya angin tidak bisa membuat dirinya diam beberapa saat—sangat menusuk tulang. “Sebelah barat, tidak terlalu jauh dari tenda kita, karena aku dan Elliot juga hanya mengumpulkan kayu bakar di sekitar tempat itu dan kembali,” jelas Davud.Ia mengungkapkan kalau pria itu juga muncul di tempat yang sama ketika Noah melihatnya, entah kenapa dia hanya berkeliaran di sana. “Aku akan pergi sebentar,” tegas Noah langsung bergerak dari posisinya. Tidak sampai lima detik dia sudah berada di luar gua, meninggalkan Davud yang masih setengah sadar. Dilihatnya rembulan masih tepat di atas kepala, putih bersih seolah kabut pun tak ingin menutup keindaha
Tali biru yang melingkari tangan Davud tampak begitu mengering karena berada dekat dengan api. Sekelompok kadet yang duduk dan yang sebagian lagi bersimpuh menghadap ke arah Noah yang berdiri kaku di dekat dinding gua.“Tim oranye sudah bergerak. Kita harus bertindak dan tetap waspada dengan sergapan mereka.”“Kau sudah mengatakan itu berulang kali sejak dari luar tenda,” gerutu Davud yang mengernyit heran ke arahnya. Kanvas tenda di luar sana kejatuhan oleh tetesan air dari pepohonan tinggi tepat di sebelahnya. Matthew sengaja berdiri di dekat tenda—mengawasi setiap pergerakan di sekitar.“Saat ini tim biru sudah disergap oleh tim oranye. Mereka juga tahu kalau tim biru membuat markas di atas pohon.”Noah kemudian terdiam di depan belasan pasang mata yang memperhatikannya berdiri. Hanya terdapat sedikit fakta dari kejadian tadi sore. Saat ini belum terbesit strategi apa-apa di kepalanya, hanya ada lelah yang menyerangnya sekarang.“Apa ada bagusnya jika kita tidak terlalu fokus menye
Noah menahan napasnya yang sempat tidak teratur setelah memanjat pohon besar itu seorang diri. tangannya ia usap dengan pakaian di tubuhnya dan tetap menatap kedua kadet di depannya. Tim biru yang barusan menggugurkan Vior dan dua orang lainnya itu ternyata tinggal di atas pohon. Berarti ada sekitar lima pohon lain yang mereka tempati tersebar di hutan seluas ini. “Jangan bergerak sedikit pun. Kita biarkan mereka bergerak sampai sejauh mana. Pantau dari jauh.” Davud melangkah lebih jauh, mendahului rekan-rekannya yang bertahan di balik semak besar. Selang beberapa menit saja, kedua kadet tim biru itu didatangi rekan mereka yang lain: jumlahnya tiga orang. Mereka membawa seutas tali baru yang dipikul salah satu kadet berkacamata. “Tinggalkan saja! Pindah ke pohon yang satu lagi,” tegur kadet berkacamata itu sambil menunjuk sebatang pohon lain di sebelah barat. “Tapi—“ “Kau tidak lihat sisa tali di atas itu? Bekas potongan seperti itu pasti ulah seseorang, dasar bodoh!” bentaknya se
Davud dan Matthew yang sudah berada di luar gua bergegas menghampiri Noah sambil menenteng gulungan tali lain untuk berjaga-jaga kalau saja ada mangsa lebih. Pemuda itu—sambil terengah-engah—hanya diam dan menatap wajah kadet di bawah lututnya.“Apa maksudmu?” dalih kadet itu. Tampak sekali wajahnya kesal, mungkin karena lutut Noah yang berada di atas punggungnya itu.“Yang mengintai tim cokelat kemarin itu kau, bukan? Kami meli—”“Kami tahu persis wajahmu waktu itu... diamlah.”Davud memasang mimik kesal karena kalimatnya dipotong oleh Noah dan kemudian berbalik, mencoba memanggil rekan mereka untuk keluar dari gua. Vior lebih dulu datang dan bertepuk tangan dari kejauhan sana.“Lumayan juga kau, Cassenn. Sepertinya kau lebih bisa berguna dibandingkan rekan-rekanmu di dalam gua sana.”“Apa kau perlu kuikat juga, hah?” geram Noah kemudian mengepalkan tangan kanannya yang masih mengenggam tali. sesuai dengan arahan dari instruktur, kadet yang gugur dalam tantangan akan di bawa kembali
Noah menoleh ke arah rekannya, Davud. Mereka berdua mencoba menahan diri agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Terlihat tangan Davud yang memberikan aba-aba agar tetap tenang selagi matanya melihat ke arah tim lain.Yang mereka lihat itu adalah tim cokelat. Mungkin hampir setengah pasukan yang mereka bawa. Memang benar sekarang Noah dan timnya menang jumlah, tapi mereka juga tidak bisa gegabah untuk menyerang secara brutal karena bisa saja ada tim lain yang mengintai seperti mereka sekarang ini.“Pantau yang ada di atas bukit.”Davud berbisik ke arah Noah sambil menunjuk sesuatu. Ternyata memang benar perkiraan Noah, tidak hanya mereka yang memantau tim cokelat. Tim biru juga sedang memantau dari kejauhan. Dan hebatnya lagi, entah bagaimana rekannya itu bisa melihat orang yang sedang bersembunyi dari jarak sejauh itu.“Mereka sudah tidak terlihat lagi, lebih baik kita pergi ke tenda dan memikirkan strategi.”Noah mengangguk. Kini mereka berdua perlahan berbalik dan bergerak menuj
Sosok itu terlihat sedang memegang sebuah kantung berwarna cokelat sambil seolah menunggu kedatangan seseorang. Noah memicingkan matanya, berusaha melihat sosok itu dengan jelas dari kejauhan. “Vilma?” “Instruktur Mona memberitahuku kalau kau sedang menemui Mr. A.” “Ah...” Pemuda itu melihat Vilma yang perlahan menyodorkan kantung yang dipegangnya, kemudian wajahnya tampak serius memandangi wajah Noah yang tidak terlalu jelas karena gelap. “Aku membawa barang ini atas perintah ayahku. Kau akan memerlukannya nanti.” Pemuda itu meraih kantung tersebut dan melihat isinya. Hanya sebuah senter kecil dan selembar kertas kosong. Wajahnya tampak bingung, namun mendengar ucapan Vilma kalau barang ini akan diperlukan nanti, jadi ia tidak perlu memusingkannya sekarang. Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor yang gelap itu sambil berbincang ringan. “Bagaimana keadaanmu sekarang?” “Ah, iya. Aku tidak apa-apa, hanya saja aku masih perlu menemui psikolog untuk mengatasi traumaku. Ban